LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM GEOSTATISTIKA TG 3009
MODUL KE – 03 Geostatistika - Variogram
Oleh:
Asisten:
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2025
Reihan Chaska Arya G 122120035
Reyhan Putra Bagaskara 121120061 Zhilan Zhalilla Puti Alfatih 121120098 Runggu Priskila Pardede 121120104
Amelia Kartika 121120107
Salbia Nosaliani Sari 121120136
Joy Marito Manalu 121120152
Salmon Silaban 121120162
I. Algoritma Pengerjaan/Langkah Pengerjaan
A. Langkah Kerja Google Colab
1. Buka google colab
2. Buka sheet baru
3. Lakukan install scikit-gstat
4. Lakukan import modul (numpy, pandas, skgstats dan matplolib)
5. Masukkan data excel yang telah di download
6. Jalankan script pada data yang dimasukkan sebelumnya
7. Masukkan data poro
8. Tentukan model variogam yang akan digunakan
9. Tampilkan hasil scatter
10. Tampilkan hasil variogram
11. Selesai
B. Langkah Kerja HRS
1. Buka Aplikasi HRS pada laptop.
2. Buka file baru pada HRS tersebut.
3. Lakukan search processes ISMAP.
4. Input lisensi dari software HRS.
5. Buka project baru dan beri penamaan.
6. Klik select data.
7. Pilih kembali log data
8. Maka akan muncul pilihan, dan pilih ascii
9. Masukkan data 34-29.dat yang akan digunakan.
10. Masukkan parameter yang akan digunakan seperti X-Coordinate Column sebesar 1, Y-Coordinate Column sebesar 2, Value Column 3, Number of Rows to skip sebesar 7.
11. Lalu klik ok, sehingga akan diperoleh hasil Inpu Data.
12. Dari hasil yang telah muncul, klik Variogram> pilih well to well maka keluar hasil variogram plot.
13. Untuk ganti parameter, klik option> set parameters dan isi parameternya.
14. Untuk analisis data, klik option lalu analyze.
15. Lakukan ubahan untuk kovarian dan tradisional
16. Tentukan bentuk terbaik dengan mengklik view dan pilih bentuk map yang diinginkan.
17. Selesai
II. Hasil dan Pembahasan
2.1. Parameter well data
Gambar 1. Parameter Well Data
2.2. Display Contour Line
Gambar 2. Hasil Display Contour Line
2.3. Histogram
Gambar 3. Histogram
2.4. Variogram - Covarians (Spherical, Exponential, Gaussian, Dan Power)
Gambar 4. Spherical
Gambar 5. Exponential
Gambar 6. Gaussian
Gambar 7. Power
2.5. Variogram - Traditional (Spherical, Exponential, Gaussian, Dan Power)
Gambar 8. Spherical
Gambar 9. Exponential
Gambar 10. Gaussian
Gambar 11. Power
2.6. Colab Model Variogram (Spherical, Exponential, Dan Gaussian)
Gambar 12. Spherical
Gambar 13. Exponential
Gambar 14. Gaussian
2.7. Colab Semivariogram
Gambar 15. Semivariogram
2.8. Pembahasan
Dalam gambar 1, ditampilkan hasil parameter data sumur (well) yang akan digunakan sebagai dasar dalam analisis menggunakan perangkat lunak HRS. Data ini diimpor dalam format file ASCII, yang merupakan format teks sederhana berisi informasi numerik dan karakter yang dapat dibaca oleh berbagai program geologi dan geofisika. Format ini dipilih karena kompatibilitasnya yang luas serta kemampuannya dalam menyajikan data dalam struktur yang jelas dan terorganisir. Data yang digunakan dalam praktikum ini melibatkan parameter-parameter geologi, termasuk porositas, yang menjadi salah satu aspek penting dalam evaluasi sifat fisik batuan bawah permukaan. Pengolahan data dilakukan dengan mengikuti standar tertentu agar hasil yang diperoleh dapat diinterpretasikan secara akurat melalui perangkat lunak yang digunakan. Dalam pengolahan data ini, salah satu langkah penting adalah menentukan bagian dari file ASCII yang akan digunakan dalam analisis. Karena file tersebut memiliki bagian header atau metadata yang berisi informasi tambahan sebelum data utama dimulai, diperlukan penyesuaian untuk melewati baris yang tidak relevan. Dalam hal ini, digunakan metode skip baris sebanyak 7, yang berarti perangkat lunak akan mengabaikan tujuh baris pertama dalam file sebelum membaca data utama.
Langkah ini bertujuan agar program langsung mengambil data yang relevan tanpa harus melalui informasi yang tidak diperlukan, sehingga efisiensi dalam pemrosesan dapat meningkat. Dengan cara ini, data yang akan digunakan dapat langsung diolah tanpa adanya gangguan dari informasi tambahan yang mungkin menghambat analisis atau menyebabkan kesalahan dalam pembacaan.
Selain itu, dalam struktur data yang digunakan, setiap baris data memiliki beberapa kolom yang berisi nilai-nilai numerik yang mewakili parameter geologi tertentu. Dalam praktikum ini, data yang ditampilkan difokuskan pada parameter porositas, yang merupakan faktor penting dalam menentukan kapasitas penyimpanan fluida dalam suatu formasi batuan. Data porositas yang digunakan berada pada kolom ketiga dari setiap baris data. Oleh karena itu, perangkat lunak HRS diatur agar secara otomatis membaca dan mengeksekusi nilai yang terdapat dalam kolom ketiga ini.
Dengan pendekatan ini, program dapat langsung mengidentifikasi nilai porositas dari setiap titik data dan menggunakannya dalam proses pemetaan serta analisis lebih lanjut.
Setelah data berhasil diproses, hasil akhirnya akan ditampilkan dalam bentuk peta isopach (Isomap) dan sebaran data. Isomap ini merupakan representasi visual dari variasi nilai porositas di seluruh area studi, yang memungkinkan interpretasi yang lebih mudah.
Pada gambar 2, hasil display contour line merupakan representasi visual dari pemetaan nilai porositas dalam bentuk garis-garis kontur yang menghubungkan titik- titik dengan nilai yang sama. Peta kontur ini dihasilkan dari proses interpolasi data porositas yang telah dimasukkan sebelumnya, sehingga dapat menggambarkan sebaran nilai porositas di area studi secara lebih jelas. Dengan menggunakan metode ini, variasi nilai porositas dapat divisualisasikan dalam bentuk pola-pola yang menunjukkan perbedaan karakteristik batuan di berbagai lokasi. Garis-garis kontur yang lebih rapat menunjukkan perubahan nilai yang lebih tajam, sedangkan garis yang lebih renggang menandakan perubahan yang lebih gradual. Oleh karena itu, hasil ini memberikan wawasan mengenai distribusi dan homogenitas porositas dalam formasi geologi yang dianalisis.
Proses pembuatan peta kontur ini dilakukan melalui perangkat lunak HRS yang secara otomatis menampilkan hasil berdasarkan data numerik yang telah diinput.
Dengan demikian, setiap titik data yang mengandung informasi nilai porositas akan diproses untuk menghasilkan peta kontur yang merepresentasikan distribusi spasialnya. Keakuratan hasil kontur sangat bergantung pada jumlah dan penyebaran data sumur yang digunakan. Jika data yang dimasukkan cukup padat dan merata, maka interpolasi yang dihasilkan akan semakin akurat dan detail, sehingga pola-pola yang terbentuk dapat menggambarkan kondisi sebenarnya dari lapisan bawah permukaan.
Sebaliknya, jika data terbatas atau tidak merata, hasil kontur dapat menjadi kurang representatif karena interpolasi yang dilakukan hanya berdasarkan data yang tersedia
Pada gambar 3, ditampilkan hasil histogram dari data porositas yang telah diproses, dengan jumlah bins sebanyak 100, nilai minimum sebesar 5.39, dan nilai maksimum sebesar 29.9. Histogram ini merupakan representasi visual dari distribusi data porositas, di mana setiap batang menunjukkan frekuensi kemunculan nilai dalam rentang tertentu. Dengan jumlah bins yang cukup banyak, histogram ini mampu memberikan gambaran yang lebih detail mengenai bagaimana nilai porositas tersebar dalam dataset. Dari hasil yang ditampilkan, terlihat bahwa distribusi data tidak terlalu acak, melainkan memiliki pola tertentu yang dapat dianalisis lebih lanjut untuk memahami karakteristik porositas dalam area studi. Distribusi histogram ini menunjukkan bahwa nilai tertinggi cenderung berfokus pada bagian tengah dari kumpulan data, yang mengindikasikan adanya kecenderungan nilai porositas tertentu
yang dominan dalam dataset. Pola ini sering kali mengarah pada distribusi normal atau mendekatinya, di mana sebagian besar data berkumpul di sekitar nilai tengah, sementara frekuensi nilai yang sangat rendah atau sangat tinggi semakin berkurang ke arah ujung histogram. Peningkatan yang beragam dalam sebaran data menunjukkan bahwa meskipun terdapat variasi dalam nilai porositas, perbedaan tersebut tidak terlalu ekstrem, sehingga memungkinkan untuk dilakukan analisis statistik lebih lanjut guna memahami faktor-faktor yang memengaruhi distribusi tersebut.
Keberadaan pola yang tidak terlalu acak dalam histogram ini juga mengindikasikan adanya keterkaitan antara data porositas, yang mungkin dipengaruhi oleh faktor geologi tertentu seperti jenis batuan, lingkungan pengendapan, atau proses diagenesis yang terjadi di wilayah tersebut. Dengan memahami distribusi histogram ini, analisis lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengidentifikasi tren atau anomali dalam data porositas yang dapat berpengaruh terhadap eksplorasi dan evaluasi reservoir. Selain itu, informasi ini juga berguna dalam validasi model geologi serta dalam pengambilan keputusan terkait pemetaan dan karakterisasi reservoir.
Variogram kovarian adalah salah satu metode analisis geostatistika yang digunakan untuk menggambarkan hubungan spasial antara data yang diukur dalam suatu wilayah. Dalam konteks perangkat lunak HRS variogram kovarian digunakan untuk memahami pola distribusi parameter geologi seperti porositas, yang merupakan faktor penting dalam mengevaluasi kemampuan suatu batuan untuk menyimpan dan mengalirkan fluida. Variogram kovarian terdiri dari tiga parameter utama, yaitu nugget, sill, dan range. Nugget mengacu pada variasi data pada skala sangat kecil, yang dapat disebabkan oleh kesalahan pengukuran atau variabilitas alamiah yang sangat lokal dalam data porositas. Sill adalah nilai maksimum variogram, yang menunjukkan titik di mana variabilitas antar titik data porositas tidak lagi meningkat seiring bertambahnya jarak. Range adalah jarak di mana nilai variogram mencapai sill, yang menandakan batas maksimum korelasi spasial antara titik data porositas. Dalam HRS Software, variogram digunakan untuk menganalisis data porositas dan memilih model terbaik untuk menggambarkan pola distribusinya, seperti model spherical, exponential, gaussian, dan power, yang telah dihasilkan pada gambar 4 hingga 7.
Pada gambar 4, model variogram kovarian spherical digunakan untuk menganalisis sebaran porositas, dengan parameter nugget 0.0015, sill 33.27, dan range 7.89. Model ini sering digunakan dalam analisis geologi karena menggambarkan transisi yang halus dari korelasi tinggi ke korelasi rendah dalam sebaran porositas.
Hasil variogram ini menunjukkan pola yang mewakili distribusi porositas dengan baik, artinya model spherical cocok digunakan dalam analisis spasial data porositas yang diuji. Model ini menggambarkan hubungan yang cukup realistis antara titik-titik data porositas dan sering digunakan dalam pemodelan reservoir karena sifatnya yang mencerminkan distribusi alami dari banyak parameter geologi.
Pada gambar 5, model variogram kovarian exponential dengan parameter yang sama (nugget 0.0015, sill 33.27, range 7.89) menunjukkan pola yang berbeda dalam distribusi porositas. Model eksponensial memiliki bentuk yang lebih melengkung dan tidak mengenai keseluruhan sebaran data porositas. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan nilai porositas terjadi lebih cepat dalam jarak pendek, tetapi kemudian melambat seiring bertambahnya jarak. Model ini sering digunakan ketika ada
perubahan drastis dalam data porositas pada jarak yang lebih dekat, tetapi korelasinya tetap ada meskipun melemah dengan jarak yang lebih jauh.
Pada gambar 6 dan 7, model gaussian dan power memiliki parameter yang sedikit berbeda, dengan nugget 0.33, sill 33.60, dan range 7.89. Model gaussian menunjukkan transisi yang lebih halus dibandingkan dengan model eksponensial dan spherical, tetapi masih mencakup sebaran porositas dengan pola yang lebih simetris.
Sebaliknya, model power menunjukkan tren yang terus meningkat ke atas tanpa mencapai sill, yang menunjukkan bahwa variabilitas data porositas terus bertambah tanpa batas tertentu. Model ini sering digunakan dalam kondisi di mana tidak ada tingkat kestabilan dalam variabilitas data porositas pada jarak yang lebih jauh.
Variogram Kovarian dan Variogram Tradisional, yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam menggambarkan sebaran data. Dalam HRS Software, kedua jenis variogram ini digunakan untuk menguji model distribusi porositas guna memperoleh interpolasi yang paling sesuai dengan kondisi bawah permukaan.
Variogram kovarian, seperti yang telah dijelaskan pada gambar 4 hingga 7, memiliki nilai parameter nugget, sill, dan range yang membantu menggambarkan hubungan spasial antara titik-titik data secara lebih realistis. Nugget merepresentasikan variasi pada skala kecil, sill menunjukkan titik di mana nilai variogram mencapai kestabilan, dan range menunjukkan jarak maksimum di mana nilai porositas masih memiliki korelasi spasial. Model kovarian sering kali lebih fleksibel dalam mencakup seluruh data, sehingga memberikan hasil yang lebih representatif dalam analisis sebaran porositas.
Sebaliknya, pada gambar 8 hingga 11, hasil Variogram Tradisional ditampilkan dengan model spherical, exponential, gaussian, dan power, tetapi dengan parameter yang berbeda dari variogram kovarian. Semua model dalam variogram tradisional memiliki nugget 0.25, sill 25.71, dan range 14, yang berbeda dari variogram kovarian sebelumnya. Perbedaan utama antara variogram kovarian dan tradisional adalah bagaimana model variogram mencakup atau melingkupi sebaran data. Pada gambar 8, model spherical dalam variogram tradisional tidak mencakup sebaran data dengan baik, yang menunjukkan bahwa model ini kurang tepat dibandingkan dengan model kovarian dalam menggambarkan pola porositas.
Pada gambar 9, model exponential dalam variogram tradisional menunjukkan hasil yang berbeda dari variogram kovarian, di mana bentuknya lebih melengkung atau meningkat secara bertahap. Hal ini menunjukkan bahwa model eksponensial dalam variogram tradisional lebih sensitif terhadap perubahan data dalam jarak dekat, tetapi kurang mencerminkan hubungan spasial secara keseluruhan. Pada gambar 10, model gaussian dalam variogram tradisional juga menunjukkan hasil yang berbeda dibandingkan dengan dua model sebelumnya. Model ini menunjukkan transisi yang lebih gradual tetapi tetap tidak mencakup keseluruhan pola sebaran data seperti pada variogram kovarian.
Terakhir, pada gambar 11, model power dalam variogram tradisional menunjukkan hasil yang lurus dan terus meningkat tanpa mencapai sill. Model ini menandakan bahwa variabilitas porositas dalam data terus meningkat seiring bertambahnya jarak tanpa adanya kestabilan. Perbedaan utama dengan model power
dalam variogram kovarian adalah bahwa dalam variogram kovarian, model ini tetap melingkupi sebaran data, sementara dalam variogram tradisional, model ini tidak mampu menggambarkan hubungan spasial secara menyeluruh. Dengan membandingkan kedua jenis variogram ini, dapat disimpulkan bahwa Variogram Kovarian lebih unggul dalam mencerminkan distribusi data porositas secara lebih akurat, sedangkan Variogram Tradisional lebih terbatas dalam mencakup pola sebaran data, terutama dalam kasus di mana nilai porositas memiliki variasi yang kompleks.
Pada gambar 12, variogram spherical yang dihasilkan melalui koding memiliki range 16.64, sill 39, dan nugget 4.14. Model spherical biasanya menunjukkan transisi bertahap dari korelasi tinggi ke korelasi rendah, yang menggambarkan pola distribusi porositas secara lebih realistis dalam kondisi alami. Meskipun secara umum pola spherical tetap dipertahankan, nilai-nilai parameter ini berbeda dari hasil variogram yang diperoleh dari software. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam cara software dan koding melakukan interpolasi serta metode perhitungan varian antar titik data.
Pada gambar 13, variogram eksponensial yang dihasilkan dari koding memiliki range 18.96, sill 45, dan nugget -0.41. Model eksponensial cenderung menunjukkan perubahan yang lebih cepat dalam jarak pendek sebelum mencapai kestabilan, yang sering kali digunakan untuk menggambarkan fenomena dengan perubahan intensitas tinggi pada jarak yang lebih kecil. Perbedaan nilai parameter dibandingkan dengan variogram eksponensial dari software mengindikasikan bahwa metode penyelesaian melalui koding mungkin menggunakan pendekatan numerik yang berbeda, seperti pemilihan fungsi interpolasi atau skema regresi yang digunakan dalam estimasi nugget dan sill.
Pada gambar 14, variogram gaussian dengan metode koding memiliki range 15.83, sill 35, dan nugget 8.22. Model gaussian biasanya memberikan transisi yang lebih halus dibandingkan dengan model eksponensial atau spherical, dengan perubahan nilai yang lebih gradual seiring bertambahnya jarak (lag). Dalam hal ini, variogram gaussian hasil koding masih mampu mencakup pola distribusi data dengan baik, tetapi dengan perbedaan parameter yang cukup signifikan dibandingkan dengan hasil dari software. Hal ini menunjukkan bahwa metode perhitungan yang digunakan dalam koding memiliki asumsi atau algoritma yang sedikit berbeda dari metode yang digunakan dalam software, yang dapat mencakup aspek seperti teknik estimasi varian atau cara perhitungan autocovariance dalam model.
Secara keseluruhan, perbedaan hasil variogram antara metode koding dan software menunjukkan bahwa meskipun model yang dihasilkan masih dapat mencakup data dengan cukup baik, perbedaan dalam pendekatan penyelesaian dapat mempengaruhi nilai akhir dari range, sill, dan nugget. Hal ini menjadi penting dalam analisis geostatistika, karena pemilihan metode yang berbeda dapat memberikan hasil yang sedikit berbeda dalam interpretasi sebaran data porositas.
Semivariogram adalah salah satu metode geostatistika yang digunakan untuk memahami hubungan spasial antar titik data dalam suatu wilayah. Berbeda dengan variogram kovarian atau tradisional, semivariogram menghitung perbedaan nilai antar titik yang dipisahkan oleh jarak tertentu (lag) untuk melihat sejauh mana korelasi data berkurang seiring bertambahnya jarak. Dalam analisis porositas menggunakan HRS Software, semivariogram sangat berguna untuk menentukan pola distribusi dan tingkat
ketergantungan antar titik data, yang pada akhirnya dapat digunakan dalam metode interpolasi seperti kriging.
Pada gambar 15, hasil semivariogram menunjukkan bagaimana nilai variogram berubah seiring dengan jumlah lag yang diterapkan. Lag dalam semivariogram merujuk pada jarak antar titik data yang dibandingkan. Semakin banyak lag yang digunakan, semakin jauh perbandingan antar titik dalam dataset porositas. Secara umum, dalam model geostatistika, jika jumlah lag bertambah, nilai semivariogram cenderung meningkat hingga mencapai sill, yang menunjukkan bahwa semakin jauh jarak antar titik, semakin kecil korelasi data porositas tersebut. Namun, jika lag terlalu besar, bisa terjadi fluktuasi akibat kurangnya data yang cukup untuk perbandingan dalam jarak jauh.
Dalam hasil yang ditampilkan pada gambar 15, terlihat bahwa semakin banyak lag, nilai semivariogram cenderung semakin kecil, yang menunjukkan adanya tren dalam hubungan antar data porositas. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa data porositas memiliki struktur spasial tertentu di mana perubahan nilai memiliki pola yang dapat diprediksi berdasarkan jaraknya. Sebaliknya, jika nilai semivariogram meningkat tajam atau berfluktuasi secara acak, maka kemungkinan data porositas memiliki variasi yang tidak beraturan atau terdapat noise yang signifikan dalam dataset. Oleh karena itu, analisis semivariogram sangat penting dalam menentukan karakteristik spasial data sebelum dilakukan proses interpolasi untuk pemetaan lebih lanjut.
LAMPIRAN
Gambar 16. Bukti Praktikum
https://colab.research.google.com/drive/1UriVtPlJ6YFHOioX6nzznPYLQiR0-lqE?usp=sharing