• Tidak ada hasil yang ditemukan

LO

N/A
N/A
Anas Nurrahmanto

Academic year: 2024

Membagikan "LO"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

LO

1. Kriteria pasien masuk dan keluar ICU

 Pasien yang masuk dalam ruang ICU didasarkan atas skla prioritas. Ada 3 skala prioritas :

1) Pasien Prioritas 1

Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti dukungan/bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif kontinu, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain setelah tindakan bedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic

2) Pasien Prioritas 2

Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong.

Contoh jenis pasien ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami

pembedahan major.

3) Pasien Prioritas 3

Pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil di mana status kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik

masingmasing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastase disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, atau sumbatan jalan napas, atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.

 Kriteria pasien keluar ICU, ada 3 prioritas 1) Pasien Prioritas 1

Pasien prioritas 1 (satu) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek jelek dengan kemungkinan kesembuhan atau manfaat dari terapi intensif kontinu kecil. Contoh hal terakhir adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ yang tidak berespons terhadap pengelolaan agresif dan meninggal dunia.

2) Pasien Prioritas 2

Pasien prioritas 2 (dua) dikeluarkan bila

kemungkinan untuk mendadak memerlukan terapi intensif telah berkurang.

3) Pasien Prioritas 3

Pasien prioritas 3 (tiga) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi,

(2)

tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinu kecil. Contohnya penyakit paru kronis, penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas dan lain- lainnya yang telah tidak berespons terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya, yang prognosis jangka pendeknya secara statistik rendah, dan yang tidak ada terapi yang potensial untuk memperbaiki prognosisnya.

Indikasi Keluar :

- Keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil (tidak menggunakan alat dan obat-obatan support lagi).

- Pasien/keluarga menolak dirawat lebih lanjut di ICU (pulang paksa)

- Pasien mengalami mati batang otak - Pasien yang mengalami stadium akhir

- Pasien lain memerlukan terapi yang lebih gawat mau masuk ICU dan tempat penuh.

2. Asas prioritas masuk dan keluar ICU

3. Penyampaian berita buruk tentang pasien ke keluarga (breaking bad news)

 Yang perlu dimiliki dokter dalam menyampaikan berita buruk :

o Ketrampilan komunikasi

 Teknik menyampaikan berita buruk

 empati

o Ilmu yang memadai tentang berita yang disampaikan

 6 Step ada di PPT

4. Khusnul khotimah care – pelayanan akhir hayat pasien

 Layanan HU Care adalah layanan yang dibentuk oleh tim khusus RS dalam rangka pendampingan spiritual kepada pasien.

 Cara kerja HU Care : HU CARE mendampingi setiap pasien dan keluarganya dalam kondisi apapun.

Ketika pasien dan keluarga belum bisa menerima keadaan sakitnya atau pasien dan keluarganya belum beribadah dengan baik maka pendampingan yang lebih intensif akan dilakukan, sedikit berbeda dengan pasien dan keluarga yang telah menerima kondisi sakitnya dan telah terbiasa beribadah.

 Layanan Hu Care akan berusaha menjawab kebutuhan pasien dan keluarganya dalam mempersiapkan akhir hidup yang baik dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam pada titik-titik strategis terutama dalam hal memahami konsep

(3)

sehat-sakit, ikhtiar-tawakal, keyakinan-amalan yang bermanifestasi pada sikap dan perilaku pasien.

5. Tatalaksana (medikamentosa dan nonmedikamentosa)

 Medikamentosa

o Terapi medikamentosa yang diberikan berupa antibiotika Meropenem 3x1 gram intravena, ketokenazol cream 2 kali per hari pada lesi kulit, Paracetamol intravena 3x1 gram, koreksi hiponatremia dan

hyperkalemia hal ini dilakukan sesegera mungkin.

o Protokol terbaru merekomendasikan bahwa penggunaan antibiotik harus diberikan maksimal dalam waktu 1 jam

 Nonmedikamentosa

o Terapi non medikamentosa diberikan berupa posisi semi fowler, oksigen sungkup nonrebreathing 12 liter/menit pasien untuk mempermudah jalan nafas pasien. Terapi pemberian cairan infus Ringer laktat 500 ml/3 jam pertama lanjut 500 ml/24 jam.

6. Factor risiko, komplikasi, prognosis

 Faktor Risiko o Usia

: Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang lebih

baik dibandingkan usia tua. Orang kulit hitam memiliki kemungkinan

peningkatan kematian terkait sepsis di segala usia, tetapi risiko relatif

mereka terbesar dalam kelompok umur 35 sampai 44 tahun dan 45 sampai

54 tahun. Pola yang sama muncul di antara orang Indian Amerika / Alaska

Pribumi. Sehubungan dengan kulit putih, orang Asia lebih cenderung

mengalami kematian yang berhubungan dengan sepsis di masa kecil dan

remaja, dan kurang mungkin selama masa dewasa dan tua usia. Ras

Hispanik sekitar 20% lebih mungkin dibandingkan kulit putih untuk meninggal karena penyebab yang berhubungan dengan sepsis di semua kelompok umur.

o Jenis Kelamin

Perempuan kurang mungkin untuk mengalami kematian yang berhubungan

(4)

dengan sepsis dibandingkan laki-laki di semua kelompok ras / etnis. Laki-laki 27%

lebih mungkin untuk mengalami kematian terkait sepsis. Namun, risiko untuk pria Asia itu dua kali lebih besar, sedangkan untuk laki-laki Amerika Indian / Alaska Pribumi kemungkinan mengalami kematian berhubungan dengan sepsis hanya 7%

o Ras

Tingkat mortalitas terkait sepsis tertinggi di antara orang kulit hitam dan terendah di antara orang Asia.

o Penyakit komorbid

Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan tubuh (gagal ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalahgunaan alkohol) lebih umum pada pasien sepsis non kulit putih, dan

komorbiditas kumulatif dikaitkan dengan disfungsi organ akut yang lebih berat o Genetik

Pada penelitian Hubacek JA, et al

menunjukkan bahwa polimorfisme umum dalam gen untuk lipopolysaccharide binding

protein (LBP) dalam kombinasi dengan jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan peningkatan risiko untuk pengembangan sepsis dan, lebih jauh lagi, mungkin berhubungan dengan hasil yang tidak menguntungkan. Penelitian ini mendukung peran imunomodulator penting dari LBP di sepsis Gram-negatif dan menunjukkan bahwa tes genetik dapat membantu untuk identifikasi pasien dengan respon yang tidak menguntungkan untuk infeksi Gram-negatif o Terapi Kortikosteroid

Pasien yang menerima steroid kronis memiliki peningkatan kerentanan terhadap berbagai jenis infeksi. Risiko infeksi berhubungan dengan dosis steroid dan durasi terapi. Meskipun bakteri piogenik merupakan patogen yang paling umum, penggunaan steroid kronis meningkatkan risiko infeksi dengan patogen intraseluler seperti Listeria, jamur, virus herpes, dan parasit tertentu. Gejala klinis yang

dihasilkan dari sebuah respon host sistemik terhadap infeksi mengakibatkan sepsis.

(5)

o Kemoterapi

Obat-obatan yang digunakan dalam

kemoterapi tidak dapat membedakan antara sel-sel kanker dan jenis sel lain yang tumbuh cepat, seperti sel-sel darah, sel-sel kulit.

Orang yang menerima kemoterapi beresiko untuk terkena infeksi ketika jumlah sel darah putih mereka rendah. Sel darah putih adalah pertahanan utama tubuh terhadap infeksi.

Kondisi ini, yang disebut neutropenia, adalah umum setelah menerima kemoterapi.

Untuk pasien dengan kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi serius dengan cepat.

Menurut Penack O, et al., sepsis merupakan penyebab utama kematian pada pasien kanker neutropenia

o Obesitas

Obesitas dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan sepsis akut. Menurut penelitian Henry Wang, Russell Griffin, et al.

didapatkan hasil bahwa obesitas pada tahap stabil kesehatan secara independen terkait dengan kejadian sepsis di masa depan.

Lingkar pinggang adalah prediktor risiko sepsis di masa depan yang lebih baik daripada BMI. Namun pada penelitian Kuperman EF, et al diketahui bahwa obesitas bersifat protektif pada mortalitas sepsis rawat inap dalam studi kohort, tapi sifat protektif ini berhubungan dengan adanya komorbiditas resistensi insulin dan diabetes.

 Komplikasi

o Sepsis dapat menyebabkan implikasi ke berbagai organ tubuh sehingga

memunculkan sindrom-sindrom seperti acute respiratory distress syndrome (ARDS), acute kidney injury (AKI), disseminated intravascular coagulation (DIC), hypoxic hepatitis, sepsis-induced cholestasis, sepsis- associated encephalopathy, dan lain lain (Caraballo dan Jaimes, 2019).

o Perkembangan sepsis yang paling umum adalah syok sepsis. Syok sepsis disebabkan karena dilatasi arteri dan vena yang

diinduksi oleh mediator inflamasi, akibatnya aliran balik vena berkurang karena

(6)

pelebaran ketiga komponen mikrovaskuler:

arteriol, venula, dan kapiler. Hal ini diperburuk oleh bocornya 11 cairan intravaskular ke dalam ruang intersisial sebagai akibat dari hilangnya fungsi penghalang endotel yang disebabkan oleh perubahan cadherin endotel dan tight junction. Semua perubahan hemodinamik tubuh tersebut dapat mengakibatkan hipoperfusi jaringan dan organ (Gyawali, Ramakrishna dan Dhamoon, 2019).

o Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah komplikasi umum dari sepsis.

Seringkali trombositopenia menjadi

petunjuk dari DIC karena pada sepsis sistem koagulasi menjadi teraktivasi dan

menggunakan banyak trombosit, akibatnya sumbatan dari agregasi trobosit ini

memenuhi mikrovaskular dan menyebabkan hipoksia jaringan (Iba, Watanabe, et al., 2019).

o Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) adalah komplikasi paling parah dari perkembangan dari infeksi sederhana

akibat sepsis dan syok sepsis yang

dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi (Ziesmann and Marshall, 2018).

Disfungsi organ pada sepsis bukan hanya konsekuensi dari penurunan distribusi oksigen ke jaringan, namun merupakan keterlibatan antara beberapa respon inflamasi, termasuk disfungsi endotel dan mikrovaskular, disregulasi imun dan sistem syaraf otonom, dan pemrograman ulang metabolisme seluler (Pool, Gomez dan Kellum, 2018).

 Prognosis

Meskipun morbiditas dan mortalitas dari sepsis telah menurun dalam 2 dekade terakhir, masih ada kebutuhan besar untuk perbaikan dalam manajemen.

Penurunan angka kematian yang terkait dengan sepsis ini sebagian dapat dikaitkan dengan pengenalan dan intervensi sebelumnya, serta kemajuan dalam pemahaman tentang proses penyakit ini. Penanda penting untuk keparahan penyakit dan implikasi prognostik, seperti kriteria SIRS atau qSOFA, telah mampu memberikan beberapa kerangka kerja untuk pengobatan serta wawasan tentang prognosis untuk pasien yang

(7)

terkena. Terapi yang diarahkan pada tujuan yang telah berkontribusi pada penurunan angka kematian ini diarahkan pada tujuan yang memiliki implikasi prognostik yang signifikan.

7. Klasifikasi sepsis

Referensi

Dokumen terkait

Lisna Unita : Profil Lipida Penderita Gagal Ginjal Kronis Pada Predialisis Dan Hemodialisis, 2003 USU Repository © 2008... Lisna Unita : Profil Lipida Penderita Gagal Ginjal

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan proporsi antara penyebab gagal ginjal (diabetes melitus dan glomerulonefritis kronis)

Registry (IRR), faktor risiko gagal ginjal kronis yang banyak terjadi di usia dewasa muda antara lain Diabetes Mellitus (DM), hipertensi, kebiasaan.. merokok

Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (gagal ginjal kronis/ chronic renal failure atau juga pada kejadian gagal ginjal akut/ acute renal failure apabila fungsi ginjal

2.4.2.5 Ada korelasi yang signifikan antara faktor biomedik yang meliputi diabetes mellitus dan hipertensi dengan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) pada pasien gagal

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif

Gambaran rasa haus pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis Tabel 10 Distribusi Frekuensi Rasa Haus Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis Di