MAKALAH
ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN
Disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Oleh Kelompok 2:
1. Nayla Nisa NPM: 248014004 2. Ayu Lestari Hasibuan
NPM: 248014089 3. Nova Aprillia Sari NPM: 248014048 Dosen Pengampu:
Dr. Rahmadi Ali, S.Pd.I., M.Pd.I.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL-WASHLIYAH T.A. 2024/2025
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang
“Ontologi ilmu pengetahuan”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa risalah Islam sebagai pedoman hidup yang sempurna bagi umat manusia.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dari bapak Dr. Rahmadi Ali, S.Pd.I., M.Pd.I. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang apa aja makna Ontopologi, aliran serta konsep ontopologi
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini.
Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca. Kami berharap, semoga makalah yang kami susun memberikan manfaat bagi para pembaca.
Lubuk Pakam, 9 Februari 2025 Penulis
Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu.
Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Dalam rumusan Lorens Bagus; ontology menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari Ontologi?
2. Apa saja aliran-aliran Ontologi?
3. Apa saja aspek-aspek Ontologi?
4. Apa pandangan pokok utama pemikiran Ontologi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Ontologi
2. Untuk mengetahui apa saja aliran-aliran dalam Ontologi 3. Untuk mengetahui aspek-aspek Ontologi
4. Untuk mengetahui apa pandangan pokok utama pemikiran Ontologi
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ontologi
Secara bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani yang asal katanya adalah “Ontos” dan “Logos”. Ontos adalah “yang ada” sedangkan Logos adalah
“ilmu”. Sederhananya, ontologi merupakan ilmu yang berbicara tentang yang ada. Secara istilah, ontologi adalah cabang dari ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakikat hidup tentang suatu keberadaan yang meliputi keberadaan segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.1
Menurut Jujun S. Suriasumantri menjelaskan bahwa pokok dari permasalahan yang menjadi objek kajian dari filsafat awalnya meliputi logika, etika, metafisika, dan politik yang kemudian banyak berkembang hingga menjadi cabang-cabang dari filsafat yang mempunyai bidang kajian lebih spesifik lagi yang kemudian disebut sebagai filsafat ilmu. Kata ilmu itu sendiri berasal dari Bahasa Arab yaitu dari asal kata ‘alima yang artinya
“pengetahuan”. Dalam Bahasa Indonesia, Ilmu dikenal dengan istilah Science yang berarti “pengetahuan”. Jadi, ilmu adalah pengetahuan.2
Terdapat beberapa pengertian ontologi berdasarkan pendapat para ahli filsafat yaitu:
1. Suriasumantri (2000) memaknakan ontologi metafisika ilmu mengenai apa yang mau kita tahu, seberapa jauh kita mau ketahui, ataupun, dengan tutur lain suatu analisis filosofi mengenai “terdapat”. Analisis ontologis hendak menanggapi pertanyaan, selanjutnya ialah:
a. Apakah objek ilmu yang hendak ditelaah,
b. Gimana bentuk yang penting dari objek itu, serta
1 Mahfud, Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dalam Pendidikan Islam, Cendekia:
Jurnal Studi Keislaman, Vol. 4, No.1, 2018, h. 84.
2 Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: IPB Press, 2016), h. 29.
c. Gimana ikatan antara objek mulanya dengan energi ambil orang (semacam berasumsi, merasa, serta mengindera) yang menghasilkan wawasan.
2. Soetriono (2007) berkata ontologi ialah azas dalam mempraktikkan batasan ataupun ruang lingkup bentuk objek penelaahan (objek ontologis ataupun obyek resmi dari wawasan) dan pengertian mengenai dasar realita (filsafat) dari obyek ontologi ataupun obyek resmi itu serta alas ilmu yang bertanya apa yang dikaji oleh wawasan serta umumnya berhubungan dengan alam realitas serta kehadiran.
3. The Lubang Gie (2010) pula beranggapan ontologi merupakan bagian dari metafisika bawah yang menguak arti dari sebuah keberadaan yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan, seperti :
a. Apakah maksudnya terdapat, perihal terdapat?
b. Apakah golongan- golongan dari perihal yang terdapat?
c. Apakah watak bawah realitas serta perihal terdapat?
d. Apakah cara- cara yang berlainan dalam manaentitas dari kategori- kategori logis yang berbeda (misalnya objek- objek fisis, penafsiran umum, abstraksi serta angka) bias dibilang terlihat?
Pengertian paling umum pada ontology adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri.3
Kajian ontologi dikaitkan dengan objek ilmu dalam pandangan Islam, terbagi menjadi dua yaitu: Pertama, objek ilmu yang bersifat materi, maksudnya adalah objek ilmu yang dapat didengar, dilihat, dan dirasakan. Contohnya ilmu sains, ilmu eksak, ilmu politik, sosial, budaya, psikologi, dan lain sebagainya.
Kedua, objek ilmu yang bersifat non-materi. Berlawanan dengan objek materi, pada non-materi ini tidak bisa didengar, dilihat, dan dirasakan. Hasil akhir dari
3 Ermida, Ardimen, Ontologi Ilmu Pengetahuan, Journal on Education, Vol. 06, No. 01, 2023, h. 3307-3308.
objek non-materi ini lebih sebagai kepuasan spiritual. Contohnya objek yang berbicara tentang ruh, sifat dan wujud Tuhan.4
B. Aliran-aliran Ontologi 1. Aliran Monoisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran:
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme.
Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atomatom itulah yang merupakan asal kejadian alam.
b. Idealisme
4 Novi Khomsatun, Pendidikan Islam Dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi, EDUCREATIVE: Jurnal Pendidikan Kreatif Anak, Vol. 4, No. 2, 2019, h. 229-231.
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati. Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.5
2. Aliran Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan rohani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam ini. Tokoh paham ini adalah Descater (1596-1650 SM) yang dianggap sebagai bapak filsufi modern).
3. Aliran Pluralisme
Paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata, tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara.
4. Aliran Nihilisme
5 Pama Bakri, dkk, Ontologi Filsafat, Jurnal Ilmiah Multidisiplin, Vol. 01. No. 03, 2023, h.
314.
Berasal dari bahasa Yunani yang berarti nothing atau tidak ada. Istilah nihilisme dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan tiga proporsi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh pengindraan itu tidak dapat dipercaya, pengindraan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.6
5. Aliran Agnostisisme
Agnostisisme adalah paham ketuhanan yang terletak antara teisme dan ateisme. Mereka itu bertuhan tidak dan tidak bertuhan juga tidak (Tafsir, Ahmad). Paham ini menjelaskan kemampuan manusia dalam mengetahui hakikat yang ada seperti air, api, batu, abstrak, hakikat materi dam hakikat rohani. Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos, yang berarti unknown. A artinya not, gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh- tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum , tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-
6 Suwadi Endraswara, Filsafat Ilmu, cetakan 3, (Yogyakarta: PT BUKU SERU, 2021), h.
101.
satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri.7
C. Aspek Ontologi
Ontologi, sebagai cabang utama dari filsafat, berfokus pada studi tentang keberadaan atau realitas serta bagaimana entitas diklasifikasikan dan dihubungkan satu sama lain. Dalam konteks filsafat ilmu, aspek ontologi berkaitan dengan bagaimana ilmu pengetahuan memahami dan mendefinisikan objek-objek kajiannya. Beberapa aspek penting dalam ontologi antara lain:
1. Hakikat Keberadaan (Nature of Being)
Aspek ini mengkaji apa yang dimaksud dengan "ada". Pertanyaan mendasar seperti "Apa yang benar-benar ada di dunia ini?" menjadi pusat perhatian. Ontologi mempertanyakan apakah realitas hanya terdiri dari hal-hal yang dapat diamati secara fisik, ataukah mencakup juga konsep abstrak seperti nilai, ide, dan pikiran 8.
2. Klasifikasi Entitas (Categorization of Entities)
Ontologi berusaha mengelompokkan segala sesuatu yang ada dalam kategori tertentu. Aristoteles, misalnya, membagi entitas menjadi substansi dan aksiden. Substansi merujuk pada hal yang dapat berdiri sendiri seperti manusia, pohon, atau batu, sedangkan aksiden merujuk pada karakteristik atau atribut seperti warna atau bentuk 9.
3. Hubungan Antara Subjek dan Objek
Aspek ini membahas bagaimana manusia sebagai subjek berinteraksi dengan objek di dunia nyata. Apakah objek-objek tersebut eksis secara independen dari kesadaran manusia (realisme) atau apakah mereka hanya ada sejauh dipersepsikan oleh subjek (idealisme) 10.
7 A. Rusdiana, Bahan Ajar Filsafat Ilmu, (Bandung: UIN SGD BANDUNG, 2018), h.
101-102.
8 Rethinking Sartre, Forms of Life and Subjectivity Rethinking Sartre ’ s Philosophy, 2021, https://doi.org/10.11647/OBP.0259.
9 Barry Smith, “THE RELEVANCE OF PHILOSOPHICAL ONTOLOGY TO INFORMATION AND COMPUTER SCIENCE,” 2014, 75–83.
10 Rasmus Jaksland, “Naturalized Metaphysics in the Image of Roy Wood Sellars and Not Willard Van Orman Quine,” 2024, 214–30,
4. Dimensi Ruang dan Waktu
Ontologi juga mengkaji apakah ruang dan waktu merupakan bagian dari realitas itu sendiri atau hanya kerangka yang digunakan manusia untuk memahami dunia. Dalam ilmu modern, seperti fisika, ruang dan waktu dianggap sebagai bagian integral dari struktur alam semesta, sebagaimana dijelaskan dalam teori relativitas 11.
5. Esensi dan Eksistensi
Ontologi membedakan antara esensi (apa sesuatu itu) dan eksistensi (fakta bahwa sesuatu itu ada). Misalnya, konsep tentang "manusia" memiliki esensi tertentu seperti rasionalitas, tetapi eksistensi manusia tertentu tergantung pada kehadirannya di dunia nyata 12.
6. Realitas Material vs. Non-Material
Ontologi juga membedakan antara realitas material (yang dapat dilihat dan disentuh) dan non-material (seperti pikiran, jiwa, atau konsep abstrak).
Dalam konteks Islam, hal ini terlihat dalam pembagian objek ilmu menjadi materi dan non-materi, seperti disebutkan dalam kajian filsafat Islam klasik 13.
D. Pandangan Pokok Utama Pemikiran Ontologi
Dalam filsafat, ontologi mencakup berbagai pandangan utama yang mencoba menjelaskan hakikat keberadaan dan realitas. Pandangan ini membantu membentuk bagaimana ilmu pengetahuan memandang objek kajian dan cara manusia memahami dunia di sekitar mereka. Beberapa pandangan pokok utama dalam ontologi meliputi:
1. Realisme
Realisme adalah pandangan bahwa realitas atau keberadaan sesuatu itu independen dari pikiran atau persepsi manusia. Artinya, objek-objek di dunia ini
https://doi.org/10.1111/meta.12677.
11 Marco Jacob Nathan, “Neural Mechanisms New Challenges in the Philosophy of Neuroscience,” no. January 2021 (2023),
https://doi.org/10.1007/978-3-030-54092-0.
12 Thomas Luckmann, “Ontological Realism and the Social Construction of Reality ,” no. February 2005 (2007): 3–8.
13 Jan Recker, “Epistemological Perspectives on Ontology-Based Theories for Conceptual Modeling QUT Digital Repository :,” no. January 2008 (2014).
tetap ada dan memiliki sifat-sifat tertentu, terlepas dari apakah kita mengamatinya atau tidak. Realisme banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan alam, di mana fenomena fisik dianggap memiliki eksistensi objektif. Misalnya, hukum gravitasi dianggap ada dan berlaku, bahkan jika tidak ada manusia yang mengamati atau memahaminya 14..
2. Idealisme
Berlawanan dengan realisme, idealisme berpendapat bahwa realitas bergantung pada pikiran atau persepsi. Menurut idealisme, yang benar-benar
"ada" adalah ide atau konsep yang ada dalam pikiran. George Berkeley, salah satu tokoh idealisme, menyatakan bahwa "esse est percipi" (menjadi ada adalah menjadi dipersepsikan). Dalam pandangan ini, dunia fisik hanyalah cerminan dari ide-ide yang ada dalam kesadaran 15.
3. Materialisme (Fisisme)
Materialisme menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada pada dasarnya adalah materi atau hasil dari interaksi materi. Dalam pandangan ini, fenomena mental seperti pikiran dan kesadaran dianggap sebagai hasil dari proses fisik di otak. Materialisme menjadi landasan bagi banyak cabang ilmu pengetahuan modern, seperti biologi, fisika, dan neurosains 16.
4. Dualisme
Dualisme adalah pandangan bahwa realitas terdiri dari dua substansi yang berbeda: materi dan pikiran. Tokoh terkenal dari pandangan ini adalah René Descartes, yang memisahkan antara res extensa (substansi yang dapat diperluas, yaitu materi) dan res cogitans (substansi berpikir, yaitu pikiran).
Dualisme mencoba menjawab bagaimana interaksi antara tubuh fisik dan pikiran non-fisik terjadi 17.
14 A F Udin and S Bahri, “HEIDEGGER : UNDERSTANDING AND
INTERPRETATION AS DAS SEIN EXISTENTIAL ( Analysis of Verses of God ’ s Appreciation on Humans in Tafsir Ibn Katsīr )” 2, no. 1 (2024): 296–304.
15 Smith, “THE RELEVANCE OF PHILOSOPHICAL ONTOLOGY TO INFORMATION AND COMPUTER SCIENCE.”
16 Jaksland, “Naturalized Metaphysics in the Image of Roy Wood Sellars and Not Willard Van Orman Quine.”
17 Nathan, “Neural Mechanisms New Challenges in the Philosophy of Neuroscience.”
5. Eksistensialisme
Eksistensialisme menekankan pentingnya keberadaan individu dan kebebasan untuk menentukan makna hidupnya sendiri. Jean-Paul Sartre, salah satu tokoh eksistensialisme, menyatakan bahwa eksistensi mendahului esensi, yang berarti manusia ada terlebih dahulu, kemudian menentukan esensi atau makna hidupnya melalui pilihan dan tindakan 18.
6. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah pandangan bahwa realitas dipahami melalui konstruksi sosial dan pengalaman individu. Menurut pandangan ini, pengetahuan dan makna tidak ditemukan begitu saja, tetapi dibentuk oleh interaksi sosial, budaya, dan bahasa. Dalam konteks ilmu sosial, konstruktivisme menekankan bahwa kenyataan adalah hasil dari konsensus atau persepsi bersama dalam masyarakat 19.
18 Luckmann, “Ontological Realism and the Social Construction of Reality .”
19 Recker, “Epistemological Perspectives on Ontology-Based Theories for Conceptual Modeling QUT Digital Repository :”
BAB III KESIMPULAN
Ontologi sebagai cabang utama filsafat ilmu memegang peranan penting dalam memahami hakikat keberadaan dan realitas yang menjadi dasar dari berbagai pengetahuan ilmiah. Ontologi tidak hanya membahas tentang apa yang ada, tetapi juga bagaimana sesuatu itu ada, bagaimana hubungan antar-entitas, serta bagaimana manusia memahaminya. Secara etimologis, ontologi berasal dari bahasa Yunani ontos (yang ada) dan logos (ilmu), yang berarti studi tentang keberadaan. Dalam filsafat ilmu, ontologi mempertanyakan objek yang ditelaah oleh ilmu, baik yang bersifat materi seperti fenomena fisik yang dapat diamati, maupun non-materi seperti konsep spiritual dan abstrak.
Berbagai aliran pemikiran ontologi memperkaya perspektif dalam memahami realitas, seperti Monisme yang menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari satu hakikat, Dualisme yang memisahkan antara materi dan roh, serta Pluralisme yang mengakui keberagaman bentuk realitas. Selain itu, terdapat Nihilisme yang menyangkal adanya realitas yang mutlak, dan Agnostisisme yang meragukan kemampuan manusia untuk mengetahui hakikat keberadaan sepenuhnya.
Aspek-aspek penting dalam ontologi meliputi hakikat keberadaan, klasifikasi entitas, hubungan antara subjek dan objek, serta pemahaman tentang ruang dan waktu. Ontologi juga membedakan antara esensi (apa sesuatu itu) dan eksistensi (fakta bahwa sesuatu itu ada). Dari sudut pandang pemikiran, ontologi melahirkan beberapa pandangan utama seperti Realisme, yang meyakini bahwa realitas ada secara independen dari pikiran manusia, Idealisme yang menyatakan bahwa realitas bergantung pada persepsi, serta Materialisme yang berpendapat bahwa segala sesuatu terdiri dari materi. Selain itu, terdapat Dualisme yang memisahkan dunia fisik dan mental, Eksistensialisme yang menekankan kebebasan individu dalam menentukan makna hidupnya, dan Konstruktivisme yang melihat realitas sebagai hasil dari konstruksi sosial dan pengalaman individu.
Dengan memahami ontologi, kita dapat lebih memahami bagaimana ilmu pengetahuan dikembangkan, bagaimana kebenaran didefinisikan, serta bagaimana manusia memaknai eksistensinya di dunia ini. Ontologi bukan hanya menjadi dasar pemikiran filosofis, tetapi juga fondasi penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu.