• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASE TIKA PERCOBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASE TIKA PERCOBA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

PERCOBAAN II dan III

PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN, PEMILIHAN DOSIS DAN ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN

Disusun oleh :

1. Mafidatul Khoiriyah (1041311090)

2. Maharani Inka R.N (1041311091)

3. Myrna Ayu N.U (1041311102) 4. Naila N. A. (1041311103)

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI SEMARANG”

2015

PERCOBAAN II dan III

(2)

I. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mampu memperkirakan model kompartemen kinetika obat berdasarkan kurva semi logaritmik kadar obat dalam darah terhadap waktu.

2. Mahasiswa mampu menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan serta lamanya sampling untuk pengukuran parameter farmakokinetika berdasarkan model kompartemen yang telah ditetapkan

3. Mampu menggunakan dosis obat yang tepat untuk subyek uji

II. DASAR TEORI

Model Farmakokinetik merupakan suatu hubungan matematik yang menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang diperiksa (Mutschler,1991).

Obat berada dalam suatu keadaan dinamik dalam tubuh. Dalam suatu sistem biologik peristiwa – peristiwa yang dialami obat seringterjadi secara serentak. Dalam menggambarkan sistem biologik yang komplekstersebut, dibuat penyederhanaan anggapan mengenai pergerakan obat itu.

Suatu hipotesis atau model disusun dengan menggunakn istilah matematik, yang memberi arti singkat dari pernyataan hubungan kuantitatif. Berbagai model matematik dapat dirancang untuk meniru proses laju absorpsi, distribusi dan eliminasi obat. Model matematik ini memungkinkan pengembangan persamaan untuk menggambarkan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu. Model farmakokinetik berguna untuk: a. Memperkirakan kadar obat dalam plasma, jaringan dan urine pada

berbagaipengaturan dosis

b. Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual c. Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dngan aktivitas farmakologi

atau metabolit – metabolit

d. Menghibungakan kemungkinan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik atau toksikologik

e. Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi

(3)

g. Menjelaskan interaksi obat

(Shargel dan Yu, 1988). Lama pengambilan cuplikan perlu diperhatikan. Jika darah digunakan sebagai cuplikan, pencuplikan dilakukan sampai 3-5 x t½ eliminasi obat. Jika digunakan urine, sampai 7-10x t½ eliminasi. Macam model kompartemen,yakni :

1. Model Mammillary

Model terdiri atas satu atau lebih kompartemen perifer yang dihubungkan ke suatu kompartemen sentral. Kompartemen sentral mewakili plasma dan jaringan-jaringan yang perfusinya tinggi dan secara cepat berkesetimbangan dengan obat. Model mamillary dapat dianggap sebagai suatu sistem yang berhubungan secara erat, karena jumlah obat dalam setiap kompartemen dalam setiap sistem tersebut dapat diperkirakan setelah obat dimasukkan ke dalam suatu kompartemen tertentu. Menurut Mammillary model kompartemen dibagi menjadi :

a) Kompartemen satu terbuka iv

Perfusi terjadi sangat cepat seperti tanpa proses distribusi sebab distribusi tidak diamati karena terlalu cepatnya. (Hanya ada satu fase yaitu eliminasi).

b) Kompartemen satu terbuka ev

Sebelum memasuki kompartemen sentral, obat harus mengalami absorbsi. (Terdiri dari 2 fase yaitu absorbsi dan eliminasi)

(4)

Kompartemen dianggap hanya satu dan ada proses distribusi dari sentral ke perifer atau sebaliknya. Tidak ada proses absorbsi tetapi ada proses eliminasi.

d) Kompartemen 2 terbuka ev

Obat mengalami proses absorpsi, distribusi dan eliminasi.

2. Model Caternary

Dalam farmakokinetika model mammilary harus dibedakan dengan macam model kompartemen yang lain yang disebut model caternary. Model caternary terdiri atas kompartemen-kompartemen yang bergabung satu dengan yang lain menjadi satu deretan kompartemen. Sebaliknya, model mammilary terdiri atas satu atau lebih kompartemen yang mengelilingi suatu kompartemen sentral.

3. Model Fisiologik (Model Aliran)

(5)

parameter-parameter fisiologik dan anatomik dapat digunakan untuk memprakirakan efek obat pada manusia berdasar efek obat pada hewan (Shargel dan Yu, 1988).

Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal-hal penting dalam rangka penelitian farmakokinetika yang digunakan sebagai parameter-parameter antara lain:

a. Tetapan (laju) invasi atau tetapan absorpsi

b. Volume distribusi menghubungkan jumlah obat di dalam tubuh dengan konsentrasi obat (C) di dalam darah atau plasma

c. Ikatan protein

d. Tetapan (laju) eliminasi dan waktu paruh dalam plasma (t1/2) e. Klirens renal, eksternal dan total

f. Luas di bawah kurva dalam plasma (AUC) g. Ketersediaan hayati (Mutshler ; 1997).

Metode-metode tradisional untuk mendeteksi dan mengukur obat pada sampel pasien umumnya memerlukan banyak tenaga, peralatan yang khusus, dan berlangsung relative lambat, bahkan di institusi-institusi yang memiliki fasilitas analisis di tempat. Untungnya telah muncul immunoassay yang dapat diterapkan untuk mmengukur berbagai obat dengan indeks terapi yang rendah dengan pengukuran kadarnya sangat penting untuk merencanakan terapi.

(Ronald A. Sacher, 2004, hal. 599) Spektrofotometri adalah salah satu metode tradisional yang masih digunakan untuk banyak obat yang memiliki spectrum absorbs khas. Banyak obat baru yang kompleks dengan sifat dan ikatan-ikatan kimiawi tidak lazim yang sering dapat diukur dengan spektrofotometri setelah ekstraksi dari serum atau cairan biologis lain. Obat kemudian dimasukkan ke dalam suatu pelarut atau diderivatkan atau diturunkan sedemikian rupa sehingga puncak absorbs menjadi maksimum.

(6)

dipertimbangkan dalam validasi metode analisa diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya.

1. Kecermatan

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajad kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.

2. Keseksamaan

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajad kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyetaraan hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogeny.

3. Selektifitas (spesifisitas)

Selektifitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja seara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.

4. Linieritas dan rentang

Linieritas adalah kemmapuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atua dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.

(Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. I no. 3, 2004, hal. 117-135)

(7)

O

N H

OH

acetaminophen

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat.

Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.

Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N; mudah larut dalametanol

(Depkes RI.1995). Resorpsinya, dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rectal lebih lambat. PP-nya 25%, plasma t 1/2PP-nya 1-4 jam. Antara kadar plasma dan efekPP-nya tidak ada hubungan. Dalam hati zat ini diuraikan menjadi metaboli-metabolit toksis yang diekskresi dengan kemih sebagai konjugat glukuronida dan sulfat.

Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4g sehari dapat terjadi kerusakan hati dan pada dosis diatas 6g mengakibatkan necrosis hati yang tidak reversible.

(TjayTanHoan.2007.hal:318)

(8)

A. ALAT

 Labu takar

 Mikropipet

 Tabung reaksi

 Tabung penampang darah

 Vortex-mixer  Sentrifuge

 Spektrofotometer

B. BAHAN

 Na.salisilat

 Paracetamol

 Asam trikloroasetat (TCA) 5%  Asam trikloroasetat (TCA) 20%

 Natrium nitrit 0,1%

 Natrium nitrit 10%  Asam sulfamat 0,5%

 Asam sulfamat 15%

 N(1-naftil)etilendiamin 0,1%

 HCl 6N

 Heparin  NaOH 0,1%

 NaOH 10%

(9)

PARACETAMOL

a. Pembuatan larutan Baku

indukParacetamol

b. Pembuatan Kurva Baku Internal Parasetamol

Ditimbang 100,0 mg Paracetamol

Dimasukkan dalam labu takar 100,0ml

Dilarutkan dengan aquadest,dihomogenkan

Larutan stok Paracetamol 1000 ml

Dihitung volume stok Paracetamol dan volume darah yang digunakan untuk membuat deret konsentrasi 0 ; 100 ; 200 ; 300; 400 ;500; 600 ; 700μg/ml

(10)

Dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 435 nm

Diad denganaquadest, homogenkan

Ditambah 1,0 ml Asam Sulfamat 1% dan 3,5 NaOH 10%

Didiamkan 15’ (suhu 150C) Dicampur baik-baik Ditambah 1,0 ml NaNO2 10%

Ditambah 0,5ml HCl6 N 1,0 ml NaNO2 10% Diambil 1.5 ml plasma bening

Dimasukkan labu takar 10,0 ml

Di dalam tiap-tiap labu takar Disentrifuge (10 menit, 2500 rpm)

Baku Induk Paracetamol Darah + heparin

Ditambah 2,0 ml TCA 20% dengan vortexing

(11)

c. Penetapan Dosis Paracetamol

d. Uji Pendahuluan Farmakokinetika Paracetamol

Ditimbang bobot tikus yang digunakan dalam praktek

Dihitung dosis untuk tikus dengan konversi dari dosis lazim untuk Parasetamol(750 mg/50 kgBB) dan (1000 mg/50 kgBB)

Ditimbang bobot tikus yang digunakan dalam praktek

Dihitung dosis untuk tikus dengan konversi dari dosis lazim untuk Parasetamol(750 mg/50 kgBB) dan (1000 mg/50 kgBB)

Dibuat larutan stok suspensi untukParasetamol ( bobot tikus terbesar)

Diambil darah tikus sebagai blangko

Diberikan suspensi Parasetamol secara per oral (p.o) kepada tikus sesuai dengan dosis dan VP

Dilakukan pencuplikan darah lewat vena ekor pada waktu ke 0 ; 15 ; 30 ; 60 ; 90 ; 120 ; 150 ; 180 menit sebanyak 250μg/¿ml

Ditambah 2,0 ml TCA 20% divortexing

Di dalam tiap-tiap labu takar

Ditambah 0,5ml HCl6 N Dimasukkan labu takar 10,0 ml Disentrifuge (10 menit, 2500 rpm)

(12)

V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Ditambah 1,0 ml NaNO2 10%

Dicampur baik-baik

Didiamkan 15’ (suhu 150C)

Ditentukan dosis Parasetamol berdasarkan model farmakokinetika yang telah ditetapkan.

Ditambah 1,0 ml Asam Sulfamat 1% dan 3,5 NaOH 10%

Diad dengan

aquadest ,homogenkan

Dibaca intensitas warna pada λ max

Dibuat kurva waktu vs log Cp

(13)

● Data Berat Badan Tikus Tikus ke Berat (gram)

1 205

Dosis pada manusia 70kg = 70kg/50kg x 750 mg = 1050 mg

Konversi dosis dari manusia ke tikus = 1050 mg x 0,018 = 18,9mg/200g tikus Dosis tikus/kgBB = 1000g/200g x 18,9mg = 94,5mg/kgBB

BB tikus terbesar = 248,5g/1000g x 94,5mg = 23,4833 mg

Cstok = 23,48331/2x5mlmg = 9,3933mg/ml

Jumlah serbuk yang ditimbang = 9,3933mg/ml x 100ml = 939,33mg b.Dosis PCT = 1000mg

Dosis pada manusia 70kg = 70kg/50kg x 1000 mg = 1400 mg

(14)

Dosis tikus/kgBB = 1000g/200g x 25,2mg = 126mg/kgBB BB tikus terbesar = 248,5g/1000g x 126mg = 31,311 mg

Cstok = 31,3111/2x5mgml = 12,5244mg/ml

Jumlah serbuk yang ditimbang = 12,5244mg/ml x 100ml = 1252,44mg

Volume Pemberian (Vp) a.Tikus dengan BB 241,5 g

Dosis = 241,51000gg X 94,5 mg = 22,82 mg

VP = 9,3933/22,82mgml = 2,43 ml

b.Tikus dengan BB 201,5 g

Dosis = 201,51000gg X 94,5 mg = 19,04 mg

VP = 9,393319,04mgmg/ml = 2,03 ml c.Tikus dengan BB 191,6 g

Dosis = 191,61000gg X 94,5 mg = 18,11 mg

VP = 9,393318,11mgmg/ml = 1,93 ml

Pembuatan baku PCT Darah yang diinginkan = 500μL

Larutan Paracetamol = 1mg/L = 1000μg/ml Penimbangan Paracetamol

Kertas + zat = 0,3578 g Kertas + sisa = 0,2533 g

-Berat Zat = 0,1045 g ad 100ml

(15)

Deret baku larutan stok Paracetamol

V1.1000μg/ml = 500 μL.100μg/ml V1 = 50μL

Darah = 450 μL

Konsentrasi 100μg/ml V1.C1 = V2.C2

50 μL.1045μg/ml = 500μL.C2 C2 = 104,5μg/ml

Konsentrasi 200 μg/ml V1.C1 = V2.C2

V1.1000μg/ml = 500μL. 200μg/ml V1 = 100 μL

Darah = 400 μL

Konsentrasi 200μg/ml V1.C1 = V2.C2

100 μL.1045μg/ml = 500μL.C2 C2 = 209μg/ml

Konsentrasi 300 μg/ml V1.C1 = V2.C2

V1.1000 μg/ml = 500μL.300μg/ml V1 = 150μL

Darah = 350μL

Konsentrasi 300μg/ml V1.C1 = V2.C2

150 μL.1045μg/ml = 500μL.C2 C2 = 313,5μg/ml

Konsentrasi 400μg/ml V1.C1 = V2.C2

V1. 1000μg/ml = 500μL.400μg/ml V1 = 200μL

Darah = 300 μL

Konsentrasi 400μg/ml V1.C1 = V2.C2

200 μL.1045μg/ml = 500μL.C2 C2 = 418μg/ml

Konsentrasi 500μg/ml V1.C1 = V2.C2

V1. 1000μg/ml = 500μL.500μg/ml V1 = 250μL

Darah = 250 μL

Konsentrasi 500μg/ml V1.C1 = V2.C2

250 μL.1045μg/ml = 500μL.C2 C2 = 522,5μg/ml

(16)

V1 = 300 μL

350 μL.1045μg/ml = 500μL.C2 C2 = 731,5μg/ml

Data Kurva Baku Paracetamol Konsentrasi

Data Absorbansi Cuplikan a.PCT 1000mg

Waktu (menit) Absorbansi kel 1 Absorbansi kel 2 Absorbansi kel 3

15 0,045 0,011 0,040

30 0,022 0,080 0,061

60 0,032 0,050 0,025

90 0,002 0,060 0,037

120 0,017 0,024 0,086

150 0,015 0,040 0,025

(17)

b.PCT 750mg

Waktu (menit) Absorbansi kel 4 Absorbansi kel 5 Absorbansi kel 6

15 0,043 -0,013 0,053

30 0,018 0,026 0,057

60 0,019 0,006 0,043

90 0,030 0,026 0,042

120 0,108 0,006 0,023

150 0,062 -0,009 0,022

180 0,048 0,002 0,092

Perhitungan Cp

0,080 34,8889 0,061 13,7778 6,3704

60 0,032

-18,4444

0,050 1,5556 0,025

-26,2222

0,060 12,6667 0,037

-12,8889

0,040 -9,5556 0,025

-26,2222 -24,370 4

(18)

Waktu (menit) Cp Ln Cp

Kurva Waktu vs ln Cp PCT 1000 mg

Kurva Waktu vs ln Cp

Dari kurva diatas, dapat disimpulkan model kompartemennya tidak mengikuti model manapun .Sehingga tidak dapat ditentukan fase absorbsi, distribusi dan eliminasinya dan tidak dapat dihitung t1/2 eliminasi maupun waktu sampling.

PCT 750mg

15 0,043 -6,2222 -0,013 39,5555 0,053 4,8889

(19)

32,8889 47,3333 28,814

150 0,062 14,8889 -0,009 -64 0,022

-29,5555 -26,222 2

180 0,048 -0,6667 0,002

-51,7778

0,092 48,2222 -1,4074

Waktu (menit) Cp Ln Cp

15 -23,2593

-Dari kurva diatas, dapat disimpulkan model

kompartemennya tidak mengikuti model

manapun .Sehingga tidak dapat ditentukan fase absorbsi,distribusi dan eliminasinya dan tidak dapat dihitung t1/2 eliminasi maupun waktu sampling.

VI. PEMBAHASAN

Kurva Waktu Vs Cp PCT 750 mg

(20)

Pada percobaan kali ini dilakukan penetapan waktu pengambilan cuplikan, pemilihan dosis dan asumsi model kompartemen. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan model farmakokinetika dan menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan serta lamanya sampling dari Parasetamol berdasarkan model kompartemen yang telah ditetapkan. Darah yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah darah dari hewan uji tikus. Dimana darah diambil dari ekor tikus, yang banyak terdapat pembuluh darahnya.

Paracetamol atau acetaminophen adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik-analgesik. Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Sifat antipiretik yang dimiliki parasetamol disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian, dengan t 1/2 eliminasinya yaitu 1-4 jam

(21)

10%. untuk memetralkan larutan yang sebelumnya bersifat asam akibat penambahan asam sulfamat, kemudian di-ad dengan aquadest pada labu takar 10 ml.

Pengukuran absorbansi dilakukan dengan spektrofotometri uv-vis pada panjang gelombang () maksimum 441 nm dan operating time 4 menit yang telah ditentukan pada percobaan sebelumnya. Pengukuran absorbansi ini dilakukan pada panjang gelombang visibel karena pada panjang gelombang ini absorbansi dapat terbaca pada sinar nampak (visibel). Sedangkan digunakan operating time karena larutan yang akan diukur berupa larutan berwarna. Operating time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menyempurnakan reaksi warna agar absorbansinya dapat terbaca dengan optimal. Tujuan operating time adalah untuk menyeragamkan waktu yang diperlukan hingga absorbansi menjadi stabil pada masing-masing perlakuan baku sampel.

Setelah pengukuran, didapatkan nilai absorbansi (A) pada tiap-tiap waktu (t) pencuplikan. Nilai absorbansi yang diperoleh, digunakan untuk menentukan konsentrasi obat (Parasetamol) dalam plasma (Cp) dengan menggunakan persamaan regresi linier dari kurva baku. Langkah selanjutnya adalah dibuat kurva hubungan waktu (t) dengan ln konsentrasi (ln Cp). Dari kurva yang telah dibuat baik pada dosis Paracetamol 750 mg maupun 1000 mg dapat disimpulkan bahwa parasetamol pada percobaan tidak dapat ditentukan model kompartemennya karena kurva yang terbentuk tidak beraturan, sehingga tidak dapat ditentukan fase absorbsi,distribusi dan eliminasinya. Hal tersebut bisa terjadi karena pada saat pengambilan cuplikan menggunakan 3 tikus dengan waktu yang berbeda sehingga data yang didapatkan tidak akurat karena setiap tikus mempunyai metabolisme tubuh yang berbeda-beda. Secara teori Paracetamol bersifat basa, dimana akan mudah terlarut dalam aliran darah sehingga distribusinya cepat, parasetamol yang nonpolar sehingga mudah menembus sawar otak. Namun pada praktikum ini fase distribusinya juga tidak dapat terlihat dengan jelas, begitu pula dengan fase eliminasi yang naik pada menit ke-180 yang dapat dikarenakan obat belum sepenuhnya tereliminasi karena pada teori waktu paruh dari Paracetamol sampai 4 jam sedangkan pada praktikum pencuplikan hanya dilakukan sampai menit ke-180 karena keterbatasan waktu.

(22)

suatu indikasi langsung berapa kadarnya yang mencapai sirkulasi.Namun pada praktikum tidak dapat ditentukan fase eliminasi maka untuk menentukan t1/2 eliminasi dan waktu sampling tidak bisa dilakukan. Hal ini bisa dikarenakan obat banyak terikat dalam protein plasma dan obat yang bebas sedikit sehingga sulit untuk menentukan T½ dari Paracetamol selain itu juga waktu pencuplikan yang kurang.

Setelah waktu pencuplikan dilakukan, langkah selanjutnya adalah menetapkan dosis yang diberikan untuk hewan uji. Tujuan dilakukan pemilihan dosis pada prinsipnya adalah untuk mengetahui dosis terapi yang memberikan profil farmakokinetik yang paling baik yang menunjukkan data yang jelas pada setiap fasenya (fase absorbsi, sekitar puncak dan fase eliminasi). Selain itu pemilihan dosis juga bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi antara peningkatan dosis dengan waktu, sehingga nantinya dosis terapi yang dipilih dapat memberikan kadar terapi obat yang optimal dalam tubuh. Pemilihan dosis dapat didasarkan atas beberapa hal diantaranya mengacu pada LD50 (toksisitas akut) obat yang diuji. Dimana obat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu Paracetamol.Namun pada praktikum ini pada dosis Paracetamol 750 mg dan 1000 mg yang dikonversikan pada hewan uji didapatkan data yang tidak dapat dibaca dengan jelas dalam setiap fasenya (absorbs,distribusi dan eliminasi) sehingga tidak dapat ditentukan dosis terapi untuk memberikan profil farmakokinetika yang baik.

VII. KESIMPULAN

1.Pada praktikum penentuan waktu pengambilan cuplikan,pemilihan dosis dan asumsi model kompartemen pada Paracetamol dengan dosis 750 mg dan 1000 mg tidak dapat ditentukan karena :

a. data yang didapatkan tidak jelas pada setiap fasenya (absorbsi,distribusi dan eliminasi) b. tidak dapat dihitungnya waktu paruh obat dan waktu pengambilan sampling karena tidak bisa ditentukan 3 titik eliminasi

c. model kompartemen yang tidak mengikuti model kompartemen manapun

d. tidak dapat ditentukannya pemilihan dosis yang memberikan profil farmakokinetika yang baik

VIII. DAFTAR PUSTAKA

(23)

 Mutschler, Ernest. 1991. Dinamika Obat. Bandung : ITB

 Neal,M.J., 2006. Farmakologi Medis.Jakarta:Erlangga

 Shargel, Leon dan B. C. Andrew. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya : Airlangga University Press

 Tjay, Tan Hoan. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT Elex Media Komputindo

 Wasito, Henri. 2006. Riset dan Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Graha Ilmu

Mengetahui, Semarang, 28 September 2015

Dosen Pembimbing Praktikan,

Endang Diyah I, M.Si.,Apt Mafidatul Khoiriyah (1041311090)

(24)

(1041311091)

Myrna Ayu N.U (1041311102)

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dosis maksimal pada manusia yang dikonversikan menjadi 0,01287 mg/KgBB pada mencit, di mana dosis tersebut tidak menimbulkan kematian pada seluruh hewan

1.2 Tujuan Percobaan Menentukan ukuran partikel serbuk paracetamol dengan menggunakan metode

Percobaan yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu menghitung tara panas listrik, kenaikan suhu yang dihasilkan dari pemberian arus listrik sebesar 1 ampere dan 2 ampere pada

Dalam percobaan yang dilakukan dalam praktikum, dilakukan percobaan sebanyak 8 kali, mulai dari penggorengan selama 0 menit (bahan tidak digoreng) sampai bahan digoreng selama

Sehingga dosis maksimal pada manusia yang dikonversikan menjadi 0,01287 mg/KgBB pada mencit, di mana dosis tersebut tidak menimbulkan kematian pada seluruh hewan

Dilakukan perhitungan dosis obat A peroral pada manusia dewasa yaitu 500 mg, kemudian dihitung konversi dosis untuk diberikan kepada mencit atau tikus yang sudah ditimbang bobot

Pada percobaan praktikum kali ini menggunakan metode jajargenjang, metode jajargenjang dapat digunakan untuk menjumlahkan dua vektor atau lebih yang membentuk sudut.. Pada metode ini

Pada dosis 500 mg/60 kgBB memberikan kadar gula darah yang melebihi dari kontrol negatif, hal ini disebabkan oleh pada saat pemberian obat secara peroral, obat yang diberikan tidak