• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah - Ngatiyah - Zakat Nuqud

N/A
N/A
Fajarudin abdillah

Academic year: 2023

Membagikan "Makalah - Ngatiyah - Zakat Nuqud"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ZAKAT NUQUD

Dosen Pengampu:

Ahmad Asrof Fitri, S.H.I. M.E S.y

Oleh:

NGATIYAH NIM: 1230301011

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM AZ-ZAYTUN INDONESIA

(IAI AL-AZIS)

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang dengan limpah rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah melimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, para tabi’in dan pengikutnya.

Penulisan karya tulis ilmiah dalam bentuk makalah ini diberi judul

ZAKAT NUQUD”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pembelajaran Fiqh dan Zakat di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Al-Zaytun Indonesia. Penulis merasa bersyukur atas anugerah kenikmatan dari Allah SWT dan berharap dapat memberikan yang terbaik bagi keluarga dan pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kata sempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati menerima masukan, saran dan evaluasi guna penyempurnaan makalah ini.

Purwakarta, 04 Oktober 2023

Penulis Ngatiyah

(3)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 4

1.1 Latar Belakang... 4

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

BAB II PEMBAHASAN ... 6

2.1 Pengertian Zakat Nuqud ... 6

2.2 Dasar Hukum Zakat Nuqud ... 6

2.3 Syarat dan ketentuan Zakat Nuqud... 9

2.4 Kadar Zakat ... 11

2.5 Harta yang Kurang dan Lebih dari Nisab ... 11

2.6 Hukum Harta Maghsyusy ... 12

2.7 Zakat Perhiasan ... 12

2.7.1 Pendapat Para Ulama Tentang Zakat Perhiasan ... 14

2.8 Zakat Uang ... 14

BAB III PENUTUP ... 17

3.1 Kesimpulan ... 17

DAFTAR RUJUKAN... 18

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengorganisasian Dalam konteks hukum Islam, terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk merujuk kepada uang. Menurut Dawud (1999, 3) dan Syabir (1999, 175), beberapa di antaranya termasuk nuqud (sebagai bentuk jamak dari naqd) dan atsman (sebagai bentuk jamak dari tsaman). Dari segi bahasa, seperti yang dijelaskan oleh Al-Ashfahani (1961, 82), atsman memiliki beberapa makna, termasuk qimah, yang berarti nilai sesuatu, dan "harga pembayaran barang yang dijual," yang merujuk kepada segala bentuk imbalan yang diterima oleh penjual sebagai ganti barang yang dijualnya. Di dalam konteks fiqih, istilah ini digunakan untuk merujuk kepada uang emas dan perak.

Namun, umumnya dalam literatur fiqih, para ulama lebih sering menggunakan istilah nuqud dan tsaman dibandingkan istilah-istilah lainnya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, istilah yang sering digunakan adalah "nuqud."

Zakat merupakan kewajiban bagi umat Muslim yang memiliki harta atau barang yang telah mencapai nisab tertentu. Setiap jenis harta atau barang memiliki nisab dan aturan-aturan khusus yang telah diatur oleh Islam. Muncul sejumlah pertanyaan terkait zakat mal, mengingat ada beragam jenis aset yang dapat dianggap sebagai harta. Saat ini, investasi tidak hanya terbatas pada emas dan perak, tetapi juga melibatkan perhiasan serta berbagai instrumen keuangan berharga.

Dalam makalah ini, akan mengulas zakat nuqud, yang mencakup zakat emas, perak, perhiasan, dan uang. Kami akan menjelaskan mengenai nisab yang harus terpenuhi serta persentase zakat yang harus dikeluarkan. Dari latar belakang di atas penulis menyusun makalah yang berjudul “ZAKAT NUQUD diharapkan dapat memberikan pemahaman yang luas yang dapat diterapkan oleh mahasiswa prodi manajemen dakwah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

(5)

1. Apa yang dimaksud Zakat Nuqud?

2. Bagaimana Dasar Hukum Zakat Nuqud?

3. Bagaimana Syarat dan Ketentuan Zakat Nuqud?

4. Bagaimana Pendapat Ulama Tentang Persoalan pada Zakat Nuqud?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Zakat Nuqud.

2. Untuk Memahami Dasar Hukum Zakat Nuqud.

3. Untuk Mengetahui Syarat dan Ketentuan Zakat Nuqud.

4. Untuk Mengetahui Pendapat Ulama Tentang Persoalan pada Zakat Nuqud.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Zakat Nuqud

Para ulama memiliki perbedaan pendapat dalam merumuskan pengertian

"nuqud." Al-Sayyid 'Ali (1967, 44) mendefinisikannya sebagai "segala hal yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi, termasuk Dinar emas, Dirham perak, dan fulus tembaga." Sementara itu, Al-Kafrawi (1407, 12) mendefinisikannya sebagai "segala sesuatu yang secara umum diterima sebagai media pertukaran dan pengukur nilai."

Zakat nuqud diwajibkan bagi setiap individu yang memiliki emas dan perak jika sudah mencapai nisab dan telah mencukupi satu haul selama setahun. Emas yang dimaksud di sini bukanlah untuk perhiasan, melainkan untuk tujuan simpanan, investasi, peralatan rumah tangga, dan sebagainya.

Jika emas atau perak sudah mencapai nisab dan telah mencukupi satu haul selama setahun, zakat yang wajib dikeluarkan adalah sebanyak rub'ul usyur saja, yaitu satu perempat dari satu persepuluh dari jumlah totalnya.

Untuk wajib dizakati, nuqud harus memenuhi beberapa syarat:

1) Harus berupa emas atau perak.

2) Sudah mencapai satu tahun dalam kalender hijriyya.

3) Telah mencapai nishab (jumlah minimum yang ditentukan).

4) Bukan termasuk perhiasan yang dihalalkan, seperti perhiasan untuk wanita.

2.2 Dasar Hukum Zakat Nuqud

Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang lima memiliki rujukan atau landasan kuat berdasar Al-Qur’an dan al-Sunnah. Diantara dalil-dalil yang memperkuat kedudukannya adalah:

1. Al-Qur’an

Dasar hukum wajib zakat bagi harta kekayaan yang berupa emas, perak dan uang adalah Al-Qur’an surat 9 ayat 34 di bawah ini:

(7)

ٰٓبألٱِب ِساَّنلٱ ٰلٰٓوأمٰأ ٰنوُلُكأأٰيٰل ِناٰبأهُّرلٱٰو ِراٰبأحٰألْٱ ٰنِ م اًيرِثٰك َّنِإ ۟اأوُ نٰماٰء ٰنيِذَّلٱ اٰهُّ يٰأٰٓيَ

ِلِط

ۗ َِّللَّٱ ِليِبٰس نٰع ٰنوُّدُصٰيٰو َِّللَّٱ ِليِبٰس ِفِ اٰٰنَوُقِفنُي ٰلَٰو ٰةَّضِفألٱٰو ٰبٰهَّذلٱ ٰنوُزِنأكٰي ٰنيِذَّلٱٰو

ٍميِلٰأ ٍباٰذٰعِب مُهأرِ شٰبٰ ف

Artinya : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At-Taubah: 34)

2. Dalil Sunah

"Dari Abdullah bin Musa ia berkata, Khanzalah bin Abi Sofyan menceritakan kepada kami dari Ikrimah bin Khalid dari Ibnu Umar r.a, ia berkata:

Rasulullah SAW bersabda: Islam didirikan atas lima dasar yaitu:

a. Persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah b. Menegakkan shalat

c. Membayar zakat

d. Menjalankan puasa ramadhan dan

e. Melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu 3. Ijma’

Sepeninggal Nabi SAW dan pemerintahan dipegang Abu Bakar, timbul kemelut seputar keengganan membayar zakat sehingga terjadi peristiwa "perang riddah". Kebulatan tekad Abu Bakar sebagai khalifah terhadap penetapan kewajiban zakat didukung penuh oleh para sahabat yang kemudian menjadi ijma’.

Dalil hadist dalam Shahih Bukhari terdapat satu bab yang menguraikan bahwa sedekah atau zakat tidak akan diterima dari harta yang ghulul, dan tidak akan diterima pula kecuali dari hasil usaha yang halal dan bersih. Harta wajib zakat juga haruslah harta yang bernilai dan berpotensi berkembang.

Dalam terminologi fiqhiyyah, menurut Yusuf Qardhawi, pengertian berkembang itu terdiri dari dua macam: yaitu yang kongkrit dan tidak kongkrit.

Yang kongkrit dengan cara dikembangkan, baik dengan investasi, diusahakan dan diperdagangkan. Yang tidak kongkrit, yaitu harta itu berpotensi berkembang, baik

(٣٤)

(8)

yang berada di tangannya maupun yang berada di tangan orang lain tetapi atas namanya.

Adapun harta yang tidak berkembang seperti rumah yang ditempati, kendaraan yang digunakan, pakaian yang dikenakan, alat-alat rumah tangga, itu semua merupakan harta yang tidak wajib di zakati kecuali menurut para ulama semua itu berlebihan dan di luar kebiasaan, maka dikenakan zakatnya. Seseorang tidak diwajibkan berzakat selama ia belum mampu memenuhi kewajiban pokoknya.

Menurut para ulama yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi akan menyebabkan kerusakan dan kemelaratan dalam hidup.

Para ulama telah memasukkan syarat ini sebagai syarat kekayaan wajib zakat karena biasanya orang yang mempunyai kelebihan kebutuhan pokoknya maka orang tersebut dianggap mampu dan kaya. Kebutuhan pokok yang dimaksud itu meliputi makanan, pakaian dan tempat tinggal.

Zakat juga mensyaratkan seseorang harus terbebas dari hutang. Syarat ini merupakan penguat syarat kekayaan wajib zakat yang harus merupakan kepemilikan penuh. Karena dengan adanya hutang, berarti harta yang kita miliki masih bercampur harta milik orang lain, maka apabila kita ingin mengeluarkan zakat sedangkan kita masih mempunyai hutang, maka harus kita lunasi terlebih dahulu hutang-hutang yang kita miliki.

Apabila setelah dibayarkan hutang-hutangnya tapi kekayaannya masih mencapai nishab, maka wajib untuk mengeluarkan zakat, tapi sebaliknya apabila tidak mencapai nishab setelah dilunasi hutang-hutang maka tidak wajib mengeluarkan zakat.

Secara umum syarat-syarat wajib zakat adalah sebagai berikut:

a. Islam b. Merdeka

c. Kepemilikan yang sempurna d. Nisab

e. Haul

(9)

2.3 Syarat dan ketentuan Zakat Nuqud

Emas yang dijadikan simpanan wajib dikenai zakat, baik berupa mata uang maupun dalam bentuk batangan, asalkan telah mencapai masa satu tahun dan jumlahnya sudah mencapai nisab yang ditentukan. Nisab emas sebesar 20 Dinar (setara dengan 85 gram emas murni), sedangkan nisab perak adalah 200 dirham (setara dengan 672 gram perak murni). Artinya, jika seseorang memiliki emas sebanyak 20 dinar atau perak sebanyak 200 dirham, dan telah memiliki simpanan tersebut selama satu tahun, maka ia wajib membayar zakat sebesar 2,5% dari total nilai simpanannya (April Purwanto, 2006).

Hal yang sama berlaku untuk segala jenis harta yang dianggap sebagai simpanan dan dapat dikategorikan sebagai "emas dan perak", seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga, atau jenis harta lainnya. Nisab zakatnya akan sama dengan ketentuan yang berlaku untuk emas dan perak. Jika seseorang memiliki berbagai jenis harta yang jumlahnya mencapai atau melebihi nisab emas (85 gram), maka ia wajib membayar zakat sebesar 2,5%.

Sebagai contoh, Pak Tholib memiliki simpanan harta sebagai berikut:

1. Tabungan: Rp 5.000.000

2. Uang tunai (di luar kebutuhan pokok): Rp 2.000.000

3. Perhiasan emas sebanyak 100 gram dengan harga total Rp 5.400.000 Total nilai harta Pak Tholib adalah Rp 12.400.000. Namun, perlu diperhatikan bahwa perhiasan emas yang melebihi 40 gram (dalam hal ini 60 gram) yang wajib dizakati. Jadi, total harta yang dizakati adalah Rp 10.900.000. Maka, besar zakat yang harus dibayarkan adalah 2,5% x Rp 10.900.000 = Rp 272.500,00.

Sebagian besar mazhab, kecuali mazhab Syafi'i, mengizinkan penggabungan kedua jenis nuqud (emas dan perak) untuk mencapai nisab. Artinya, emas dapat digabungkan dengan perak dan sebaliknya. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki 100 dirham (perak) dan 5 mitsqal (emas) dengan nilai yang setara dengan 100 dirham, maka ia wajib membayar zakat karena kedua jenis harta tersebut dianggap setara.

Namun, mazhab Syafi'i berpendapat bahwa kedua jenis nuqud tersebut tidak boleh digabungkan, seperti halnya harta unta dan sapi. Dalam pandangan mazhab

(10)

Syafi'i, satu jenis harta hanya bisa digenapkan dengan jenis yang sama, meskipun kualitasnya berbeda.

Pendapat yang lebih umum, yaitu pendapat mayoritas mazhab, adalah bahwa penggabungan kedua jenis nuqud ini adalah praktik yang sesuai dengan zaman saat ini, terutama karena berhubungan dengan mata uang. Dewasa ini, penggabungan kedua jenis nuqud menjadi hal yang umum. Penentuan nisab zakat emas dan perak harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi saat ini dan daya jual mata uang yang berlaku. Selain itu, penentuan ini harus diadaptasi dengan harga emas dan perak yang berfluktuasi setiap tahun di wilayah muzakki ketika zakat akan dikeluarkan. Harga emas dan perak selalu berubah dan tidak stabil, sementara syariat hanya membatasi jumlahnya, yaitu emas sebanyak 20 mitsqal atau dinar, dan perak sebanyak 200 dirham. Kedua jenis nuqud ini adalah satu kesatuan dan memiliki nilai yang sama.

Oleh karena itu, penentuan nisab harus mengikuti ketentuan syariat, tanpa memperhatikan perubahan harga emas dan perak saat ini. Hal ini dilakukan karena emas adalah mata uang pertama yang digunakan sebagai alat tukar dan uang tunai seringkali dilapisi dengan emas. Selain itu, pada zaman Nabi SAW, mitsqal digunakan sebagai dasar mata uang dan dasar penentuan diyat.

Dari sumber lain diperoleh tabel tentang pengeluaram zakat harta (emas, perak dan uang), untuk itu simak tabel di bawah ini:

No Jenis Harta Nisab Haul Kadar

Zakat

1 Emas murni 96 gram emas 1 tahun 2,5 %

2 Perhiasan wanita, peralatan dan perabotan dari emas

Senilai 96 gram

emas murni 1 tahun 2,5 %

3 Perak 672 gram 1 tahun 2,5 %

4 Perhiasan wanita, peralatan dan perabotan dari perak

Senilai 672 gram

perak 1 tahun 2,5 %

5 Logam mulia selain emas, perak, seperti platina

Senilai 96 gram

emas 1 tahun 2,5 %

6 Batu permata seperti intan Senilai 96 gram

1 tahun 2,5 %

(11)

2.4 Kadar Zakat

Kadar zakat yang wajib dikeluarkan dari emas dan perak adalah 2,5% atau seperempat dari jumlahnya. Dengan demikian, jika seseorang memiliki 200 dirham dan telah mencapai masa hawl, zakat yang wajib dikeluarkan darinya adalah sebesar 5 dirham. Sedangkan jika dia memiliki 20 mitsqal emas, zakat yang wajib dikeluarkan darinya adalah sebesar 0,5 mitsqal emas (Wahbah Al-Zuhayly, 2008).

Dalilnya berdasarkan beberapa hadis, salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ali dari Nabi saw. Beliau bersabda, "Apabila kamu memiliki 200 dirham emas yang telah mencapai masa hawl, maka zakat yang wajib dikeluarkan darinya adalah sebesar 5 dirham. Kamu tidak berkewajiban membayar zakat apa pun untuk emas, kecuali jika kamu memiliki 20 dinar. Apabila kamu memiliki 20 dinar emas yang telah mencapai masa haul, zakat yang wajib dikeluarkan darinya adalah sebesar 0,5 dinar."

2.5 Harta yang Kurang dan Lebih dari Nisab

Sebagaimana kita ketahui, emas sebanyak 20 dinar (mitsqal) yang memiliki nilai setara dengan 200 dirham, wajib dikenakan zakat menurut kesepakatan para ulama. Namun, jika jumlah emas tersebut kurang dari 20 mitsqal, zakatnya tidak wajib dikenakan, kecuali jika emas tersebut dicampurkan dengan perak atau barang dagangan.

Para ulama secara sepakat mengatakan bahwa jika jumlah emas kurang dari 20 mitsqal dan nilainya tidak mencapai 200 dirham, maka zakatnya tidak diwajibkan karena emas tersebut tidak mencapai nisab. Mayoritas fuqaha juga berpendapat bahwa nisab emas adalah sebanyak 20 mitsqal, dan jumlah emas sebesar itu tidak dapat dihargai atau disamakan dengan perak. Rasulullah saw.

pernah bersabda:

َّذلا ٰنِم ًلَاٰقأ ثِم ٰنأيِرأشِع أنِم َّلٰقٰأ أِفِ ٰسأيٰل ةٰق ٰدٰص ِمٰهأرِد أٰتَٰئاِم أنِم ٰلٰقٰأ أِفِ ٰلَٰو ، ِبٰه

“Emas yang kurang dari 20 mitsqal dan perak yang kurang dari 200 dirham tidak ada (kewajiban) zakat”

(12)

Menurut Abu Hanifah, harta yang melebihi nisab tidak wajib dikenakan zakat, kecuali jika jumlah kelebihannya mencapai 40 dirham (dalam hal ini, ini berlaku untuk perak). Dengan kata lain, setiap tambahan 40 dirham setelahnya akan dikenai zakat sebesar 1 dirham. Selanjutnya, setiap tambahan 40 dirham akan dikenakan zakat sebesar 1 dinar. Namun, jumlah emas antara 40 dirham yang pertama dan 40 dirham yang kedua tidak wajib dikenakan zakat.

2.6 Hukum Harta Maghsyusy

Yang dimaksud dengan harta maghsyusy adalah harta yang tercampur dengan harta lain yang memiliki nilai lebih rendah darinya. Sebagai contoh, emas yang tercampur dengan perak atau perak yang tercampur dengan perunggu. Terkait dengan zakat harta maghsyusy, para fuqaha memiliki tiga pendapat yang berbeda:

1) Mazhab Hanafi berpendapat bahwa jika dalam campuran tersebut jumlah perak lebih dominan, maka harta tersebut akan dianggap sebagai perak.

Begitu juga, jika jumlah yang lebih dominan adalah emas, maka harta tersebut akan dianggap sebagai emas. Jika campuran lebih seimbang, maka harta tersebut dianggap sebagai barang dagangan. Dalam hal ini, nilai harta tersebut harus mencapai nisab, dan pemiliknya harus memiliki niat untuk memperdagangkan harta tersebut.

2) Mazhab Maliki berpendapat bahwa yang menjadi ukuran adalah kadar kemurnian. Jika dirham atau dinar tercampur dengan perunggu atau materi lainnya, maka yang dikenai zakat adalah harta yang murni, bukan campuran tersebut.

3) Mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat dalam harta maghsyusy sebelum harta yang murni (emas dan perak) mencapai nisab yang diperlukan. Artinya, zakat tidak diwajibkan pada campuran harta tersebut sampai harta yang murni mencapai batas nisab yang ditetapkan.

2.7 Zakat Perhiasan

Para fuqaha (ahli fikih) sepakat bahwa emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya, baik dalam bentuk apa pun, seperti lempengan, serpihan, bejana, dan perhiasan mulia. Mazhab Maliki memerinci bahwa perhiasan yang wajib dizakati

(13)

adalah perhiasan yang digunakan sebagai barang dagangan dan dihitung berdasarkan beratnya, bukan nilai harga setelah diproses.

Perhiasan yang disewakan, baik milik laki-laki atau perempuan, tidak wajib dizakati. Begitu pula perhiasan yang digunakan oleh perempuan dan tidak diwajibkan zakatnya, seperti gelang. Zakat juga tidak diwajibkan pada perhiasan yang digunakan oleh laki-laki, seperti perhiasan untuk pegangan pedang yang digunakan dalam perang.

Demikian pula, zakat tidak dikenakan pada cincin perak, perhiasan hidung, perhiasan gigi, mushaf (kitab suci Al-Qur'an), pedang, atau pada perhiasan yang hanya boleh digunakan oleh orang tertentu.

Menurut mazhab Syafi'i, perhiasan yang wajib dizakati adalah perhiasan yang disengaja disimpan, berbentuk bejana, perhiasan yang dikenakan oleh laki- laki, perhiasan laki-laki yang dikenakan oleh perempuan (seperti pedang), atau serpihan yang dijadikan perhiasan. Demikian juga, perhiasan perempuan dewasa yang digunakan secara berlebihan, seperti jika perhiasannya mencapai 200 mitsqal (sekitar ½ kg).

Mazhab Hambali menyatakan bahwa zakat wajib dikeluarkan dari perhiasan yang digunakan sebagai barang dagangan, perhiasan yang haram digunakan oleh perempuan, perhiasan yang digunakan oleh binatang, perhiasan yang digunakan sebagai perlengkapan kuda, kalung anjing, perhiasan pada kendaraan, lampu, perhiasan temuan, perhiasan yang disimpan, atau perhiasan yang pemiliknya tidak berniat untuk menggunakannya.

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa zakat wajib dikeluarkan dari perhiasan laki-laki dan perempuan, baik berupa serpihan, lempengan, bejana, atau lainnya, karena emas dan perak dianggap harta yang dapat produktif atau diperdagangkan.

Pendapat yang kuat menurut mazhab selain Syafi'i adalah bahwa nisab (batas minimum) perhiasan yang wajib dizakati adalah beratnya, bukan harganya.

Dengan demikian, jika seseorang memiliki perhiasan dengan nilai 200 dirham, tetapi beratnya kurang dari 200 dirham, maka zakatnya tidak wajib dikeluarkan.

Sebaliknya, jika beratnya mencapai 200 dirham, maka zakatnya wajib dikeluarkan, meskipun harganya lebih rendah.

(14)

Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa yang menjadi patokan adalah nilai harga perhiasan, bukan beratnya jika ada perbedaan antara keduanya.

2.7.1 Pendapat Para Ulama Tentang Zakat Perhiasan

Perhiasan emas dan perak tidak wajib dizakati kecuali dalam situasi-situasi berikut:

1) Hiasan emas dan perak yang dimiliki sebagai uang dan disimpan untuk tujuan investasi atau keamanan, bukan untuk penggunaan sehari-hari.

2) Hiasan emas atau perak yang haram dipakai, contohnya hiasan emas atau perak yang digunakan oleh laki-laki atau perempuan, tetapi jumlahnya melebihi batas yang telah ditentukan, yaitu sekitar 775,8 gram emas atau perak.

3) Hiasan emas atau perak yang makruh dipakai, misalnya hiasan yang memiliki tambalan perak karena ada kebutuhan atau yang ditambal tanpa alasan yang jelas. Zakat untuk hiasan jenis ini harus dihitung berdasarkan nilai harganya, bukan berdasarkan beratnya, kecuali jika hiasan tersebut secara esensial diharamkan, seperti wadah emas dan perak.

2.8 Zakat Uang

Uang kertas atau uang logam adalah bentuk mata uang yang digunakan sebagai pengganti emas dan perak. Nilai uang ini ditentukan oleh bank sentral negara, yang nilainya setara dengan nilai emas. Uang digunakan sebagai alat pembayaran yang sah. Namun, sebagian besar negara melarang penggunaan emas sebagai alat tukar. Oleh karena itu, penggunaannya tidak lagi diizinkan, dan uang kertas atau logam yang terbuat dari campuran logam tertentu, seperti tembaga dan lainnya, digunakan sebagai gantinya. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menjaga cadangan emas yang dimiliki oleh negara.

Peraturan seperti ini muncul relatif baru, setelah Perang Dunia I. Pada masa lalu, para ulama kita tidak membahas hukum zakat untuk uang kertas. Namun, fuqaha kontemporer telah mengkaji masalah ini. Mereka menyimpulkan bahwa uang wajib dikenakan zakat, menurut pandangan mayoritas fuqaha (mazhab Hanafi,

(15)

utang yang kuat bagi kas negara, dalam bentuk cek piutang atau surat wesel bank dengan nilai yang setara dengan uang itu sendiri. Uang yang ada dalam surat wesel bank dianggap sebagai utang dari pihak bank kepada pemilik uang.

Namun, pengikut mazhab Hanbali memiliki pendapat yang berbeda.

Menurut mereka, tidak ada kewajiban zakat untuk harta uang, kecuali jika uang itu ditukar dengan emas atau perak. Pendapat ini adalah interpretasi dari kewajiban zakat yang berkaitan dengan harta yang telah berpindah ke tangan pemiliknya.

Pendapat yang benar adalah bahwa zakat harus dikeluarkan untuk uang kertas karena uang kini menjadi harta yang berharga. Emas tidak lagi digunakan sebagai alat tukar umum dalam transaksi jual beli. Selain itu, penganggapan bahwa uang adalah utang tidak tepat, karena harta yang diutangi biasanya tidak dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya. Ulama tidak memerintahkan zakat untuk harta yang diutangi kecuali setelah harta itu kembali ke tangan pemiliknya. Kondisi ini diajukan karena ada kemungkinan pemilik tidak dapat mengambil kembali harta yang dipinjamkannya.

Uang, di sisi lain, dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya, sama seperti emas yang dianggap sebagai harta berharga. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan perbedaan dalam zakat uang ini tidak valid. Pendapat yang menyatakan bahwa zakat untuk uang tidak wajib adalah kesalahan ijtihad, karena hal ini menyimpulkan bahwa zakat tidak wajib untuk jenis harta yang sangat penting ini. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa uang kertas harus dikenakan zakat, seperti zakat utang yang harus dibayarkan secara langsung. Pendapat ini sesuai dengan mazhab Syafi'i, yang menetapkan bahwa zakat uang kertas harus dikeluarkan sebesar 2,5%.

Nisab (batas minimum) untuk harta uang, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, adalah setara dengan nisab emas yang telah ditentukan oleh syariah, yaitu 20 mitsqal atau dinar. Menurut penulis, nisab emas setara dengan 85 gram, sedangkan nisab perak setara dengan 595 gram. Jumlah perak ini berdasarkan pengalaman dengan dirham Arab (1 dirham setara dengan 2.975 gram).

Menurut pendapat yang paling sahih, nisab uang sebaiknya disesuaikan dengan harga emas, karena emas digunakan sebagai penilaian nisab untuk harta ternak seperti unta, sapi, dan kambing. Selain itu, tingkat penghasilan dan

(16)

bahwa nisab uang disamakan dengan harga perak. Pendapat ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kesetaraan ini lebih menguntungkan bagi fakir miskin, dan juga mencerminkan semangat kedermawanan. Selain itu, kesetaraan nisab perak ini telah disepakati (ijma') dan dinyatakan dalam hadis sahih. Pada masa lalu, di Mesir, satu dirham perak setara dengan 26 riyal, yang setara dengan sekitar 9 1/3 qirsy, atau sekitar 50 riyal di Arab Saudi dan Emirat Arab, serta sekitar 60 atau 55 rupiah di Pakistan dan India.

Zakat untuk uang kertas tidak diwajibkan kecuali setelah mencapai nisab yang telah ditetapkan oleh syariah, telah berlalu satu tahun (hawl), dan telah dibebaskan dari utang. Ini adalah pandangan yang benar dan adil. Mazhab Hanafi menambahkan bahwa jumlah uang yang mencapai nisab tersebut juga harus melebihi kebutuhan pokok pemiliknya, termasuk nafkah, pakaian, pembayaran rumah, dan keperluan lainnya.

(17)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Nisab emas adalah 20 Dinar (setara dengan 85 gram emas murni), sementara nisab perak adalah 200 dirham (setara dengan 672 gram perak). Ini berarti bahwa jika seseorang memiliki emas sebanyak 20 dinar atau perak sebanyak 200 dirham, dan sudah memiliki harta tersebut selama satu tahun penuh, maka ia wajib membayar zakat sebesar 2,5%.

2. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa jika dalam harta yang bercampur tersebut jumlah peraknya lebih banyak, maka harta tersebut dianggap sebagai perak.

Begitu pula, jika jumlah yang lebih banyak adalah emas, maka harta tersebut dianggap sebagai emas. Mazhab Maliki berpendapat bahwa yang menjadi penentu adalah kelarisan. Jika dirham atau dinar bercampur dengan perunggu atau bahan lainnya, yang dizakati adalah barang yang murni, yakni emas dan perak. Menurut mazhab Syafi'i dan Hambali, tidak ada kewajiban zakat pada harta campuran sebelum emas dan perak yang murni mencapai nisab penuh.

3. Menurut mazhab Maliki, perhiasan yang wajib dizakati adalah perhiasan yang dijadikan sebagai barang dagangan. Perhiasan ini dihitung berdasarkan beratnya, bukan berdasarkan nilai harga setelah dijadikan barang dagangan.

4. Nisab harta uang sama dengan nisab emas yang telah ditentukan oleh syara', yaitu seberat 20 mitsqal atau dinar. Penulis mengatakan bahwa timbangan emas adalah sebanyak 85 gram, sedangkan perak sebanyak 595 gram. Perkiraan jumlah perak ini didasarkan pada pengalaman dengan dirham Arab (1 dirham sama dengan 2.975 gram).

(18)

DAFTAR RUJUKAN

Ali, Mohammad Daud. Sistem Ekonomi Islam : Zakat dan Wakaf. 1988. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Al-Zuhayly, Wahbah. Zakat : Kajian Berbagai Mazhab. 2008. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA.

Mufraini, Arief. Akuntansi dan Manajemen Zakat : Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan. 2008. Jakarta : Prenada Media Group.

Purwanto, April. Cara Mudah Menghitung Zakat. 2006. Yogyakarta : Sketsa.

https://irmaways79.blogspot.com/2016/04/zakat-nuqud.html

Referensi

Dokumen terkait

menyimpulkan bahwa khumus wajib dikeluarkan dari harta-harta sebagai berikut: harta rampasan perang, barang tambang, harta karun yang mencapai nisab, hasil

Pada zakat terdapat nishab sebagai syarat pengeluarannya disamping setelah mencapai satu tahun (haul). Apabila zakat telah diwajibkan pada harta muslim maka

Zakat mal disebut juga zakat harta, yaitu mengeluarkan sebagian harta kekayaan yang dimilikinya apabila telah mencapai nisab. Pengertian nisab adalah lama waktu suatu harta

Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab.. Pada pernyataan pertama mengenai Keputusan,

harta sejenis yang harus dikeluarkan zakatnya yang untuk itu zakat penghasilan itu dikeluarkan pada permulaan tahun dengan syarat sudah mencapai nisab, dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada dua pendapat pedagang batu akik mengenai zakat pada perdagangan batu akik yaitu wajib dan tidak wajib.. Mengenai nisab dan

Nisab untuk emas yaitu sebanyak 20 mitsqal atau setara dengan 93,6 gram,sedangkan nisab untuk logam perak sebanyak 200 dirham atau setara dengan 624 gram.adapun haul untuk logam

dengan zakat fitrah6 Zakat mal harta adalah bagian dari harta kekayaan seseorang juga badan hukum yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang- orang tertentu setelah dipunyai selama