• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Patofisiologi PPOK: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

N/A
N/A
G41241816 ANGLESTIA DEWI UTARI

Academic year: 2025

Membagikan "Makalah Patofisiologi PPOK: Penyakit Paru Obstruktif Kronik"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PATOFISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)”

Dosen Pengampu : Ns. Kurniawan Erman W, S. Kep., M. Kes

Golongan : B

Matkul : KKPMT

Nama : Anglestia Dewi Utari (G41241816)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER KAMPUS 5 NGAWI

TAHUN AKADEMIK 2024/2025

(2)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah,puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayah, serta karunia-Nya,sehingga saya,dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan sebaik-baiknya.Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Klasifikasi dan Kodefikasi Penyakit serta Masalah Terkait Sistem Muskuloskeletal,Kardiovaskular,dan Respirasi,yang diampu oleh Bapak Ns.Kurniawan Erman Wicaksono,S.Kep.,M.Kes.

Melalui penyusunan makalah ini,saya berharap dapat memberikan gambaran yang komprehensif mengenai Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),baik dari aspek etiologi,manifestasi klinis,mekanisme patologis,hingga penatalaksanaan dan clinical pathway-nya.Harapan saya,makalah ini tidak hanya menjadi pelengkap tugas akademik,namun juga dapat memperluas wawasan pembaca serta menjadi referensi bermanfaat bagi siapa saja yang ingin mempelajari PPOK secara lebih mendalam.

Saya menyadari bahwa dalam proses penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun penyajiannya. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki sebagai mahasiswa. Oleh karena itu,saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi perbaikan dan peningkatan kualitas karya tulis saya di masa yang akan datang.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah,rekan-rekan mahasiswa, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan dan kontribusi,baik secara langsung maupun tidak langsung,dalam proses penyusunan makalah ini.

Ngawi, 24 april 2025

Penulis

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan penulisan ... 2

BAB II ... 3

PEMBAHASAN ... 3

A. Pengertian ... 3

B. Etiologi ... 4

C. Manifestasi Klinis ... 6

D. Patofisiologi ... 7

E. Clinical Pathway ... 9

F. Penatalaksanaan ... 9

G. Komplikasi ... 11

H. Kode ICD ... 13

BAB III ... 14

PENUTUP ... 14

A. Kesimpulan ... 14

B. Saran ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 17

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paru-paru merupakan organ vital yang berfungsi untuk pertukaran udara.Sebelum masuk ke paru-paru, udara terlebih dahulu diterima oleh hidung yang disalurkan oleh saluran napas.Namun,adanya senyawa yang iritatif akan memicu peradangan pada saluran napas,yang bila terjadi terus- menerus dapat menyebabkan sesak nafas,bahkan gagal nafas.(Yawn et al., 2021)

Adanya peradangan secara berkelanjutan untuk waktu lama pada saluran pernapasan ini dikenal dengan istilah Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).Kerusakan saluran nafas karena kondisi ini memang tidak bisa dikembalikan seperti sedia kala. Namun,pengobatan yang tepat sangat diperlukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut serta mencegah terjadinya kekambuhan. (Yawn et al., 2021)

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah peradangan pada organ paru-paru yang bersifat kronis progresif. Artinya,peradangan akan menyebabkan kerusakan pada paru yang akan memburuk seiring dengan berjalannya waktu. Kerusakan pada paru ini tidak bisa disembuhkan atau dikembalikan ke kondisi semula.Sehingga penderita PPOK akan mengalami perburukan gejala, bahkan kematian,jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat.(Yawn et al., 2021)

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),adalah sekelompok penyakit paru-paru progresif yang berkontribusi signifikan terhadap angka kematian, yang merupakan penyebab kematian ketiga terbesar, dan kesakitan global serta berdampak besar pada beban sosial dan ekonomi masyarakat. PPOK lebih sering dialami oleh laki-laki, terutama mereka yang berusia di atas 40 tahun, dan prevalensinya meningkat seiring dengan kebiasaan merokok dan paparan polusi. Data epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi PPOK bervariasi antar negara misalnya, prevalensi tahunan di Jepang adalah 0,2%,

(5)

2

di Amerika Serikat 37%, dan di negara-negara Asia Tenggara sekitar 6,3%, dengan prevalensi tertinggi di Vietnam dan China. Di Indonesia, menurut RISKESDAS 2013 2023, menjadi faktor utama terjadinya PPOK di kawasan Lhokseumawe, dan Aceh Utara (1-3) (Stockley & Parr, 2015)

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian PPOK/COPD

2. Apa saja etiologi atau penyebab PPOK/COPD?

3. Bagaimana manifestasi klinis dari PPOK/COPD 4. Bagaimana Patofisiologi PPOK/COPD

5. Bagaimana clinical pathway dalam penanganan PPOK/COPD 6. Bagaimana penatalaksanaan PPOK/COPD

7. Apa kode ICD-10 yang sesuai dengan penyakit PPOK/COPD

C. Tujuan penulisan

1. Menjelaskan pengertian PPOK/COPD 2. Mengidentifikasi faktor penyebab PPOK

3. Menganalisa manifestasi klinis dari PPOK/COPD 4. Menguraikan patofisiologi PPOK/COPD

5. Menjelaskan clinical pathway dalam penanganan PPOK/COPD 6. Mengkaji berbagai metode penatalaksanaan PPOK/COPD 7. Menentukan kode ICD-10 yang sesuai dengan PPOK/COPD

(6)

3 BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian

Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK/COPD adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi di karenakan bahan yang merugikan(gas).(Tana et al., 2016)

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan penyakit paru yang memburuk seperti asma refrakter (tidak ada perubahan atau perbaikan yang sangat singkat),bronchitis menahun/kronis,dan emfisema(kondisi kantung udara di paru-paru mengalami kerusakan yang memburuk).Penyakit ini memiliki ciri Kesulitan bernafas yang tidak dapat dijelaskan serta rasa Lelah berlebihan. (Maunaturrohmah & Yuswatiningsih, 2018)

Definisi PPOK telah mengalami perubahan dan perkembangan seiring waktu.Penyempurnaan definisi serta klasifikasi PPOK saat ini menjadi krusial untuk memahami kompleksitas penyakit ini.Konsep pertama yang perlu dipahami adalah bahwa PPOK tidak hanya disebabkan oleh paparan asap rokok, tetapi juga bisa timbul akibat faktor lain, seperti paparan asap biomassa,infeksi seperti tuberkulosis,atau kondisi seperti asma.PPOK yang disebabkan oleh faktor-faktor ini menunjukkan pola perkembangan yang berbeda dibandingkan dengan PPOK tradisional akibat merokok.Di berbagai belahan dunia,terutama pada wanita,Penyebab selain merokok justru menjadi faktor utama dalam perkembangan PPOK. Selain itu,dengan hadirnya teknologi baru seperti CT scan toraks, kini kelainan struktural paru dapat dideteksi bahkan sebelum munculnya obstruksi aliran udara.Studi epidemiologi juga menemukan bahwa gejala pernapasan seperti batuk dan produksi dahak bisa menjadi indikator awal risiko terjadinya obstruksi aliran udara di masa depan.Terakhir,faktor-faktor yang memengaruhi selama masa kehamilan,masa kanak-kanak,dan remaja

(7)

4

berperan besar dalam perkembangan paru-paru,sehingga dapat menyebabkan obstruksi aliran udara meski tanpa percepatan penurunan fungsi paru. Oleh sebab itu,pembaruan deinisi PPOK diperlukan untuk mendorong pengembangan terapi transformatif yang mampu mencegah timbulnya PPOK serta mengubah jalannya penyakit ini.. (Paru et al., 2020)

Secara umum Choronic obstructive pulmonary deseases (COPD) atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru progesif yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang bersifat permanen dan tidak sepenuhnya reversible. Penyakit ini menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia, terutama pada perokok aktif dan individu yang terpapar polusi udara.(Tana et al., 2016)

B. Etiologi

Faktor risiko yang berkontribusi pada perkembangan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah berbagai kondisi atau paparan yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena penyakit ini. Pada dasarnya semua risiko PPOK merupakan hasil dari interaksi lingkungan dan gen sepanjang hidup individu dan risiko akan meningkat pada populasi di usia tua. Interaksi gen san lingkungan tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada saluran napas dan mempengaruhi proses menua secara normal.

(Oemiati, 2020) 1. Asap Rokok

Merokok merupakan factor utama yang berkontribusi terhadap perkembangan PPOK, bahkan lebih dominan dibandingkan penyebab lainnya. Asap rokok secara signifikan meningkatkan resiko gangguan pernapasan dan penurunan fungsi paru. Risiko PPOK pada perokok bergantung pada jumlah rokok yang dikonsumsi, usia mulai dari merokok,total batang rokok yang dihisap pertahun serta durasi kebiasaan merokok. Namun, tidak semua perokok mengalami PPOK secara klinis karena factor genetik juga berperan.Selain perokok aktif, perokok pasif atau individu yang terpapar asap rokok di lungkungan juga beresiko mengalami gangguan pernapasan dan PPOK akibat

(8)

5

paparan partikel gas berbahaya.Karena merokok merupakan factor risiko utama PPOK, program berhenti merokok menjadi langkah pencegahan yang paling efektif.

2. Usia

Gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) jarang muncul pada usia muda dan umumnya mulai timbul sebelum usia 50 tahun (Rahmatika, 2010). Seiring bertambahnya usia, risiko terkena PPOK meningkat.Pada usia dewasa pertengahan, kapasitas fungsi paru saat inspirasi maksimal dipengaruhi oleh kondisi paru-paru, usia, dan postur tubuh. Fungsi paru menurun seiring penuaan akibat berkurangnya elastisitas jaringan paru dan dinding dada. Penurunan ini menyebabkan kesulitan bernapas, obstruksi pada bronkus kecil,serta penutupan awal saat fase ekspirasi,yang mempermudah udara masuk ke alveolus dan menimbulkan penumpukan udara.

3. Polusi Udara

Polusi udara, baik di dalam maupun luar ruangan, berkontribusi signifikan terhadap PPOK. Polusi udara menjadi faktor risiko penting, baik berasal dari dalam ruangan maupun luar ruangan. Di dalam ruangan, asap dari pembakaran biomassa seperti kayu bakar, arang, atau minyak tanah untuk memasak, terutama di rumah dengan ventilasi buruk. Di luar ruangan, gas buang kendaraan bermotor dan polusi industri juga dapat menyebabkan kerusahakan paru dalam jangka panjang. Meskipun efeknya lebih kecil disbanding asap rokok, polusi udara tetap menjadi factor resiko utama yang memerlukan perhatian lebih lanjut.

4. Genetik

PPOK dipengaruhi oleh faktor genetic dan lingkungan. Mutase pada gen SERPINA-1 dapat menyebabkan kekurangan α-1 antitripsin (AAT), protein yang melindungi paru-paru. Defisiensi ini meningkatkan risiko emfisema, bahkan pada bukan perokok. Penelitian menunjukkan bahwa faktor keturunan berperan dalam PPOK terutama jika ada riwayat keluarga dengan penyakit ini. Di Indonesia, 18,3% dari

(9)

6

populasi yang diteliti memiliki defisiensi AAT, dengan resiko emfisema meningkat jika terpapar debu atau merokok.Dalam tubuh, keseimbangan antara emzim perusak paru (protease) dan zat pelindung paru (antiproteasea) sangat penting. Jika seseorang kekurangan AAT, paru-parunya lebih rentan terhadap kerusakan, terutama jika terpapar polusi atau asap rokok.

5. Jenis Kelamin

Hubungan antara jenis kelamin dan PPOK masih belum sepenuhnya dipahami. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa laki-laki lebih sering mengalami PPOK dibanding Perempuan. Namun, saat ini angka kejadian PPOK pada kedua gender hampir setara, seiring meningkatnya jumlah perokok Perempuan. Jenis kelamin sebenarnya belum menjadifaktor resiko yang jelas pada PPOK. (Niagara et al., 2013)

C. Manifestasi Klinis

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) menunjukkan gejala yang beragam, mulai dari yang tidak tampak hingga gejala yang cukup berat.

Beberapa kondisi yang kerap ditemukan pada penderita PPOK meliputi:

1. Napas berbunyi (mengi) yang dapat muncul sewaktu-waktu.

2. Batuk yang terjadi terus-menerus, berlangsung setidaknya selama tiga bulan dalam satu tahun, dan tidak disebabkan oleh TBC atau infeksi paru lainnya.

3. Napas terasa sesak saat melakukan aktivitas, mudah merasa lelah, atau sesak napas yang menetap lebih dari tiga bulan hingga membatasi aktivitas harian.

4. Produksi dahak atau lendir hampir setiap hari disertai batuk berdahak.

5. Gejala sesak yang cenderung memburuk pada malam hari atau saat dini hari.

6. Sesak napas yang tidak membaik tanpa bantuan obat pelega napas.

7. Episode sesak napas yang muncul secara tiba-tiba (bersifat episodik).

8. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas (gejala tambahan).

Karena gejala yang sangat bervariasi dan bisa menyerupai penyakit paru lain, diagnosis PPOK tidak dapat hanya mengandalkan keluhan klinis.

Diperlukan anamnesis yang menyeluruh, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti spirometri (sebelum dan sesudah pemberian

(10)

7

bronkodilator) maupun pengukuran dengan peak flow meter untuk menilai fungsi paru dan memastikan diagnosis PPOK secara objektif.(Stockley &

Parr, 2015) D. Patofisiologi

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Proses patofisiologinya dimulai dari paparan zat iritan seperti asap rokok, debu, atau polusi udara yang berlangsung dalam waktu lama.

Paparan ini memicu terjadinya peradangan kronis pada saluran napas, terutama saluran napas kecil dan jaringan paru (parenkim). Peradangan tersebut menyebabkan dinding saluran napas menebal, terjadi penumpukan lendir, serta kerusakan jaringan paru.

Salah satu gambaran utama PPOK adalah keterbatasan aliran udara yang terjadi karena penyempitan saluran napas kecil dan produksi lendir yang berlebihan. Hal ini menyebabkan udara sulit keluar dari paru-paru, terutama saat ekspirasi, sehingga terjadi penjebakan udara (air trapping) dan hiperinflasi paru. Akibatnya, kapasitas paru menurun dan timbul gejala sesak napas, terutama saat melakukan aktivitas. Pemeriksaan spirometri menunjukkan penurunan nilai FEV1 dan rasio FEV1/FVC di bawah 70%

setelah pemberian bronkodilator, yang menjadi kriteria utama diagnosis PPOK.

Selain itu, kerusakan alveoli yang disebut emfisema juga terjadi secara progresif, menyebabkan berkurangnya elastisitas paru dan hilangnya permukaan pertukaran gas. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi (VA/Q mismatch) yang mengakibatkan hipoksemia (kekurangan oksigen dalam darah) dan hiperkapnia (peningkatan kadar karbon dioksida). Gangguan ini akan semakin berat seiring progresivitas penyakit.

PPOK juga ditandai oleh adanya hipersekresi mukus yang merupakan ciri dari bronkitis kronis. Produksi lendir berlebih ini disebabkan oleh perubahan struktur sel mukosa yang merespons iritasi kronis dengan meningkatkan jumlah sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa.

(11)

8

Tidak semua pasien PPOK mengalami hipersekresi mukus, namun kondisi ini memperparah hambatan aliran udara.

Hipoksemia kronik yang terjadi akibat kerusakan pertukaran gas juga memicu terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah paru. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis atau hipertensi pulmoner, yang jika berlangsung lama akan mengakibatkan pembesaran dan kelemahan otot jantung kanan (ventrikel kanan), hingga berujung pada gagal jantung kanan (cor pulmonale). Kerusakan ini diperburuk oleh disfungsi sel endotel dan ketidakseimbangan antara vasodilator seperti oksida nitrat (NO) dan vasokonstriktor seperti endotelin-1 (ET-1).

Peradangan paru yang bersifat kronik pada PPOK juga berdampak sistemik. Sitokin seperti IL-6, IL-1β, dan TNF-α masuk ke dalam sirkulasi dan memicu inflamasi sistemik yang dapat menyebabkan penurunan massa otot, kelemahan otot, penurunan berat badan (kaheksia), osteoporosis, dan gangguan metabolik lainnya. Kondisi ini berkontribusi pada penurunan kualitas hidup pasien secara keseluruhan.

Eksaserbasi akut, yaitu perburukan gejala yang terjadi secara tiba- tiba, sering dialami oleh pasien PPOK dan biasanya dipicu oleh infeksi virus, bakteri, atau paparan polusi lingkungan. Saat eksaserbasi, terjadi peningkatan peradangan, hiperinflasi, dan gangguan pertukaran gas yang menyebabkan hipoksemia berat dan memperburuk kondisi pasien.

Faktor genetik juga berperan dalam perkembangan PPOK. Salah satunya adalah defisiensi α1-antitripsin, protein yang berfungsi melindungi jaringan paru dari kerusakan akibat enzim proteolitik yang dilepaskan oleh sel-sel imun, khususnya neutrofil. Kekurangan protein ini membuat paru lebih mudah rusak, bahkan pada individu yang tidak merokok. Beberapa gen lain seperti ADAM33, HHIP, dan TNF-α juga telah diketahui memiliki hubungan dengan kerentanan seseorang terhadap PPOK. (Paru et al., 2020)

(12)

9 E. Clinical Pathway

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan PPOK bertujuan untuk mengurangi keluhan pasien, mencegah kekambuhan, memperlambat penurunan fungsi paru, dan meningkatkan kualitas hidup. Penanganannya mencakup pemberian obat, terapi tambahan, serta edukasi dan perubahan gaya hidup.

1. Terapi dengan Obat (Terapi Farmakologis)

Pemberian obat disesuaikan dengan tingkat keparahan PPOK berdasarkan klasifikasi ABE. Jenis obat yang biasa digunakan meliputi:

a. Bronkodilator (Obat Utama PPOK) Obat ini membantu melebarkan saluran napas agar pasien bisa bernapas lebih lega.

(13)

10

SABA (Agonis β2 kerja pendek): seperti Salbutamol dan Terbutalin, digunakan saat sesak napas muncul tiba-tiba (serangan akut).

LABA (Agonis β2 kerja panjang): seperti Formoterol dan Salmeterol, digunakan setiap hari untuk menjaga agar saluran napas tetap terbuka.

SAMA (Antikolinergik kerja pendek): seperti Ipratropium, membantu mengurangi produksi lendir dan memperlancar aliran udara.

LAMA (Antikolinergik kerja panjang): seperti Tiotropium dan Aclidinium, digunakan secara rutin untuk menjaga saluran napas tetap terbuka dalam jangka panjang.

b. Kortikosteroid

Obat ini membantu mengurangi peradangan di paru-paru.

Kortikosteroid inhalasi (ICS): seperti Budesonide dan Fluticasone, diberikan pada pasien yang sering mengalami kekambuhan.

Kortikosteroid oral/sistemik: seperti Prednison, digunakan dalam keadaan serangan akut untuk mengatasi peradangan dengan cepat.

c. PDE-4 Inhibitor

Obat ini, seperti Roflumilast, diberikan kepada pasien PPOK dengan bronkitis kronis berat untuk mengurangi frekuensi kekambuhan.

d. Antibiotik

Diberikan jika ada tanda-tanda infeksi bakteri, terutama saat pasien mengalami kekambuhan atau gejala makin parah.

e. Mukolitik

Obat ini digunakan untuk mengencerkan dahak, agar lebih mudah dikeluarkan dan mempercepat pemulihan. Contohnya adalah N- Acetylcysteine

1. Terapi Non-Farmakologis a. Edukasi Pasien

(14)

11

Memberikan informasi tentang PPOK, pengobatan yang diresepkan, dan cara mengelola gejala seperti dispnea.Edukasi tentang kapan harus mencari bantuan medis saat eksaserbasi terjadi.

b. Berhenti Merokok

Langkah paling penting dalam menghambat progresivitas PPOK.Terapi penggantian nikotin dan konseling dapat membantu pasien berhenti merokok.

c. Vaksinasi

influenza: Vaksin tahunan untuk mencegah infeksi yang dapat memperburuk PPOK dan Pneumokokus: Untuk mengurangi risiko pneumonia dan infeksi saluran napas bawah.

d. Aktivitas Fisik dan Latihan Pernapasan

Mendorong aktivitas fisik yang sesuai untuk meningkatkan kapasitas fungsional paru.Latihan pernapasan seperti pursed-lip breathing membantu mengurangi sesak napas.

e. Rehabilitasi Paru

Direkomendasikan untuk pasien dengan gejala berat dan risiko eksaserbasi tinggi.Membantu memperbaiki kualitas hidup, meningkatkan kapasitas fisik, serta mengurangi gejala PPOK.(Muliase, 2023)

G. Komplikasi

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah kondisi gangguan pernapasan jangka panjang yang bersifat progresif, artinya gejalanya akan semakin memburuk seiring waktu. Penyakit ini ditandai dengan penyempitan saluran napas akibat peradangan kronis, sehingga aliran udara ke dan dari paru-paru menjadi terbatas.

Beberapa faktor yang meningkatkan risiko PPOK antara lain:

1. Kebiasaan merokok, baik aktif maupun pasif

2. Paparan jangka panjang terhadap polusi udara atau zat iritan seperti debu dan asap

(15)

12

3. Faktor genetik, seperti kekurangan enzim alfa-1 antitripsin yang berperan melindungi jaringan paru

PPOK mencakup dua jenis kondisi utama:

1. Bronkitis kronis, yaitu peradangan jangka panjang pada saluran napas yang menyebabkan produksi lendir berlebihan. Lendir ini bisa menyumbat saluran udara, membuat penderita kesulitan bernapas dan sering batuk.

2. Emfisema, yaitu kerusakan pada alveoli (kantung udara kecil di paru- paru) yang berfungsi dalam pertukaran oksigen dan karbon dioksida.

Ketika alveoli rusak, proses pertukaran gas menjadi tidak efektif.

Jika tidak ditangani dengan baik, PPOK dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius yang memperburuk kondisi kesehatan penderitanya, di antaranya:

a. Infeksi Saluran Pernapasan

Penderita PPOK lebih rentan mengalami infeksi seperti pneumonia atau bronkitis akut. Infeksi ini dapat memperparah sesak napas dan mempercepat penurunan fungsi paru-paru.

b. Gagal Napas

Pada tahap lanjut, paru-paru tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau membuang karbon dioksida dengan baik, yang bisa menyebabkan kegagalan pernapasan.

c. Gangguan Jantung

PPOK dapat menyebabkan tekanan darah tinggi di pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) yang kemudian memicu gagal jantung bagian kanan (cor pulmonale).

d. Pneumotoraks

Kondisi ini terjadi ketika udara bocor dari paru-paru ke rongga pleura, menyebabkan paru-paru mengempis sebagian atau seluruhnya. Pada pasien PPOK berat, pneumotoraks bisa menjadi kondisi yang mengancam jiwa.

e. Kehilangan Berat Badan dan Lemah Otot

(16)

13

Karena kesulitan bernapas, penderita PPOK sering mengalami penurunan nafsu makan. Kurangnya asupan nutrisi ditambah aktivitas fisik yang terbatas bisa menyebabkan pengecilan otot dan melemahnya kondisi fisik secara keseluruhan.

f. Gangguan Psikologis

Batasan dalam beraktivitas sehari-hari dapat menimbulkan tekanan emosional, yang berujung pada gangguan kecemasan dan depresi.

g. Obesitas dan Gangguan Pernapasan

Obesitas tidak hanya meningkatkan risiko penyakit metabolik seperti diabetes dan hipertensi, tetapi juga berkaitan erat dengan berbagai masalah pernapasan. Beberapa gangguan tersebut meliputi sesak napas (dispnea), obstructive sleep apnea syndrome (OSAS), obesity hypoventilation syndrome (OHS), PPOK, dan asma (Sayangnya, masih banyak orang yang belum menyadari bahwa kelebihan berat badan dapat memperparah gangguan paru-paru dan kualitas hidup secara keseluruhan.(Aubry, 2013)

H. Kode ICD

(17)

14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru yang bersifat kronis dan progresif dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. PPOK menjadi salah satu penyebab utama kematian di dunia, dengan prevalensi yang terus meningkat, terutama di kalangan perokok aktif dan individu yang terpapar zat iritan dalam jangka panjang.

Dari segi etiologi, PPOK disebabkan oleh berbagai faktor risiko, seperti kebiasaan merokok (baik aktif maupun pasif), paparan polusi udara (dalam dan luar ruangan), infeksi saluran napas berulang, faktor genetik seperti defisiensi α1-antitripsin, serta usia lanjut. Interaksi antara faktor lingkungan dan genetik sejak masa kanak-kanak hingga dewasa berperan penting dalam perkembangan penyakit ini.

Manifestasi klinis PPOK ditandai oleh batuk kronis berdahak, sesak napas saat aktivitas, napas berbunyi (mengi), kelelahan berlebihan, dan produksi lendir yang berlebihan. Gejala dapat memburuk seiring waktu dan sering disalahartikan sebagai penyakit saluran napas lain, sehingga diagnosis memerlukan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik, dan spirometri.

Secara patofisiologi, PPOK melibatkan proses inflamasi kronis pada saluran napas kecil dan parenkim paru akibat paparan zat iritan. Hal ini menyebabkan penyempitan saluran napas, produksi lendir berlebih, kerusakan alveoli (emfisema), penurunan elastisitas paru, hiperinflasi, serta gangguan pertukaran gas yang memicu hipoksemia dan hiperkapnia.

Progresi penyakit juga dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan (cor pulmonale), serta inflamasi sistemik yang berdampak pada otot dan metabolisme tubuh.

Clinical pathway PPOK mencakup diagnosis melalui spirometri, klasifikasi tingkat keparahan (GOLD A–D), terapi sesuai kategori (bronchodilator, kortikosteroid, dan lain-lain), intervensi non-farmakologis

(18)

15

seperti edukasi, berhenti merokok, vaksinasi, rehabilitasi paru, serta tindak lanjut jangka panjang guna mencegah eksaserbasi dan menurunkan angka kekambuhan.

PPOK dapat menimbulkan berbagai komplikasi, antara lain infeksi saluran pernapasan (misalnya pneumonia), gagal napas, hipertensi pulmonal, gagal jantung kanan, pneumotoraks, penurunan berat badan ekstrem, kelemahan otot, hingga gangguan psikologis seperti kecemasan dan depresi. Pada kondisi tertentu, obesitas juga dapat memperburuk gangguan pernapasan pada pasien PPOK.Dalam sistem pengkodean penyakit, PPOK diklasifikasikan dalam kode ICD-10 J44, yang mencakup berbagai bentuk penyakit paru obstruktif kronis, termasuk bronkitis kronik obstruktif dan emfisema.

Sebagai mahasiswa dan calon tenaga kesehatan, penting bagi kita untuk memahami PPOK secara mendalam, tidak hanya dari sisi klinis, tetapi juga dari aspek edukatif dan promotif. Dengan bekal pengetahuan yang kuat, kita dapat memberikan kontribusi nyata dalam upaya pencegahan, deteksi dini, edukasi masyarakat, serta pengelolaan PPOK yang lebih baik di masa mendatang.

B. Saran

a) Untuk Perekam Medis dan Informasi Kesehatan (PMIK)

1. Memperkuat ketepatan dokumentasi serta pengkodean diagnosis PPOK di sistem rekam medis elektronik untuk mendukung validitas data dan pemanfaatannya dalam studi kesehatan masyarakat.

2. Mendesain sistem pemantauan klinis bagi pasien PPOK yang terintegrasi, guna mempermudah tindak lanjut dan evaluasi oleh tenaga kesehatan.

3. Memfasilitasi penyediaan materi edukatif yang informatif mengenai PPOK untuk pasien dan masyarakat luas, mencakup faktor risiko, tanda-tanda awal, dan cara pencegahannya.

4. Menghasilkan ringkasan data statistik PPOK secara berkala sebagai landasan ilmiah dalam perencanaan program kesehatan masyarakat.

(19)

16 b) Untuk Tenaga Kesehatan

1. Memperluas kegiatan penyuluhan langsung kepada pasien mengenai pengendalian PPOK dan perubahan gaya hidup yang dibutuhkan.

2. Menyediakan layanan pendampingan untuk berhenti merokok sebagai bagian dari intervensi komprehensif kepada pasien PPOK.

3. Menilai kondisi pasien secara menyeluruh guna menentukan terapi yang paling sesuai dengan tingkatan penyakit berdasarkan panduan klinis terbaru.

4. Mendorong partisipasi pasien dalam program latihan pernapasan dan terapi fisik untuk meningkatkan fungsi paru secara berkelanjutan.

c) Untuk Masyarakat

1. Membangun kesadaran untuk menjauhi kebiasaan merokok dan menghindari paparan asap sebagai langkah utama pencegahan PPOK.

2. Melindungi diri dari pencemaran udara dengan kebiasaan memakai pelindung pernapasan di area berpolusi dan menjaga ventilasi rumah yang baik.

3. Menerapkan gaya hidup sehat melalui asupan makanan seimbang, aktivitas fisik rutin, serta menjaga kebugaran tubuh secara keseluruhan.

4. Proaktif melakukan pemeriksaan kesehatan paru, terutama bagi individu yang bekerja di lingkungan berisiko atau memiliki kebiasaan merokok.

(20)

17

DAFTAR PUSTAKA

A.Wisman, B., Mardhiyah, R., & Tenda, E. D. (2015). Pendekatan Diagnostik dan Tatalaksana Penyakit Paru Obstruktif Kronik GOLD D: Sebuah Laporan Kasus. Indonesian Journal of Chest, 2 No.4, 180–190.

Aubry, J. (2013). Journal of Therapeutic Ultrasound. August.

Bararah, M. A., & Halimuddin. (2021). Pengetahuan Terapi Farmakologi Pasien PPOK.IdeaNursingJournal,XII(1),2021.

https://jurnal.usk.ac.id/INJ/article/view/22957

Maunaturrohmah, A., & Yuswatiningsih, E. (2018). OBSTRUKTIF KRONIK.

Muliase, I. N. (2023). Analisis Patogenesis, Faktor Risiko, dan Pengelolaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik: Studi Literatur. Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO), 6(01), 249–255. https://doi.org/10.59141/jsi.v6i01.71

Niagara, H., Utomo, W., & Hasanah, O. (2013). Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronis ( PPOK ). JOM PSIKUniversitasRiau,26.

https://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/1825/jurnal.p df?sequence=1

Oemiati, R. (2020). Kajian Epidemiologis Penyakit Paru. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) Was Unknown Diseases. It Predicted 14 Million COPD’s Patient in 1991 in USA,in the Other Hand It Raised to 41.5%

Compare with in 1982.Mortality Rate Have Raised up 32.9% from 1979 to 1991.WorldHealthOrganiz,23(2),82–88.

https://media.neliti.com/media/publications-test/20807-kajian-epidemiologis- penyakit-paru-obstr-0094b3d7.pdf

Paru, P., Kronik, O., Diagnosis, P., Penatalaksanaan, D. A. N., & Indonesia, D. I.

(2020).Pdpi.CatalysisfromAtoZ.

https://doi.org/10.1002/9783527809080.cataz12474

Stockley, R. A., & Parr, D. G. (2015). Chronic obstructive pulmonary disease. ERS

(21)

18 Monograph,2015(9781849840668),80–98.

https://doi.org/10.1183/2312508X.10002515

Tana, L., Delima, D., Sihombing, M., Sri Muljati, S. M., & Ghani, L. (2016).

Sensitifitas dan Spesifisitas Pertanyaan Gejala Saluran Pernapasan dan Faktor risiko untuk Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Buletin PenelitianKesehatan,44(4),287–296.

https://doi.org/10.22435/bpk.v44i4.5320.287-296

Yawn, B. P., Mintz, M. L., & Doherty, D. E. (2021). Gold in practice: chronic obstructive pulmonary disease treatment and management in the primary care setting.InternationalJournalofCOPD,16,289–299.

https://doi.org/10.2147/COPD.S222664

Referensi

Dokumen terkait

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) RAWAT INAP.. DI RS PARU JEMBER

Rekomendasi tindakan teknik latihan nafas dalam (deep breathing exercise) efektif untuk meningkatkan nilai saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruktif

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas

8 Penelitian tentang evaluasi penatalaksanaan penggunaan antibiotik pada penderita penyakit paru obstruktif kronik di RSUD Ibnu Sina Gresik belum pernah dilakukan

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan.. Non Penyakit Paru

Dimana orang yang mempunyai kebiasaan merokok lebih berisiko 7 kali terkena Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai kebiasaan

Penelitian Rohman, Fitri, & Purwono, 2021 mengenai penerapan batuk efektif terhadap pengeluaran sputum pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK menunjukkan bahwa setelah diberi

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk Mengetahui hubungan Fungsi Paru dan Abnormalitas Gambaran Elektrokardiogram pada Pasien PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Rumah