• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Delik-Delik dalam KUHP

N/A
N/A
Riski Sefriando 2209113917

Academic year: 2025

Membagikan "Makalah Delik-Delik dalam KUHP"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

DELIK DELIK KEJAHATAN DAN PELANGGARAN DALAM KUHP

DOSEN PENGAMPU : DR.MUKHLIS R, S.H.,M.H.

DISUSUN OLEH : RISKI SEFRIANDO

2209113917

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS RIAU

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, saya bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul

“DELIK-DELIK KEJAHATAN DAN PELANGGARAN DALAM KUHP” Tidak lupa saya mengucapkan rasa terima kasih kepada Bapak Dr. Mukhlis Ridwan, SH.,M.H selaku dosen untuk mata kuliah Delik-Delik Dalam Kuhp yang telah mengajarkan saya. Makalah ini memberikan penjelasan tentang Delik-Delik Kejahatan Dan Pelanggaran Dalam Kuhp.

Saya sebagai penulis menyadari bahwa ada kekurangan pada Tugas Makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan tugas makalah yang saya kerjakan. Saya juga berharap supaya makalah ini dapat memberikan suatu pengetahuan tentang Delik-Delik Kejahatan Dan Pelanggaran Dalam Kuhp.

Pekanbaru, 25 Agustus 2023

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan...3

BAB II PEMBAHASAN...4

2.1 Pengertian Delik... 4

2.2 Delik Kejahatan dan Pelanggaran...5

2.3 Contoh Kasus Delik Kejahatan dan Pelanggaran...10

2.4 Perbandingan Kasus Delik Kejahatan Dan Pelanggaran Yang Terdapat Di KUHP Lama Dengan Rumusan KUHP Yang Baru...12

BAB III PENUTUP...14

3.1 Kesimpulan...14

3.2 Saran...15

DAFTAR PUSTAKA...16

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Delik atau yang bisa disebut sebagai tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Straf diartikan sebagai pidana atau hukum, baar diartikan sebagai dapat atau boleh dan feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.1 Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP dibagi atas kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Pembagian tersebut didasarkan atas perbedaan prinsipil.

Pembagian kejahatan disusun dalam Buku II KUHP dan pelanggaran disusun dalam Buku III KUHP. Undang-undang hanya memberikan penggolongan kejahatan dan pelanggaran, akan tetapi tidak memberikan arti yang jelas.

Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan hukum, sedangkan pelanggaran merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa Negara. Delik kejahatan dan delik pelanggaran dikenal dalam rumusan pasal-pasal KUHP yang berlaku di Indonesia hingga saat ini. Namun, pembentuk undang-undang belum mengatur perbedaan keduanya antara kejahatan dan pelanggaran.

Tindak pidana yang berada di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sering mempergunakan istilah delict yang berati perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dan pelanggar dikenakan sanksi pidana.

Salah satu jenis delik adalah delik kejahatan dan pelanggaran. Sistem KUHP membagi tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran.2 Penetapan tindak pidana tersebut dalam undang-undang pidana khusus memiliki implikasi yuridis materiil dan yuridis formal yang diperlukan untuk menghubungkan berlakunya aturan umum KUHP dan KUHAP). Menurut Arief, dilihat dari

1 Adami Chazawi. 2005, Pelajaran Hukum Pidana 1. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, hlm. 69.

2 Sri Kartini, dkk, Identifikasi Berbagai Masalah Yuridis dalam Formulasi Perundang-Undangan Pidana. 2022. Vol. 3. No. 6. Jurnal Indonesia Sosial Sains, hlm. 1036

(5)

keseluruhan sistem penegakan hukum pidana substantif, Undang-Undang Khusus di luar KUHP hanya merupakan “sub-sistem” karena pada umumnya hanya merumuskan tindak pidana/delik khusus. Undang-Undang Khusus tidak mengatur keseluruhan bangunan/konstruksi konsepsional sistem hukum pidana yang bersifat umum (biasa disebut “ajaran-ajaran umum” atau

“algemeneleerstukken”/algemeine lehren”).3 Namun sayangnya, beberapa kebijakan formulasi ketentuan pidana mengandung masalah yuridis. Tidak ditetapkannya kualifikasi yuridis berupa kejahatan atau pelanggaran dalam delik yang diatur dalam berbagai undang-undang tersebut menyebabkan aturan umum dalam Buku I KUHP tidak dapat diterapkan terhadap tindak pidana di luar KUHP.

Produk undang-undang yang memuat “ketentuan pidana” pada hakikatnya dapat dikualifikasikan sebagai undang undang pidana khusus. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Sudarto bahwa undang-undang pidana khusus merupakan undang-undang pidana khusus merupakan undang-undang pidana selain kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan induk peraturan hukum pidana. Sudarto menjelaskan lebih lanjut bahwa apabila undang- undang pidana dibagi menurut isinya, maka undang-undang pidana itu dapat dibagi menjadi undang-undang pidana “dalam arti sesungguhnya” dan peraturan- peraturan hukum pidana dalam undang-undang tersendiri.4 Undang-undang pidana

“dalam arti sesungguhnya” merupakan undang-undang yang menurut tujuannya dimaksudkan mengatur hak memberi pidana dari negara dan contohnya adalah KUHP. Sedangkan peraturan-peraturan hukum pidana dalam undang-undang tersendiri merupakan peraturan-peraturan yang hanya dimaksudkan untuk memberi sanksi pidana terhadap aturan-aturan mengenai salah satu bidang yang terletak diluar hukum pidana.

3 Arief, B. N. 2012. Kebijakan formulasi ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan.

Semarang: Pustaka Magister. Hlm. 20

4 Sudarto.2006. kapitia Selekta Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Hlm. 59-60.

(6)

Berdasarkan penjelasan diatas alasan penulis tertarik untuk memilih topik pembahasan mengenai delik kejahatan dan pelanggaran dikarenakan di indonesia masih tedapat perbedaaan pemahaman terhadap delik kejahatan dan pelanggaran serta pembentuk undang-undang yang belum mengatur perbedaan keduanya antara kejahatan dan pelanggaran.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan suatu pokok masalah yang kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa itu pengertian delik?

2. Apa itu delik kejahatan dan pelanggaran?

3. Apa saja contoh kasus delik kejahatan dan pelanggaran?

4. Apa perbandingan kasus delik kejahatan dan pelanggaran yang terdapat di KUHP lama dengan rumusan KUHP yang baru?

1.3 Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah, berikut ini adalah tujuan masalah dari makalah ini:

1. Untuk mengetahui apa itu delik

2. Untuk mengetahui apa itu delik kejahatan dan pelanggaran

3. Untuk mengetahui contoh kasus yang terjadi di delik kejahatan dan pelanggaran

4. Untuk mengetahui perbandingan kasus yang terjadi di delik kejahatan dan pelanggaran yang terdapat di KUHP lama dengan rumusan KUHP yang baru

(7)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Delik

Istilah Delik pada dasarnya Istilah yang berasal dari terjemahan bahasa belanda, yaitu Delict atau Strafbaar feit. Namun,, dalam terjemahan bahasa Indonesia istilah delik telah digunakan pada beberapa istilah lain, diantaranya:

Peristiwa pidana, Perbuatan pidana, Pelanggaran pidana, Perbuatan yang dapat dihukum, dan Perbuatan yang boleh dihukum.5 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukum karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana. Lebih lanjut, menurut C.S.T. Kansil dalam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (1989), Delik adalah perbuatan yang melanggar undang-undang, dan oleh karena itu bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan. serta Menurut Hans Kelsen, Delik adalah suatu kondisi dimana sanksi diberikan berdasarkan norma hukum yang ada. Apabila melihat dari beberapa pengertian diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu delik apabila perbuatan itu memiliki unsur: Melawan Hukum, Merugikan Masyarakat, Dilarang oleh aturan pidana, Pelakunya diancam pidana.

Para pakar hukum pidana lainnya masing-masing memberikan pengertian berbeda mengenai strafbaar feit sebagai berikut :

1. Moeljatno

“Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”6

5 A.Fuas Usfa,dkk. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. UMM Press. Universitas Muhammdiyah

Malang,. Hal 31

6 Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, hal. 71.

(8)

2. Pompe

“Strafbaar feit adalah pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak disengaja telah dilakukan oleh seseorang pelaku dimana penjatuhan hukum terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.”7

3. Simons

“Strafbaarfeit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun dilakukan dengan tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.”

4. Hazewinkel Suringa

“Strafbaar feit adalah suatu perilaku manusia yang suatu saat tertentu telah ditolak didalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalam Undang- Undang”.

5. J. E Jonkers

Ia memberikan definisi strafbaar feit menjadi dua pengertian berikut : a. Definisi pendek, strafbaar feit adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang.

b. Definisi panjang, strafbaar feit adalah suatu kelakuan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja atau karena alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.

2.2 Delik Kejahatan Dan Pelanggaran

Pada masyarakat terdapat perbedaan dalam menyikapi makna kata kejahatan dan pelanggaran dan mengarah kepada adanya kekeliruan dalam

7 Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm.

181.

(9)

memahami arti, makna dan hakikat perbuatan kejahatan dan pelanggaran. Adapun masyarakat yang dimaksud disini, ada dalam tiga lapisan yakni;

a) kalangan The man on the street (awam).

b) lapis kedua kalangan the student (pelajar).

c) kalangan the yuristen (ahli/mahasiswa hukum).8

Makna kejahatan seringkali dimaknai sama dengan pelanggaran oleh masyarakat. Hal ini antara lain, secara kesejarahan bentuk hukum tertulis yang ada di adopsi dari Belanda, sehingga memungkinkan untuk diterjemahkan lebih jauh, bahkan dimaknai, ditafsirkan, diinterpretasikan. Namun karakter tertulis atau sistem tertulis sebagai corak hukum pidana dan tidak menghendaki bentuk penganalogian, namun disatu sisi perkembangan masyarakat yang melakukan perbuatan kejahatan dan pelanggaran yang semakin canggih “sophistiscated”

sehingga sulit terkualifaikasi sebagai delik selama para ahli hukum tidak berani pula menafsirkan hukum-hukum tertulis yang ada. Pada Pasal 1 (ayat 1), KUHP dikemukakan bahwa tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana/dihukum bila perbuatan tersebut tidak ada atau tiada disebut dalam suatu perundang-undangan pidana” (Nullum delictum nulla sine praevia lege).

Kejahatan ialah delik-delik yang melanggar kepentingan hukum dan juga membahayakan secara konkret, pelanggaran itu hanya membahayakan in abstracto saja. Secara kuantitatif pembuat Undang-undang membedakan delik kejahatan dan pelanggaran itu: Untuk mengetahui yang mana delik kejahatan dan yang mana pula delik pelanggaran, dalam KUHP lebih mudah karena jelas kejahatan pada buku II sedangkan pelanggaran pada buku III, tetapi tidak ada penjelasan mengenai kejahatan atau pelanggaran. Secara kuantitatif, pembuat undang – undang membedakan delik kejahatan dan pelanggaran seperti berikut:

a. Pasal 5 KUHP hanya berlaku bagi perbuatan – perbuatan yang merupakan kejahatan di Indonesia. Jika orang Indonesia melakukan delik di luar negeri

8 Apeldoorn. 1984. Inleiding tot de studie van het nederlandse recht. terj Pelajaran Ilmu Hukum di Perguruan Tinggi . Sinar Baru. Bandung. Hlm. 1-9.

(10)

yang digolongkan sebagai delik pelanggaran, maka dipandang tidak perlu di tuntut.

b. Percobaan dan membantu melakukan delik pelanggaran tidak pidana.

c. Pemidanaan anak di bawah umur tergantung pada apakah itu kejahatan atau pelanggaran.

Berdasarkan uraian tersebut, kita bisa membedakan bahwa kejahatan merupakan delik hukum dan pelanggaran merupakan delik undang-undang delik hukum adalah pelanggaran hukum yang melanggar rasa keadilan, misalnya perbuatan seperti pembunuhan, melukai orang lain, mencuri, dan lain-lain.

Adapun delik undang-undang adalah pelanggaran yang sudah ditentukan oleh undang-undang. Contohnya seperti keharusan untuk memiliki SIM bagi pengendara kendaraan bermotor di jalan umum atau mengenakan helm ketika mengendarai sepeda motor. Delik undang-undang tidak terkait sama sekali dengan keadilan. Mengenai jenis pidana, tidak ada perbedaan yang mendasar antara kejahatan dan pelanggaran. Hanya saja, pada pelanggaran tidak pernah diancamkan pidana penjara. Untuk mengetahui perbedaan delik kejahatan dan delik pelanggaran, sebaiknya dilihat dalam KUHP pidana.

Hakikat membedakan perbuatan/peristiwa/tindakan/delik kejahatan dan pelanggaran, oleh Jonkers dalam buku Zainal Abidin Farid, bahwa perihal

“kejahatan” dikatergorikan sebagai “rechtsdelicten”, perbuatan yang sangat tidak adil menurut filsafati, yaitu tidak bergantung pada ketentuan pidana yang ada,tetapi ada dan dirasakan dalam kesadaran diri manusia, berupa kesadaran batin manusia bahwa perbuatan itu adalah adalah perbuatan batil, tidak sah yang ditentukan oleh undang-undang. Lebih jelasnya Zainal Farid Abidin, bahwa delik kejahatan adalah perbuatan tercela oleh masyarakat dan pembuatnya patut diberi sanksi pidana, tanpa memperhatikan ketentuan pidana yang ada. Artinya jahatnya perbuatan itu itu karena penilaian masyarakat lalu ditetapkan oleh undang-undang sebagai kejahatan.9 Kata Kejahatan pada Kamus Hukum, yakni suatu tindak pidana yang tergolong berat, lebih berat dari sekedar pelanggaran; perbuatan yang

9 Zainal Abidin Farid. 2014. Hukum Pidana I. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm. 352.

(11)

sangat anti sosial, yang oleh negara dengan sadar menjatuhkan hukuman kepada pelakunya; perbuatan jahat; sifat yang jahat.10

Kata pelanggaran adalah wetsdelicten, atau suatu perbuatan tidak tercela bukan perbuatan kejahatan, namun pelaku/pembuatnya patut dihukum/dipidana dan ditetapkan oleh Negara/pembuat undang-undang sebagai delik dalam kerangka kepentingan menjaga dan mempertahankan ketertiban, keamanan umum, dan ketertiban umum yang gilirannya menjaga kemaslahatan dan kesejahteraan dan kesehatan umum.11 Kata pelanggaran dalam kamus hukum, yatu: Suatu jenis tindak pidana tetapi ancaman hukumannya lebih ringan dari pada kejahatan, baik yang berupa pelanggaran jabatan atau pelanggaran undang-undang (KUHP pasal 489).12

Pentingnya memahami perbedaan kejahatan dan pelanggaran, ditelusuri Eddy O.S. Hiariej dengan mengutip bukunya Piers Baire dan James Messerschmidt, bahwa tindak pidana atau legal definition of crime itu dibedakan mala in se yakni suatu kejahatan berupa perbuatan yang sejak awal dirasakan

“sejak manusia pertama kali ada”, sebagai suatu ketidak adilan karena bertentangan dengan kaidah-kaidah dalam masyarakat sebelum ditetapkan dalam undang-undang, sedang mala prohibita diidentikkan dengan pelanggaran, yakni perbuatan-perbuatan yang lebih dahulu ditetapkan dalam undang-undang, baru dinyatakan hukum13

Eddy O.S. Hiariej mengemukakan lebih lanjut bahwasanya dalam kosa kata lain perbedaan antara mala in se dan mala prohibita oleh para ahli hukum dibedakan menjadi felonies dan misdemeanor. Demikian juga dalam kosata kata Belanda yang membedakan kualifikasi perbuatan pidana ke dalam misdriff atau kejahatan dan overtreding atau pelanggaran. Dalam konteks ini, misdriff lebih

10 Soesilo Prajogo. 2007. Kamus Hukum Internasional dan Indonesia. wacana intelektual. Jakarta.

Hlm. 244.

11 Zainal Abidin Farid. 1995. Hukum Pidana I. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm. 352.

12 Soesilo Prajogo. 2007. Kamus Hukum Internasional dan Indonesia .Wipress. Jakarta. Hlm. 244.

13 Eddy O.S. Hiariej. 2014. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Cahaya Atma Pustaka. Yokyakarta.

Hlm. 101-102.

(12)

mengarah kepada rechtsdelicten atau mala in se sedangkan overtreding lebih mengarah kepada wetsdelicten atau mala prohibita.14

Pada naskah rancangan Kitab Undang Hukum Pidana (RUU KUUHPidana), terlihat sangat jelas dalam sistematika pembukuannya pada sub- sub pada daftar isi, ketentuan tentang kejahatan misdrijven dalam buku 2 dan ketentuan tentang Pelangaran overtredingen dalam buku 3 KUUHpidana, tidak lagi tersusun seperti itu. Artinya dalam RUUKUHPidana, kedua ketentuan dalam sistematika sub bab 2 dan 3, dijadikan sub tersendiri menjadi satu sub bab saja, yaitu sub tentang ketentuan Tindak Pidana buku 2 dan buku 1 tentang ketentuan umum, sehingga ketentuan tentang pelanggaran dihapus dan materinya ditampung dalam kualifikasi tindak pidana buku 2.

Beberapa alasan penghapusan kata kejahatan dan pelanggaran, dalam perkembangannya, tidak adanya konsistensi tentang rumusan unsur-unsur perbutannya dan sanksinya, sehingga hakikat dan makna dari perbuatan rechtsdelict (kejahatan) dikualifikasikan atau terkulifikasi dalam wetsdwlicht (pelanggaran). Kenyataan juga membuktikan bahwa persoalan berata atau ringannya kualitas dan juga dampak tindak pidana kejahatan dan pelanggaran juga relatif sehingga kriteria kualiatif semcam ini dalam kenyataannya tidak lagi dapat dipertahankan secara konsisten. Nampak beberapa aturan perundang-undangan menggunakan kata pelanggaran berat dengan konsekwensi sanksi yang diperberat, begitupun sebaliknya. Namun yang nampak adalah sepatutnya rumusan perbuatan tersebut adalah perbuatan kategori kejahatan dengan sanksi yang berat pula, Nampaknya kata kejahatan dan pelanggaran, khususnya kata kejahatan, semakin jarang digunakan, boleh jadi ada “upaya terselubung” pengkaburan, bahkan upaya itu nampak dalam RUU KUHP thn 2002, kejahatan dan pelanggaran terkulifikasi dalam ketentuan 2 buku, yakni buku 1 ketentuan umum, buku 2 tentang ketentuan Tindak Pidana.

14 Supriyadi. Penetapan Tindak Pidana Sebagai Kejahatan dan Pelanggaran Dalam Undang- Undang Pidana Khusus. 2015. Vol. 27. No. 3. Jurnal Mimbar Hukum. hlm. 391

(13)

2.3 Contoh Kasus Delik Kejahatan Dan Pelanggaran a. Contoh Kasus Delik Kejahatan

Pada hari Selasa tanggal 21 April 2020 sekira pukul 19.30 WIB, M Nazaruddin Firdaus bin Eddy Firdaus sebagai Terdakwa dipercaya oleh Saksi Neni Susana untuk menemani Sdr. M. Dean Fernando dan menunggu rumah milik Saksi Neni Susana yang beralamat di Perumahan Hurun Lestari Indah Blok E No.

6 RT/RW 004/001 Desa Hurun Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran dan pada hari tersebut Saksi Neni Susana dan suaminya Saksi Supriyono tidak berada di rumah, kemudian Terdakwa melihat pintu kamar Saksi Neni Susana terbuka lalu Terdakwa masuk kedalam kamar Saksi Neni Susana tanpa sepengetahuan Sdr. M. Dean Fernando dan saat di dalam kamar, Terdakwa melihat lemari tidak terkunci, kemudian Terdakwa membuka laci lemari dan mengambil perhiasan emas berupa 1 (satu) buah pasang perhiasan emas berbentuk anting 22 karat seberat 5 (lima) gram, 1 (satu) buah perhiasan emas berbentuk liontin 22 karat seberat 5 (lima) gram, dan 1 (satu) buah perhiasan emas berbentuk cincin 24 karat seberat 0,5 (nol koma lima) gram lalu perhiasaan tersebut dimasukkan oleh Terdakwa ke dalam saku celana jeans biru dongker milik Terdakwa, selanjutnya Terdakwa mengambil uang tunai sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) di atas laci dan dimasukkan ke dalam saku celana Terdakwa, setelah itu Terdakwa melanjutkan pekerjaannya lagi yaitu bersih-bersih rumah Saksi Neni Susana sambil menunggu Saksi M. Dean Fernando selesai mandi. Selanjutnya Terdakwa menjual seluruh perhiasan emas yang telah diambil tersebut seharga Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), uang hasil penjualan seluruh perhiasan emas sejumlah Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan uang tunai yang diambil dari laci kamar Saksi Neni Susana sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) diberikan oleh Terdakwa kepada anaknya. Akibat perbuatan Terdakwa, Saksi Neni Susana mengalami kerugian kurang lebih sejumlah Rp5.500.000,00 (lima juta lima ratus ribu rupiah) ditambah dengan uang tunai yang diambil Terdakwa sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

(14)

Berdasarkan fakta-fakta yang telah dijelaskan, maka Terdakwa telah melanggar “Pencurian dengan Pemberatan” sebagaimana diatur dalam Dakwaan:

Pasal 363 Ayat (1) ke (3) KUHP sehingga isi putusan yang dibacakan majelis Hakim Pengadilan Negeri Gedong Tataan, pada hari Selasa, tanggal 15 September 2020 sebagai berikut

MENGADILI:

1. Menyatakan Terdakwa M Nazaruddin Firdaus bin Eddy Firdaus tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pencurian dalam keadaan memberatkan” sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan tunggal;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;

5. Menetapkan barang bukti berupa:

- 1 (satu) buah celana jeans merek Reguler warna biru (pakaian yang tersangka gunakan pada saat melakukan pencurian);

- 1 (satu) buah kemeja lengan panjang merek The Executive warna putih (pakaian tersangka gunakan pada saat melakukan pencurian);

dirampas untuk dimusnahkan;

- 1 (satu) lembar nota kwitansi surat keterangan pembelian perhiasan emas yang dikeluarkan oleh Toko Mas Apollo Baru tertanggal 25 Juli 2014;

dikembalikan kepada Saksi Neni Susana binti Idris;

6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp5.000,00 (lima ribu rupiah)

b. Contoh Kasus Delik Pelanggaran

Pada hari Selasa, 18 Jul. 2023, Pengendara Sepeda Motor bernama Iksan telah melanggar Pasal 281 jo Pasal 77 ayat (1) KUHP dengan Perkara Lalu Lintas telah ditindak oleh Polisi dengan nomor seri surat tilang F8044518 sehingga

(15)

Majelis Hakim melakukan Persidangan dan juga telah membacakan Putusan pada hari Jumat, 21 Jul. 2023 dengan mengadili Pelanggar untuk membayar biaya Perkara sebanyak Rp.1.000,00, Subsider Kurungan (3 Hari) dan juga Pidana Denda sebanyak Rp.99.000,00

2.4 Perbandingan kasus delik kejahatan dan pelanggaran yang terdapat di KUHP lama dengan rumusan KUHP yang baru

a. Pencurian (Contoh Kasus Delik Kejahatan)

1. Setiap Orang diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun bila melakukan 5 perbuatan pencurian (Pasal 363 KUHP Lama) Sedangkan Setiap Orang diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun bila melakukan 7 perbuatan pencurian dengan tambahan pencurian benda suci keagamaan atau kepercayaan dan pencurian benda purbakala (Pasal 477 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA)

2. Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah (Pasal 364 KUHP Lama) sedangkan Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 476 dan Pasal 477 ayat (1) huruf f dan huruf g dilakukan tidak dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dan harga Barang yang dicurinya tidak lebih dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), dipidana karena pencurian ringan, dengan pidana denda paling banyak kategori II (Pasal 478 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA). Perbedaannya terdapat harga nominal untuk barang yang dicuri yang akan dianggap sebagai pidana ringan yang mana di dalam KUHP lama, harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima

(16)

rupiah, diancam karena pencurian ringan sedangkan dalam KUHP Baru, harga Barang yang dicurinya tidak lebih dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), dipidana karena pencurian ringan dan terdapat perbedaan lain, yang mana di KUHP Lama pencurian ringan tersebut mendapatkan hukuman penjara selama tiga bulan atau hukuman denda sedangkan dalam KUHP baru hanya dikenakan hukuman denda.

b. Pelanggaran Lalu Lintas (Contoh Kasus Delik Pelanggaran)

Tidak terdapat perbedaan yang ada di dalam KUHP Lama dan juga KUHP baru.

(17)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

1. Delik adalah perbuatan yang melanggar undang-undang, dan oleh karena itu bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan dan suatu perbuatan akan menjadi suatu delik apabila perbuatan itu memiliki unsur: Melawan Hukum, Merugikan Masyarakat, Dilarang oleh aturan pidana, Pelakunya diancam pidana.

2. Kata Kejahatan pada Kamus Hukum, yakni suatu tindak pidana yang tergolong berat, lebih berat dari sekedar pelanggaran; perbuatan yang sangat anti sosial, yang oleh negara dengan sadar menjatuhkan hukuman kepada pelakunya;

perbuatan jahat; sifat yang jahat. Kata pelanggaran adalah wetsdelicten, atau suatu perbuatan tidak tercela bukan perbuatan kejahatan, namun pelaku/pembuatnya patut dihukum/dipidana dan ditetapkan oleh Negara/pembuat undang-undang sebagai delik dalam kerangka kepentingan menjaga dan mempertahankan ketertiban, keamanan umum, dan ketertiban umum yang gilirannya menjaga kemaslahatan dan kesejahteraan dan kesehatan umum.

3. Setiap Orang diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun bila melakukan 5 perbuatan pencurian (Pasal 363 KUHP Lama) Sedangkan Setiap Orang diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun bila melakukan 7 perbuatan pencurian dengan tambahan pencurian benda suci keagamaan atau kepercayaan dan pencurian benda purbakala (Pasal 477 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA) dan juga Perbedaannya terdapat harga nominal untuk barang yang dicuri yang akan dianggap sebagai pidana ringan yang mana di dalam KUHP lama, harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan sedangkan dalam KUHP Baru, harga Barang yang dicurinya tidak lebih dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), dipidana karena pencurian ringan dan terdapat perbedaan lain, yang mana

(18)

di KUHP Lama pencurian ringan tersebut mendapatkan hukuman penjara selama tiga bulan atau hukuman denda sedangkan dalam KUHP baru hanya dikenakan hukuman denda.

3.2 Saran

Setiap Pembuat Perundang-Undangan seharusnya dapat untuk mengubah atau memperbaiki mengenai peraturan mengenai Pelanggaran agar ke depannya masyarakat dapat lebih perhatian lagi terdapat peraturan dan agar lebih baik lagi ke depannya.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Abidin Farid, Zainal. (1995). Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Abidin Farid, Zainal. (2014). Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika.

Apeldoorn. (1984). Pelajaran Ilmu Hukum di Perguruan Tinggi . Bandung: Sinar Baru.

B. N , Arief. (2012). Kebijakan formulasi ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan. Semarang: Pustaka Magister.

Chazawi, Adami. (2002). Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Chazawi, Adami. (2005). Pelajaran Hukum Pidana I. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hiariej, Eddy O. S. (2014). Prinsip-Prinsip Hukum Pidana.. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Lamintang. (1997). Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Prajogo, Soesilo. (2007). Kamus Hukum Internasional dan Indonesia . Jakarta:

Wipress.

Sudarto.(2006). Kapitia Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni.

Usfa, A.Fuas (2004). Pengantar Hukum Indonesia. Malang: UMM Press.

Universitas Muhammdiyah Malang.

2. Jurnal

Kartini, Sri. Identifikasi Berbagai Masalah Yuridis dalam Formulasi Perundang- Undangan Pidana. 2022. Vol. 3. No. 6. Jurnal Indonesia Sosial Sains.

Supriyadi. Penetapan Tindak Pidana Sebagai Kejahatan dan Pelanggaran Dalam Undang-Undang Pidana Khusus. 2015. Vol. 27. No. 3. Jurnal Mimbar Hukum.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini diatur dalam Pasal 341 KUHP mengenai tindak pidana pembunuhan anak sendiri yang baru dilahirkan yang diancam dengan pidana penjara maksimal tujuh tahun, dan di dalam Pasal

Didalam pasal 285 KUHP pelaku tindak pidana perkosan diancam dengan pidana 12 (dua belas) tahun penjara. Dan dalam hukum Islam perkosaan merupakan perbuatan zina dengan paksaan

Pasal 290 Kitab Undang-undang Hukum Pidana menyebutkan bahwa diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, kesatu, barangsiapa melakukan perbuatan cabul

Pelanggaran terhadap Pasal 156a KUHP tersebut diancam dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun. Berdasarkan pengaturan tersebut maka pertimbangan kelima dari Penjelasan Umum

a) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah seseorang yang ontoerekeningsvatbaar seperti yang tercantum dalam Pasal 44 KUHP. b) Apabila orang yang

“orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara

Menurut AKP Suwito, atas perbuatannya tersebut tersangka terancam dijerat dengan pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan ancaman hukuman tujuh tahun

Dalam draft KUHP 2007 Pasal 589 mengatakan: 1 Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangganya dipidana dengan pidana