• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah isu etik dan emik - Spada UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "makalah isu etik dan emik - Spada UNS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ISU ETIK DAN EMIK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Multibudaya Dosen Pengampu : Prof. Dr. Asrowi, M.Pd. dan Dr. Naharus Surur, M.Pd.

Disusun Oleh :

Ayumi Ramadhita K3117016 Hijah Hamanah K3117036 Indriani Setianingsih K3117038 Ira Herawati K3117040 Lu’lu’ Azzahra K3117046

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2020

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Isu Etik dan Emik”, untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konseling Multibudaya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Asrowi,M.Pd.

Dan Dr. Naharus Surur, M.Pd. selaku dosen pengampu dalam mata kuliah Konseling Multibudaya yang telah membimbing dan memberi motivasi dalam tugas ini. Dan kami ucapkan terimakasih untuk berbagai pihak yang telah membantu dalam proses terselesaikannya makalah ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaikinya dan menjadi makalah yang lebih baik untuk kedepannya. Akhir kata, kami berharap semoga dengan makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi para pembaca untuk mendapatkan referensi ilmu pengetahuan dan wawasan dengan baik.

Surakarta, 30 Maret 2020

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...1

C. Tujuan...2

D. Manfaat...2

BAB II PEMBAHASAN...3

A. Definisi Etik dan Emik dalam Konseling Multibudaya...3

B. Penggunakan Pendekatan Etik dan Emik dalam Konseling Multibudaya...5

C. Contoh Kasus Isu Etik dan Emik dalam Konseling Multibudaya...7

BAB III PENUTUP...8

A. Kesinpulan...8

B. Saran...8

DAFTAR PUSTAKA...9

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kehidupan masyarakat tidaklah pernah dapat dihindari, keyataan bahwa budaya sangat berpengaruh terhadap perilaku, ekspresi emosi, kepribadian, keyakinan, dan kehendak. Budaya dapat diartikan secara umum sebagai keseluruhan sistem gagasan,tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia. karena budaya berfungsi bagi masyarakat sebagai transmisi budaya, pengembang kehidupan ekonomi, pelanjut keturunan, keagamaan, pengendali sosial, dan rekreasi. Selain budaya berfungsi bagi masyarakat, budaya berpengaruh pula terhadap cara berpikir, ekspresi emosi, kepribadian, keyakinan, dan kehendak individu, kelompok sehingga kebudayaan sangat mewarnai kehidupan individu atau kelompok masyarakat.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), beberapa para ahli mencoba meneliti berbagai bentuk atau ragam budaya yang ada dalam masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian mereka dari kajian multibudaya di temukan dua jenis budaya didalam masyarakat. Budaya tersebut dibedakan dengan sebutan etik (etics) ialah budya bersifat universal, dan emik (emics) ialah kekhasan dari budaya setempat.

Berdasarkan kajian-kajian konseling multibudaya tersebut penulis tertarik untuk mencoba menjelaskan secara terperinci tentang isu etik dan emik. Oleh karenanya didalam pembahasan makalah ini akan memuat pembahasan tentang etik dan emik dalam konseling multibudaya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi etik dan emik dalam konseling multibudaya?

2. Bagaimana konselor menggunakan pendekatan etik dan emik dalam konseling multibudaya?

3. Apa contoh kasus isu etik dan emik dalam konseling multibudaya?

(5)

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi etik dan emik dalam konseling multibudaya.

2. Mengetahui penggunaan pendekatan etik dan emik dalam konseling multibudaya.

3. Mengetahui contoh kasus isu etik dan emik dalam konseling multibudaya.

D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

Memberikan pengetahuan mengenai isu-isu etik dan emik dalam konseling multibudaya.

2. Manfaat praktis a. Mahasiwa

Memberikan pemahaman mengenai isu-isu etik dan emik dalam konseling multibudaya.

b. Guru Bimbingan dan konseling

Memberikan referensi tentang isu-isu etik dan emik dalam konseling multibudaya.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Etik dan Emik dalam Konseling Multibudaya

Kehidupan masyarakat tidaklah pernah dapat dihindari keyataan bahwa budaya sangat berpengaruh terhadap perilaku, ekspresi emosi, kepribadian, keyakinan, dan kehendak. Budaya dapat diartikan secara umum sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia. Shiraf dan Levi (dalam buku Sarlita W. Sarwono) mengemukan sebuah defenisi budaya ialah suatu set dari sikap, perilaku, dan simbol-simbol yang dimilki bersama oleh manusia dan biasanya dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa di dalam masyarakat, sebuah budaya menempatkan posisi penting dalam kehidupan masyarakat. Budaya dalam kehidupan individu atau kelompok membuat suatu perbedaan antara sekelompok orang dengan kelompok lain. Di dalam penelitian, para ahli dalam konseling multibudaya mengemukakan dua jenis ragam budaya yang ada dalam masyarakat yaitu etik dan emik. Salah satu cara utama mengkoseptualisasikan prinsip-prinsip serta perbedaan budaya, dapat dilakukan melalui penggunaan istilak etik dan emik. Kedua istilah ini mengacu pada keunikan yang bersifat universal dan kekhasan budaya, pengetahuan, dan kebenaran.

Dalam hal ini etik mengacu pada temuan-temuan yang tampak konsisten tetap diberbagai budaya; dengan kata lain, sebuah etik mengacu pada sebuah kebenaran atau prinsip-prinsip yang universal. Sebaliknya, emik mengacu pada temuan-temuan yang tampak berbeda untuk budaya yang berbeda; dengan dengan demikian, emik mengacu pada kebenaran yang bersifat khas budaya. Karena implikasinya pada apa yang kita ketahui sebagai kebenaran yang bersifat khas budaya. Etik dan emik merupakan konsep-konsep yang kuat. Jika kita tahu sesuatu tentang perilaku manusia dan menganggapnya sebagai kebenaran, dan hal itu adalah suatu etik (universal) maka kebenaran sebagaimana kita ketahui itu

(7)

adalah kebenaran bagi semua orang dari budaya lain. Kalau yang kita ketahui tentang perilaku manusia dan yang kita anggap sebagai kebenaran itu ternyata adalah suatu emik (bersifat khas dari suatu budaya), maka apa yang kita angggap kebenaran tersebut belum tentu merupakan kebenaran bagi individu dari budaya lain.

Bahkan kebenaran itu bisa sangat berbeda, kebenaran dalam hal ini adalah hal yang relatif. Defenisi kebenaran yang memperhitungkan etik dan emik ini, memaksa untuk mempertimbangkan kebenaran hal-hal yang kita yakini. Etik dan Emik adalah dua macam sudut pandang dalam etnografi yang cukup mengundang perdebatan. Emik misalnya, mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri, sebaliknya Etik merupakan penggunaan sudut pandang orang luar yang berjarak (dalam hal ini siapa yang mengamati) untuk menjelaskan fenomena dalam masyarakat.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan tentang definisi etik dan emik. Etik adalah suatu kebenaran yang diakui, diterima oleh seluruh masyarakat tanpa memandang perbedaan budaya, dengan kata lainkebenaran yang dimaksud berlaku untuk semua orang (bersifat universal).

Sedangkan emik adalah suatu kebenaran yang hanya diterima dan di akui oleh masyarakat setemapatdan tidak berlaku bagi orang yang berasal dari budaya yang berbeda. Emik dalam hal ini menawarkan sesuatu yang lebih obyektif.

Secara umum, sebagian besar ahli konseling multibudaya, sepakat bahwa jumlah etik dan emik sama, atau bahkan lebih banyak emik dari pada etik.

Artinya, orang dari budaya yang berbeda memang menemukan cara-cara yang berbeda dalam kebanyakan aspek perilaku manusia. Kalau dipikirkan hal ini tidaklah mengejutkan. Setiap budaya berevolusi dengan cara khasnya masing- masing untuk menangani perilaku manusia dengan gaya yang paling efisien dan sesuai agar sukses bertahan hidup. Cara-cara ini akan berbeda tergantung kepadatan penduduk, ketersediaan makanan, dan sumber-sumber lain.

Karena pasti menghadap kebutuhan yang berbeda dengan lingkungannya, setiap kebudayaan akan mengembangkan perbedaan-perbedaan yang kemudian berdampak kepada orang-orang yang berada di dalam budaya tersebut.

(8)

Adanya emik atau perbedaan kultural, bukan sesuatu yang problematik dalam diri individu atau kelompok masyarakat. Namun permasalahannya secara potensial akan muncul ketika kita mencoba menafsirkan alasan yang mendasari atau yang menyebabkan adanya berbagai perbedaan itu. Karena kita berada dalam budaya kita masing-masing, dengan latar belakang kultur kita sendiri, kita cenderung melihat sesuatu dari kacamata latar belakang tersebut. dengan kata lain, budaya bertindak sebagai suatu filter (penyaring), tidak hanya ketika kita mempersepsikan seseorang, tetapi juga ketika kita berpikir tentang menafsirkan suatu kejadian, kita bisa menafsirkan perilaku orang lain dari latar belakang kultural kita sendiri dan menarik beberapa kesimpulan tentang perilaku tersebut berdasarkan keyakinan kita tentang perilaku dan budaya kita sendiri. Tetapi penafsiran kita bisa salah bila perilaku yang sedang kita nilai berasal dari suatu orientasi kultural yang berbeda dari budaya kita.

B. Penggunakan Pendekatan Etik dan Emik dalam Konseling Multibudaya

Etik mencakup pada temuan-temuan yang tampak konsisten atau tetap di berbagai budaya, dengan kata lain sebuah etik mengacu pada kebenaran atau prinsip yang universal. etik merupakan penggunaan sudut pandang orang luar yang berjarak (dalam hal ini siapa yang mengamati) untuk menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat.

Dalam konseling multibudaya menggunakan perspektif objektif ini seorang konselor akan menggunakan dua pendekatan kebudayaan yang berbeda terhadap klien. Penggunaan perbedaan kebudayaan dilakukan untuk menunjukkan dimensi dan variabilitas kebudayaan dan untuk menunjukkan bahwa teori-teori komunikasi antar budaya tidak dimaksudkan untuk meneliti perbedaan budaya.

Peneliti mempelajari perilaku manusia dari luar kebudayaan objek konseling, konselor menguji banyak kebudayaan dan membandingkan kebudayaan tersebut, Struktur kebudayaan ditemukan sendiri oleh konselor, Struktur diciptakan oleh

(9)

konselor, Umumnya kriteria yang diterapkan ke dalam karakteristik kebudayaan sangat realtif, kriteria kebudayaan bersifat mutlak dan berlaku universal.

Sedangkan emik sebaliknya, mengacu pada temuan-temuan yang tampak berbeda untuk budaya yang berbeda, dengan demikian, sebuah emik mengacu pada kebenaran yang bersifat khas budaya misalnya, mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri. Pada prinsipnya dalam konseling yang menggunakan perspektif emik maka konselor

“menjadikan dirinya” sebagai bagian dari kebudayaan klien. Pendekatan emikpun sering menyebabkan atau menjadikan konselor menarik kesimpulan tentang suatu budaya tertentu berdasarkan ukuran-ukuran yang berlaku pada kebudayaan klien.

Karena implikasinya pada apa yang kita ketahui sebagai kebenaran, emik dan etik merupakan konsep-kosep yang kuat. Kalau kita tahu sesuatu tentang prilaku manusia dan menganggapnya sebagai kebenaran, dan hal itu adalah suatu etik (alias universal), maka kebenaran sebagaimana kita ketahui itu adalah juga kebenaran bagi semua orang dari budaya apa pun.

Pendekatan emik dalam hal ini memang menawarkan sesuatu yang lebih obyektif. Karena tingkah laku kebudayaan memang sebaiknya dikaji dan dikategorikan menurut pandangan orang yang dikaji itu sendiri, berupa definisi yang diberikan oleh masyarakat yang mengalami peristiwa itu sendiri. Bahwa pengkonsepan seperti itu perlu dilakukan dan ditemukan dengan cara menganalisis proses kognitif masyarakat yang dikaji dan bukan dipaksakan secara etnosentrik, menurut pandangan peneliti.

Jika yang kita ketahui tentang perilaku manusia dan yang kita anggap sebagai kebenaran itu ternyata adalah suatu emik (alias bersifat khas-budaya), maka apa yang kita anggap kebenaran tersebut belum tentu merupakan kebenaran bagi orang dari budaya lain. Secara sangat sederhana dapat saya simpulkan bahwa emik mengacu pada pandangan konselor terhadap kebudayaan klien, sedangkan etik mengacu pada pandangan konselor terhadap kebudayaan secara keseluruhan dalam proses konseling.

Jadi dengan konsep atau landasan teori maka dalam melakukan proses hubungan konseling dengan klien, maka pendekatan yang akan saya lakukan

(10)

adalah memahami klien seutuhnya. Memahami klien seutuhnya ini berarti yang harus saya lakukan adalah bisa atau dapat memahami budaya klien secara spesifik yang mempengaruhi klien, memahami keunikan klien dan memahami manusia secara umum atau universal yang sifatnya keseluruhan. Namun dalam memahami budaya spesifik berarti harus mengerti dan memahami budaya yang dibawa oleh klien sebagai hasil dari sosialisasi dan adaptasi klien dari lingkungannya. Hal ini sangat penting karena setiap klien akan membawa budayanya sendiri sendiri.

C. Contoh Kasus Isu Etik dan Emik dalam Konseling Multibudaya

Contoh dalam kasus ini adalah suatu fenomena yang terdapat di dalam masyarakat seperti pengemis. Bila perilaku pengemis disebut sebagai sebuah fakta sosial atau sebuah keniscayaan. Maka berlaku sebutan: pengemis adalah sampah masyarakat, manusia tertindas, manusia yang perlu dikasihani, manusia kalah, manusia korban kemiskinan struktural, dan sebagainya. Anggapan ini bukan sebuah kesalahan berpikir, melainkan sebuah sudut pandang etik orang di luar pengemis untuk menunjukkan fakta yang semestinya berlaku seperti itu, bukan pandangan emik, bagaimana pengemis melihat dirinya sendiri.

Dalam pandangan emik yang bersifat interpretif atau fenomenologis, pengemis adalah subjek. Mereka adalah aktor kehidupan yang memiliki hasrat dan kehidupan sendiri yang unik.

Pandangan subjektif seperti ini diperlukan untuk mengimbangi pandangan obyektif yang seringkali justru memojokkan mereka, melihat mereka sebagai korban kehidupan, kesenjangan ekonomi, atau ketidakadilan sosial, bukan sebagai entitas masyarakat yang memiliki pemikiran dan pengalaman hidup yang mereka rasakan dan alami sendiri.

(11)

Jika yang kita ketahui tentang perilaku manusia dan yang kita anggap sebagai kebenaran itu ternyata adalah suatu emik (alias bersifat khas-budaya), maka apa yang kita anggap kebenaran tersebut belum tentu merupakan kebenaran bagi orang dari budaya lain. Secara sangat sederhana dapat saya simpulkan bahwa emik mengacu pada pandangan konselor terhadap kebudayaan klien, sedangkan etik mengacu pada pandangan konselor terhadap kebudayaan secara keseluruhan dalam proses konseling.

BAB III PENUTUP A. Kesinpulan

Etik adalah suatu kebenaran yang diakui,diterima oleh seluruh masyarakat tanpa memandang perbedaan budaya, dengan kata lainkebenaran yang dimaksud berlaku untuk semua orang (bersifat universal). Sedangkan Emik merupakan suatu kebenaran yang hanya diterima dan di akui oleh masyarakat setempat dan tidak berlaku bagi orang yang berasal dari budaya yang berbeda. Emik dalam hal ini menawarkan sesuatu yang lebih obyektif. Etik mencakup pada temuan-temuan yang tampak konsisten atau tetap di berbagai budaya, dengan kata lain sebuah etik mengacu pada kebenaran atau prinsip yang universal. etik merupakan penggunaan sudut pandang orang luar yang berjarak (dalam hal ini siapa yang mengamati) untuk menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat.

Karena implikasinya pada apa yang kita ketahui sebagai kebenaran, emik, dan etik merupakan konsep-konsep yang kuat. Bila kita mengetahui tentang perilaku manusia dan menganggapnya sebagai kebenaran dan hal itu adalah etik (bersifat universal), artinya kebenaran yang kita ketahui itu juga kebenaran bagi semua orang dari budaya manapun. Sedangkan bila kita mengetahui tentang perilaku manusia dan kita anggap sebagai kebenaran ternyata adalah suatu emik

(12)

(bersifat khas budaya), maka apa yang kita anggap kebenaran belum tentu merupakan kebenaran bagi budaya lain.

B. Saran

Sebagai seorang calon konselor hendaknya memahami isu etik dan emik yang terdapat pada konseling lintas budaya sedini mungkin. Hal ini dilakukan untuk dapat memahami dan menafsirkan perilaku dari latar belakang budaya yang lain. Selain itu etik dam emik ini dapat menjadi sudut pandang calon konselor untuk mendapatkan analisa hingga interpretasi atas data-data yang diperolehnya.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/36389206/Definisi_Etik_Dalam_Pendekatan_Konselin g_Lintas_Budaya

http://komunikasiantarpribadi-triyono.blogspot.com/2011/12/konseling-lintas- budaya.html?m=1

Referensi

Dokumen terkait

Sumardjo dan Saini (1986:9) karya sastra dapat memberikan kepada kita penghayatan yang mendalam terhadap apa yang kita ketahui. Pengetahuan yang kita peroleh

Pada konteks budaya masyarakat Sulawesi Utara, istilah torang samua basudara yang berarti “kita semua bersaudara” ternyata bersifat universal, tidak saja pada

Pembauran antara Islam yang bersifat Universal dengan budaya yang bersifat realitas, melahirkan akulturasi kebudayaan yang khas Islam, Akulturasi meliputi hampir

Berdasarkan uraian diatas, dari berbagai aspek yang mengalami perubahan dari kelompok usia lanjut dapat kita ketahui bahwa banyak penurunan baik secara

Tugas-tugas analisis sistem telah kita ketahui yakni mengumpulkan dan menganalisis formulir , dokumen, file yang berkaitan dengan sistem yang berjalan, menyusun dan

Hakikat kebenaran alam semesta tidak hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik, sebagaimana diyakini oleh sementara ilmuwan, dengan kemajuan ilmu fisika dan

2) TRUTH (kebenaran): Kesesuaian dengan fakta dan realitas, sikap yang berhubungan denganperawt yang dapat dilihat, yaitu: Akontabilitas,

Fungsi Pasangan Aksara Jawa Fungsi dari aksara pasangan adalah untuk menggantikan aksara Carakan apabila aksara carakan tersebut berada dibelakang aksara yang bersifat sigeg