• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara

N/A
N/A
kurniasari linda

Academic year: 2024

Membagikan "makalah Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

HUKUM ACARA DAN PRAKTEK PERADILAN TATA USAHA NEGARA

DOSEN PENGAMPUH :

DR. DONNA OKTHALIA SETIABUDHI, SH., MH

DISUSUN OLEH :

KURNIASARI MELODY LINDA 210711010528

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

TAHUN 2024

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Tuhan yang Maha Kuasa atas segala berkat penyertaan- Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan dan menyusun makalah mengenai “HUKUM ACARA DAN PRAKTEK PERADILAN TATA USAHA NEGARA”.

Makalah ini berisi mengenai materi lingkungan kekuasaan peradilan, penyelesaian sengketa pemilu, penyalahgunaan wewenang dan materi-materi lainnya yang sudah diberikan selama perkuliahan berlangsung.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan seperti yang diinginkan dan diharapkan. Oleh karena itu, saya berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca dan berbagai pihak demi kelengkapan dan penyempurnaan segala kekurangan dari makalah ini.

Manado, 03 April 2024 Penulis,

Kurniasari M. linda

(3)

MATERI I

PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Kekuasaan Kehakiman

Mahkamah Agung

UUD 1945 sebagaimana disebutkan dalam pasal 24 ayat 1 menyatakan “kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaaan yang merdeka untuk menyelenggaran peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Kemudian bunyi ayat 2 menentukan bahwa

“kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

Ada 4 lingkungan peradilan negara kesemuanya berpuncak pada MA. Pertama, peradilan umum didefinisikan dalam Pasal 2 UU No. 8 Tahun 2004 berbunyi bahwa:

“Peradilan umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya”. Peradilan umum pada umumnya mengenai perkara perdata dan pidana. Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri yang berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.

Kedua, peradilan militer yaitu “Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara”

(Pasal 5 UU No. 31 Tahun 1997 tentang peradilan Militer). Dalam Pasal 9 Peradilan Militer berwenang bahwa: “1) Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah: (a) Prajurit; (b) yang berdasarkan undangundang dipersamakan dengan Prajurit; (c) anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang- undang; (d) seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan militer; 2) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha Angkatan Bersenjata; 3) Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan

(4)

dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan”. Berikut ini adalah susunan pengadilan di lingkungan Mahkamah Agung berdasarkan peraturan perundangundangan.

Ketiga, , peradilan agama yang diatur dalam UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyatakan:

“Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana di maksud dalam Undang-Undang ini.” Wewenang Peradilan Agama diatur dalam Pasal 49 berbunyi “Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orangorang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, warta, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah”. Hukum acara yang dipakai adalah Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Ruang Lingkup Peradilan Tata Usaha Negara

PTUN merupakan peradilan dalam lingkup hukum publik, yang mempunyai tugas dan wewenang “memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa TUN, yaitu suatu sengketa yang timbul dalam bidang hukum TUN antara orang atau badan hukum perdata (anggota masyarakat) dengan Badan atau Pejabat TUN (pemerintah) baik di pusat maupun didaerah sebagai akibat dikeluarkannya suatu Keputusan TUN (beschikking), termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku“ (vide Pasal 50 Jo. Pasal 1 angka 4 UU PTUN).

(5)

MATERI II

HUKUM ACARA DAN PRAKTEK DIPERADILAN TATA USAHA NEGARA

DASAR HUKUM

o UU NO. 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA o UU NO. 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 5 TAHUN

1986

o UU NO. 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KE ATAS UU NO. 5 TAHUN 1986

o UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN o UU NO. 14 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI PUBLIK

o PERMA NO. 2 TAHUN 2011 TTG PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

o PERMA NO. 4 TAHUN 2015 TTG PEDOMAN BERACARA DALAM PENILAIAN UNSUR PENYALAGUNAAN WEWENANG

o PERMA NO. 2 TAHUN 2016 TTG PEDOMAN BERACARA DALAM SENGKETA PENETAPAN LOKASI UNTUK KEPENTINGAN UMUM PADA PTUN

o PERMA NO. 5 THN 2017 TTG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILU DI PTUN, DLL.

PENGERTIAN UMUM

Menurut UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

o Pasal 1:

1. Tata Usaha Negara adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah;

2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku;

(6)

3. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata;

4. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

5. Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan;

6. Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan

o Pasal 4 :

Peradilan Tata Usaha negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.

o Pasal 6 :

1. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten;

2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi.

Jenis – jenis Sengketa yang Menjadi Kewenangan Peradilan TUN 1. Sengketa dengan objek sengketa berupa keputusan TUN

2. Sengketa Informasi Publik 3. Sengketa Tindakan Factual

4. Sengketa Penyalahgunaan Wewenang

5. Sengketa Pengadaan Tanah Untuk kepentingan umum.

6. Sengketa Penyelesaian Sengketa Proses PEMILU di PTUN

Subjek dalam sengketa TUN o Pasal 53:

(7)

1. Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penggugat dalam sengketa TUN adalah Orang atau Badan Hukum, yang menjadi pertanyaan adalah apakah Penggugat hanya orang dan badan hukum perdata saja yang bisa menggugat.

Dalam sengketa TUN tidak mengenal adanya mediasi ataupun perdamaian. Bagi pihak yang telah bersepakat untuk berdamai dapat dilaksanakan diluar persidangan dan Penggugat dapat mencabut gugatannya dengan mengacu pada pasal 76 UU No. 5 Tahun 1986.

o Pasal 76

1. Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban.

2. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu, pencabutan gugatan,oleh penggugat akan dikabulkan oleh Pangadilan hanya apabila disetujui tergugat.

Petitum/Apa Yang Diminta

o Menyatakan batal atau tidak sah KTUN (pasal 53 ayat 1) o Mewajibkan tergugat mencabut KTUN (pasal 97 ayat 9) o Mewajibkan menerbitkan KTUN yang baru

o Mewajibkan merehabilitasi (sengketa kepegawaian)

o Mewajibkan tergugat membayar ganti rugi (PP. 43 Tahun 1991) o Menghukum tergugat untuk membayar perkara (pasal 110 dan 112)

Putusan ( pasal 97 ayat 7 UU No. 5/1986) Putusan pengadilan dapat berupa :

a. Gugatan ditolak;

b. Gugatan dikabulkan;

c. Gugatan tidak diterima;

(8)

d. Gugatan gugur

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bersifat erga Omnes.

MATERI III

HUKUM ACARA DAN PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN UMUM DI PTUN & TATA CARA, TEKNIK DAN MEKANISME MEMIMPIN

SIDANG PENYELESAIAN SENGKETA

Sengketa Proses Pemilihan Umum (SPPU)

Sengketa proses Pemilu meliputi sengketa yang terjadi antar peserta Pemilu dan sengketa peserta Pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota (Pasal 466 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017).

Dasar Hukum SPPU di PTUN

o UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan TUN sebagaiman terakhir diubah dengan UU NO. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua UU No. 5 Tahun 1986 Tentang

Peradilan TUN.

o UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.

o PERMA RI No. 5 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pembatasan

1. Subjek Penggugat, hanya calon yang tidak lolos;

2. Subjek Tergugat, KPU tidak dapat menjadi Penggugat;

3. Pembatasan Tak Langsung, gugatan diajukan setelah Upaya administratif di Bawaslu;

4. Jenis Objek Sengketa, objek Sengketa terbatas tiga jenis keputusan KPU.

Karakteristik Khusus Sengketa Proses Pemilu

(9)

 Perhitungan hari adalah hari kerja;

 Perbaikan kelengkapan gugatan dilakukan dalam waktu 3 hari, ancamannya gugatan tidak;

 dapat diterima jika tidak dilengkapi;

 Tidak ada upaya hukum atas putusan N.O;

 Lama pemeriksaan paling lama 21 hari kerja;

 Tidak ada upaya hukum baik banding, kasasi maupun peninjauan kembali;

 Diperiksa oleh hakim khusus TUN Pemilu yang ditunjuk ketua MA atas usul ketua Pengadilan, paling sedikit 3 tahun menjalankan tugas sebagai hakim dan mempunyai pengetahuan tentang Pemilu;

 Pemberitahuan putusan paling lama 3 hari kerja.

Pendaftaran Gugatan di PTUN

Alur pendaftaran gugatan dilakukan dengan tata cara, sebagai berikut:

 Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Proses Pemilu ke Pengadilan Tata Usaha Negara, dilakukan setelah upaya administratif di Bawaslu seluruhnya telah digunakan/dilakukan.

 Diajukan ditempat kedudukan Tergugat, paling lama 5 hari setelah putusan Bawaslu.

 Diajukan secara langsung, atau melalui faksimele atau surat elektronik dengan menyertakan Keputusan KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota yang menjadi objek sengketa.

 Menyebutkan alamat lengkap termasuk alamat surat elektronik dan nomor telepon Penggugat atau kuasanya. Selain dalam bentuk tertulis juga dalam bentuk format digital.

Isi Surat Gugatan

o Identitas Penggugat meliputi : Nama. WN, Tempat tinggal, pekerjaan, Identitas kuasa, alamat surat elektronik, nomor telepon.

o Identitas Tergugat meliputi : Nama Jabatan, tempat kedudukan.

o Penyebutan secara lengkap dan jelas objek sengketa.

o Kedudukan hukum (legal standing) Penggugat.

o Tenggang waktu pengajuan gugatan.

(10)

o Alasan-alasan gugatan berupa fakta dan pelanggaran hukum yang dilakukan Tergugat.

o Hal yang dimohonkan untuk diputus.

o DI tandatangani penggugat atau kuasanya.

Hal Yang Dimohonkan Untuk Diputus

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan batal keputusan KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota;

3. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut keputusan objek sengketa.

4. Memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan keputusan tentang penetapan penggugat sebagai partai politik peserta pemilu/pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden/Calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD.

5. Perintah membayar biaya perkara.

Proses Persidangan

Dilakukan secara terbuka untuk umum.

o Tahapan persidangan : Pembacaan gugatan, jawaban, pembuktian dan Putusan.

o Alat bukti meliputi : surat atau tulisan, saksi, ahli, pengakuan para pihak, pengetahuan hakim, alat bukti lain berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik.

o Majelis Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta alat bukti yang akan digunakan.

o Sahnya pembuktian sekurangnya 2 alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.

o Pengujian dari segi wewenang, prosedur atau substansi dengan peraturan perundang- undangan atau AUPB.

Pembuktian

Pasal 10 PERMA No. 5 Tahun 2017:

 Surat atau Tulisan;

 Keterangan Saksi;

 Keterangan Ahli;

 Pengakuan Para Pihak;

 Pengetahuan Hakim;

 Alat Bukti Lainnya.

(11)

Putusan

o Pengadilan tata usaha negara memeriksa dan memutus sengketa pemilu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak gugatan dinyatakan lengkap Pasal 471 ayat (6);

o Salinan putusan diberikan kepada pihak yg bersengketa paling lama 3 hari kerja sejak putusan diucapkan;

o Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tidak dapat dilakukan permohonan banding, kasasi maupun peninjauan kembali;

o Putusan PTUN Bersifat Final dan mengikat ( Pasal 471 ayat (7)).

Pelaksanaan Putusan

KPU wajib menindaklanjuti putusan pengadilan TUN paling lama 3 hari kerja sejak putusan berkekuatan hukum tetap ( pasal 471 ayat (8) UU No. 7 Tahun 2017 JO pasal 13).

Saksi

 Saksi Fakta

 Harus peristiwa yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri;

 Paling rendah berusia 17 (tujuh belas) tahun;

 Sudah kawin, atau sudah pernah kawin;

 Berakal sehat; dan

 Tidak ada hubungan suami/istri meskipun sudah bercerai, hubungan keluarga sedarah, atau keluarga semenda sampai dengan derajat kedua dengan pemohon, termohon, dan/atau pihak terkait.

 Keterangan Ahli wajib disumpahi (pasal 72).

Bukti Elektronik

o Informasi elektronik berupa satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange, surat elektronik, telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya;

(12)

o Dokumen elektronik berupa informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat

MATERI IV

PENGUJIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG

(Pedoman Pendaftaran Permohonan Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang Di Pengadilan Tata Usaha Negara)

Dasar Hukum

o Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986;

o Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;

o Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan;

Definisi/Ruang Lingkup

o Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

o Penyalahgunaan wewenang adalah penggunaan wewenang oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan dengan melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang, dan/atau bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

(13)

o Permohonan penilaian unsur penyalahgunaan wewenang adalah permintaan tertulis kepada Pengadilan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam keputusan dan/atau tindakan

Objek Permohonan

Keputusan dan/atau tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintah yang diduga terdapat unsur penyalahgunaan wewenang.

Kewenangan Pengadilan

o Pengadilan berwenang menerima, memeriksa dan memutus permohonan ada atau tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan sebelum adanya proses pidana;

o Pengadilan baru berwenang menerima, memeriksa dan memutus permohonan ada atau tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan setelah adanya hasil pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah(APIP);

o Permohonan diajukan kepada Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan pejabat pemerintahan yang menerbitkan keputusan dan/atau melakukan tindakan (kompetensi relatif).

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) yang dalam istilahnya lembaga pengawas internal. Dibentuknya lembaga ini sesuai dengan kewenangannya bertujuan untuk menjamin agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan.

Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah Instansi Pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan, dan terdiri atas:

 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bertanggung jawab kepada Presiden;

 Inspektorat Jenderal (Itjen)/Inspektorat Utama (Ittama)/Inspektorat yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND);

(14)

 Inspektorat Pemerintah Propinsi yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur, dan;

 Inspektorat Pemerintah Kabupaten/Kota yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.

Pihak Dalam Permohonan

Pemohon adalah Badan dan/atau Pejabat pemerintahan yang merasa kepentingannya dirugikan oleh hasil pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah dan karenanya mengajukan permohonan kepada pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar keputusan dan/atau tindakan dinyatakan ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang.

Tata Cara Pengajuan Permohonan

a. Permohonan dibuat paling sedikit rangkap 5 (lima), salah satu diantaranya asli dan selebihnya salinan atau fotokopi.

b. Permohonan selain diajukan dalam bentuk tertulis juga diajukan dalam format digital (soft file) yang disimpan secara elektronik dalam compact disk (CD) atau yang serupa dengan itu.

c. Permohonan diajukan kepada Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan pejabat pemerintahan yang menerbitkan keputusan dan/atau melakukan tindakan melalui Kepaniteraan (Meja I).

d. Dalam hal pemohon berkedudukan atau berada di luar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan TUN Jakarta.

(15)

PERTANYAAN

1. Salah satu kepala daerah dalam masa pemilu kemarin sempat mengeluarkan surat perintah bahkan mengadakan pertemuan dengan para bupati/walikota dan kemudian dilanjutkan dengan pimpinan di kabupaten/kota mengadakan pertemuan dengan para pimpinan kecamatan dan desa dalam rangka mengerahkan masa untuk memilih salah satu dari paslon presiden. Saya juga sempat membaca bukti chat dari grup wa yang isinya mengharuskan seluruh aparat desa dan juga pegawai-pegawai yang ada agar memasang bendera partai tanpa terkecuali bagi mereka yang termasuk dalam anggota netral ( PNS, Panwas, PPK, PPS, KPPS, dll) karena jika tidak maka jabatan mereka sebagai taruhannya, yang menjadi pertanyaan saya apakah hal seperti juga bisa dituntut sebagai penyalahgunaan wewenang pejabat?

2. Apa saja tantangan yang mungkin dihadapi oleh pihak yang ingin mengajukan permohonan penilaian unsur penyalahgunaan wewenang di PTUN, dan bagaimana upaya- upaya dapat dilakukan untuk mengatasi tantangan tersebut?

3. Bagaimana peran mediasi dalam proses penyelesaian sengketa proses pemilihan umum di PTUN, dan bagaimana cara menjaga keseimbangan antara mediasi dan proses penyelesaian secara formal?

4. Apa perbedaan antara tata cara, teknik, dan mekanisme dalam memimpin siding penyelesaian sengketa proses pemilihan umum di PTUN, dan bagaimana ketiganya saling terkait?

(16)

5. Bagaimana hakim memastikan bahwa proses penyimpulan di PTUN tetap obyektif dan transparan, terutama dalam konteks penyelesaian sengketa pemilihan umum yang seringkali kontroversial?

CONTOH KASUS

Kasus Penyalahgunaan Wewenang Oleh Pejabat BPN Mukomuko.

Pada bulan Maret 2024, Kejaksaan Negeri Mukomuko, Bengkulu, sedang mengusut kasus dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat dan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Mukomuko. Dugaan penyalahgunaan wewenang ini terkait dengan adanya tumpang tindih dalam penerbitan sertifikat tanah milik warga dengan lahan hak guna usaha (HGU) milik PT Daria Darma Pratama (DDP).

Tanggapan :

Berdasarkan contoh kasus diatas, sangat mempengaruhi nilai kinerja dari BPN di mata masyarakat. Kepercayaan publik terhadap BPN tercoreng yang mengakibatkan masyarakat jadi mempertanyakan kredibilitas BPN dalam menjaga aset negara dan melindungi hak atas tanah rakyat. Dalam kasus ini bisa jadi ada keterlibatan dari para mafia-mafia tanah yang memanfaatkan celah hukum dan kelemahan sistem pertanahan. Sehingga sangat diharapkan bagi Kejari Mukomuko segera mengusut tuntas kasus tersebut dan memberikan sanksi yang tegas kepada para oknum yang terlibat. Melalui kasus yang terjadi, sangat diperlukan bagi BPN untuk melakukan reformasi internal dalam meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan juga integritas dari setiap pegawai-pegawai yang ada.

(17)

Kasus ini juga tentunya memberikan dampak yang merugikan masyarakat dan terancam akan kehilangan sertifikat tanah mereka. Kasus ini juga mengakibatkan timbulnya ketidakpastian hukum dan menjadi penghambat investasi daerah, dan juga mencoreng citra pemerintah serta menurunkan kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah.

Melalui kasus yang terjadi sangat diharapkan agar Kejari Mukomuko dapat dengan tegas menyelesaikan kasus ini hingga tuntas, dan harus melakukan reformasi internal di BPN, serta perlu ditingkatkan juga koordinasi antar lembaga terkait, seperti BPN, Kejaksaan, dan Kepolisian agar supaya dapat mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.

Referensi

Dokumen terkait

dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar

Kemudian Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,

Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,

Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,

Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,

Dokumen elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,

Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,

Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,