MAKALAH
ISLAM MEMBANGUN PERSATUAN DALAM KEBERAGAMAN
Diajukan untuk memenuhi tugas kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Dr. Hj Ai Surtika Dewi, MM.
Disusun Oleh :
1. Anisa Salsabila (2201323009) 2. Cep Irfan Nurjaman (2201323012) 3. Dini Agustina (2201323015)
4. Amanda Zahra (2201323007)
5. Fa’iqotul Ummah Saputri (2201323016)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI PAGI STIE WIBAWA KARTA RAHARDJA
PURWAKARTA OKTOBER 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik serta tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti sesuai dengan harapan. Tujuan pembuatan makalah ini adalah tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat perkuliahan. Penyusunan makalah ini tidak bisa diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari banyak pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Terutama kepada dosen mata kuliah Pendidikan Agama ibu Hj. Ai Surtika Dewi, MM.
Besar harapan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan kami, maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang
berkepentingan pada umumnya, atas wakyu dan perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Purwakarta, 16 Oktober 2023
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
BAB I : PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah...2
1.3 Tujuan Masalah...2
BAB II : PEMBAHASAN...3
2.1 Pengertian...3
2.1.1 Landasan teologis...3
2.1.2 Landasan teoritis...3
2.2 Menelusuri konsep keberagaman islam dan membangun prsatuan ummat dalam keberagaman...5
2.3 Menanya tentang konsep keberagaman islam dan membangun persatuan ummat dalam keberagaman...6
2.4 Membangun argumen tentang konsep keberagam islam dan membangun persatuan ummat dalam keberagaman...7
BAB III : PENUTUP...10
3.1 Kesimpulan...10
3.2 Saran...10
DAFTAR PUSTAKA ...11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Realita historis dan sosiologis menunjukkan bahwa umat islam terdiri dari beragam mazhab, beragam pemahaman, dan beragam praktik keagamaan. Keragaman ini semakin berwarna-warni ketika islam dibawa masuk ke ranah kehidupan masyarakat yang luas: Politik, ekonomi, dan sosial budaya. Fakta keberagaman ini sudah berlangsung lebih dari beberapa abad. Dinegeri kita hal itu tidak mungkin dapat dihindari. Ikhtiar yang perlu kita lakukan adalah membangun persatuan dalam keragaman. Ungkapan satu multimazhab (dan ungkapan lain yang serupa, seperti satu islam multi partai). Didengungkan oleh banyak ulama dan cendikiawan muslim .
Islam sebagai realitas-religio-kultural berada pada dua korpus besar : Islam sebagai korpus wahyu, dan islam sebagai historis. Islam pada korpus pertama adalah islam ideal yang berada dalam kerangka wahyu, bersifat normative atau high tradition, sebagaimana dikandung dan ditunjukan oleh teks-teks al-qur’an; sedangkan islam historis adalah islam yang berada pada kerangka local tradition sebagaimana dibaca, dimengerti, dipahami, dan dipraktikkan oleh umatnya dalam konteks waktu dan ruang yang berbeda- beda.
Dilihat dari semboyan negeri kita yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” maka upaya untuk meminimalisir terjadinya isu-isu perbedaan mazhab yang memicu konflik jelas perlu dilakukan yaitu dengan meningkatkan rasa persatuan dalam keberagaman juga tumbuhkan rasa toleransi antar penganut mazhab yang berbeda guna meningkatkan kerukunan antar umat beragama di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan, maka rumusan masalah yang kami bahas, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan persatuan dan keberagaman?
2. Bagaimana menelurusi konsep keberagaman islam dan membangun persatuan umat dalam keberagaman?
3. Bagaimana tentang konsep keberagaman islam dan membangun persatuan umat dalam keberagaman?
4. Bagaimana membangun argumen tentang keberagaman islam dam membangun persatuan umat dalam keberagaman?
1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalahdiatas, maka tujuan masalah yang akan kami jabarkan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi persatuan dan keberagaman
2. Mengidentifikasikan menlusuri konsep keberagaman islam dan membangun persatuan umat dalam keberagaman
3. Mengidentifikasikan menanya tentang konsep keberagaman islam dan membangun persatuan umat dalam keberagaman
4. Mengidentifikasikan membangun argumen tentang keberagaman islam dan membngun persatuan umat dalam keberagaman
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Persatuan dan Keberagaman
Persatuan dalam ajaran islam secara umum di sebut ikhwan yaitu persaudaraan,yang secara umum ukhuawah islamiyah yaitu persaudaraan dalam islam (saudara sesama umat umat islam) atau juga kumpulan individu manusia yang bersatu atau menjadi satu. Jelas bahwa persaudaraan menyebabkan orang dapat berbuat damai dan dengan perdamaian maka persatuan dan kesatuan umat bisa dapat diwujudkan. Tanpa persatuan orang akan mudah bertindak semena- mena terhadap sesama bahkan terhadap yang seagama sekalipun.
2.1.1 Landasan Teologis
Allah SWT berfirman pada surah Al-Imran ayat 103;
Artinya :
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.”
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Menurut tafsir Al-Muyassar: 4 103. dan berpeganglah kalian semua pada al- Qur’an, jauhilah perpecahan dan perselisihan, dan bersyukurlah kepada Allah atas kenikmatan yang telah Dia berikan berupa persatuan dan kasih sayang di antara kalian, setelah kalian saling berselisih pada masa jahiliyah; kemudian dengan karunia Allah kalian menjadi saling bersaudara dan menyayangi. Dan sebelumnya kalian hampir jatuh ke jurang neraka Jahannam kemudian Islam menyelamatkan kalian. Dengan penjelasan yang jelas ini Allah terangkan kepada kalian ayat-ayat yang menuntun kepada kebaikan, agar kalian mendapat petunjuk ke jalan yang benar.
Keberagaman atau diversity semula dipergunakan dalam pengertian secara umum sebagai pernyataan bervariasi (Chris Speechley dan Ruth Weatley, 2001: 4).
Namun, keberagaman kemudain berkemabang dan dipergunakan untuk menjelaskan terdapatnya variasi di tempat pekerjaan, karena dalam suatu organisasi terdapat orang dengan berbagai latar belakang dan budaya.
2.1.2 Landasan teoritis
Menurut Frederick A. Miller dan Judith H. Katz (2002: 198) berpendapat bahwa keberagaman merupakan tentang identitas sosial kelompok yang meliputi suatu organisasi. Mereka menyatakan pula bahwa terminologi keberagaman ataudiversity sering salah dipergunakan, dengan saling mempertukarkan dengan pengertian affirmative action, equal employment opportunity, dan inclusion, karena masing-masing mempunyai makna sendiri yang unik.
Menurut James L. Gibson, Jhon M. Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr.
(2000: 43) berpandangan bahwa keberagaman adalah pebedaan fisik dan budaya yang sangat luas yang menunjukkan aneka macam perbedaan manusia. Sama halnya dengan Miller dan Katz, Gibson, Ivancevich, dan Donnelly menilai bahwa banyak pendapat orang tentang keberagaman yang sangat membingungkan. Keberagaman bukanlah sinonim untuk equal employment opprtunity atau bukan pula sebagai affirmative action.
Pendapat-pendapat tersebut sejalan dengan analisis Roosevelt Thomas
bahwa istilah keberagaman sering dipergunakan untuk kepentingan politik untuk menjelaskan tentang humans right dan affirmative action.
Menurut R. Roosevelt Thomas, Jr. (2006: 203) menyatakan bahwa keberagaman tenaga kerja dapat terjadi dalam berbagai cara, tidak hanya berupa ras dan gender, tetapi juga umur, orientasi seksual, latar belakang pendidikan dan asal geografis. Selanjutnya ditekankan bahwa sebuah organisasi dapat mengalami kekurangan dalam keberagaman demografis tenaga kerja dan sekarang bahkan terdapat keberagaman lain, dalam bentuk keberagaman fungsional, produk, pelanggan, dan akuisisi atau merger.
Dengan demikian, keberagaman juga dilihat dari aspek organisasional.
Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa cara para ahli mengungkapkan pengertian keberagaman sangat bervariasi, namun menunjukkan adanya persamaan. Keberagaman menyangkut aspek yang sangat luas, dapat dilihat dari tingkatannya dan faktor yang mempengaruhunya. Keberagamn dapat terjadi pada tingkat individu, kelompok, organisasi, komunitas, dan masyarakat. Keberagaman juga sangat dipengaruhi oleh latar belakang demografis dan budaya sumber daya manusia, kondisi lingkungan internal tempat kerja dan kondisi eksternal masyarakat yang dihadapi. Dengan demikian, dapat dirumuskan pengertian keberagaman sebagai variasi dari berbagai macam kombinasi elemen demokrafis sumber daya manusia, organisasional, komunitas, masyarakat, dan budaya.
2.2 Menelusuri Konsep Keberagaman Islam dan Membangun Persatuan Umat dalam Keberagaman
Bassam Tibi (1991) menyebut Islam wahyu sebagai models for reality dan Islam historis sebagai models of reality. Bila pada model pertama Islam berisi daftar sejumlah doktrin dan dogma, maka Islam pada model kedua berisi "kotak- kotak" multikultural yang menunjukkan realitas religio-kultural yang penuh dengan keberagaman.
Delapan kotak (wilayah) sebagai cultural domains berikut menggambarkan wilayah yang disebut realms of Islam: 1) Arab, 2) Persia, 3) Turki, 4) Anak Benua India, 5) Indo Melayu, 6) Sudanic Afrika (Afrika Hitam), 7) Sino Islamic, dan 8) Western Hemisphere (Barat). Satu hal yang juga harus dipahami, bahwa
keberagaman kultural tersebut sama sekali tidak dapat dilepaskan dari pemahaman terhadap syariat Islam yang bersumber pada nash-nash keagamaan (Al-Quran dan As-Sunnah) dan melahirkan keberagaman pemahaman serta praktik-praktik keagamaan yang sarat dengan perbedaan antara umat Islam pada satu realm dengan umat Islam pada realm lain. Dengan kata lain, secara religio-kultural pada diri Islam historis tidak hanya dijumpai keberagaman yang disebut
"multikultural", namun juga didapati keberagaman yang disebut ”multisyariat”.
Kenyataannya, dalam waktu yang sangat panjang, keberagaman kultural dan syariat tersebut telah melahirkan berbagai konflik keumatan dan kemasyarakatan yang tak mudah diselesaikan. Lebih ironis lagi, berbagai bentuk khilafiah dan konflik tersebut termasuk di Indonesia, justru memperoleh penguatan dari dan dalam proses-proses inkulturasi dan sosialisasi melalui kegiatan politik, pendidikan, sosial-keagamaan serta sosial-budaya.
Umat Islam, sebagaimana umat-umat beragama lainnya yang telah dahulu lahir, terdiri dari beragam mazhab dan keyakinan religius. Sebagai contoh, di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam terbesar yang memiliki corak khas dalam keyakinan religiusnya.
2.3 Menanya tentang Konsep Keberagaman Islam dan Membangun Persatuan Umat dalam Keberagaman
Pada masa awal berdirinya (pada masa pemerintah kolonial Belanda), Muhammadiyah dituding membuat keresahan di tengahtengah masyarakat muslim. Muhammadiyah pada saat itu mengampanyekan pemberantasan TBC (C ejaan lama), yakni: Takhayul, Bidah, dan Churafat (khurafat). Bidah adalah perkara baru dalam agama, oleh karena itu, terlarang untuk diamalkan. Demikian juga Takhayul dan Churafat (khurafat) merupakan perkara-perkara asing dalam beragama, karena tidak diperintahkan atau dicontohkan oleh Nabi Muhammad.
Perkara-perkara agama yang dituding TBC cukup banyak, antara lain: ziarah kubur, tahlil kematian (7 hari, hari ke-40, hari ke-100), talqin di atas kubur, qunut subuh, tarawih 23 rakaat, yasinan setiap malam Jumat, dan memperingati hari-hari besar Islam (Maulud Nabi, Isra-Mikraj, dll). Bagaimana pula masyarakat muslim
pada saat itu membela mazhab dan keyakinan religiusnya? Selain itu, terutama dipicu oleh faktor-faktor yang bercorak internasional, kaum muslimin yang memiliki mazhab dan keyakinan religius yang sama, kemudian mendirikan organisasi Islam, yakni NU. Kedua organisasi Islam ini (NU dan Muhammadiyah) pada masa-masa awal berdirinya saling 7 bergesekan mengenai persoalan mazhab dan keyakinan religius. Akhirnya, di antara NU dan Muhammadiyah terjadi semacam kesepahaman tentang perlunya ukhuwah islamiah.
Keberhasilan Revolusi Islam Iran 1979 (pimpinan Ayatullah Khomeini) menggulingkan Syah Reza Pahlevi yang korup dan otoriter memicu kebangkitan Islam di pelbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Kebetulan bangsa Iran bermazhab Syiah (sebagaimana bangsa Indonesia bermazhab Suni).
Revolusi Islam Iran adalah dipelajarinya mazhab Syiah di berbagai belahan dunia Islam, termasuk di Indonesia. Banyak cendekiawan dan mahasiswa muslim tertarik dengan mazhab Syiah. Sebagian mereka bahkan beralih mazhab menjadi Syiah. Melihat beragamnya mazhab dan keyakinan religius, sebagian ulama dan cendekiawan muslim menggagas ukhuwah islamiah (Persaudaraan Muslim).
Jika diringkas ada tiga model ukhuwah islamiah yang digagas dan diperjuangkan oleh kaum muslimin Indonesia, yakni: (1) ukhuwah islamiah terbatas dalam rumpun Islam Suni (NU, Muhammadiyah, Persis, dan Islam Suni lainnya); (2) ukhuwah islamiah lebih luas hingga mencakup Islam Syiah; dan (3) ukhuwah islamiah lebih luas lagi hingga mencakup Ahmadiyah dan Islam Liberal.
2.4 Membangun Argumen tentang Konsep Keberagaman Islam dan membangun Persatuan Umat dalam Keberagaman
Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah/2: 213:
Artinya :
“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keteranganketerangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
Maksud ayat di atas adalah pada saat umat manusia dibimbing oleh seorang nabi, maka manusia itu (yakni manusia yang dibimbing oleh nabi) adalah satu umat.
Setelah nabi wafat, umat menjadi terpecah belah (ke dalam beberapa golongan agama, mazhab, dan keyakinan religius). Kemudian Allah mendatangkan lagi nabi lain, dengan tujuan untuk memberikan petunjuk tentang agama yang benar. Umat yang menghendaki hidayah akan beriman kepada nabi atau rasul yang baru (pengganti nabi atau rasul sebelumnya). Namun, kebanyakan manusia malah iri dengan nabi atau rasul yang baru (dengan alasan bahwa nabi atau rasul pengganti nabi atau rasul sebelumnya itu bukan mereka atau dari kalangan mereka). Watak mereka persis iblis yang enggan sujud (taat) kepada Nabi Adam. Mereka malah menciptakan agama, mazhab, dan keyakinan religius (berdasarkan ajaran nabi atau rasul terdahulu yang telah wafat).
Demikianlah, setiap seorang nabi atau rasul wafat, umat manusia terpecah belah ke dalam beberapa agama, mazhab, dan keyakinan religius. Oleh karena itu, seiring dengan bergesernya zaman, maka semakin banyaklah agama, mazhab, dan keyakinan religius.
Pandangan para imam mazhab menunjukkan tiga hal. (1) Umat Islam harus bersikap kritis, yakni menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah nabi sebagai referensi utama dalam
beragama; (2) Umat Islam boleh menjadikan fatwa imam (mazhab) sebagai referensi dalam beragama, sepanjang fatwa imam itu tidak bertentangan dengan Al-Quran dan AsSunnah Nabi Muhammad; dan (3) Umat Islam tidak boleh menyalahkan mazhab dan keyakinan religius yang berbeda, sepanjang mazhab dan keyakinan religius itu bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah Nabi Muahammad. Atas dasar pertimbangan inilah maka 9 ukhuwah islamiah perlu terus diperjuangkan, agar kaum muslimin menjadi satu umat yang sangat kuat.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bangsa Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak, mulai dari adat istiadat atau kebudayaan, bahasa dan ras, juga termasuk masalah agama. Walaupun
mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam tak terlepas dari itu juga ada berbagai macam aliran dalam agama Islam sendiri yaitu Ahlu Sunnah wal jama’ah, Muhamadiyah, persis dan lain lain. Setiapaliran tentu punya aturan serta tata cara beribadah yang berbeda. Namun hal tersebut bukanlah alasan untuk terpecah belah.
Sebagai satu saudara setanah air yang sama, setiap warga negara berkewajiban menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia ini agar tetap menjadi satu kesatuan yang utuh dan mencapai tujuannya sebagai negara yang makmur dan berkeadilan sosial.
3.2 Saran
1. Negara Indonesia merupakan negara yang majemuk dan terdapat banyak sekali keberagaman. Dalam mewujudkan cita-cita negara sebagaimana tercantum di dalam Pancasila sila ke 3 yaitu persatuan Indonesia, maka kita sebagai warga negara Indonesia perlu mempunyai rasa tanggung jawab yang besar dalam menjaga persatuan dan kesatuan dalam keberagaman dengan menanamkan sikap toleransi yang tinggi dan saling menghargai antar umat beragama.
2. Sebagaimana firman allah swt yang terdapat dalam surat ali-imran ayat 103 yang menjelaskan bahwa kita sebagai umat beragama khususnya sebagai umat muslim diperintahkan agar senantiasa menjaga persatuan dan melarang untuk bercerai berai.
DAFTAR PUSTAKA
r d r
Al-qu ’an an Tafsi
https://duniamanajemen.com/2018/02/makalah-tentang-keberagaman-dalam.html
https://media.neliti.com/media/publications/61873-ID-islam-dan-pluralisme.pdf https://lmsspada.ristekdikti.go.id/mod/resource/view.php?id=16119
https://www.academia.edu/38002248/Bagaimana_islam_membangun_persatuan_dalam_kebe rag aman
https://id.scribd.com/presentation/350559141/Bagaimana-Islam-Membangun-Persatuan- Dalam- Keberagaman
https://brainly.co.id/tugas/3350778
https://tafsirq.com/3-ali-imran/ayat-103