• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum BPC

chan du

Academic year: 2023

Membagikan "Laporan Praktikum BPC"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM TEKNIK ANALISIS PENCEMARAN LINGKUNGAN

“Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri dan Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)”

Disusun Oleh:

Melati Nur Aini Choirunnisa NRP. 5014211004

Dosen Pengajar:

Bieby Voijiant Tangahu ST., MT., PhD.

Mashudi, S.Si., MENVM Asisten Laboratorium:

Hervina Taufiqi NRP. 03211940000017

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL, PERENCANAAN, DAN KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

2022

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

Pada praktikum kali ini dilakukan dua percobaan sekaligus yaitu praktikum Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri dan praktikum Analisis Breakpoint Chlorination (BPC) yang tujuan dari masing-masing praktikum adalah sebagai berikut:

1.1.1 Tujuan Praktikum Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri

Praktikum ini bertujuan untuk menentukan besarnya klor aktif yang diperlukan sampel untuk proses disinfeksi.

1.1.2 Tujuan Praktikum Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)

Praktikum ini bertujuan untuk menentukan besarnya kebutuhan disinfektan (kaporit) dalam air.

1.2 Prinsip

Desinfektan merupakan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi dan juga untuk mengurangi jumlah mikroorganisme patogen atau kuman penyakit lainnya melalui proses disinfeksi.

Salah satu disinfektan yang paling banyak digunakan yaitu klorin. Klorin memiliki kadar optimal dalam proses pemusnahan mikroorganisme patogen. Sisa klorin setelah terjadinya reaksi dengan zat organik maupun anorganik disebut sebagai sisa klorin aktif yang mana merupakan disinfektaan yang efektif untuk membunuh kontaminasi yang baru masuk. Untuk mengetahui kadar optimal disinfektan yang harus ditambhhakan dilakukan analisis melalui Break Point Chlorination (BPC). BPC adalah konsentrasi klorin aktif yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik, bahan organik (amoniak) hilang menjadi gas N2, dan bahan lain yang dapat dioksidasi serta membunuh mikroorganisme jika masih ada sisa klorin aktif pada konsentrasi tersebut. Penambahan klorin harus sesuai dengan hasil yang didapat dari Break Point Chlorination (BPC) karena bila kurang dari hasil yang didapatkan akan mengakibatkan mikroorganisme yang ada di dalam air tidak dapat dimusnahkan secara sempurna dan bila kelebihan dapat membentuk produk yang karsinogenik serta berbahaya bagi kesehatan manusia.

Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode iodometri dimana penentuan jumlah sisa klor dilakukan dengan melihat iodin yang telah dibebaskan oleh sisa klor yang kemudian dititrasikan dengan larutan standard natrium tiosulfat.

1.3 Dasar Teori

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Air bersih merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan secara berkelanjutan, dan harus memenuhi standar kriteria, baik dari segi fisik, kimia, maupun biologis. Pentingnya keberlangsungan sumber daya air membuat air bersih menjadi prioritas utama dalam penanganannya. Air akan selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti memasak, mencuci, dan minum sehingga air terhubung langsung dengan manusia. Oleh karena itu, sangat penting untuk terus menjaga kualitas air agar tetap bersih dan aman digunakan untuk kelangsungan hidup serta menjadi faktor penentu dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia. Salah satu upaya untuk menjaga sanitasi air adalah melalui proses disinfeksi air. Disinfeksi adalah suatu proses yang bertujuan untuk mendestruksi sebagian besar mikroorganisme yang bersifat patogenik dengan menggunakan cara fisik (pemanasan) maupun cara kimiawi (penambahan bahan kimia). Zat yang digunakan untuk proses disinfeksi adalah desinfektan yang merupakan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi dan juga untuk mengurangi jumlah mikroorganisme patogen (Damayanti, 2020). Desinfeksi dalam pengolahan air minum dilakukan untuk melindungi pemakai air dari bahaya mikroorganisme yang

(3)

terkandung dalam air. Salah satu disinfektan yang paling banyak digunakan pada pengolahan air adalah klorin. Klorin menjadi senyawa paling banyak digunakan disbanding disinfektan lainnya karena memiliki beberapa keuntungan yaitu harganya yang ekonomis, mudah digunakan, efektif dalam membunuh sebagian besar patogen penyebab penyakit dalam air, dan sisa klorin dapat bertahan dalam air yang mana dapat melindungi air dari kontaminasi ulang dalam proses pengolahan dan penyalurannya (Murray & Lantagne, 2015).

Proses pembubuhan klorin ke dalam air disebut dengan klorinasi. Klor sebagai desinfektan dapat berbentuk kalsium diklorida / kaporit (Ca(OCl)2), gas (Cl2), natrium klorida (NaOCl), ataupun sebagai hipoklorit (HOCl). Semakin banyak kadar klorin yang diberikan semakin banyak bakteri yang akan mati (Lisna, 2021). Klorin memiliki kadar optimal dalam proses pemusnahan bakteri. Penambahan klorin yang melebihi kadar optimal yang sesuai dengan kebutuhan akan berlebihan dan menyisakan klorin yang tersisa dalam air (klor bebas). Ketika klorin dilarutkan dalam air, ia akan bereaksi dengan semua zat organik dan anorganik yang tersedia dalam air. Klorin yang telah bereaksi dengan zat tersebut tidak lagi dapat berguna sebagai desinfektan. Sisa klorin setelah terjadinya reaksi tersebut disebut sebagai sisa klorin aktif. Sisa klor aktif terdiri dari klor bebas dan klor terikat. Semua klor yang tersedia dalam air sebagai kloramin (penggabungan antara klor dan amonia dalam air) disebut klor terikat, sedangkan klor bebas dalam air yaitu Cl2, HOCl, dan OCl-. Sisa klor akan tetap berada dalam air untuk membunuh kontaminasi baru yang masuk. Kadar klor bebas yang terlalu tinggi, akan menyebabkan bau kaporit yang tajam dan membahayakan kesehatan manusia jika terkonsumsi. Berdasarkan KepMenKes RI No 907/MENKES/SK/VII/2002 standar baku mutu klorin bebas dalam air adalah sebesar 0,2 mg/L (Sari, 2018).

Untuk mengetahui kadar optimal yang digunakan sebagai desinfektan, maka dilakukan pengujian terlebih dahulu dalam skala laboratorium sebelum diaplikasikan ke proses pengolahan air minum. Salah satunya dengan menggunakan analisis Break Point Chlorination (BPC). BPC adalah konsentrasi klorin aktif yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik, bahan organik (amoniak) hilang menjadi gas N2, dan bahan lain yang dapat dioksidasi serta membunuh mikroorganisme jika masih ada sisa klorin aktif pada konsentrasi tersebut. BPC merupakan titik yang menunjukkan awal proses tercapainya kestabilan senyawa klor di dalam air, dimana kebutuhan klor untuk mengikat senyawa organik akan menurun dan proses pembentukan senyawa klor sebagai disinfektan akan menuju kesetimbangan.

Penambahan klor setelah titik ini akan memberikan sisa klor yang sebanding dengan penambahan klor.

Jumlah klorin optimal yang dibutuhkan untuk melakukan disinfektasi adalah jumlah residu klorin aktif setelah terjadi BPC (Sari, 2018). Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode iodometri dimana penentuan jumlah sisa klor dilakukan dengan melihat iodin yang telah dibebaskan oleh sisa klor yang kemudian dititrasikan dengan larutan standard natrium tiosulfat (Varale & Varale, 2012).

Penambahan klorin harus sesuai dengan hasil yang didapat dari Break Point Chlorination (BPC) karena bila kurang dari hasil yang didapatkan akan mengakibatkan mikroorganisme yang ada di dalam air tidak dapat dimusnahkan secara sempurna dan bila kelebihan dapat membentuk produk yang karsinogenik serta berbahaya bagi kesehatan manusia seperti trihalomethanes, haloacetic acids, haloacetonitriles.

Produk-produk (by-product) ini kebanyakan akan terbentuk saat breakpoint chlorination sehingga penambahan klorin harus benar-benar diperhatikan (Stefán et al., 2019).

(4)

BAB II METODOLOGI 2.1 Alat

2.1.1 Alat Praktikum Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu 1 buah Erlenmeyer 100 mL, buret 25 mL atau 50 mL, pipet volume 10 mL dan 5 mL, gelas ukur 25 mL, sendok spatula, dan pipet tetes.

2.1.2 Alat Praktikum Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)

Alat yang dibutuhkan untuk melakukan praktikum yaitu 6 buah Erlenmeyer 100 mL, buret 25 mL atau 50 mL, pipet volume 10 mL dan 5 mL, gelas ukur 25 mL, sendok spatula, pipet tetes, aluminium foil, dan kardus sebagai tempat gelap.

2.2 Bahan

2.2.1 Bahan Praktikum Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri

Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum adalah aquades, asam asetik glacial pekat, kristal kalium iodide (KI), indikator amilum, dan natrium tiosulfat 0,0125 N.

2.2.2 Bahan Praktikum Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)

Bahan yang diperlukan untuk praktikum adalah sampel air, asam asetik glacial pekat, kristal kalium iodide (KI), indikator amilum, dan natrium tiosulfat 0,0125 N.

2.3 Skema Kerja

2.3.1 Skema Kerja Praktikum Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri

Gambar 1. Diagram alir Praktikum Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri

(5)

2.3.2 Skema Kerja Praktikum Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)

Gambar 2. Diagram alir Praktikum Analisis Breakpoint Chlorination (BPC) 2.4 Hal yang Perlu Diperhatikan

Dalam praktikum kali ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan bahan yang digunakan :

a. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

Natrium tiosulfat bukan zat yang mudah terbakar dan tidak mengandung bahan yang berbahaya.

Kontak dengan mata dapat menyebabkan iritasi mata dan membrane mukosa. Jika terjadi kontak bilas dengan air dan dapatkan bantuan medis saat diperlukan. Kontak dengan kulit dapat menyebabkan iritasi, gatal, dan dermatitis. Jika terjadi kontak dengan kulit bilas dengan sabun dan air. Bila tertelan dapat menyebabkan iritasi membrane mukosa. Berikan air atau susu atau bantuan medis jika diperlukan. Bila terhirup dapat menyebabkan sakit tenggorokan, sesak napas, dan batuk. Segera cari udara segar dan bantuan medis saat gejala parah.

b. Indikator Amilum

Bahan ini tidak digolongkan sebagai bahan berbahaya menurut undang-undang uni eropa. Jika terhirup, segera cari udara segar. Jika terjadi kontak dengan kulit, cuci dengan air yang banyak dan lepas pakaian yang terkontaminasi. Jika tertelan, beri air minum dan konsultasi pada dokter bila merasa tidak sehat. Jika terjadi kontak dengan mata, bilas dengan air yang banyak.

c. Kalium Iodida (KI)

Bahan yang berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan pada organ (tiroid) melalui paparan yang lama atau berulang jika tertelan, dapat menyebabkan iritasi mata, dan iritasi kulit. Jika terjadi kontak dengan kulit, cuci dengan air yang banyak dan lepas pakaian yang terkontaminasi. Jika tertelan,

(6)

beri air minum dan konsultasi pada dokter bila merasa tidak sehat. Jika terjadi kontak dengan mata, bilas dengan air yang banyak.

d. Asam Asetik Glacial

Bahan ini mudah terbakar, mudah menguap, dan korosif. Zat ini dapat menyebabkan kulit terbakar parah dan kerusakan mata. Jika terjadi kontak dengan kulit, cuci dengan air yang banyak dan lepas pakaian yang terkontaminasi. Jika tertelan, beri untuk mencuci mulutnya, jangan memaksa untuk muntah, dan konsultasi pada dokter bila merasa tidak sehat. Jika terjadi kontak dengan mata, bilas dengan seksama selama beberapa menit dan lepaskan lensa kontak jika memakainya. Jika terhirup, segera cari udara segar. Bila merasakan gejala yang parah maka segera cari bantuan tenaga medis.

(7)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pengamatan

Setelah dilakukan praktikum Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri dan Analisis Breakpoint Chlorination (BPC) pada hari Jumat, 28 Oktober 2022, didapatkan hasil pengamatan untuk masing-masing praktikum adalah sebagai berikut

3.1.1 Hasil Pengamatan Praktikum Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri

Tabel 1. Hasil pengamatan praktikum Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri

Perlakuan Hasil Pengamatan Gambar

Aquades sebanyak 20 mL diukur dengan gelas ukur 25 mL lalu dimasukkan ke Erlenmeyer 100 mL.

Aquades berwarna jernih dan bening.

Ditambahkan 5 mL kaporit

ke dalam erlenmeyer.

Tidak terjadi perubahan yang signifikan pada larutan.

Ditambahkan 2,5 mL asam asetik glacial ke dalam Erlenmeyer berisi aquades.

Tidak terjadi perubahan yang signifikan pada larutan.

Ditambahkan 1 gram kristal kalium iodide (KI) ke dalam Erlenmeyer.

Larutan berubah warna menjadi kuning pekat.

Erlenmeyer dikocok rata dan kemudian ditambahkan 3 tetes indikator amilum hingga terjadi perubahan warna.

Larutan berubah warna menjadi biru.

Dilakukan titrasi dengan natrium tiosulfat 0,0125 N hingga warna biru menghilang dari larutan di dalam Erlenmeyer.

Warna biru pada larutan menghilang dan kembali menjadi jernih.

Dicatat hasil yang didapat untuk dilakukan analisis

3.1.2 Hasil Pengamatan Praktikum Analisis Breakpoint Chlorination (BPC) Tabel 2. Hasil pengamatan praktikum Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)

Perlakuan Hasil Pengamatan Gambar

(8)

Sampel air dituangkan ke gelas ukur sebanyak 25 mL kemudian dimasukkan ke masing-masing 6 erlenmeyer

Sampel air berwarna bening dan sedikit keruh.

Ditambahkan larutan kaporit

ke masing-masing

Erlenmeyer dengan variasi volume larutan kaporti yaitu : 0,5 mL ; 0,9 mL ; 1,3 mL ; 1,7 mL ; 2,1 mL ; dan 2,5 mL.

Tidak terjadi perubahan yang signifikan pada sampel.

Tutup rapat masing-masing

Erlenmeyer dengan alumunium foil. Kemudian masukkan Erlenmeyer tadi ke dalam tempat gelap yaitu kardus yang sudah disiapkan selama 30 menit.

Tidak terjadi perubahan yang signifikan pada sampel.

Alumunium foil dibuka dan

kemudian ditambahkan 2,5 mL asam asetik glacial di ruang asam ke masing- masing Erlenmeyer, diusahakan penambahan secara bersamaan atau rentang waktu jangan terlalu lama.

Tidak terjadi perubahan yang signifikan pada sampel.

Ditambahkan 1 gram kristal KI ke masing-masing Erlenmeyer, diusahakan penambahan secara bersamaan atau rentang waktu jangan terlalu lama.

Terjadi perubahan warna pada sampel menjadi berwarna kuning. Sampel dengan konsentrasi kaporit paling kecil memiliki warna kuning paling muda dan kepekatan warna meningkat sering konsentrasi kaporit.

Erlenmeyer dikocok hingga

merata dan kemudian masing- masing ditambahkan 3 tetes indikator amilum.

Terjadi perubahan warna pada sampel menjadi berwarna biru keunguan.

Sampel dengan konsentrasi kaporit paling kecil memiliki warna ungu paling muda dan kepekatan warna meningkat sering konsentrasi kaporit.

Sampel dalam setiap Erlenmeyer kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,0125 N hingga warna biru menghilang.

Warna biru pada sampel hilang dan menjadi bening kembali.

Dicatat hasil yang didapat untuk dilakukan analisis

3.2 Analisis Data

(9)

Pada praktikum kali ini dilakukan dua percobaan yang berbeda yaitu untuk menganalisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri. Berikut merupakan analisis data yang didapat dari masing-masing praktikum :

3.2.1 Analisis Data Praktikum Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri

Praktikum Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri memiliki tujuan untuk menentukan besarnya klor aktif yang diperlukan sampel untuk proses disinfeksi. Klorin merupakan disinfektan yang paling banyak digunakan dalam pengolahan air untuk membunuh mikroorganisme patogen sehingga kualitas air terjaga dan aman untuk digunakan. Ketika klorin dilarutkan dalam air, ia akan bereaksi dengan semua zat organik dan anorganik yang tersedia dalam air.

Klorin yang telah bereaksi dengan zat tersebut tidak lagi dapat berguna sebagai desinfektan. Sisa klorin setelah terjadinya reaksi tersebut disebut sebagai sisa klorin aktif. Sisa klor aktif terdiri dari klor bebas dan klor terikat. Semua klor yang tersedia dalam air sebagai kloramin (penggabungan antara klor dan amonia dalam air) disebut klor terikat, sedangkan klor bebas dalam air yaitu Cl2, HOCl, dan OCl-. Sisa klor akan tetap berada dalam air untuk membunuh kontaminasi baru yang masuk. HOCl merupakan zat yang paling efisien untuk membunuh mikroorganiseme patogen. Untuk menganalisis sisa klor aktif ini dilakukan dengan metode iodometri.

Awalnya, 20 mL aquades dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL sebagai sampel yang akan diuji. Kemudian ditambahkan 5 mL larutan kaporit 1 g/L sebagai larutan disinfektan. Pada saat kaporit larut dengan air, klorin akan bereaksi dengan ion H+ dan radikal OH- yang ada dalam air. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Ca(OCl)2 (kaporit) + 2 H2O 2 HOCl (asam hipoklirt) + Ca(OH)2

HOCl + H2O H3O- + OCl- (ion hipoklorit) OCl- Cl- + O

Pada reaksi pertama, terjadi reaksi antara antra kaporit (Ca(OCl)2) dengan air menghasilkan Ca(OH)2

yang dapat membuat pH air naik karena sifatnya yang basa. HOCl dan OCl- merupakan klor aktif atau klor bebas yang efektif membunuh mikroorganisme patogen sedangkan Cl- merupakan klor yang tidak aktif (Engelhardt & Malkov, 2015).

Setelah penambahan kaporit, selanjutnya ditambahkan 2,5 mL asam asetik glacial, hal ini agar menurunkan pH yang tadinya basa karena terbentuk Ca(OH)2. Klorin realtif stabil dalam air pada pH yang rendah. pH yang optimal untuk reaksi ini adalah 3-4 (Engelhardt & Malkov, 2015). Selanjutnya ditambahkan 1 gram kristal kalium iodide (KI). Sisa klor yang ada akan mengoksidasi ion iodide membentuk iodium (I2). Pada tahap ini, warna larutan berubah menjadi kuning. Lalu ditambahkan 3 tetes indikator amilum yang akan mengikat I2 sehingga warna larutan akan berubah menjadi biru keunguan. Indikator amilum berfungsi sebagai indikator warna yang memperjelas titik akhir tittrasi.

Langkah terakhir dari metode ini adalah melakukan titrasi dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,0125 N hingga warna biru larutan menghilang. Reaksi yang tejadi adalah sebagai berikut:

Cl2 + 2I- I2 + Cl2

I2 + amilum kompleks amilum-iodida (warna biru) I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 +2 NaI (warna biru hilang)

Didapatkan hasil titrasi yaitu 4 mL. Penentuan jumlah sisa klor dilakukan dengan melihat iodin yang telah dibebaskan oleh sisa klor yang kemudian dititrasikan dengan larutan standard natrium tiosulfat (Lindu et al., 2016). Artinya, jumlah sisa klor yang terbentuk sama dengan jumlah natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk titrasi. Setelah itu, sisa klor dihitung dengan persamaan :

Klor sisa = 1000

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 × 𝑁 𝑛𝑎𝑡𝑟𝑖𝑢𝑚 𝑡𝑖𝑜𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 × 51,45

(10)

Klor sisa = 1000

5 𝑚𝐿 × 4 𝑚𝐿 × 0,0125 × 51,45 = 514,5 mg/L

Dapat diketahui bahwa hasil klor sisa yang didapat adalah 514,5 mg/L. Hasil ini akan digunakan dalam perhitungan BPC pada percobaan selanjutnya.

3.2.2 Analisis Data Praktikum Analisis Breakpoint Chlorination (BPC)

Praktikum ini bertujuan untuk menentukan besarnya kebutuhan disinfektan (kaporit) dalam air.

Break Point Chlorination (BPC) adalah konsentrasi klorin aktif yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik, bahan organik (amoniak) hilang menjadi gas N2, dan bahan lain yang dapat dioksidasi serta membunuh mikroorganisme jika masih ada sisa klorin aktif pada konsentrasi tersebut. Jumlah klorin optimal yang dibutuhkan untuk melakukan disinfektasi adalah jumlah residu klorin aktif setelah terjadi BPC. Penambahan klorin harus sesuai dengan hasil yang didapat dari Break Point Chlorination (BPC) karena bila kurang dari hasil yang didapatkan akan mengakibatkan mikroorganisme yang ada di dalam air tidak dapat dimusnahkan secara sempurna dan bila kelebihan dapat membentuk produk yang karsinogenik serta berbahaya bagi kesehatan manusia seperti trihalomethanes, haloacetic acids, haloacetonitriles.

Metode yang digunakan pada analisis ini sama seperti praktikum sebelumnya yaitu metode iodometri. Awalnya 25 mL sampel air dimasukkan ke masing-masing 6 buah Erlenmeyer 100 mL.

Kemudian ditambahkan kaporit 1g/L dengan variasi volume kaporit yang ditambahkan adalah 0,5 mL

; 0,9 mL ; 1,3 mL ; 1,7 mL ; 2,1 mL ; dan 2,5 mL. Setelah itu, masing-masing Erlenmeyer ditutu[ dengan alumunium foil dan diletakkan di tempat gelap selama 30 menit. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontak dengan gas lain yang dapat menyebabkan oksidasi dan berkurangnya klorin. Selain itu, hal ini untuk menjaga suhu sampel karena suhu diatas 20oC dapat memengaruhi klorin menjadi tidak efektif dan menyebabkan kesalahan dalam metode. Pada suhu sekitar 20 oC, sisa klor bebas dapat terdistribusi dengan baik (Ulliaji, 2016). Setelah didiamkan, kemudian ditambahkan 2,5 mL asam asetik glacial ke masing-masing Erlenmeyer untuk menurunkan pH nya karena reaksi dapat terjadi dengan baik pada pH yang rendah. Selanjutnya ditambahkan 1 gram kristal KI pada masing-masing erlenmeyer.

Sisa klor yang ada akan mengoksidasi ion iodide membentuk iodium (I2). Pada tahap ini, warna larutan berubah menjadi kuning. Sampel dengan volume kaporit paling sedikit memiliki warna kuning yang paling muda, kepekatan warna terus meningkat seiring dengan bertambahnya volume kaporit. Lalu ditambahkan 3 tetes indikator amilum yang akan mengikat I2 sehingga warna larutan akan berubah menjadi biru keunguan. Kepekatan warna biru juga meningkat seiring dengan bertambahnya volume kaporit. Indikator amilum berfungsi sebagai indikator warna yang memperjelas titik akhir tittrasi.

Langkah terakhir dari metode ini adalah melakukan titrasi dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,0125 N hingga warna biru larutan menghilang. Didapatkan volume titrasi untuk masing-masing volume kaporit 0,5 mL ; 0,9 mL ; 1,3 mL ; 1,7 mL ; 2,1 mL ; dan 2,5 mL secara berurutan adalah 0,25 mL ; 0,35 mL ; 0,55 mL ; 0,7 mL ; 1,6 mL ; dan 2 mL. Untuk menghitung jumlah klorin yang dibutuhkan dan sisa klor yang terbentuk maka dilakukan perhitungan sebagai berikut

1. Perhitungan kebutuhan klorin

Diketahui : N1 = 514,5 mg/L (menggunakan hasil dari percobaan pertama) ; V1 = volume kaporit ; V2

= volume aquades + kaporit Kaporit 0,5 mL

N1 × V1= N2 × V2

514,5 × 0,5 = N2 × 25,5 N2 = 10,9 mg/L

Kaporit 0,9 mL N1 × V1= N2 × V2

514,5 × 0,9 = N2 × 25,9 N2 = 17,88 mg/L

Kaporit 1,3 mL N1 × V1= N2 × V2

514,5 × 1,3 = N2 × 26,3 N2 = 25,43 mg/L

Kaporit 1,7 mL N1 × V1= N2 × V2

514,5 × 1,7 = N2 × 26,7

Kaporit 2,1 mL N1 × V1= N2 × V2

514,5 × 2,1 = N2 × 27,1

Kaporit 2,5 mL N1 × V1= N2 × V2

514,5 × 2,5 = N2 × 27,5

(11)

N2 = 32,75 mg/L N2 = 39,87 mg/L N2 = 46,77 mg/L 2. Perhitungan klor sisa

Diketahui : volume sampel = 25 mL ; N natrium tiosulfat = 0,0125 N Kaporit 0,5 mL

Klor sisa = 1000

25 𝑚𝐿 × 0,25 𝑚𝐿 × 0,0125 × 51,45 = 6,43 mg/L

Kaporit 0,9 mL Klor sisa = 1000

25 𝑚𝐿 × 0,35 𝑚𝐿 × 0,0125 × 51,45 = 9 mg/L

Kaporit 1,3 mL Klor sisa = 1000

25 𝑚𝐿 × 0,55 𝑚𝐿 × 0,0125 × 51,45 = 14,14 mg/L Kaporit 1,7 mL

Klor sisa = 1000

25 𝑚𝐿 × 0,7 𝑚𝐿 × 0,0125 × 51,45 = 18 mg/L

Kaporit 2,1 mL Klor sisa = 1000

25 𝑚𝐿 × 1,6 𝑚𝐿 × 0,0125 × 51,45 = 41,16 mg/L

Kaporit 2,5 mL Klor sisa = 1000

25 𝑚𝐿 × 2 𝑚𝐿 × 0,0125 × 51,45 = 51,45 mg/L Setelah semua data dari setiap kelompok digabung dan dilakukan dengan perhitungan yang sama, maka data akhir yang didapat adalah sebagai berikut :

Penambahan Kaporit (mL)

Nilai kaporit yang dibubuhkan (mg/L)

Nilai Sisa Klorin Akhir (mg/L)

Volume Titran (mL)

0,5 10.9 6.43 0,25

0,9 17.88 9 0,35

1,3 25.43 14.14 0,55

1,7 32.75 18 0,7

2,1 39.87 41.16 1,6

2,5 46.77 51.45 2

2,9 53.48 41.16 1.6

3,3 59.99 54.02 2.1

3,7 66.33 59.17 2.3

4,1 72.49 64.31 2.5

4,5 78.48 69.46 2.7

5 85.75 72.03 2.8

5,4 91.39 115.76 4,5

5,8 96.88 122.19 4,75

6,2 102.24 141.48 5,5

6,6 107.45 141.48 5,5

7 112.54 146.63 5,7

7,5 118.73 159.49 6,2

7,9 123.54 136.34 5.3

8,3 128.24 167.21 6.5

8,7 132.82 154.35 6

9,1 137.3 174.93 6.8

9,5 141.67 167.21 6.5

(12)

10 147 185.22 7.2

12 166,86 236,67 9,2

12,5 171,5 244,38 9,5

13 176,01 254,67 9,9

13,5 180,4 298,41 11,6

14,5 188,86 285,54 11,1

15 192,93 318,99 12,4

Dari hasil yang didapat kemudian dibentuk grafik BPC seperti sebagai berikut

Awalnya, klorin akan bereaksi dengan logam-logam zat organik seperti Fe2+, Mn 2+, H2S, dan zat oraganik lainnya hingga kemudian akan beruban menjadi ion klorida. Setelah itu, sisa klorin dari reaksi sebelumnya akan bereaksi dengan berbagai senyawa kimia yang mampu dioksidasi seperti ammonia (NH3) yang akan membentuk kloramin dengan reaksi sebagai berikut (Engelhardt & Malkov, 2015):

HOCl + NH3 NH2Cl + H2O (monokloramin) HOCl + NH2Cl NHCl2 + H2O (dikloramin) HOCl + NHCl2 NCl3 + H2O (trikloramin) HOCl + NCl3 HOCl + *

Klorin akan bereaksi dengan ammonia membentuk monokloramin, dikloramin, dan trikloramin (Wang, 2016). Monokloramin terbentuk secara cepat di banding senyawa lainnya dan paling baik terbentuk pada pH > 7. Dengan penambahan berulang klorin akan bereaksi dengan monokloramin membentuk dikloramin. Dikloramin terbentuk paling baik pada pH 4-6. Selanjutnya, klorin akan bereaksi dengan dikloramin membentuk trikloramin yang sangat tidak stabil. Trikloramin terbentuk pada pH< 4. Jika terus dilanjutkan maka trikloramin akan dihancurkan dan meninggalkan asam hipoklorit dan produk lain seperti N2, Cl-, H2O, H+, dan sebagainya. Apabila cukup banyak kandungan NH3 dalam air limbah maka NH2Cl cukup stabil, dan bila kelebihan klorin, NH2Cl akan pecah dan terbentuk gas N2 (Damayanti, 2020):

0 50 100 150 200 250 300 350

10,9 17,88 25,43 32,75 39,87 46,77 53,48 59,99 66,33 72,49 78,48 85,75 91,39 96,88 102,24 107,45 112,54 118,73 123,54 128,24 132,82 137,3 141,67 147 166,86 171,5 176,01 180,4 188,86 192,93

Konsentrasi Sisa Klor (mg/L)

Konsentrasi kebutuhan klor (mg/L)

Grafik BPC

BPC

(13)

HOCl + 2NH2Cl N2 + 3HCl + H2O

Semua klorin yang berada dalam air sebagai kloramin disebut dengan klor terikat. Pada akhir reaksi akan terbentu gas N2 dan terjadi titik retak (breakpoint). Jika dilihat dari grafik, monokloramin terbentuk pada saat grafik naik secara konstan di awal. Setelah itu, grafik mulai mengalami fluktuasi dan akan terbentuk dikloramin dan trikloramin. Selanjutnya, seluruh ammonia dan klorin akan berubah menjadi gas N2 dan sisa klor aktif akan terkumulasi setelah ammonia habis. Titik terendah klorinasi (BPC) terjadi saat grafik mengalami penurunan signifikan dan kemudian grafik akan megalami kenaikan kembali perlahan. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa penambahan disinfektan yang optimal terjadi saat penambahan kaporit sebesar 5,3 mL, dimana konsentrasi klor yang dibutuhkan adalah sebesar 123,54 mg/L dan konsentrasi klor sisa / klor aktif sebesar 136,34 mg/L. Pada daerah sebelah kanan setelah melewati BPC, hanya klor bebas (Cl2, HOCl, dan OCl- ) yang terbentuk karena semua zat ammonia sudah dirubah menjadi gas nitrogen yang keluar dari larutan sebagai gelembung dan ada sedikit kloramin yang tertinggal. Klor bebas tersebut bersifat toksik terhadap mikroorganisme patogen (Lisna, 2021).

3.3 Identifikasi Kesalahan

Pada praktikum yang telah dilakukan terdapat beberapa kesalahan yang disebabkan oleh human error maupun alat yang digunakan. Kesalahan dapat terjadi karena penambahan volume bahan kimia yang kurang akurat. Keakuratan penambahan volume suatu larutan sangat penting untuk diperhatikan karena jika perbandingannya berbeda maka hasil yang diberikan juga berbeda. Selain itu, saat penutupan Erlenmeyer dengan alumunium foil terjadi kesalahan yang mana tidak menutup satu-satu tetapi semua sekaligus. Selanjutnya, kesalahan terjadi karena penambahan zat pada percobaan BPC yang tidak bersamaan, sehingga reaksi tidak terjadi secara bersamaan dan dapat memengaruhi hasil perbandingan.

Kesalahan juga dapat terjadi saat melakukan titrasi dimana volume yang didapat mungkin kurang akurat.

Yang terakhir adalah ketidakakuratan alat praktikum seperti alat titrasi yang saat itu penutupnya tidak bisa tertutup secara sempurna sehingga natrium tiosulfat terus mengalir walau larutan sudah jernih, hal ini dapat terjadi karena alat yang kurang akurat, kesalahan kalibrasi, kesalahan dari manusia, dan kesalahan lain yang tidak disadari. Grafik BPC juga kurang sesuai dengan teori karena sampel air dari setiap kelompok bisa diambil dari sumber yang berbeda sehingga akan memengaruhi reaksi yang terjadi.

Hal ini juga dikarenakan persepsi setiap kelompok yang berbeda terhadap titik akhir titrasi, jadi hasil yang didapat kurang sesuai.

3.4 Aplikasi Bidang Teknik Lingkungan

Prinsip dari penentuan klor sisa dan BPC ini sering digunakan dalam sistem pengelolaan air minum dan air bersih. Untuk mendistribusikan air ke rumah-rumah, perlu dihitung klor sisa yang dibutuhkan sehingga saat air sampai ke masyarakat, air masih dalam kondisi bersih dan aman untuk digunakan. Hal ini karena dalam perjalanan, air bisa saja terkontaminasi ulang dan klor akan habis. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan kebutuhan klorin yang tepat dan dilakukan injeksi ulang saat klor sudah habis.

Klor yang diinjeksikan juga tidak boleh melebihi batas baku mutu air yang ditentukan. Jika melebihi batas yang ditentukan maka klor dapat memengaruhi rasa air dan kesehatan manusia.

(14)

BAB IV KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini dilakukan dua percobaan yang saling berhubungan yaitu Analisis Disinfektan atau Klor Aktif (Sisa Klor) dengan Metode Iodometri dan Analisis Breakpoint Chlorination (BPC). Kedua percobaan tersebut bertujuan unutk menentukan sisa klor aktif dan kebutuhan disinfektan yang optimal dalam proses disinfeksi. Jenis disinfektan yang paling banyak digunakan adalah klorin atau biasanya dalam bentuk kaporit. Untuk menentukan besarnya sisa klor maka digunakan metode iodometri dimana penentuan jumlah sisa klor dilakukan dengan melihat iodin yang telah dibebaskan oleh sisa klor yang kemudian dititrasikan dengan larutan standard natrium tiosulfat. Hasil titrasi yang didapat pada percobaan pertama adalah sebesar 4 mL. Dengan perhitungan yang telah dilakukan, didapat hasil sisa klor aktif pada air adalah 514,5 mg/L. Hasil ini kemudian digunakan dalam percobaan BPC.

Pada percobaan BPC, digunakan variasi kaporit sebesar 0,5 mL ; 0,9 mL ; 1,3 mL ; 1,7 mL ; 2,1 mL ; dan 2,5 mL. Setelah dilakukan titrasi untuk masing-masing variasi, didapat volume titran masing-masing adalah 0,25 mL ; 0,35 mL ; 0,55 mL ; 0,7 mL ; 1,6 mL ; dan 2 mL. Kemudian, dari perhitungan yang dilakukan didapatkan konsentrasi klor yang dibubuhkan masing-masing sebesar 10,9 mg/L ; 17,88 mg/L

; 25,43 mg/L ; 32,75 mg/L ; 39,87 mg/L ; 46,77 mg/L. sedangkan untuk sisa klor yang didapat masing- masing adalah 6,43 mg/L ; 9 mg/L ; 14,14 mg/L ; 18 mg/L ; 41,16 mg/L ; 51,45 mg/L. Setelah dibuat grafik BPC dari data yang didapat semua kelompok, didapatkan titik terendah klorinasi (BPC) saat penambahan kaporit sebesar 5,3 mL, dimana konsentrasi klor yang dibutuhkan adalah sebesar 123,54 mg/L dan konsentrasi klor sisa / klor aktif sebesar 136,34 mg/L. Pada daerah sebelah kanan setelah melewati BPC, hanya klor bebas (Cl2, HOCl, dan OCl- ) yang terbentuk karena semua zat ammonia sudah dirubah menjadi gas nitrogen yang keluar dari larutan sebagai gelembung dan ada sedikit kloramin yang tertinggal. Klor bebas tersebut bersifat toksik terhadap mikroorganisme patogen.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti. (2020). Evaluasi Sistem Disinfeksi Pada PDAM Sleman Unit Nogotirto.

Engelhardt, T. L., & Malkov, V. B. (2015). Chlorination, chloramination and chlorine measurement.

Hach, 1–67.

Lindu, M., Sumartono, A., & Jayarti Ariani, S. (2016). Evaluasi Penggunaan Kaporit Untuk Pengjilangan Warna Air Sumur Dalam. Indonesian Journal of Urban and Environmental Technology, 5(3), 87. https://doi.org/10.25105/urbanenvirotech.v5i3.678

Lisna, F. (2021). Analisis Kandungan Sisa Klor Dan Escherichia Coli Dalam Jaringan Distribusi Di District Meter Area (Dma) 2 Zona Bukit Surungan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Kota Padang Panjang.

Murray, A., & Lantagne, D. (2015). Accuracy, precision, usability, and cost of free chlorine residual testing methods. Journal of Water and Health, 13(1), 79–90.

https://doi.org/10.2166/wh.2014.195

Sari, R. C. (2018). Kandungan Sisa Klor Bebas Pada Kolam Renang Umum dan Gejala Iritasi Mata serta Kulit di Kabupaten Jember Tahun 2018. Digital Repository Universitas Jember, September 2019, 2019–2022.

Stefán, D., Erdélyi, N., Izsák, B., Záray, G., & Vargha, M. (2019). Formation of chlorination by- products in drinking water treatment plants using breakpoint chlorination. Microchemical Journal, 149, 104008. https://doi.org/10.1016/j.microc.2019.104008

Ulliaji, A. (2016). EFEKTIVITAS VARIASI DOSIS KAPORIT DALAM MENURUNKAN KADAR AMONIAK LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG.

Https://Medium.Com/, 4, 819–826. https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case- a7e576e1b6bf

Varale, A., & Varale, Y. (2012). Residual Chlorine Concentrations in Underground Water Samples Collected From Tube Wells of Nipani Town Abstract : 2 . 0 Methodology for Determination of Residual Chlorine : References : 2(1), 105–107.

Wang, W.-L. (2016). Elimination of chlorine-refractory carbamazepine by breakpoint chlorination:

Reactive species and oxidation byproducts. Water Research, 101, 535–546.

https://doi.org/10.1016/j.watres.2016.05.088

(16)

LAMPIRAN Soal

a. Mengapa penentuan sisa klor penting dalam pengolahan air minum?

Penentuan sisa klor penting agar tersedia cukup klor sebagai disinfektan untuk mencegah infeksi atau penyakit yang disebabkan oleh air dan membunuh bakteri selama pendistribusian air, asalkan jumlah sisa klor sesuai dengan baku mutu air minum.

b. Jelaskan pentingnya waktu kontak, dida klor, dan pH

Waktu kontak : memengaruhi penguraian NH2Cl menjadi gas nitrogen.

Sisa klor : untuk mencegan kontaminasi baru

pH : memengaruhi reaksi antara ammonia dan klor, pembentukan kloramin bergantung pada pH c. Hitung proporsi efektif dari sisa secagai HOCl dan OCl pada pH 6,8 dan suhu 20C

pH = -loh [H+]

6,8 = -log [H+]

[H+] = 1,6 x 10^-7

[H+][OCl-] / [HOCl] = 2,7 x 10^-8

[OCl-]/[[HOCl] = 2,7 x 10^-8 / 1,6 x 10^-7 = 0,17

d. Berapa waktu kontak yang diperlukan untuk membunuh 99% bakteri dengan sisa klor 0,1 mg/L, jika 80% mati dalam kurun waktu 2 menit pada dosis tersebut

Kiii = C.t 80% = C.120 C= 6,67 x 10^-3 Kiii = C.t

99% = 6,67 x 10^-3t

T = 148,4 s = 2 menit 28 detik

e. Penentuan klor sisa dan BPC ini sering digunakan dalam sistem pengelolaan air minum dan air bersih. Untuk mendistribusikan air ke rumah-rumah, perlu dihitung klor sisa yang dibutuhkan sehingga saat air sampai ke masyarakat, air masih dalam kondisi bersih dan aman untuk digunakan.

Hal ini karena dalam perjalanan, air bisa saja terkontaminasi ulang dan klor akan habis. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan kebutuhan klorin yang tepat dan dilakukan injeksi ulang saat klor sudah habis. Klor yang diinjeksikan juga tidak boleh melebihi batas baku mutu air yang ditentukan. Jika melebihi batas yang ditentukan maka klor dapat memengaruhi rasa air dan kesehatan manusia.

f. Dosis pembubuhan klor yang diperlukan disesuaikan dengan analisis BPC yaitu titik dengan klor minimum namun masing diata 0,2 mg/L dan yang memiliki grafik paling curam karena mengindikasikan bahwa seluruh zat ammonia telah habis sehingga masih ada sisa klor aktif yang cukup untuk disinfeksi air

g. Pada penentuan BPC dosis yang digunakan adalah sampai tercapai BPC karena untuk memastikan semua zat pereduksi dan ammonia telah habis bereaksi sehingga masih ada sisa klor aktif yang cukup untuk disinfeksi air

h. pH optimum untuk klorinasi adalah 6-8 karean pada pH terlalu rendah HOCl susah berikatan dengan ammonia dan pada pH terlalu tinggi HOCl mempercepat reaksi terbentuknya nitrat dari reaksi dengan ammonia.

i. Untuk mengolah air sebanyak 100L/s, hitung kebutuhan kaporit/hari (kadar Cl2 605) jika dosis yang diperlukan 2 mg/L dan sisa klor yang ditambahkan 0,5 mg/l

Kebutuhan kaporit = (100%/60%) (2mg/L + 0,5 mg/L) (100 L/s) = 416,67 mg/s = 36 kg/hari

(17)

Lampiran Rereferensi

\

(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan percobaan praktikum kali ini membahas tentang “Pemisahan Campuran (kromatografi)” seperti yang telah dijelaskan dalam teori bahwa kromatografi adalah

Pada praktikum osilasi ini, data yang diperoleh dari percobaan adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan 10 kali osilasi (t) setiap perubahan panjang tali (L)

Percobaan ini disusun untuk memenuhi tugas praktikum kimia tentang kesetimbangan kelas XI MIA 1 materi yang terdapat dalam percobaan ini yang kami buat adalah membandingkan percobaan

Dimana obat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu Paracetamol.Namun pada praktikum ini pada dosis Paracetamol 750 mg dan 1000 mg yang dikonversikan pada hewan uji

Dalam percobaan Distribusi Binomial yang dilakukan pada praktikum kali ini dapat dikatakan bahwa semakin banyak pengambilan kelereng dalam sekali pengambilan maka

Praktikum 3: Percobaan 3 ini kita akan melakukan model tumbukan dengan elastis sempurna, menggunakan kutub yang berlawanan dalam magnet.. Dalam percobaan kali ini gaya tolak

Pada percobaan praktikum kali ini menggunakan metode jajargenjang, metode jajargenjang dapat digunakan untuk menjumlahkan dua vektor atau lebih yang membentuk sudut.. Pada metode ini

PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan penentuan panjang gelombang maksimum dari larutan baku standar paracetamol, pembuatan kurva kalibrasi dan melakukan esktraksi