LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR RISET BIOMEDIS
ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay)
Oleh: Erla Nurani NIM: 2310246499
Dosen : Dr. dr. Ismawati, M. Biomed
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
2023
A. LANDASAN TEORI
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan suatu teknik biokimia untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. ELISA dipakai untuk pengujian semua antigen, hapten atau antibody. Prinsip kerja dari teknik ELISA adalah berdasarkan reaksi spesifik antara antibody dan antigen dengan menggunakan enzim sebagai penanda (marker). Enzim tersebut akan memberikan suatu tanda terdapatnya suatu antigen jika antigen tersebut sudah bereaksi dengan antibodi. Reaksi tersebut memerlukan antibody spesifik yang berikatan dengan antigen (Baker dkk, 2007).
Teknik ELISA didasarkan pada reaksi spesifik antara antigen dengan antibodi yang memiliki sensitivitas dan spesifitas tinggi dengan menggunakan enzim sebagai indikator.
Prinsip dasar ELISA adalah analisis interaksi antara antigen dan antibodi dengan menggunakan enzim sebagai penanda reaksi (Yusrini 2005). Prinsip kerja ELISA adalah adanya ikatan antara antigen dan antibodi kompleks dengan penambahan substrat tertentu dan enzim peroksida yang akan memberikan perubahan warna pada hasil yang positif (Azwar 1985).
ELISA memiliki 4 teknik yaitu direct ELISA, indirect ELISA, sandwich ELISA dan competitive ELISA. Direct ELISA merupakan metode ELISA yang paling sederhana.
Direct ELISA digunakan untuk mengukur konsentrasi antigen pada sampel. Direct ELISA mendeteksi antigen dengan cara mengikat antigen dengan antibodi yang telah dilabel seara langsung dengan enzim. Reaksi pengikatan tersebut terjadi secara spesifik (Ausubel, 2003). Diret ELISA memiliki keuntungan diantaranya lebih cepat karena prosedur dan reagen yang dibutuhkan lebih sedikit (Elisa, 2017).
Indirect ELISA banyak digunakan untuk mengukur konsentrasi antibodi. Enzim diikatkan pada antibodi sekunder yang berikatan dengan antibodi primer. Antibodi sekunder biasanya adalah antispeies antibody dan sering dipakai antibody poliklonal.
Indirect ELISA memeiliki keuntungan diantaranya sensitivitasnya tinggi dan lebih hemat karena membutuhkan antibody berlabel yang lebih sedikit (Elisa, 2017).
Sandwich ELISA dicirikan oleh antibodi penangkap antigen yang diikatkan pada fase padat. Teknik tersebut terdiri dari dua macam, yaitu direct sandwich ELISA dan indirect sandwich ELISA. Antibodi penangkap pertama kali diletakkan ke dalam well kemudian antigen dari darah atau urin ditambahkan ke dalam well sehingga berikatan dengan antibodi penangkap. Jika ke dalam well langsung ditambahkan antibodi detektor yang telah dilabel enzim maka disebut dengan direct sandwich ELISA, sedangkan apabila ditambahkan antibodi detektor yang tanpa dilabel enzim terlebih dahulu disebut dengan
indirect sandwich ELISA (Berg 2002). Prosedur ini memiliki keuntungan diantaranya spesifitasnya tinggi, dapat digunakan untuk sampel kompleks dan sensitif (Elisa, 2017).
Competitive ELISA adalah teknik paling kompleks yang digunakan untuk mengukur konsentrasi antigen atau antibodi dalam sampel dengan mengobservasi campur tangan pada output sinyal yang diinginkan. Teknik ini sering digunakan ketika hanya ada satu antibodi tersedia untuk antigen yang diinginkan atau ketika sampel sedikit dan tidak dapat diikat oleh dua antibodi yang berbeda (Elisa, 2017).
Pengamatan hasil ELISA dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Hasil ELISA secara kuantitatif dapat diamati dari nilai optical density (OD) yang diukur dengan menggunakan ELISA reader. Hasil kuantitatif diinterpretasikan dalam perbandingan dengan kurva standar (purifikasi antigen) agar dapat secara tepat digunakan untuk menghitung konsentrasi antigen dalam berbagai sampel (Elisa, 2017). Hasil ELISA secara kualitatif dapat diamati dengan adanya perubahan warna menjadi kuning pada reaksi pengujian jika sampel yang diuji mengandung antigen. Semakin tinggi intensitas warna yang terbentuk, maka semakin tinggi pula konsentrasi antigen pada sampel tersebut (Miller, 2006). Data ELISA biasanya digambarkan dengan nilai optical density (OD) dan konsentrasi log untuk menghasilkan kurva sigmodial. Hal ini dapat dilakukan dengan menggambar grafik langsung atau dengan software MS Excel curve fitting yang ada pada ELISA reader (Elisa, 2017)
B. ALAT DAN BAHAN ALAT
1. Microplate reader untuk mengukur serapan pada Panjang gelombang 450 nm 2. Pipet mikro dan tipsnya
3. Pipet multichannel 4. Inkubator
5. Tabung mikro untuk pengenceran standard dan sampel BAHAN
1. Human TGF-beta 1 ELISA kits (RK00055) : terdiri dari - Antibody coated plate,
- Standard lyophilized
Larutan dalam 1 ml standard/sample diluent, biarkan selama 15 menit dan homogenkan
Gunakan stock standard (2000pg/mL) untuk menghasilkan berbagai konsentrasi standar dengan pengenceran bertingkat, masing-masing duplo. (2000/pg/mL, 1000 pg/mL, 500 pg/mL, 125 pg/mL, 62,5 pg/mL, 31,2 pg/mL, 0 pg/mL).
Std 250 L 250 L. 250 L 250 L. 250 L. 250 L
R1 Std 1000 L R1 250 L R1 250 L R1 250 L R1 250 L R1 250 L. R1 250 L R1 250 L 2000 pg/mL 1000 pg/mL 500 pg/mL 250 pg/mL 125 pg/mL 62,5 pg/mL 31,2 pg/mL 0 pg/mL
- Concentrated biotin conjugate antibody
Encerkan conjugate ini dengan biotin conjugate antibody diluent (perbandingan 1:1000)
- Streptavidin HRP concentrated
Encerkan concentrate ini dengan Streptavidin HRP diluent (perbandingan 1:40) - Standard/sample diluent
- Biotin conjugate antibody diluent - Streptavidin-HRP diluent
- Wash buffer
Encerkan dalam double distilled water atau deionized water (perbandingan 1:20) - TMB substrate
- Stop solution - Plate sealer
2. Deionized atau distilled water 3. Sampel berupa serum/plasma 4. HCI 1 N
5. NaOH 1 N/HEPES 1 N 6. Aluminium foil
C. PROSEDUR KERJA
AKTIVASI SERUM/PLASMA
1. Tambahkan 10 uL HCI 1 N pada 40 uL sampel, campur 10 menit dalam temperature ruang.
2. Netralkan dengan penambahan 10 uL NaOH 1 N/HEPES 0,5 M.
3. Encerkan sampel yang sudah diaktivasi ini 2-40x dengan standard/sample diluent.
Hasil nantinya dikalikan dengan faktor pengenceran.
Aktivasi Sampel Diluent
10x 25 L 225 L
20x 12,5 L 237,5 L
30x 8,3 L 241,7 L
40x 6,25 L 243,75 L
PROSEDUR UJI
1. Semua reagen dan sampel berada pada suhu ruang sebelum digunakan
2. Membuat larutan standard dengan serial dilusi (2000pg/mL, 1000pg/mL, 500pg/mL, 250pg/mL, 125pg/mL, 62,5pg/mL, 31,2pg/mL, 0pg/mL).
Stock standard lyophilized berupa serbuk dengan kadar 2000pg dilarutkan dengan menggunakan standar/sampel diluent sebanyak 1mL, dimasukkan sebanyak 500 µL ke dalam tabung mikro diberi label SD1.
Siapkan 7 tabung mikro dan beri label SD2-SD8 (SD8 merupakan blanko hanya berisi standard/sampel diluent), kemudian pada masing-masing tabung dimasukkan sebanyak 250 µL standard/sampel diluent, lalu dilakukan serial dilusi sesuai dengan gambar dibawah ini :
3. Membuat wash buffer (perbandingan 1:20) yaitu dengan cara mencampurkan 7.5mL wash buffer + 142.5mL aquabidest, wash buffer diletakkan di dalam solution basin reagen reservoir.
4. Siapkan plate, masing-masing kelompok praktikan menggunakan 24 well. Buat peta plate yaitu :
1 2 3
A SD1 (2000pg/mL) SD1 (2000pg/mL) S10X
B SD2 (1000pg/mL) SD2 (1000pg/mL) S10X
C SD3 (500pg/mL) SD3 (500pg/mL) S20X
D SD4 (250pg/mL) SD4 (250pg/mL) S20X
E SD5 (125pg/mL) SD5 (125pg/mL) S30X
F SD6 (62,5pg/mL) SD6 (62,5pg/mL) S30X
G SD7 (31,2pg/mL) SD7 (31,2pg/mL) S40X
H SD8/Blanko (0pg/mL) SD8/Blanko (0pg/mL) S40X
5. Tambahkan 250 uL wash buffer/well, aspirasi setelah 40 detik, ulangi proses ini hingga 3x.
6. Tambahkan 100 uL standard/sample diluent pada sumur blanko
7. Tambahkan 100 uL berbagai konsentrasi standard atau sample pada sumur yan lain.
Tutup dngan strip adhesive. Inkubasi selama 2 jam pada suhu 37oC. Catat pada layout plate.
8. Siapkan concentrate biotin conjugate antibody (100x) 15 menit sebelum digunakan.
9. Ulangi Tindakan pencucian pada Langkah 3
10.Tambahkan 100 uL biotin conjugate antibody pada Langkah 6, tutup dengan seal adhesive baru. Inkubasi 1 jam pada suhu 37oC
11.Siapkan Streptavidin-HRP concentrates (40x) 15 menit sebelum digunakan 12.Ulangi tindakan pencucian pada lagkah 3
13.Tambahkan 100 uL Streptavidin-HRP pada Langkah 9, tutup dengan seal adhesive.
Inkubasi 30 menit pada suhu 37oC
14.Ulangi Tindakan pencucian pada Langkah 3
15.Saat inkubasi dilakukan, hidupkan microplate reader dan hidupkan 30 menit sebelum digunakan
16.Tambahkan 100 uL substrat pada masing-masing sumur. Inkubasi 15-20 menit pada suhu 37oC. hindari dari cahaya dengan ditutup menggunakan aluminium foil
17.Tambahkan 50 uL stop solution. Ukur serapannya pada microplate reader dalam 5 menit pada 45 nm
18.Buatlah kurva standar menggunakan four parameter logistic (4PL).
D. HASIL
1. Bagaimana kurva standar TGF-beta 1? Apakah memenuhi syarat? Jelaskan Tabel 1. Absorbansi Standar
NO Konsentrasi standar TGF-beta 1
A1 A2 Rata-Rata
1 2000 pg/mL 3,5219 3,6121 3,5670
2 1000 pg/mL 2,4797 2,5142 2,4970
3 500 pg/mL 1,5468 1,5233 1,5351
4 250 pg/mL 0,9269 0,9223 0,9246
5 125 pg/mL 0,5464 0,0853 0,3159
6 62,5 pg/mL 0,0827 0,0861 0,0844
7 31,2 pg/mL 0,0690 0,0733 0,0712
8 0 pg/mL 0,0654 0,0800 0,0727
Gambar 1. Kurva Standar Lyophilized
Pada pembuatan kurva standard di ambil 7 titik, dengan menghilangkan konsentrasi tertinggi dan terendah dari Lyophilized agar diperoleh kurva standard yang lebih baik. Berdasarkan persamaan linear (Gambar 1) yang diperoleh dari kurva standard diperoleh nilai R2 sebesar 0.998. persamaan yang diperoleh dari kurva standard digunakan untuk menghitung konsentrasi TGF-β dalam sampel.
2. Berapakah konsentrasi masing-masing sampel?
Absorbansi dan Konsentrasi Sampel
Tabel 2 merupakan hasil absorbansi sampel. Nilai rerata Absorbansi masing- masing sampel dikurangi dengan nilai absorbansi blanko sebagai faktor koreksi.
Setelah didapatkan kurva standar dan nilai Absorbansi 450 nm masing-masing sampel, maka dapat dilihat konsentrasi sampel berdasarkan kurva standar. Nilai konsentrasi sampel pada kurva standar selanjutnya dikalikan sesuai dengan pengenceran sampel kemudian dikalikan 1,5 karena pada saat diaktivasi sampel diencerkan 1,5X (40 µL sampe didalam 60 µL volume total larutan sampel yang diaktivasi).
Tabel 2. Absorbansi dan Konsentrasi TGF Beta 1
NO Sampel A1 A2 Rata-Rata
Rata-rata Konsentrasi TGF Beta 1 (pg/mL)
Konsentras i akhir TGF Beta 1 (pg/mL)
1 S10X 1,9153 1,9096 1,91245 660,2 9903
2 S20X 1,1476 1,1003 1,1210 341,8 10254
3 S30X
0,1991 0,0887 0,1439
Tidak dapat
ditentukan Tidak dapat ditentukan
4 S40X
0,1020 0,0953 0,09865
Tidak dapat
ditentukan Tidak dapat ditentukan Pada praktikum ini terjadi kesahalan yang dilakukan praktikan, yaitu pada well E3, F3 (berisi sampel S30X) dan well G3,H3 (berisi sampel S40X) larutan conjugate biotin antibody habis. Sehingga hasil pengukuran absorbansi dan konsentrasi sampel pada well tersebut tidak dapat dipakai dan dihitung.
3. Teknik ELISA apa yang digunakan pada pemeriksaan TGF-beta 1 ini? Jelaskan.
Jenis ELISA yang dilakukan pada praktikum dalam menentukan kadar TGF-β adalah Sandwich ELISA. Sandwich ELISA dicirikan oleh antibodi penangkap antigen yang diikatkan pada fase padat. Teknik tersebut terdiri dari dua macam, yaitu direct sandwich ELISA dan indirect sandwich ELISA. Antibodi penangkap pertama kali diletakkan ke dalam well kemudian antigen dari plasma ditambahkan ke dalam well sehingga berikatan dengan antibodi penangkap. Jika ke dalam well langsung ditambahkan antibodi detektor yang telah dilabel enzim maka disebut dengan direct sandwich ELISA, sedangkan apabila ditambahkan antibodi detektor yang tanpa dilabel enzim terlebih dahulu disebut dengan indirect sandwich ELISA (Berg 2002). Prosedur
ini memiliki keuntungan diantaranya spesifitasnya tinggi, dapat digunakan untuk sampel kompleks dan sensitif (Elisa 2017).
E. PEMBAHASAN
Pengamatan hasil ELISA dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Hasil ELISA secara kuantitatif dapat diamati dari nilai optical density (OD) yang diukur dengan menggunakan ELISA reader. Hasil kuantitatif diinterpretasikan dalam perbandingan dengan kurva standar (purifikasi antigen) agar dapat secara tepat digunakan untuk menghitung konsentrasi antigen dalam berbagai sampel (Elisa, 2017). Hasil ELISA secara kualitatif dapat diamati dengan adanya perubahan warna menjadi kuning pada reaksi pengujian jika sampel yang diuji mengandung antigen. Semakin tinggi intensitas warna yang terbentuk, maka semakin tinggi pula konsentrasi antigen pada sampel tersebut (Miller, 2006). Data ELISA biasanya digambarkan dengan nilai optical density (OD) dan konsentrasi log untuk menghasilkan kurva sigmodial. Hal ini dapat dilakukan dengan menggambar grafik langsung atau dengan software MS Excel curve fitting yang ada pada ELISA reader (Elisa, 2017)
Persamaan linear kurva standard diperoleh nilai R2 sebagai koefisien determinasi senilai 0.998 yang dapat diartikan cukup bagus. Nilai R kuadrat ini digunakan untuk menentukan pengaruh yang diverikan variabel x terhadap variabel y, dimana variabel x merupakan konsentrasi dan variabel y adalah nilai absorbansi. Faktor mempengaruhi nilai R kuadrat adalah akurasi dan presisi mikropipet yang digunakan, keterampilan praktikan dalam menggunakan pipet, kestabilan bahan yang digunakan, kebersihan alat, waktu dan suhu inkubasi, serta pencahayaan ruangan.
Konsentrasi TGF-β yang diperoleh untuk setiap pengenceran sampel S10x : 9903, S20x : 10254, S30x : tidak dapat ditentukan, dan S40x : tidak dapat ditentukan. Pada praktikum ini terjadi kesahalan yang dilakukan praktikan, yaitu pada well E3, F3 (berisi sampel S30X) dan well G3,H3 (berisi sampel S40X) larutan conjugate biotin antibody habis. Sehingga hasil pengukuran absorbansi dan konsentrasi sampel pada well tersebut tidak dapat dipakai dan dihitung.
Adanya perbedaan konsentrasi pada beberapa kali pengukuran tiap sampel dapat dipengaruhi oleh akurasi dan presisi dari pipet yang digunakan. Beberapa faktor dapat mempengaruhi akurasi dan presisi pipet. Yang pertama adalah suhu. Semua pipetor sangat sensitive terhadap perbedaan suhu antara sampel dan lingkungan, semakin kecil perbedaan suhu antara pipetor, tip dan sampel yang akan dipipet maka semakin akurat
hasilnya. Pada percobaan ini sampel, pipet dan tip berada di ruang yang sama sehingga kemungkinan suhunya juga tidak berbeda. Faktor yang ke dua adalah viskositas cairan yang dipipet. Bila menggunakan aquadest tidak begitu menimbulkan masalah namun pada cairan dengan viskositas tinggi seperti serum viskositas dapat mempengaruhi akurasi dan presisi. Faktor yang ketiga adalah pengalaman dari penguna pipet. Semakin berpengalaman pengguna pipet maka semakin akurat dan presisi hasil yang diperoleh.
Teknik pipetting juga sangat mempengaruhi akurasi dan presisi dari mikropipet.
Penggunaan mikropipet ini membutuhkan keterampilan dan pengalaman untuk dapat melakukannya dengan benar. Selain perbedaan suhu antara pipet, tip dan sampel yang telah dibahas sebelumnya, perbedaan tekanan udara dan kelembaban udara di lingkungan juga mempengaruhi(Ylatupa, 1997).
DAFTAR PUSTAKA
Ausubel, F.M., R. Brent, R.E. Kingston, D.D. Moore, J.G. Seidman, J.A. Smith & K. Struhl.
2003. Current Protocols in Molecular Biology. John Wiley & Sons, Inc., USA.
Azwar, I. G. M. 1985. Kemungkinan Penggunaan Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) Dalam Diagnosa Serologis Brucellosis. IPB: Bogor.
Baker, G.B, S. Dunn & A. Latja. 2007. Handbook of neurochemistry and molecular neurobiology: Practical nerochemistry methods, vol. 6. Springer Science, New York.
Berg, J. M. 2002. Indirect ELISA and Sandwich ELISA. (Online).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK22420/ diakses 9 Oktober 2018.
Crowther, J.R. 1995. ELISA: Theory and practice.Humana Press, New Jersey: iv + 207 hlm.
Elisa, 2017. Elisa Basics Guide. Life Sciences Groub, Canada
Miller, D. C. 2006. Mechanism of enhanced vascular cell response to polymeric biomaterials with nano-structured surface features. ProQuest Information and Learning Company, Ann Arbor.
Yusrini, H. 2005. Teknik Analisis Kandungan Aflatoksin B1 Secara Elisa Pada Pakan.
Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1. Bogor
Ylatupa, Sari, 1997. Liquid Handling Aplication Note. www.biohit.com (diakses 21 Maret 2016)