MAKALAH
KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSI Dosen Pengampu: Ahmad Yudi Saputra, M.ED
Disusun Oleh Kelompok 1:
1. Intan Naluri (220102263) 2. Ismayanti (220102265) 3. Ismiatul Laela (220102266) 4. Nur Rahmatia (220102281) 5. Siti Husnadia (220102289) 6. Zuriatun (220102297)
PROGRAM STUDI PENDIDKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD) FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN (FIP)
UNIVERSITAS HAMZANWADI 2025
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pertama-tama penulis panjatkan puja dan puji syukur atas rahmat dan ridho allah s.w.t, karena tanpa rahmat dan ridho-nya penulis tidak dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda alam nabi besar muhammad s.a.w. Yang senatiasa dinanti syafaat-nya kelak oleh semua umat muslim.
Semoga dengan senantiasa bersholawat dan mengikuti sunnah beliau sebagai jalan untuk menjadi bagian dari umat rasulullah s.a.w yang mendapatkan syafaat kelak diakhirat.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen pengampu mata kuliah pendidikan inklusi yaitu bapak ahmad yudi saputra, m.ed yang telah memberikan tugas makalah yang berjudul “konsep dasar pendidikan inklusi”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok.
Dengan adanya makalah ini, penulis mengharapkan dapat menambahwawasanserta pengetahuan tentang konsep dasar pendidikan inklusi mulai dari pengertian, sejarah, serta konsep dasar lainnya. Tidak lupa penulis mengharapakan kritik dan saran yang membangun dari bapak dosen serta teman- teman untuk menjadikan penulis lebih baik lagi dan dapat mengembangkan potensi penulis untuk menghasilkan karya yang lebih baik.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pancor, 20 Juni 2025
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………. i
KATA PENGANTAR……… ii
DAFTAR ISI……… iii
BAB I PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang ……… 1
B. Rumusan Masalah………. 1
C. Tujuan ……… 2
BAB II PEMBAHASAN ……… 3
A. Definisi Pendidikan Inklusi …….……… 3
B. Landasan Pendidikan Inklusi ……….……… 5
C. Prinsip-Prinsip Pendidikan Inklusi ……… 9
D. Sejarah Pendidikan Inklusi ………. 9
E. Manajemen Pendidikan Inklusi ……….. 11
BAB III PENUTUP ………. 14
A. Kesimpulan ………. 14
B. Saran ……….. 14
DAFTAR PUSTAKA ... 16
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Pendidikan inklusi adalah sistem layanan pendidikan yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik, khususnya anak berkebutuhan khusus, untuk belajar bersama di sekolah reguler tanpa diskriminasi. Konsep ini muncul dari kesadaran global tentang pentingnya akses pendidikan yang setara, mengacu pada Deklarasi Jomtien (1990) dan Konferensi Salamanca (1994) yang menegaskan bahwa pendidikan adalah hak asasi semua anak, tanpa terkecuali. Di Indonesia, pendidikan inklusi berkembang dari pendidikan terpadu pada era 1986, kemudian diperkuat oleh berbagai regulasi nasional UU No. 20/2003, Keputusan Menteri Pendidikan No. 70/2009 sebagai landasan yuridis yang mendukung pelaksanaan inklusi secara resmi.
Secara filosofis, inklusi dibangun atas nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, yang menghargai keberagaman dan persatuan bangsa. Namun dalam praktiknya, sering muncul tantangan: pemahaman guru yang belum konsisten, kurikulum yang kurang fleksibel, fasilitas yang belum memadai, serta keterbatasan manajemen, termasuk kompetensi tenaga pendidik dan koordinasi stakeholder. Selain itu, meskipun prinsip inklusi seperti kesetaraan akses dan penghargaan terhadap perbedaan diakui dalam teori, implementasinya di lapangan masih jauh dari ideal. Dengan memahami definisi, landasan, prinsip, sejarah, dan aspek manajerial, makalah ini penting guna menghadapi permasalahan tersebut dan mendorong implementasi pendidikan inklusi yang inklusif serta berkelanjutan.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi pendidikan inklusi?
2. Apa saja landasan pendidikan inklusi?
3. Apa saja prinsip-prinsip pendidikan inklusi?
4. Bagaimana sejarah pendidikan inklusi?
5. Bagaimana manajemen pendidikan inklusi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi pendidikan inklusi 2. Untuk mengetahui landasan pendidikan inklusi 3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pendidikan inklusi 4. Untuk mengetahui sejarah pendidikan inklusi
5. Untuk mengetahui manajemen pendidikan inklusi
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Pendidikan Inklusi
Secara etimologis, kata inklusif berasal dari kata include yang berarti menjadi bagian dari sesuatu (being a part of something). Lawan katanya adalah exclude yang berartito keep out, to bar, or to expel (Minsih, 2024). Menurut Stubbs (dalam inklusi n.d) pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi bukanlah penggangti pendidikan khusus. Pendidikan inklusi menggunakan banyak pendekatan untuk mengidentifkasi siswa dan mengatasi masalah apapun yang muncul dikelas.
Pengertian pendidikan inklusi juga dikemukakan oleh tim pendidikan inklusi jawa barat dalam (Saputri, 2018) menyakatan bahwa pendidikan inklusif adalah layanan yang mengakomodasi semua anak, termasuk mereka yang bekebutuhan khusus atau yang tidak, disekolah atau lembaga pendidikan (terutama yang dekat dengan tempata tinggal anak) dengan guru yang memahami kebutuhan dan kemampuan anak.
Pendidikan inklusi berarti bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan khusus yang dipenuhi sepanjang hari disekolah reguler. Jenis pendiidkan ini mendorong tanggung jawab guru terhadap siswa yang memiliki kebutuhan khusus, adalah bagian dari kelompok sosial. Menginagt hal ini, guru sangat kritis terhadap cara proses pengajaran dilakuka dikelas. Sangat pendting bagi guru untuk dapat secara efektif mengajarkan berbagi tugas siswa.
Pendidikan inklusi memastikan bahwa mereka yang memiliki kebutuhan khusus dapat mengakses pendidikan, menginegrasikan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dengan pendidikan regueler dilembaga yang sama, artinya merekatidak perlu belajar dilokasi yang berbeda, dengan guru yang berbeda, sumber belajar yang berbeda, atau fasilitas belajar lainnya (Wathoni, 2013).
Dari beberapa pendapat diatas bahwa pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama bagi
setiap anak dari berbagai latar belakang untuk mendapakan akses pendidikan.
Pendidikan inklusi telah berkembang sejak dilaksakan deklarasi Salamanca pada tahun 1994. Dalam deklarasi tersebut menyampaikan bahwa “setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan, dan harus diberikan kesempatan untuk meraih dan mempertahankan pencapaian dalam belajar.”. Sistem pendidikan inklusi dirancang dan diterapkan sesuai dengan keberagaman karakteristik dan kebutuhan.
Pendidikan inklusi berfokus pada kesetaraan dan keadilan untuk semua siswa terlepas dari jenis hambatan, jenis kelamin, etnis, suku, dan lainnya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua anak mempunyai hak yang sama dalam mengeyam pendidikan di sekolah yang sama tanpa membedakan jenis hambatan, jenis kelamin, etnis, suku, dan lainnya.
Pendidikan inklusi merupakan suatu sistem dalam penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan bagi seluruh peserta didik termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus maupun yang memiliki kecerdasan atau bakat luar biasa untuk belajar bersama dalam satu lingkungan pendidikan yang sama seperti siswa pada umumnya. Dalam praktiknya, pendidikan inklusif melibatkan penempatan penuh anak-anak berkebutuhan khusus, baik dengan gangguan ringan, sedang, maupun berat, di dalam kelas reguler. Ini mencerminkan bahwa kelas reguler dianggap sebagai ruang belajar yang layak dan sesuai bagi semua anak, tanpa membedakan jenis maupun tingkat kebutuhan khusus yang mereka miliki.
Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan dalam dunia pendidikan yang bertujuan untuk merangkul semua peserta didik tanpa pengecualian. Istilah inklusi juga merujuk pada sistem layanan pendidikan yang memungkinkan anak-anak dengan kebutuhan khusus memperoleh pendidikan di sekolah umum terdekat, bersama dengan teman sebayanya dalam kelas reguler. Sekolah inklusi pada dasarnya adalah institusi pendidikan yang menerima semua siswa dalam satu ruang kelas, serta
memberikan pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing siswa. Dengan kata lain, sekolah inklusi adalah lingkungan belajar di mana setiap anak diterima, menjadi bagian dari komunitas kelas, dan mendapatkan dukungan dari guru, teman sekelas, serta masyarakat sekitar guna memenuhi kebutuhan individualnya.
B. Landasan pendidikan inklusi
Landasan dalam penyelenggaraan pendidikan inkusi terdiri dari landasan filosofis, yuridis, pedagogis dan religius.
1. Landasan filosofis
Landasan filosofis utama pendidikan inklusi sebagaimana dikemukakan oleh muhammad takdir ilahi adalah pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fosndasi bhineka tunggal ika. Keberagaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetapmenjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan dalam negara kesatuan republik indonesia (nkri). Kebhinekaan memiliki dua cara pandang, pertama kebhinekaan secara vertikal, ditandai dengan adanya perbedaan kekuatan fisik, kecerdasan, keamampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri, dan lainnya. Kedua, kebhinekaan secara horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, dan afilasi politik.
Keberagaman yang ada dan kesamaan misi yang diemban menjadikan wajib bagi seluruh warga untuk membangun kebersmaan dan interaksi yang dilandasi saling membutuhkan. Aspek kebhinekaan inilah yang merupakan bagian penting dalam pendidikan inklusi yang merangkul semua kalangan untuk bersatu dalam keberagaman.
2. Landasan yuridis
Landasan yurudis dalam pendidikan inklusi berkaitan langsung dengan hirarki, undang-undang, peraturan pemerintah, kebijakan derektur
jendral hingga kebijakan sekolah. Landasan yuridis penyelenggaraan pendidikan inklusi sebagaimana dikemukakan astuti dan walwntiningsih diantaranya:
a. Konvensi hak anak tahun 1989
Konvensi hak anak tahun 1989 merupakan perjanjian diantara bebrapa negara yang bersifat mengikat yang mengatur hal-hal terkait hak anak. Indonesia adalah negara peserta yang telah meratifikasi hak anak. Ratifikasi dimaksud dinyatakan dalam keppres nomor 36 tahun 1990, tangal 25 agustus 1990 dan diberlakukan tanggal 5 oktober 1990.
b. Perlindungan anak nasional tahun 1998
Lembaga perlindungan anak dibentuk untuk mewujudkan situasi dan kondisi yang kondusif bagi perlindungan anak indonesia demi masa depan anak yang lebih baik. Lembaga ini ditetapkan dan disahkan di jakarta tanggal 27 oktober 1998 oleh forum nasional perlindungan anak.
c. Peraturan standar persamaan para penyandang cacat tahun 1993 Resolusi PBB nomor 48 tahun 1993, tentang peraturan standar persamaan kesempatan bagi para penyandang cacat. Para penyandang cacat merupakan anggota masyarakat dan mempunyai hak untuk berada dalam lingkungan masyarakat. Mereka seyogyanya mendapat dukungan yang mereka butuhkan melalui sistem pendidikan, kesehatan, penyediaan lapangan kerja, dan pelayanan sosial yang berlaku umum.
d. Pernyataan Salamanca dan kerangka aksi dalam pendidikan kebutuhan khusus tahun 1994, pernyataan Salamanca tanggal 7-10 juni 1994 menggambarkan secara jelas akses dan mutu pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pada bagian dua dalam pernyataan Salamanca diantaranya menyatakan:
1) Anak-anak memiliki keberagaman yang luas dalam karakteristik dan kebutuhannya,
2) Perbedaan itu normal adanya dan oleh karenanya pembelajaran itu harus disesuaikan dengan kebutuhan anak,
3) Sekolah perlu mengakomodasi semua anak,
4) Sekolah reguler dengan oriestasi inklusi merupakan cara yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, mencipkatan masyarakat yang terbuka, membangun suatu masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua.
e. Deklarasi dakar tahun 2000
Selanjutnya Idayu dan Walenteningsih mengemukakan bahwa forum pendidikan dunia yang diselenggarakan di Dakar- Senegal pada tahun 2000, menegaskan kembali pandangan (visi) deklarasi dunia tentang pendidikan untuk semua (education for all) yang sebelumnya telah ditetapkan dalam konferensi yang diprakarsai UNISCO dan lembaga PBB lainnya, serta organisasi non pemerintah tingkat nasional maupun internasional di Jomtien Thailand tahun 1990. Bahwa semua anak, remaja dan orang dewasa mempunyai hak (human right) untuk memperoleh manfaat dari proses pendidikan.
f. Deklarasi Bandung tahun 2004
Pada tanggal 8-14 agstus di bandung diadakan lokakarya nasional yang menghasilkan Deklarasi Bandung. Deklarasi Bandung tersebut diantaranya berisi himbauan kepada pemerintah, instusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri serta masyarakat utuk dapat menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya mendapatkan kesamaan akses dalam segala aspek kehidupan, serta mendapatkan perlakuan yang manusiawi.
g. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Indonesia
Undang undang nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk menwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi pribadinya, untuk memiliki kekuatan spititual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam penjelasan pasal 15 alinea terakhir di jelaskan bahwa pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang di selenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal ini yang mendasari pengembangan pelayanan pendidikan inklusif.
3. Landasan pedagogis
Landasan pedagogis salah satunya dapat dilihat pada Pasal 3 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa tujuan penduidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
4. Landasan religius
Banyak ayat didalam Al-Quran yamg menjelaskan tentang landsasan religius dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, salah satunya Surah Al-Hujurat (49) ayat 13, sebagai berikut:
Artinya: hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Ayat diatas memberikan perintah agar saling mengenal dengan siapapun, tidak memandang latar belakang sosial, ekonomi, ras, suku, bangsa bahkan agama. Dalam hal ini Mohammad Takdir Ilahi mengemukakan bahwasanya ayat diatas menunjukkan konsep islam yang universal, memandang semua manusia sama hanya iman dan takwalah yang menyebabkan manusia mulia dihadapan Allah.
Landasan pendidikan inklusif diatas dapat dijadikan pertimbangan dalam memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dan memberikan peluang kepada semua orang untuk belajar bersama-sama tanpa terkecuali. Sehingga, dapat dikatakan bahwasanya pendidikan inklusif sarat dengan muatan kemanusiaan dan penegakan hak-hak asasi manusia.
5. Prinsip-prinsip pendidikan inklusi
Menurut Mudjito, dkk (2012), pendidikan inklusif mempunyai prinsip-prinsip filosofis, yaitu sebagai berikut:
a. Semua anak mempunyai hak untuk belajar dan bermain bersama.
b. Anak-anak tidak boleh direndahkan atau di bedakan berdasarkan keterbatasan atau kesulitan dalam belajar.
c. Tidak ada satu alasan pun yang dapat dibenarkan untuk memisahkan anak selama ia sekolah. Anak-anak saling memiliki bukan untuk di pisahkan satu dengan yang lainnya.
Sedangkan menurut Budiyanto (2017), prinsip-prinsip dalam pendidikan inklusif yaitu:
a. Setiap anak termasuk dalam komunitas setempat dan dalam satu kelas atau kelompok.
b. Hari sekolah diatur penuh dengan tugas-tugas pembelajaran kooperatif dengan perbedaan pendidikan dan kefleksibelan dalam memilih dengan sepuas hati.
c. Guru bekerja sama dan mendapat pengetahuan pendidikan umum, khusus dan teknik belajar individu serta keperluan-keperluan pelatihan dan bagimana mengapresiasikan keanekagaragaman dan perbedaan individu dalam pengorganisasian kelas.
6. Sejarah pendidikan inklusi
Awal mula perkembangan pendidikan inklusif di dunia dipelopori oleh negara-negara Skandinavia Seperti Denmark,
Norwegia, dan Swedia. Pada tahun 1960-an Presiden Kennedy dari Amerika Serikat mengutus para ahli pendidikan luar biasa kewilayah Skandinavia untuk mempelajari konsep mainstreaming dan lingkungan dengan pembatasan minimal (least restrictive environment), yang kemudian dinilai sesuai dan diadaptasi dalam sistem pendidikan amerika. Sementara itu, di Inggris, konsep pendidikan inklusif mulai dikenalkan melaui education act tahun 1991, yang menandai perubahan pendekatan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dari sistem segregatif menuju model integratif.
Desakan untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif secara global semakin kuat terutama sejak diselenggarakannya konvensi hak anak pada tahun 1989 serta konferensi dunia tentang pendidikan di bangkok tahun 1991 yang menghasilkan deklarasi education for all.
Pernyataan ini menjadi komitmen bersama bagi seluruh negara peserta konferensi pendidikan di Salamanca, spanyol, yang melahirkan the salmanca statement on inclusive education, yang menegaskan pentingnya pendidikan iklsusif.
Sejalan dengan tren global tersebut, indonesia menggelar konvensi nasional pada tahun 2004 yang melahirkan deklarasi bandung sebagai bentuk komitemen untuk mengembangkan sistem pendidikan inklusif. Upaya ini diperkuat dengan pelaksanaan simposium internasional di bukit tinggi pada tahun 2005, yang menghasilkan rekomendasi bukit tinggi, yang antara lain menekankan pentingnya pengembangan berkelanjutan terhadap program pendidikan inklusif guna menjamin setiap anak memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas dan layak.
Berdasarkan perkembangan sejarah tersebut, pemerintah indonesia sejak awal tahun 2000 mulai mengembangkann program pendidikan inklusif sebagai kelanjutan program pendidikan terpadu yang sempat diperkenalkan pada tahun 1990-an. Namun karena kurang berkembang saat itu, program ini baru kembali dihupkan pada tahun
2000 dengan menyesuaikan pada arah perkembangan global melalui konsep pendidika inklusif.
7. Manajemen pendidikan inklusi
Pendidikan inklusi merupakan salah satu bentuk implementasi manajemen dalam dunia pendidikan yang bertujuan untuk mengatur dan mengoptimalkan penggunaan berbagai sumber daya yang tersedia dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi. Manajemn pendidikan inklusi mencakup keseluruhan proses kerja sama dalam mengelola sumber daya pendidikan secara efisien dan efektif demi mencapai tujuan pendidikan, yang dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta pengawasan atau evaluasi.
Secara umum prinsip manajemen yang ditetapkan dalam pendidikan inklusi tidak berbeda jauh dengan prinsipmanajemen pendidika konvesional. Proses perencanaan di sekolah penyelengara pendidikan inklusi melbatkan pemilihan tindakan yang tepat berdasrkan urutan prioritas, dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki, khususnya yang berkaitan dengan pendidikan inklusi.
Manajemen pendidikan inklusi merupakan penerapan dari empat fungsi utama dalam manajemen, yaitu:
a. Perencanaan (planning)
Perencanaan adalah proses awal dalam manjemen yang mencakup penetapan, tujuan, analisis situasi saat ini, penyususnan aktivitas yang terkoordinasi, serta penentuan langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan tersebut.
Proses ini menjawab pertanyaan penting seperti apa yang akan dilakukan, mengapa, kapan dimana, bagimana, dan siapa yang terlibat. Perencanaan merupakan hasil pemikiran yang bersifat prospektif, mempertimbangkan berbagai faktor yang relevan, dan diarahkan pada pencapaia sasaran tertentu secara terarah.
b. Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian adalah proses menyusun dan mengatur hubungan antara sumber daya manusia, tugas-tugas, dan sumber daya fisik dalam suatu sistem kerja. Tujuannya adalah agar seluruh aktivitas dapat berjalan secara terintegrasi menuju pencapaian tujuan bersama. Dalam tahap ini tugas-tugas didefinisikan dan di kelompokkan, mekanisme organisasi ditetapkan, serta struktur organisasi dipntau untuk memastikan kejelasan garis koordinasi antara atasan dan bawahan.
c. Pelaksanaan (actuating)
Pelaksanaan adalah thap dimana rencana yang telah di buat mulai dijalankan melalui kegiatan memotivasi anggota organisasi dan membangun komunikasi yang efektif .
d. Pengawasan (controlling)
Pengawasan adalah fungsi manajemen yang berfokus pada penetapan standar kinerja, pemantauan proses kerja, evaluasi hasil, dan pengambilan tindakan korektif bila terjadi penyimpangan. Tahap ini penting untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan terhadap rencana awal serta untuk mengidentifikasi hambatan yang mungkin muncul.
Manajemen pendidikan inklusi di Indonesia 1. Perencanaan
Manajemen inklusi dimulai dari identifikasi kebutuhan dan penyusunan Individual Education Plan (IEP), silabus yang dimodifikasi, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) inklusif.
Di Kota Bontang, misalnya, perencanaan mencakup penyesuaian kurikulum 2013 dengan indikator khusus untuk anak berkebutuhan dilakukan secara kolaboratif oleh kepala sekolah, guru kelas, guru pendamping (GPK), dan koordinator inklusi.
2. Pengorgansasian
Struktur pengelolaan biasanya melibatkan kepala sekolah, wakil kurikulum, koordinator inklusi, guru reguler, dan guru pendamping.
Di SDIT Annida (Banyumas), kepala sekolah memberikan wewenang kepada koordinator inklusi, yang selanjutnya mengarahkan guru pendamping untuk menangani siswa berkebutuhan khusus.
3. Pelaksanaan
Pembelajaran inklusif dijalankan dalam kelas reguler, kadang menggunakan model “pull-out” untuk kelompok kecil. Guru mengadaptasi metode dan materi, menjaga iklim kelas yang inklusif, dan co-teaching antara guru reguler dan pendamping sangat efektif . 4. Pengawasan
Kepala sekolah dan pengawas rutin mengevaluasi dokumentasi PPI (Program Pembelajaran Individual) dan proses pembelajaran. Di SDIT THI, pengawasan dilakukan langsung di kelas saat kegiatan, serta melalui review dokumen RPP dan PPI.
5. Tantangan
Kendala utama termasuk minimnya GPK, keterbatasan fasilitas, dana, dan kompetensi guru. Strategi yang diusulkan meliputi pelatihan berkualitas (INSET), kampanye publik untuk mengurangi stigma, kolaborasi multi-stakeholder, dan dukungan dari pemerintah seperti penyediaan alokasi dana khusus dan fasilitasi infrastruktur inklusif.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Pendidikan inklusi, yang lahir dari prinsip hak asasi dan keadilan terutama melalui Deklarasi Jomtien (1990), Pernyataan Salamanca (1994), dan Konvensi PBB untuk Disabilitas (2006) merenovasi paradigma pendidikan dengan menekankan pentingnya mengakomodasi keberagaman siswa dalam satu lingkungan belajar reguler. Dengan landasan yuridis kuat di Indonesia seperti UUD 1945, UU No.20/2003, UU Penyandang Disabilitas, dan Permendiknas No.70/2009, inklusi menuntut pergeseran dari sekadar menyediakan akses, menuju penerapan prinsip kesetaraan, partisipasi aktif, dan kurikulum yang fleksibel serta didukung manajemen pendidikan inklusif melalui kolaborasi antar-guru, evaluasi berkelanjutan, dan pemberdayaan stakeholder. Meski manfaatnya seperti peningkatan prestasi akademik, keterampilan sosial, dan empati telah dibuktikan secara global, implementasi di lapangan masih terkendala oleh kurangnya pelatihan guru, keterbatasan fasilitas, dan stigma sosial . Oleh karena itu, integrasi teori inklusi, universal design for learning (UDL), dan model manajerial yang adaptif menjadi kunci guna mewujudkan pendidikan inklusi yang tidak hanya teoretis tetapi juga solid dan berkelanjutan.
B. Saran
Untuk membuat pendidikan inklusi lebih baik, sekolah perlu melatih guru secara rutin agar mereka bisa memahami metode Universal Design for Learning (UDL) dan menggunakan alat bantu (assistive technology).
Selain itu, penerapan model co-teaching di mana dua guru bekerja sama terbukti efektif dalam menciptakan pembelajaran yang lebih fokus dan merata bagi semua siswa Sekolah juga harus menyediakan fasilitas yang ramah difabel, seperti jalur akses dan media pembelajaran adaptif, serta mengadakan evaluasi secara berkala untuk memastikan dukungan yang tepat bagi siswa berkebutuhan khusus. Selain itu, perlu kampanye atau sosialisasi kepada masyarakat dan orang tua agar semakin memahami dan
mendukung keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah umum.
Dengan komitmen semua pihak guru, orang tua, sekolah, dan pemerintah, pendidikan inklusi bisa berjalan dengan lebih efektif dan merata.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto. (2017). Pengantar pendidikan inklusif berbasis budaya lokal. Jakrta:
pranemedia. Group.
Minsih. (2024). Pendidikan inklusif sekolah dasar merangkul perbedaan dalam kebersamaan. Surakarta: muhammadiyah university press.
Mudjito, dkk. (2012). Pendidikan inklusif. Jakarta: badouse media.
Nawawi, haradi. (2003). Manajemen pendidikan. Yogyakarta: gadjah mada university press.
Saputi, ayu aditya. (2018). Pendidikan inklusif bagi siswa tunalaras.
Jassi_anakku22, nomor 19 vol 2, halaman 51-58.
Usman, husaini. (2008). Manajemen: teori, praktik, dan riset pendidikan. Jakrta:
bumi aksara.
Wathoni, khairisul. (2013). Implementasi pendidikan inklusi dalam pendidikan islam. Ta’allum: jurnal pendidikan islam, nomor 1, vol 1.