• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Pancasila Pancasila Sebagai Etika

N/A
N/A
Rahmad Hidayat

Academic year: 2023

Membagikan "Makalah Pancasila Pancasila Sebagai Etika"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Pancasila Pancasila Sebagai Etika

Disusun O

L E H

Kelompok 5

Nama : 1. Ida Aprilianti 2. Anggi Febrianda

3. Dedi Irawan

Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik Prodi : Ilmu Administrasi Publik

Universitas Muhammadiyah

Bengkulu

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan tak lupa pula kami ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah -Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pancasila yang membahas tentang “Pancasila Sebagai Etika”. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak Sazili, Drs, M.pd selaku dosen mata kuliah Pancasila di umiversitas muhammadiyah yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Adapun makalah Pancasila Sebagai Etika ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai referensi buku dan referensi internet, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa

menyampaikan bayak terima kasih kepada seluruh referensi-referensi yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Peranan Pancasila Sebagai Etika di Indonesia, khususnya bagi penulis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat

kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,

mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... 1

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR IS

I ... 3

BAB I PENDAHULUAN ... 4

A. Latar belakang ... 4

B. Rumusan masalah... 5

C. Tujuan ... 5

BAB II PEMBAHASAN ... 6

A. Pengertian Etika ... 6

B. Norma Etik Bersumberkan Pancasila ... 8

C. Kode Etik Profesi ... 15

D. Pengamalan Subjektif Norma Etik ... 21

BAB III PENUTUP ...

22

A. Kesimpulan ... 22

B. Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA

... 23

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nilai norma dan moral adalah konsep-konsep yang saling terkait. Dalam

hubungannya dengan pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika.

Pancasila sebagai suatu sistem falsafat pada hakikatnya merupakan suatu sistem nilai yang menjadi sumber dari penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Disamping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan Negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi :

Norma moral : Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik dan buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila

Norma hukum : Sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.

(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang yang telah dikemukakan di atas, muncul beberapa rumusan masalah yang menarik untuk dikaji

1. Apakah pengertian dari etika 2. Norma etik bersumberkan Pancasila 3. Kode etik profesi

4. Pengalaman subjektif terhadap norma etik

C. Tujuan

1. Agar mahasiswa lebih memahami tentang materi Pancasila Sebagai Sistem Etika.

2. Untuk mendorong semangat mahasiswa agar memiliki etika yang sesuai dengan Sila dalam Pancasila.

3. Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika.

4. Untuk memberi gambaran secara tertulis tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika.

(6)

BAB II

PANCASILA SEBAGAI ETIKA

A. Pengertian Etika

Kata etika yang secara etimologis dari kata yunani ethos secara harfifah berarti adat kebiasaan. Watak atau kelakuan manusia. Dalam KBBI, etika di artikan sebagai ilmu tantang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).

Pengertian etika bias bias beragam menurut para ahli, namun dapat di klasifikasikan ke dalam 3 makna (sudarminta, 1997); makna etika yang pertama adalah sebagai sistem nilai. Kata etika di sini berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangaan hidup atau sebagai pedoman penilaian baik buruknya prilaku manusia, baik secara individu maupun social dalam suatu masyarakat. Makna ini misalnya di gunakan dalam etik jawa, etik protestan, dan sebagainya. Makna yang kedua adalah kode etik, yang mana merupakan kumpulan norma dan nilai moral yang wajib di perhatikan oleh pemegang profesi tertentu.

Meurut bertens (2000), kata etika dapat di artikan sebanyak 3 jenis yang pertama 1. Etika berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi

seseorang atau suatu kelompok yan mengatur tingka lakunya. Hal ini biasa di artikan sebagai sistem nilai yang befungsi dalam hidup manusia perorangan maupun staf social.

2. Etika di artikan sebagai kumpulan asas dan moral yaitu kode etik.

3. Etika berate ilmu tentang yang baik atau buruk.

Selain etika, di kenal juga dengan istilah etiket, yang berasal dari bahasa prancis, etiquette, eika berarti moral namun etiket adalah sopan santun,dinyatakan bahwa

1. Etiket menyangkut cara sesuatu perbuatan yang harus di lakukan manusia, sedangkan etika tidak terbatas pada cara di lakukannya sesuat perbuatan, etika member norma pada perbuatan itu sendiri .

2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, sedangkan etika tidak bergantung pada hadir tidaknya orang lain.

3. Etiket bersifat relative, sedangkan etika bersifat absolute.

4. Etiket berarti memandang manusia hanya dari segi lahiriahnya, sedangkan etika menyangkutkan manusia dari segi dalam.

1. Macam-macam etika atau filsafat moral

Etika sebagai filsafat moral adalah salah satu cabang ilmu yang secara filsafat yang secara khusus mengkaji prilaku manusia dari segi baik buruknya atau benar salahnya. Secara umum dapat di bedakan dua cabang besar etika:

 Etika umum adalah etika yang menyajkan beberapa pengertian dasar dan pengaji beberapa permasalahan pokok dalam filsafat moral.

(7)

 Etika khusus adalah etika yang membahas beberapa permasalahan moral dalam bidang bidang khusus.

a. Etika deskriptif

Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif memelajari moralitas yang terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode tertentu. Etika ini dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi, psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris, bukan filsafat.

b. Etika normatif

Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian (preskriptif:

memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-alasan mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk. Etika normatif dibagi menjadi dua, etika umum yang memermasalahkan tema-tema umum, dan etika khusus yang menerapkan prinsip-prinsip etis ke dalam wilayah manusia yang khusus, misalnya masalah kedokteran, penelitian. Etika khusus disebut juga etika terapan.

c. Metaetika

Meta berati melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak pada tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis.

2. Aliran-aliran dalam filsafat moral

a. Etika keutamaan

kata lain adalah etika kebajikan berdefinisi teori yang mempelajari keutamaan(virtue), keutamaan adalah suatu disposisi batin yang besifat tetap sebagai akibat suatu latihan dan kebiasaan untuk berbuat baik. Keutamaan merupakan cirri-ciri keluhuran watak yang secara moral pantas di ajukan kepada seiap orang dan di kejar olehnya. Etika keutamaan meletakkan tekanan dan focus perhatiannya pada pribadi pelaku tindakandan kualitas watak pribadi tersebut.

Aristoteles mengatakan arête di mana berbahasa yunani yang berarti keutamaan ,ada kaitannya dengan keunggulan (excellence)serta di pakai untuk menunjukan bahwa seseorng bias melaksanakan fungsi pokok nya dengan baik.keutamaan moral adalah cirri-ciri watak manusia yang secara umum di junjung tinggi dan di miliki seorang berkat latihan atau pembiasaan berbuat baik. Beberapa watak yang terkandung dalam nilai keutamaan di antaranya adalah baik hati, kasatria, belas kasih, terus terang, bersahabat, murah hati, bernalar, percaya diri, penguasaaan diri, sadar, suka bekerja sama, berani, santun, jujur, terampil, adil, setia, bersahaja, disiplin, mandiri, bijak sana, peduli dan toleran.

(8)

b. Etika deontology

Etika deontology adalah teori yang membicarakan kewajiban moral sebagai hal yang benar dan bukan membicarakan tujuan atau akibat dari etika deontology dalam member tekanan dan focus perhatiannya pada prinsip-prinsip yang mendasari tindakan, dan mengajarkan bahwa sebuah tindakan itu benar kalau tindakan tersebut selaras dengan prinsip kewajiban yang relevan untuknya

Kata deon berasal dari yunani yang artinya berkewajiban yang merupakan inti dari teori ini dan mengasumsi bahwa orang orang bertindak secara moral bila mengikuti aturan yang benar atau baik imperatif kategoris merupakan perintah yang tidak bersyarat dan mutlak dimana di simbolkan dengan perkataan „‟bertindak secara moral‟‟ dimana perkataan itu tidak mengandung perintah(command) tetapi secara moral yang dating dari diri sendiri, tidak bersyarat, bersifat mutlak, dan merupakan realisasi dari rasio (budi) praksis (zubaidi).

c. Etika teleology

Etika teleology adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral menentukan nilai tindakan atau kebenaran tintakan. Etika teleology menganggap nilai moral dari suatu tindakan di nilai berdasarkan pada jauh mana tindakan tersebut mencapai tujuannya. Etika ini juga menganggap bahwa kebenaran dan kesalahan suatu tindakan di nilai dari tujuan akhir yang di inginkan. Aliran-aliran ini meliputi eudaemonisme, hedonism, dan utilitarianisme.

B. NORMA ETIK BERSUMBERKAN PANCASILA

Sunoto (1982) memberikan pengertian etika pancasila sebagai filsafat moral atau filsafat kesusilaan yang berdasar atas kepribadian, ideologi, jiwa dan pandangan hidup berbangsa Indonesia. Etika pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila pancasila untuk mengatur prilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Di dalam etika pancasila mengandung nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk prilaku manusia di Indonesia dalam semua aspek pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika kebajikan, meskipun corak keduanya mainstream yang lain. Namun menurut notonagono, etika keutamaan lebih dominan karena etika pancasila cerminan dalam empat tabit saleh atau kebajikan, yaitu kebijakan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan. Pancasila sebagai dassar filsafat tercantum dalam undang 1945 di dalam pembukaan memiliki implikasi etis, yakni sebagai sumber norma etik, yang bersumber dari pemikiran mendalam terhadap nilai dasar pancasila.

1. Nilai pancasila sebagai sumber norma etik

Nilai nilai yang tertuang dalam pancasila menjadi inspirasi sekaligus pegangan hidup dlam mewujudkan harapan dan cita-cita bangsa. Namun demikian, nilai tidak bersifat opersional dan belum konkret. Agar dapat bersifal operasional dan menjad

(9)

pedoman hidup, nilai di wujudkan ke dalam norma. Norma atau kaidah itulah yang bersifat operasional dan menjadi pegangan atau panduan hidup dalam bersikap dan berperilaku.

 Ketuhanan yang maha esa

Nilai dasar yang tertuang dalam sila pertama pancasila adalah nilai ketuhanan.

Dimana yang menyangkut pada keyakinan dan kepercayaan yan di miliki oleh bangsa ini. Agama merupakan salah satu sumber moralitas (sudaryanto 20017) aspek etis yang tercermikan dari sila pertama pancasila adalah jaminan bagi setiap penduduk untuk mengidentifikasi dirinya berdasarkan keyakian atau agama tertentu. Setiap individuberhak menyatakan dirinya berdasar keyakinan yang ia percayai.

 Kemanusiaan yang adil dan beradap

Didalam sila ini menunjukan bahwa kedudukan manusia yang sederajat dan bermartabat. Manusia di tempatkan di dalam kedudukan yang terhormat.

Kemanusiaan menyakut segala unsure yang melekat pada diri manusia sebagai mahluk monopluralis (notonagono1980). Dan didalam nya melekat atribut adil dan beradab yang mempertegas orientasi kemanusiaan berdasar pancasila. Dalam hal ini pemerintah harus menjamin setiap usaha mamanusiaakan manusia dalam kerangka mewujudkan sosok manusia yang adil dan beradab.

 Persatuan Indonesia

Persatuan mengikat selruh perbedaan yang niscaya dalam bangsa ini.

Persatuan juga merupakan modalitas utama dalam mengintegrasikan seluruh kepentingan di bawah paying kebangsaaan. Pemerintah dan rakyat harus secara sadar menjaga dan memelihara kohesivitas yang melekatkan entitas bangsa ini dalam satu bingkai kebangsaan.

 Kerakyatan yang di pimpin oleh kebijaksanaan dan permusyawaratan

Menepatkan masyarakat sebagai nilai universal yang melengkapi sila sebelumnya. Nilai kerakyatan menegaskan bahwa orientasi sesungguhnya dari keberadaan bangsa ini harus bermuara pada kepentingan rakyat. Rakyat adalah kekuatan terbesar yang menentukan harapan dan cita-cita bangsa. Pemerintah harus mengupayakan optimalisasi potensi kekuatan rakyat sebagai penompang keberlangsungan bangsa. Dan pemerintah harus menginsyafi kenyataan bahwa rakyat adalah subjek dan bukan objek. Konsekuensi perlakuan rakyat sebagai ojek oleh pemerintah bias di pandang tidak etis (sudaryanto2017).

 Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

(10)

Sila kelima ini memuat nilai keadilan social yang ditujukan bagi seluruh bangsa indonesia. Keadilan sosial menjamin pemerataan.

2. Etika Pancasila dalam Ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978

Dalam kedudukan sebagai dasar filsafat negara, maka nilai nilai Pancasila harus dijabarkan kedalam norma yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Ada dua norma dalam hidup bernegara, yakni norma hukum dan norma moral atau etik (Kaelan, 2013). Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa nilai pancasila perlu diderivasikan kedalam norma hukum dan norma etik bernegara. Pancasila menjadi sumber norma hukum adalah implikasi yuridis dari pancasila dasar filsafat negara. Pancasila menjadi sumber norma etik adalah implikasi etis dari pancasila dasar filsafat negara.

Dalam kaitannya dengan etika, maka nilai pancasila menjadi sumber norma etik bernegara. Nilai pancasila terjabarkan kedalam norma etik bernegara. Nilai pancasila terjabarkan kedalam norma etik bernegara. Dalam pengalaman sejarah bernegara diindonesia, ketetapan MPR No. II/MPR/1978 Tentang penghayatan dan pengalaman pancasila atau ekaprasetya pancakarsa dapat dipandang sebagai contoh norma etik bernegara. Pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila berisis butir butir pengalaman dari sila sila pancasila yang dimaksudkan sebagai pedoman untuk dijadikan penuntun atau pegangan terhadap sikap dan tingkah lakubagi setiap manusia indoensia dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Dalam ketetapan tersebut dinyatakan pula bahwa P4 bukan merupakan tafsir pancasila dasar negara. Tafsir pancasila dasar negara adalah sebagaimana termuat dalam UUD 1945 yang berisikan norma hukum. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa butir butir P4 merupakan norma etik dari pada sila sila pancasila..

Butir Butir norma sila pancasila : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa

1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

2) Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing yang adil dan beradab.

3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.

(11)

7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

2) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.

3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia 4) Mengembangkan sika saling tenggang rasa dan tea selira 5) Mengembangkan sika tidak semena-mena terhadap orang lain 6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan

7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan 8) Berani membela kebenaran dan keadilan

9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia 10)Mengembangkan sikap hormat menghoarmati dan bekerjasama dengan

bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia

1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan.

2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentinga negara dan bangsa apabila diperlukan

3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa

4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia 5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian

abadi, dan keadilan sosial.

6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika 7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama

2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain

3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama

4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan 5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai

hasil musyawarah

(12)

6) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah

7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan

8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur

9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama

10)Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

1) Mengembangkan perbuatan yang luhr, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan

2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama 3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban 4) Menghormati hak orang lain

5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri 6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan

terhadap orang lain

7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.

8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum

9) Suka bekerja keras

10)Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama

11)Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Butir butir P4 yang merupakan norma etik bersumberkan pancasila, dewasa ini telah menjadi pengalaman sejarah bangsa. Dikatakan demikian, oleh karena ketetapan MPR RI No.

II/MPR/1978 telah dicabut dan tidak berlaku lagi. Dicabutnya ketetapan MPR tersebut berdasarkan pada ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan ketetapan majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia No. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila (Ekaprasetya Pancakarya) dan penetapan tentang penegasan kembali pancasila sebagai dasar negara.

Ada beberapa implikasi yang timbul setelah ditiadakannya ketetapan tersebut.

Misalnya, dalam pelajaran PPKn 1994, butir butir pancasila dalam P4 tidak lagi menjadi materi pokok. Dalam pelajaran PKn 2006, butir butir P4 secara ekspelisit juga tidak tampak.

Dampak lainnya adalah dihapuskannya BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai lembaga negara yang selama masa orde

(13)

baru bertugas mengelola dan menyelenggarakan program penataran P4, melalui keputusan presiden No. 27 Tahun 1999 tentang pencabutan keputusan presiden No. 10 Tahun 1979 tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

Yang menarik adalah, meskipun P4 telah dicabut, sebagian publik masih menyatakan persetujuan dengan apa yang termuat dalm P4 tersebut. P4 dianggap sebagai sesuatu yang baik, tidak ada yang salah, memiliki tujuan yang baik dan justru penting digunakan untuk membangun jati diri manusia indonesia. Secara substansi P4 lebih menitik beratkan pada pembentukan moral dalam bersikap dan bertingkah laku warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara. P4 merupakan etika sosial dan politik bagi seluruh bangsa indonesia (Achmad Fauzi, 2003). Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 adalah pedoman yang dapat dijadikan penuntun dan pegangan terhadap sikap dan tingkah laku bagi setiap manusia indoensia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara (ketut Rindjin, 2010). Yuwono Sudarsana menilai tidak semua materi yang diberikan dalam penataran P4 terdahulu salah. Menurut pengamatannya, penataran P4 sebenarnya bertujuan baik, namun dalam implementasinya terlalu kaku dan dipaksakan (Kompas, 1 september 2007).

Mengapa ketetapan MPR tentang P4 tersebut dicabut, dapat kita ketahui berdasarkan konsideran ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 yang mengatakan bahwa materi muatan dan pelaksanaan dari ketetapan majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia No.

II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara. Uraian akan latar belakang pencabutan tersebut kiranya belum cukup menjelaskan kepada banyak pihak. Oleh karena itu, perlu penelitian lanjut perihal mengapa ketetapan MPR No. II/MPR/1978 ini dicabut.

3. Etika Pancasila dalam Ketetapan MPR RI No. V/MPR/2001

Kebutuhan akan norma etik disisi norma hukum diawal era reformasi akhirnya disadari oleh penyelnggara negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan 2 ketapan berkenaan denga ini, pertama yang khusus berkenaan dengan penyelenggaraan negara, yaitu ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kedua, yang bersifat lebih umum, yaitu ketetapan MPR No.

VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa.

Etika kehidupan berbangsa dapat dikatakan sebagai norma etik negara. Dalam ketetapan nya tersebut dinyatakan bahwa etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal dan nilai nilai luhur budaya bangsa yang tercerminkan dalam pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pancasila merupakan salah satu sumber etika kehidupan berbangsa. Sumber etika berbangsa lainnya adalah ajaran agama.

Pancasila merupakan sumber etika kehidupan berbangsa karena didalam nya terkandung nilai nilai luhur budaya indonesia. Ketut Rindjin (2010) mengatakan ketetapan tentang etika

(14)

kehidupan berbangsa dapat dipandang sebagai pengganti ketetapan MPR Tahun 1978 tentang P4.

Adapun Bidang kehidupan yang sangat perlu adanya etika : a. Etika Sosial Dan Budaya

Etika ini bertolak belakang dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali skkap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan saling tolong menolong di antara sesama manusia dan warga bangsa.

Sejalan dengan itu, perlu menumbuhkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu juga perlu ditumbuhkembangkan kembali budaya ketauladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal maupun in formal pada setiap lapisan masyarakat.

Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kembali kehidupan berbangsa yang berbudaya tinggi dengan mengunggah, menghargai dang mengembangkan budaya nasional yang bersumber dari budaya daerah agar mampu melakukan adaptasi, dan ingteraksi dengan bangsa lain tindakan proaksi sejalan dengan tuntutan globalisasi. Untuk itu, diperlukan penghayatan dan pengamalan agama yang benar, kemampuan adaptasi, ketahanan, dan kreativitas budaya dari masyarakat.

b. Etika Politik dan Pemerintahan

Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang dicirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aprisiasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dan kehidupan bernegara.

Masalah potensial yang dapat menyebabkan permusuhan dan pertentangan haruslah diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan dan kebijaksaan sesuai nilai nilai luhur agama dan budaya, dengan tetao menjunjung tinggi pernbedaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah.

Etika Politik dan pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar kekuatan sosial politik atau kelompok kepentingan untuk mencapai sebesar besarnya kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama melenihi kepentingan pribadi atau golongan.

Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang jujur, bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, berpura pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

c. Etika ekonomi dan bisnis

Etika dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh pribadi,institusi, maupun pengambilan keputusan dalam bidang ekonomi dapat

(15)

melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepaeda rakyat kecil melalui kebijakan yang berkesinambungan.

d. Etika Penegakan Hukum Yang Berkeadilan

Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang ada. Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warganegara dihadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya.

e. Etika Keilmuan

Etika keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai

kemanusiaan,ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mamu menjaga harkat dan martabatnya,berpijak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara ribadi maupun kolektif dalam karsa,cita dan karya, yang tercermin dalam perilaku kreatif,inovatif,inventif,dan komunikatif dalam kegiatan

membaca,belajar,meneliti,menulis,berkarya,serta menciptakan iklim kondunsif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

f. Etika Lingkungan

Etika lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata ruang secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.

C. KODE ETIK PROFESI

Isi Etika Kehidupan Berbangsa sebagaiman ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 bersifat garis-garis besar dan pokok-pokoknya saja. Tindak lanjut atau kaidah

pelaksanaan dari pokok-pokok etika ini adalah mengembangkannya ke dalam etika profesi, seperti etika profesi hukum,politik,ekonomi,kedokteran,guru,dan jurnalistik.

Etika merupakan norma-norma yang dianut oleh kelompok,golongan atau masyarakat tertentu mengenai perilaku yang baik dan buruk. Etika adalah refleksi kritis dan rasional mengenai norma-norma yang terwujud dalam perilaku hidup manusia,baik secara pribadi atau kelompok.sistem etika bagi profesional dirumuskan secara konkret

(16)

dalam suatu kode etik profesi yang secara harafiah berarti etika yang ditulis. Tujuan kode etik adalah menjunjung tingggi martabat profesi atau seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.

Berikut ini contoh Kode Etik Profesi yang disusun oleh organisai profesi : 1. Profesi Hakim

BAB II

PEDOMAN TINGKAH LAKU Pasal 3

Sifat-sifat Hakim

Sifat Hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenal dengan “Panca Dharma Hakim” :

1. Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

2. Cakra, yaitu sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan ketidakadilan.

3. Candra,. yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa.

4. Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela.

5. Tirta, yaitu sifat jujur.

Pasal 4 Sikap Hakim

Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomaninya:

A. Dalam persidangan :

1. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam Hukum Acara yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu :

a. Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan (right to a decision) dimana setiap orang berhak untuk inengajukan perkara dan dilarang menolak untuk mengadilinya kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang serta putusan harus dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak terlalu lama

b. Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama untuk didengar, diberikan kesempatan untuk emperoleh informasi dalam proses pemeriksaan (a fair hearing).

(17)

c. Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain (no bias) dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in resud).

d. Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and

argumentationsof decision), dimana argumentasi tersebut harus diawasi

(controleerbaarheid) dan diikuti serta dapat dipertanggung-jawabkan (account ability) guna menjamin sifat keterbukaan (trans parancy) dan kepastian hukum (legal certainity) dalam proses peradilan. Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.

2. Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati kepada pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.

3. Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.

4. Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius dalam memeriksa, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.

5. Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.

B. Terhadap Sesama Rekan

1. Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara sesama rekan.

2. Memiliki rasa setia kawan, tanggang rasa. dan saling menghargai antara sesama rekan.

3. Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap Korps Hakim secara wajar.

4. Menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.

C. Terhadap Bawahan/pegawai

1. Harus mempunyai sifat kepemimpinan.

2. Membimbing bawahan/pegawai untuk mempertinggi pengetahuan.

3. Harus mempunyai sikap sebagai seorang Bapak/lbu yang baik.

D. Terhadap Masyarakat

1. Menghormati dan menghargai orang lain.

2. Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri.

3. Hidup sederhana.

(18)

E. Terhadap Keluarga/Rumah Tangga

1. Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela, menurut norma-norma hukum kesusilaan

2. Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.

3. Menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat.

Pasal 5

Kewajiban dan larangan

Kewajiban :

a. Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak berperkara secara berimbang dengan tidak memihak (impartial).

b. Sopan dalam bertutur dan bertindak.

c. Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar.

d. Memutus perkara, berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan.

e. Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim.

Larangan :

a. Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan sedang ditangani.

b. Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara.

c. Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar acara persidangan.

d. Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik dalam persidangan maupun diluar persidangan mendahului putusan.

e. Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat Hukum, Para pihak Berperkara, ataupun pihak lain.

f. Memberikan komentar terbuka atas putusan Hakim lain, kecuali dilakukan dalam rangka pengkajian ilmiah.

g. Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan pekerjaan/jabatan yang dilarang Undang-undang.

h. Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.

(19)

2. Profesi Dokter Gigi

KODE ETIK KEDOKTERAN GIGI INDONESIA BAB 1

KEWAJIBAN UMUM Pasal 1

Dokter Gigi di Indonesia wajib menghayati, mentaati dan mengamalkan Sumpah / Janji Dokter Gigi Indonesia dan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia.

Ayat 1

Dalam mengamalkan Sumpah/Janji Dokter Gigi dan Etika Kedokteran Gigi Indonesia,Dokter Gigi wajib menghargai hak pasien dalam menentukan nasib dan menjaga rahasianya ,

mengutamakan kepentingan pasien, melindungi pasien dari kerugian, memperlakukan orang lain dengan adil, selalu jujur baik terhadap pasien, masyarakat, teman sejawat maupun profesi lainnya, sesuai dengan martabat luhur profesi Dokter Gigi.

Pasal 2

Dokter Gigi di Indonesia wajib menjunjung tinggi norma-norma kehidupan yang luhur dalam menjalankan profesinya. Ayat 1 Dokter Gigi di Indonesia wajib menghormati norma-norma yang hidup di dalam masyarakat. Ayat 2 Dokter Gigi di Indonesia wajib mentaati peraturan atau undang-undang Republik Indonesia serta aturan-aturan yang dikeluarkan oleh organisasi profesi.

Pasal 3

Dalam menjalankan profesinya Dokter Gigi di Indonesia tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan untuk mencari keuntungan pribadi

Ayat 1

Dokter Gigi di Indonesia dilarang melakukan promosi dalam bentuk apapun seperti memuji diri, mengiklankan alat dan bahan apapun, memberi iming-iming baik langsung maupun tidak langsung dan lain – lain, dengan tujuan agar pasien datang berobat kepadanya.

Ayat 2

Dokter Gigi di Indonesia dilarang menggunakan gelar atau sebutan profesional yang tidak diakui oleh Pemerintah Indonesia.

(20)

Ayat 3

Dokter Gigi di Indonesia boleh mendaftarkan namanya dalam buku telepon atau direktori lain dengan ketentuan tidak ditulis dengan huruf tebal, warna lain atau dalam kotak.

Ayat 4

Informasi profil Dokter Gigi yang dianggap perlu oleh masyarakat dikeluarkan oleh Pemerintah atau Persatuan Dokter Gigi Indonesia baik melalui media cetak maupun elektronik.

Ayat 5

Dokter Gigi di Indonesia, apabila membuat blanko resep, kuitansi, amplop, surat keterangan, cap dan kartu berobat harus sesuai dengan yang tercantum dalam SIP. Seandainya tempat praktik berlainan dengan rumah dapat ditambahkan alamat dan nomor telepon rumah.

Ayat 6

Dokter Gigi di Indonesia dalam melaksanakan upaya pelayanan kesehatan gigi swasta dapat melalui beberapa cara ; praktik perorangan dokter gigi praktik perorangan dokter gigi spesialis praktik berkelompok dokter gigi praktik berkelompok dokter gigi spesialis

6.1 Untuk praktik berkelompok harus diberi nama tertentu yang diambil dari nama orang yang berjasa dalam bidang kesehatan yang telah meninggal dunia atau nama lain sesuai fungsinya.

6.2 Dokter Gigi di Indonesia yang melakukan praktik berkelompok baik masing-masing maupun sebagai kelompok mempunyai tanggung jawab untuk tidak melanggar Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia

(21)

D. PENGAMALAN SUBJEKTIF TERHADAP NORMA ETIK

Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai pancasila secara pribadi dalam bersikap dan bertingkah laku kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai pancasila tersebut terwujud dalam norma etik yang berlaku di masyarakat atau kode etik profesi tertentu. Norma etik mengikat secara moral,tidak memaksa dari luar, tetapi berdasar kesadaran diri sendiri untuk melaksanakan. Apabila seseorang melangggar norma etik maka ia akan mendapat sanksi etik.sanksi etik umumnya dibuat bertingkat, mulai dari teguran lisan,teguran tertulis,peringatan,sampai sanksi etik yang kuat yakni dikeluarkan dari organisasi profesi tersebut secara tidak hormat .

Norma moral seperti P4,etika kehidupan bersama, dan kode etik profesi dapat disebut sebagai subjektifikasi yang subjektif dari pelaksanaan nilai-nilai yang umum,abstrak,dan universal dari pancasila dasar negara. Subjektifikasi yang objektif pada dasarnya pembuatan pedoman hukum bagi manusia indonesian yang umumnya bersumber dari nilai-nilai

pancasila yang gtelah terjabar dalam peraturan perundangan.

Bukti bahwa sifat subjektifikasi yang objektif maupun subjektif ini bisa berubah dan berkembangan dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan norma hukum dalam UUD 1945 setelah amandemen, dicabutnya Ketetapan MPR tentang P4,munculnya ketetapan tentang etika kehidupan berbangsa. Menurut Jimly Assidiqie (2011:3) nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara tetap kita perlukan sehingga materinya dituangkan menjadi Ketetapan MPR RI No.VI MPR/2001 yang dibiarkan tetap berlaku sampai sekarang oleh Ketetapan MPR No.I/MPR/2003.

Pengamalan subjektif atas pancasila adalah pengamalan terhadaap norma-norma etik bernegara termasuk kode etik profesi yang mencerminkan nilai-nilai pancasila. Pengamalan pancasila dilaksanakan oleh setiap individu,perorangan atau setiap warga negara indonesia.

Pengamalan subjektif berasal dari kesadaran pribadi. Pengamalan subjektif atau disebut aktualisasi pancasila secara subjektif (Kaelan,2013) penting dan dapat menetukan pengamalan pancasila secara objektif.

(22)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendukung dari Pancasila sebagai etika adalah Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita.

Seperti yang tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian yang adil dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang berlaku dalam masyarakat maupun bangsa dan negara.

B. Saran

1. Etika (nilai, norma dan moral) harus senantiasa di terapkan dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku yang sesuai dengan adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.

2. Nilai-nilai Pancasila senantiasa harus diamalkan dalam setiap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar tercipta persatuan dan kesatuan antar warga Indonesia.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Winarno.2016.Paradigma Baru Pendidikan Pancasila.Jakarta:Bumi Medika

Referensi

Dokumen terkait

Etika normatif berbicara mengenai norma – norma yang menuntun tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagai

Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang

Pancasila merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut

Pada dasarnya etika dapat didefinisikan sebagai prinsip-prinsip moral dalam hidup manusia yang akan menentukan tingkah laku yang benar yang harus dijalankan, dan tingkah laku

Nilai demokrasi berdasar pancasila memberikan tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan dengan Tuhan yang Maha Esa sesama manusia, tanah air dan kesatuan republik

Pancasila merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada giliranya harus dijabarkan lebih lanjut

Nilai dasar : nilai memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat dia mati melalui indra manusia namun dalam realisasinya nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan

 Peraturan atas dasar norma. (Rey)  Kumpulan peraturan terdiri atas norma dan sanksi (Djordi)  Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat.