• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH GADAR KELOMPOK 36

N/A
N/A
RISHI FANBELA

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH GADAR KELOMPOK 36"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI DAN TERAPI DIET PADA GANGGUAN SYSTEM PENCERNAAN : KERACUNAN

Disusun oleh : KELOMPOK 36

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU TAHUN 2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan Makalah Keperawatan Gawat Darurat yang berjudul

“Patofisiologi, Farmakologi, dan Terapi Diet Pada system pencernaan .

Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada segenap pihak atas sumbangsihnya yang sudah ikut terlibat dalam penyusunan tugas makalah ini karena telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya dengan segenap kerendahan hati bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penampilan maupun dari segi kualitas isi materi dalam makalh ini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun demi kesempurnaan untuk penulisan berikutnya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan pembaca.

Bandar Lampung, 21 September 2023 Penulis

i

(3)

DAFTAR ISI COVER

DAFTAR ISI……….. i

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG……… 1

B. TUJUAN………. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP TEORI KERACUNAN MAKANAN………. 3

B. PATOFISIOLOGI KERACUNAN MAKANAN……… 5

C. TERAPI FARMAKOLOGI KERACUNAN……… 6

D. TERAPI DIET UNTUK KERACUNAN………. 7

BAB III PEMBAHASAN A. EVIDENCE BASED PRACTICE……… 8

BAB IV KESIMPULAN ………. 10 DAFTAR PUSTAKA

ii

(4)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keracunan makanan menurut Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016) adalah suatu gangguan atau masalah pada system pencernaan yang ditimbulkan karena mengkonsumsi makanan yang kurang sehat atau mengandung bibit penyakit dan terkontaminasi. Terkontaminasinya makanan tersebut dapat diakibatkan oleh bakteri, bahan kimia, jamur tertentu, atau juga virus. Kejadian keracunan makanan pada umumnya menimbulkan banyak korban dalam waktu yang bersamaan karena mengkonsumsi makanan yang sama. Pada umumnya keracunan makanan diawali dengan gejala pusing atau kepala terasa sakit, perasaan mual, hingga muntah. Bahkan, pada beberapa kasus dapat menimbulkan kematian (Pusat Krisis Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Menurut UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Cemaran Pangan adalah bahan yang tidak sengaja ada dan/atau tidak dikehendaki dalam Pangan yang berasal dari lingkungan atau sebagai akibat proses di sepanjang Rantai Pangan berupa cemaran biologis, cemaran kimia logam berat, mikotoksin, zat radioaktif, dan cemaran kimia lainnya, residu obat hewan dan pestisida maupun benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

Cemaran dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu cara pengolahan makanan, alat yang digunakan dalam proses pengolahan makanan, serta lingkungan tempat makanan tersebut diolah. Cemaran juga dapat berasal dari cemaran/bahaya Fisik, cemaran biologi/ mikrobiologi ,serta cemaran kimia. Selain itu cemaran dapat bersumber dari kontak langsung antara manusia dengan makanan, terutama manusia yang sedang sakit karena dapat menularkan sakitnya melalui makanan saat kontak langsung dengan makanan tersebut baik dengan sengaja atau tidak (Ulfa, 2021). Makanan yang tercemar/terkontaminasi dapat menyebabkan penyakit

(5)

bawaan makanan/Foodborne disease. Salah satu agen penyebabnya adalah makanan yang terkontaminasi Salmonella sp. (Arlita, 2014).

B. Tujuan

Tujuan yang ingin kami capai dari penyusunan makalah ini adalah : 1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat 2. Mengetahui definisi dari keracunan makanan

3. Memperoleh gambaran Patofisiologi, Farmakologi, dan Terapi Diet Pada system pencernaan

4. Agar mengetahui terapi diet untuk kasus keracunan

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keracunan

1. Definisi Keracunan makanan

Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.

Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Keracunan atau intoksinasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain

Keracunan makanan adalah kondisi yang ditkorban/klieni dengan munculnya mual, muntah, atau diare setelah mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi. Kontaminasi tersebut dapat disebabkan oleh kuman atau racun yang masuk ke dalam makanan (Pittara, 2022)

Menurut Selinawati (Selinaswati, 2018), Keracunan makanan adalah jenis keracunan yang sering di alami oleh anak usia sekolah. Keracunan berasal dari beberapa jajan makanan yang belum terjamin kebersihannya. Menurut Gupta (Gupta, 2018), 3 bakteri penyebab keracunan makanan adalah E. Coli, Salmonella dan listeria. E. Coli merupakan bakteri yang paling berbahaya, biasanya ditemukan pada makanan yang terkontaminasi, makanan yang dimasak belum terlalu matang. Tkorban/klien keracunan E.Coli sendiri adalah diare tanpa demam, dengan 5% kasus kejadian memburuk menjadi gagal

(7)

ginjal. Tkorban/klien keracunan makanan karena Salmonella bisa tanpa tkorban/klien gejala, naun bisa juga mengalami mual, muntah sampai diare.

2. Penyebab keracunan makanan

Keracunan makanan disebabkan oleh konsumsi telur mentah atau makanan laut, atau konsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri seperti bakteri salmonella. Kontaminasi dapat terjadi pada saat proses produksi primer, seperti pada saat penanaman atau pengangkutan, atau pada saat pengolahan untuk dikonsumsi. (Pittara, 2022)

Keracunan makanan juga bisa terjadi akibat mengonsumsi buah dan sayuran yang kotor atau tidak dicuci dengan baik, atau tanaman beracun.

Pengolahan makanan beku yang tidak benar, misalnya sembarangan mencairkan daging sapi atau ayam, juga bisa menyebabkan keracunan makanan (Pittara, 2022)

3. Tanda dan Gejala Keracunan makanan

Gejala yang muncul akibat keracunan makanan bervariasi, tergantung pada zat yang mengkontaminasi makanan yang dikonsumsi. Gejala yang sering muncul antara lain diare, mual, muntah, perut kencang atau kram perut, sakit perut melilit, dan sakit kepala (Pittara, 2022)

Menurut (Rorong & Wilar, 2020), tkorban/klien dan gejala keracunan makanan yang umum dijumpai pada pasien/korban adalah :

a. Masalah Penglihatan

Gejala botulisme yang umum dan dapat dikenali dengan mudah adalah terjadinya masalah penglihatan, terlebih bila mengalami penglihatan buram atau berbayang, gejala lain dari mata, yaitu kelopak mata yang tampak menurun

b. Perubahan yang Signifikan pada Sistem Saraf

Kelemahan otot, berbicara cadel, dan kesulitan menelan terjadi karena racun dari bakteri penyebab botulisme telah menginfeksi sistem saraf. Ketika botulisme menyerang saraf, akan melemahkan tonus otot di seluruh tubuh, dimulai dari bahu, lengan, paha, betis, dan berakhir di kaki. Apabila

(8)

kelemahan otot ini diabaikan dan botulisme tidak diobati, dapat mengalami kelumpuhan.

c. Mulut dan Saluran Pencernaan

Pada saluran pencernaan, gejala yang muncul adalah mual, muntah, dan sakit perut. Oleh karena itu, harus memastikan bahwa semua makanan yang hendak dikonsumsi telah benar-benar bersih, dipilih dari bahan yang terjamin kualitasnya, dan dimasak sampai matang

B. Patofisiologi Keracunan

Patofisiologi keracunan makanan dibagi berdasarkan mekanisme yang mendasari dan patogen. Secara umum patofisiologinya dapat dibagi menjadi toksik dan tidak toksik; patogen usus kecil dan usus besar; patogen invasif dan non-invasif (Luthfiyani, 2022) :

1. Toksin dan Nontoksin

Beberapa patogen penyebab keracunan makanan menghasilkan racun yang menimbulkan gejala keracunan. Toksin ini terbagi menjadi dua jenis yaitu toksin pra-konsumen dan toksin pasca-konsumen. Racun yang dihasilkan dalam makanan atau sebelum dikonsumsi biasanya menimbulkan gejala lebih cepat, sekitar 2 hingga 12 jam. Racun ini dapat menyerang saluran cerna atau sistem saraf pusat.

Beberapa patogen yang menghasilkan racun di luar tubuh antara lain Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium botulinum, dan Clostridium perfringens. Gejala biasanya hilang dengan cepat, kecuali Clostridium botulinum. Penyakit lain yang dapat menyerang sistem pencernaan adalah intoleransi makanan. Racun yang lahir di dalam tubuh atau tercipta setelah tertelan memiliki masa inkubasi yang lebih lama, yaitu 24 jam atau lebih. Diare, berdarah atau tidak, dapat terjadi. Contoh patogen yang menghasilkan racun dalam tubuh adalah Escherichia coli. Patogen yang tidak menghasilkan racun merusak sel epitel saluran cerna dan dapat menembus sawar usus. Hal ini dapat menyebabkan diare persisten, diare inflamasi, atau infeksi sistemik. Patogen yang tidak menghasilkan racun antara lain Cryptosporidium, Shigella, Salmonella, Listeria monocytogenes dan virus.

2. Patogen (Usus Halus dan Usus Besar)

(9)

Patogen dapat berada di usus halus maupun usus besar. Patogen di usus halus akan mengganggu sekresi dan absorpsi sehingga diare yang timbul biasanya dalam jumlah banyak dan sangat berair. Diare dalam jumlah banyak ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit atau asam basa.Usus besar memiliki fungsi sekresi dan absorpsi yang lebih sedikit dibandingkan usus halus sehingga diare tidak profus, namun sering mengandug mukus atau darah

3. Patogen Invasif dan Noninvasif

Patogen yang bersifat invasif akan menyebabkan diare inflamatori. Proses invasi ini melalui kerusakan sel epitel saluran pencernaan, baik yang dirusak secara langsung, maupun kerusakan oleh sitotoksin. Manifestasi yang timbul biasanya adalah diare berdarah. Pada pemeriksaan feses, dapat ditemukan sel darah putih. Untuk patogen yang tidak menginvasi, epitel saluran pencernaan akan mengalami iritasi dan timbul diare yang berair tanpa adanya sel darah putih pada pemeriksaan feses

C. Terapi Farmakologi Keracunan 1. Tata Laksana Umum

Pada umumnya, rehidrasi merupakan tata laksana suportif yang utama dalam penatalaksanaan keracunan makanan. Rehidrasi dapat diberikan menggunakan cairan rehidrasi oral yang telah distkorban/klienrisasi oleh WHO.

Larutan ini mengandung elektrolit dan karbohidrat yang seimbang. Terapi ini terbukti dapat menangani dehidrasi pada segala kelompok usia, terutama pada anak dengan risiko dehidrasi yang lebih tinggi.

Selain dengan rehidrasi tata laksana umum yang diberikan adalah dengan memberikan anti diare dan anti emetic. Antidiare seperti antimotilitas, antikolinergik, maupun adsorben tidak direkomendasikan diberikan kepada anak, terutama anak berusia di bawah 2 tahun Akan tetapi, pemberian loperamide dan bismuth subsalisilat dinilai efektif pada pasien dewasa dengan diare (Faure C, 2017). Penggunaan antiemetik pada anak dapat mengurangi gejala, kebutuhan rawat inap, dan pemberian cairan melalui intravena.

Ondansentron dosis tunggal pada anak dapat digunakan untuk mengurangi muntah.

2. Tata laksana khusus

(10)

Tata laksana khusus yang bisa diberikan pada keracunan makanan adalah dengan pemberian netralisasi cairan, pengupayaan muntah, pemberian anti botollinum serum, serta pemeriksaan laboraturium. dr Gabrielan dalam (Luthfiyani, 2022) menjelaskan tata laksana khusus untuk kasus keracunan makanan yang belum diketahui penyebabnya adalah pemberian antibiotik empiris. Antibiotik empiris dapat diberikan pada kasus keracunan makanan yang mengalami demam, tkorban/klien penyakit invasif, gejala menetap lebih dari satu minggu, atau membutuhkan rawat inap. Antibiotik yang diberikan adalah fluorokuinolon untuk dewasa dan kotrimoksazol pada anak.

D. Terapi Diet Untuk Keracunan

Beberapa terapi diet yang dapat diberikan pada kasus keracunan makanan menurut dr kallakota dalam (Katie McCallum, 2023) :

1. 0-6 jam pasca kejadian

Korban/klien kehilangan cukup banyak cairan saat berjuang melawan gejala klasik penyakit perut dan keracunan makanan – muntah, diare – yang dapat membuat Korban/klien berisiko mengalami dehidrasi. Namun, setelah muntahnya reda, Dr. Kalakota memberi lampu hijau untuk mulai melakukan rehidrasi dengan cara menghisap serpihan es atau es loli.

2. 6 jam pasca kejadian

Korban dapat diinstruksikan untuk menyedot serpihan es dan semuanya tetap tenang, Dr. Kalakota merekomendasikan untuk selanjutnya meminum cairan bening. Makanan yang mengandung sejumlah kalori juga dapat membantu menenangkan Korban/klien hingga Korban/klien siap untuk mengonsumsi makanan padat lagi. Hindari minuman yang berkarbonasi. Pemberian cairan intravena dapat diberikan pada kasus ini.

3. 24 Jam pasca kejadian : diet makanan hambar

Korban/klien bisa memulainya dengan apa yang disebut diet BRAT, yang merupakan singkatan dari: Banana, Rice, Apple. Dan jika Korban/klien tidak menyukai salah satu diet tersebut, daopat diganti dengan memilih sesuatu yang hambar seperti biskuit, bubur jagung, oatmeal biasa.

(11)

BAB III

EVIDENCE BASED PRACTICE

A. Definisi

EBP sendiri dapat diartikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk memanfaatkan atau menggunakan evidence atau bukti (Research dan quality improvement), decision making dan nursing expertise untuk membimbing dalam pemberian asuhan keperawatan atau pelayanan yang holistic kepada pasien. EBP pada dasarnya sangat diperlukan untuk dapat mencapai patient outcomes, menghindari intervensi yang tidak perlu dan tidak sesuai dan tentu saja mengurangi/menghindari komplikasi hasil dari perawatan dan juga pengobatan.

(Sulistyowati & Suyanto, 2019) B. Tujuan EBP

EBP bukan merupakan satu-satunya langkah atau metode untuk memberikan pelayanan yang maksimal dan berkualitas. Tapi, EBP dapat dikatakan sebagai salah satu langkah yang dapat menjamin pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat adalah berkualitas, tepat sasaran dan memang didasarkan oleh studi yang kredibel dan dapat dipercaya. (Sulistyowati & Suyanto, 2019)

C. Langkah-langkah EBP

1. Ask = meminta, mengubah kebutuhan informasi menjadi pertanyaan klinis yang dapat di jawab

2. Acquire = memperoleh, melacak bukti terbaik untuk menjawab pertanyaan 3. Appraise = menilai, secara kritis mencari bukti untuk menghasilan dampak

validitas dan penerapan

4. Apply = menerapkan, mengintegrasikan bukti ke dalam pengambilan keputusan klinik

5. Audit = meninjau, mengevaluasi langkah 1-4 untuk mencari cara lain yang lebih meningkat/ lebih baik

(12)

D. Analisa masalah menggunakan PICOT

Dari hasil observasi di lapangan diketahui masih banyaknya responden yang tidak mencuci tangan dikarenakan mereka sudah terbiasa tidak mencuci tangan serta sarana air bersih yang jarang ditemukan, bahkan ada yang mencuci tangan menggunakan air untuk mencuci peralatan. Di tempat-tempat berjualan yang tersedia tempat air bersih juga ditemukan pedagang makanan jajanan yang tidak mencuci tangannya karena merasa malas harus mondar-mandir setiap akan menangani makanan, terlebih saat pembeli yang hampir seluruhnya anak-anak datang dalam jumlah banyak ketika waktu istirahat dan pulang sekolah.

Kebersihan diri yang buruk seperti: bersin didekat makanan, meludah, merokok ataupun tidak mencuci tangan menyebabkan kontaminasi silang terhadap makanan yang disajikan atau diproses. Kontaminasi silang dapat menyebabkan makanan tercemar sehingga kuman penyebab diare masuk kedalam tubuh dan menginfeksi saluran pencernaan. Dari hasil survey juga masih ditemukan adanya pedagang makanan jajanan yang tidak mengeringkan peralatannya dengan lap yang bersih. Hal ini dikarenakan mereka beranggapan bahwa peralatan yang sudah dicuci cukup ditiriskan saja sampai kering sehingga tidak perlu dilap kembali.

Selain itu, meskipun peralatan yang dicuci sudah kering, lap yang digunakan untuk mengeringkan peralatan terlihat sudah lusuh. Penggunaan lap yang sudah kotor untuk mengelap peralatan dapat mencemari makanandikarenakan mikroorganisme dapat berpindah ke peralatan tersebut. masih ditemukan responden yang menggunakan bahan olahan yang tidak terdaftar di Departemen Kesehatan.

(13)

.

BAB IV

KESIMPULAN

Dari penyusunan makalah ini penulis dapat menarik kesimpulan bahwa keracunan dapat dicegah dengan tata cara pengolahan makanan yang benar. Dimulai dari cara pemilihan makanan, cara membersihan makanan dari sisa insectida yang tertinggal, cara menholah makanan yang baik dan benar, cara menjaga kebersihan agar tidak terkontaminasi.

Saran penelitian, perlu adanya renovasi model dalam menjual produk makanan jajanan yang sesuai dengan standar kesehatan selain itu juga perubahan tersebut menunjang cara pengolahan yang lebih baik. Kepada tenaga pengolah tetap memperhatikan kondisi personal hygienitas masing-masing, hal ini akan berdampak terhadap nilai gizi makanan jajanan yang dikonsumsi..

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Arlita, Y. (2014). IDENTIFIKASI BAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN SALMONELLA SP. PADA MAKANAN JAJANAN BAKSO TUSUK DI KOTA MANADO . 4(1).

Faure C. (2017). Role of antidiarrhoeal drugs as adjunctive therapies for acute diarrhoea in children. International Journal of Pediatrics.

Gupta, P. (2018). Poisonous foods and food poisonings. In Illustrated Toxicology (pp.

285–307). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-813213-5.00010-9

Katie McCallum. (2023, July 13). Apa yang Harus Dimakan Setelah Keracunan Makanan atau Sakit Perut. Rumah Sakit Metodis Houston.

Luthfiyani, dr shofa. (2022). Patofisiologi Keracunan Makanan. AloMedika.

Pittara, dr. (2022, April 22). Pengertian Keracunan Makanan.

Pusat Krisis Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016, June 7).

Pertolongan Pertama Menghadapi Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Makanan. https://pusatkrisis.kemkes.go.id/pertolongan-pertama-menghadapi- kejadian-luar-biasa-klb-keracunan-makanan

Rorong, J. A., & Wilar, W. F. (2020). KERACUNAN MAKANAN OLEH MIKROBA.

2(2).

Selinaswati, S. (2018). PERAN SEKOLAH DALAM ANTISIPASI KERACUNAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH-PJAS. Jurnal Socius: Journal of Sociology Research and Education, 4(2), 126. https://doi.org/10.24036/scs.v4i2.18 Sulistyowati, D., & Suyanto. (2019). MODUL BAHAN AJAR CETAK KEPERAWATAN

PROFESI (Siti Lestari (ed.); 1st ed., Vol. 1). Poltekes Surakarta.

Ulfa, R. (2021). Mengenal Ragam Cemaran Pada Makanan.

(15)

https://pertanian.jogjakota.go.id/detail/index/15054

Referensi

Dokumen terkait

Tugas perkembangan masa anak menurut Munandar adalah belajar berjalan, belajar mengambil makanan yang padat, belajar berbicara, toilet training, belajar membedakan jenis kelamin

Menurut Potter (2008), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan,

1) Pengosongan distimulasi secara refleks saat merespons terhadap peregangan lambung, pelepasan gastrin, kekentalan kimus, dan jenis makanan. Karbohidrat dapat

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rezki Amalia obesitas disebabkan oleh karena ketidakseimbangan antara jumlah makanan yang masuk dan keluar, serta

Menurut beberapa ahli kimia nitrit yang masuk ke dalam tubuh melalui bahan pengawet makanan akan bereaksi dengan amino dalam reaksi yang sangat lambat

%3.. Sporooa hidup sebagai parasit pada hewan maupun manusia dengan menyerap makanan dari dalam tubuh inangnya. Salahsatu jenis sporooa yang hidup sebagai parasit

Kepekaan indra pengecap (lidah) setiap orang dalam hal menerima rangsang ras berbeda-beda. Salah satunya disebabkan oleh kebiasaan. Misalnya, orang yang biasa makan makanan

Pantai Ancol merupakan kawasan wisata akan tetapi tepi Panatai Ancol telah mengalami degradasi kualitas lingkungan yang disebabkan meningginya kandungan limbah yang masuk ke hilir, di