MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“SISTEM POLITIK MENURUT ISLAM”
DISUSUN OLEH :
1. IKMAL ZIDAN ARYANDA (11000123130216) 2. GENNARO RAKHSHAN IBRAHIM (11000123140690)
3. YUAN SURYA ADI PRABOWO (11000123120010)
Dosen Pengampu : Muhyidin, S.Ag., M.Ag., M.H.
KELAS A PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaiakum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah S.W.T. karena berkah rahmat, karunia dan limpahan hidayah serta pertolongan-Nya kami kelompok 12 berhasil menyelesaikan makalah dengan judul “SISTEM POLITIK MENURUT ISLAM” dapat kami selesaikan dengan baik dan tanpa adanya kurang suatu apapun. Makalah ini disusun untuk memenuhi penugasan pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Penulis berharap dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca untuk memahami lebih dalam mengenai sistem politik menurut Islam.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung serta membantu terselesaikannya makalah ini.
Kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan motivasi yang tak pernah usai bagi keberjalanan pendidikan kami serta kepada dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam bapak Muhyidin, S.Ag., M.Ag., M.H. yang telah
memberikan ilmu yang sangat berharga guna penyusunan makalah ini. Tak lupa semua teman-teman yang telah membantu sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwasanya kesempurnaan hanyalah milik Allah. Masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik dari segi penyusunan, penulisan hingga materi yang kami bawa. Oleh karenanya kami berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun guna kemajuan makalah ini ke depan sehingga lebih baik lagi. Atas perhatian dan kesempatan yang telah diberikan kami mengucapkan banyak terima kasih.
Sekian, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Semarang, ….. Agustus 2023 Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah agama yang mengajarkan manusia berbagai macam aspek dalam kehidupan, mulai dari tata cara berhubungan dengan Tuhan (Hablum Minallah) sampai dengan tata cara untuk berhubungan dengan manusia (Hablum Minannas). Salah satu yang termasuk dalam tata cara berhubungan dengan manusia (Hablum Minannas) yaitu adalah mengenai politik.
Permasalahan politik menjadi salah satu bagian yang diatur dalam ajaran agama Islam. Maka dari itu dapat dimaklumi apabila kita menemukan gagasan atau ide - ide politik yang berdasarkan kepada ajaran agama Islam.
Dalam Islam, Hukum politik Islam atau sering disebut dengan Fiqh siyasah/siyasah syarr’iyyah merupakan bagian dari Fiqh Muamalah yang sangat dinamis dan berkembang dengan sangat cepat. Sebelum ilmu fiqh dan kaidah - kaidah Ushul Fiqh disusun pada abad kedua Hijriyah, para khulafa al-rasyidin dan sahabat yang lain langsung menyadari pentingnya arti
kepemimpinan dan pemerintahan serta langsung menerapkannya dalam dunia nyata beberapa saat sepeninggal Rasulullah S.A.W.1
Al-Qur’an maupun hadits secara eksplisit tidak menyebutkan apakah negara yang ingin dibentuk oleh umat Islam itu berbentuk republik atau kerajaan. Demikian pula apakah system yang dianut di suatu negara apakah sistem Presidensil atau Parlementer. Al-Quran juga tidak menyinggung mekanisme kekuasaan yang harus dianut; apakah menggunakan pemisahan
1 Suranto Nurmala Rahmawati, Sugiyanto, Sistem Pemerintahan Islam di bawah kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan Tahun 644-656 (2015) Artikel Ilmiah Mahasiswa
kekuasaan (separation of power), atau penyatuan kekuasaan (integration of power) antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketiga kekuasaan ini telah dipraktikan oleh Nabi Muhammad Ketika memimpin negara
Madinah, serta dinyatakan dalam Al-Quran surah An-Nisa’/4 58-592 1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Siasah syariat dalam islam?
2. Bagaimana tanggapan umat Islam terhadap Siasah syariat?
3. Apa dasar - dasar Siasah syariat dalam Al-Quran dan Hadits?
4. Bagaimana Rasulullah menjalankan pemerintahannya di Madinah sebagai dasar otentik adanya Siasah syariat?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui apa itu Siasah syariat dalam islam
2. Untuk mengetahui tanggapan umat Islam terhadap Siasah syariat
3. Untuk mengetahui dasar - dasar Siasah syariat di dalam Al-Quran maupun hadits
4. Untuk Mengetahui pemerintahan Rasulullah di Madinah sebagai dasar otentik adanya Siasah Syariat
2 Bahtiar Effendy, 1998, Islam dan Negara , Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia, Penerbit Paramadina, Jakarta, hlm 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Siasah Syariat
Kata Siasah berasal dari bahasa arab yang secara bahasa bermakna Al qiyamu ‘ala syai’in bima yushlihuhu yaitu mengusahakan sesuatu untuk kemashlahatan. Dikutip dari Ibn Najm dalam Kitab Al Bahru Roiq fi’lu syai’in minal hakim li mashlahatin kata Siasah secara istilah memiliki makna yaitu perlakuan sesuatu dari penguasa untuk kemashlahatan3.
Selain itu, Siasah mengandung beberapa arti yaitu mengatur, mengurus, memerintah, memimpin, membuat kebijakan pemerintahan dan politik. Secara terminologis dalam Kitab Lisan Al Arab, yang dimaksud dalam kata siasah adalah mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara yang
membawa kepada kemashlahatan4.
Abdul Wahab Khallaf berpendapat bahwa kata siasah syariat memiliki makna suatu ilmu yang membahas tentang suatu urusan
ketatanegaraan islam dari sisi aturan perundang – undangan dan sistem yang sesuai dengan prinsip – prinsip islam. Siasah Syariat secara khusus memiliki makna kebijakan dan aturan yang dikeluarkan oleh penguasa untuk mengatasi suatu masalah yang timbul atau sebagai solusi dari keadaan tertentu5.
Siasah syariah adalah konsep politik islam yang mengatur hubungan antara pemimpin dan rakyat, termasuk prinsip – prinsip suksesi kepemimpinan. Di dalam siasah syariah ini juga mmengatur pembatasan kewenangan pemimpin dan kepala negara, termasuk hak dan kewajiban warga
3 Ibnu Nujaym, Bahr Al – Ra’iq
4 Ibnu Manzhur, Lisanul Arab
5 Dr. Akram Kassab, ‘Al Siyasah Al Syar’iyyah, Mabadi’ wa Mafahim, Dhawabith wa Mashadir’
negara dan hubungan antar negara. Bahkan sejumlah negara muslim
memperluas cakupan siasah syariah ke wilayah penataan ekonomi dan segala hal yang menyangkut hajat ummat ssebagai warga negara.
Siasah dilakukan atau diterapkan seseorang, sekelompok
masyarakat, atau negara guna memperbaiki keadaan yang buruk menjadi baik, dan yang baik menjadi lebih baik. Beberapa dekade terakhir semakin banyak kosakata politik islam (siasah syariah) masuk menjadi kosakata populer di Indonesia. Bahkan, sejak awal terbentuknya NKRI sudah diperkenalkan beberapa konsep kenegaraan, kata Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sangat dikenal di dalam
masyarakat, yaitu kata “Majelis” yang berarti tempat duduk atau dapat diartikan sebagai kursi, “per-Musyawara-tan” yang berati bermusyawarah,
“Ra’yah” yang berarti warga atau penduduk “Diwan” yang berarti Dewan, dan
“per-Wakil-an” yang berarti wakil, atau representase.
2.2 Tanggapan Ummat Islam Terhadap Siasah Syariat
Agama, sebagaiman dinyatakan oleh banyak kalangan, dipandang sebagai instrumen ilahiyah untuk memahami dunia6. Dibandingkan dengan agama – agama yang lainnya, Islam menjadi salah satu agama yang dengan mudah dapat menerima prinsip tersebut. Hal ini disebabkan karena Islam memiliki salah satu ciri yaitu “hadir di mana – mana” (omnipresence). Pandangan ini mengakui bahwa “di mana – mana” hadirnya Islam akan senantiasa memberikan suatu
“panduan moral baik bagi manusia untuk bertindak”.
Pandangan tersebut mengakibatkan beberapa pemeluk Islam percaya bahwa Islam mencakup cara hidup yang total, yang kemudian realisasinya dinyatakan dalam syariah. Bahkan sebagian kelompok muslim menekankan
6 Robert N. Bellah. Islamic Tradition and the Problems of modernization.
“Islam adalah totalitas yang menawarkan pemecahan terhad7ap segala masalah kehidupan”. Mereka berpendapat Islam mencakup agama, dunia, dan negara.
Karena itu mereka percaya Islam harus diterima dan diterapkan dalam
keseluruhan, dalam segala bidang termasuk keluarga, ekonomi, dan politik. Bagi kelompok ini pelaksanaan masyarakat Islam dibayangkan sebagai penciptaan negara Islam.
Beberapa umat Islam saat ini secara keliru percaya bahwa Al-Quran berisi penjelasan lengkap tentang segala hal. Kesalahpahaman ini disebabkan oleh pandangan salah terhadap ayat Al-Quran yang mengatakan: "Dan Kami turunkan kepadamu Kitab Suci untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri" (16:89). Ayat ini
dimaksudkan untuk mengatakan bahwa Al-Quran berisi penjelasan tentang seluruh aspek ajaran akhlak, bukan penjelasan tentang setiap obyek kehidupan.
Al-Qur'an tidak memuat apapun yang berhubungan dengan kebudayaan umum.
Karena itu untuk melanjutkan pembahasan mengenai politik Islam tentunya kita perlu mengandalkan para ulama dan tentunya para ulama mempunyai pendapat masing-masing mengenai siyasa syariah, salah satunya adalah pendapat Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Siyasah as-Syar'iyyah, hal. 168 menjelaskan bahwa “Wajib diketahui bahwa mengurusi dan melayani kepentingan manusia merupakan kewajiban terbesar agama dimana agama dan dunia tidak bisa tegak tanpanya. Sungguh bani Adam tidak akan lengkap kemaslahatannya dalam agama tanpa adanya jamaah dan tidak ada jamaah tanpa adanya kepemimpinan.
Rasulullah S.A.W. bersabda:
نع يبَأ ديعس يبأو ةريرُه ُالل يضر
ىَلاَعَت
،امهنع لااق
: َلاَق ُلوسر الل
- نسح ثيدح » مُهَدَحَأ او ُرِ مَؤُيلَف رَفَس يف ةَثَلاَث َج َرَخ اَذِإ « : ملسو هيلع الل ىلص ، هاور وُبَأ دواد دانسإب نسح
7 Nazih Ayubi, Political Islam:Religion and Politics in the Arab World. h. 63-64.
“Jika keluar tiga orang untuk bersafar maka hendaklah mereka mengangkat salah satunya sebagai pemimpin” (HR. Abu Daud).
Rasulullah S.A.W. dalam hadits ini mewajibkan umatnya mengangkat pemimpin bahkan dalam kelompok kecil sekalipun dalam rangka melakukan amar ma’ruf nahi munkar, melaksanakan jihad, menegakkan keadilan, menunaikan haji,
mengumpulkan zakat, mengadakan sholat Ied, menolong orang yang dizalimi, dan menerapkan hukum hudud.”
Selanjutnya, Ibnu Taimiyyah – mengutip Khalid Ibrahim Jindan – mengutarakan pandangan bahwa kedudukan agama dan negara “berkaitan erat, tanpa adanya kekuatan koersif negara maka agama akan berada dalam bahaya, dan jika tanpa wahyu maka negara harus menjadi organisasi yang totaliter.
”saling berhubungan, tanpa kekuasaan negara yang bersifat memaksa, agama berada dalam bahaya, sementara tanpa wahyu, negara pasti menjadi sebuah organisasi yang tiranik.”
Ibnu Taimiyah menekankan bahwa kekuasaan seorang penguasa merupakan suatu tanggung jawab yang harus dilaksanakan secara memuaskan.
Seorang pemimpin harus memperhatikan rakyatnya seperti seorang gembala menjaga gembalanya. Pemimpin dipekerjakan oleh rakyatnya untuk bekerja demi kepentingannya sendiri, kewajiban bersama antara kedua penandatangan dalam bentuk kerjasama8.
Kemudian menurut Imam Al Mawardi dalam “Ahkamus Sultaniyyah Wal Walayatud Diniyah” menjelaskan siyasa syar’iyah sebagai: “Kewajiban yang dilakukan kepala negara setelah nabi untuk menjaga kemurnian agama dan mengatur urusan dunia (hirosatud din wa raiyyatud dunya)”9.
Dari pihak ulama Indonesia, Dr. Ridwan S.H., M.Hum dalam bukunya
“Fiqih Politik” membagi politik Islam menjadi banyak prinsip diantaranya adalah
8 Ibnu Taimiyyah, Siyassah as Syar’iyyah
9 Imam Al Mawardi, Ahkamus Sultaniyyah wal Walayatul Diniyah
prinsip kekuasaan sebagai perwalian. Dalam ajaran Islam, kekuasaan mutlak hanya milik Allah. Keimanan kepada Allah sebagai sumber segala sesuatu, termasuk kekuasaan dan kedaulatan, merupakan landasan dasar yang diperlukan untuk memperkuat pembangunan masyarakat Islam serta pembangunan negara dan pemerintahan. Kepercayaan umat Islam yang didasarkan pada keyakinan akan kemahakuasaan Tuhan akan meyakini bahwa Allah mempunyai otoritas mutlak untuk menetapkan hukum yang mengatur tingkah laku manusia.
Prinsip Musyawarah. Kehidupan masyarakat selalu diwarnai oleh
perbedaan kepentingan dan keinginan setiap anggotanya. Keberagaman keinginan menjadi landasan konflik yang dapat menimbulkan konflik, pertentangan, bahkan perpecahan, merusak tatanan sosial, kecuali seluruh anggota masyarakat sepakat untuk berkompromi. Cara termudah untuk mencapai kompromi adalah melalui Musyawarah.
Prinsip-prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia. Dalam ajaran Islam, bentuk perlindungan kepada hak asasi manusia ini didasarkan pada tujuan yang diwahyukan hukum Islam, yaitu perlindungan dan pemeliharaan kepentingan kehidupan manusia baik materiil maupun spiritual, individu dan masyarakat.
Prinsip perlindungan meliputi perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, dan harta benda.
Baru-baru ini, para pemimpin dan aktivis politik Muslim telah
menggunakan doktrin Islam untuk memperluas dan mengembangkan agenda politik dan sosial mereka. Di sini disarankan agar Islam membekali para
pengikutnya dengan konsep negara atau sistem pemerintahan yang lengkap. Lebih jauh lagi, sebagian dari mereka bahkan mendukung pandangan bahwa negara pada hakikatnya merupakan bagian integral atau perpanjangan tangan Islam. Inilah yang disebut dengan sikap politik-keagamaan yang di sebagian dunia Islam disebut rumusan inn-a al-Islam-a al-din wa 'l-dawlah (Islam adalah agama
sekaligus agama). Dari sudut pandang ini, masuk akal bagi mereka untuk memperjuangkan Islam sebagai landasan ideologi negara.10
2.3 Siasah Islam Menurut Al - Quran dan Hadist
Sebelum melihat dalil – dalil atau hadits yang menjadi landasan pelaksanaan siasah perlu dipahami bahwasannya Al-Quran utamanya adalah landasan agama, bukan sebuah kitab hukum. Berbagai kebutuhan hukum dewasa ini tidak mendapatkan aturannya dalam Al-Quran. Tentu saja Al-Quran
menyediakan landasan bagi pencapaian keadilan dan kesejahteraan yang harus diikuti oleh ummat Islam. Tetapi landasan ini hanyalah cita – cita dan pemberi arah. Rakyat di negara itu sendirilah, lewat musyawarah dan lainnya yang menyusun hukum – hukum di negara itu. Tentu saja setiap orang akan mengemukakan pandangannya masing – masing yang didasarkan kepada
keyakinan agamanya. Nantinya, hukum – hukum negara itu bisa jadi akan banyak dipengaruhi oleh hukum - hukum agama, atau semangatya akan diresapi dengan semangat keagamaan. Kita tidak akan membangun sebuah negara dengan suatu pemisah antara agama dan negara, melainkan suatu pemisah antara masalah – masalah keagamaan dan masalah – masalah kenegaraan11.
Siyasah islam memiliki beberapa dasar dalam alquran dan hadist sebagaimana Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 58 menyampaikan :
نِإ َ للّٱ مُك ُرُم أَي اوُّدَؤُتنَأ
ِتََٰن ََٰمَ لْٱ َٰىَلِإ اَهِل هَأ اَذِإ َو مُت مَكَح َن يَب ِسا نلٱ اوُمُك حَتنَأ
ِل دَع لٱِب نِإۚ َ للّٱ ا مِعِن مُكُظِعَي
ۦِهِب
نِإ َ للّٱ َناَك اًۢ عيِمَس ا ري ِصَب
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
10 Munawir Sjadzali, Indonesia’s Muslim Parties and Their Political Concept, tesis master
11 Daniel S.Lev, Islamic Courts in Indonesia, hal. 40
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Terdapat juga dalam Surat An-Nisa ayat 59 yang berbunyi :
اَهُّيَأ ََٰي َنيِذ لٱ ا وُنَماَء اوُعي ِطَأ َ للّٱ اوُعي ِطَأ َو َلوُس رلٱ ىِل وُأ َو ِر مَ لْٱ مُكنِم نِإَفۖ مُت ع َزََٰنَت ء ىَشىِف
ُهوُّد ُرَف ىَلِإ ِ للّٱ
ِلوُس رلٱ َو نِإ
مُتنُك َنوُنِم ؤُت ِب ِ للّٱ ِم وَي لٱ َو ِر ِخاَء لٱ َكِلََٰذۚ
ر يَخ ُنَس حَأ َو لايِو أَت
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah menjelaskan pada ayat 58 bahwa setelah Allah memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, maka Allah memerintahkan mereka untuk melakukan dua macam amal shaleh, yaitu menyelesaikan tugas dan mengambil keputusan yang adil terhadap orang lain. Firman ini diperuntukkan bagi siapa saja yang menerima amanah, baik yang berkaitan dengan hak Tuhan maupun hak asasi manusia, baik dalam bentuk jabatan, harta benda, dan sebagainya.
Oleh karena itu Allah memuji perintah dan larangan yang Dia tetapkan karena mengandung keberkahan dalam kehidupan dunia dan akhirat serta melindunginya dari keburukan, karena yang menentukan Dia Maha Mendengar segala sesuatu dan melihat segala sesuatu, tidak ada yang tersembunyi darinya, dan Maha Mengetahui kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya.
Kemudian dijelaskan juga tafsir ayat 59, setelah Allah memerintahkan para penguasa dan pejabat untuk memperlakukan rakyatnya dengan adil, maka Allah memerintahkan umatnya untuk menaati penguasanya, “ Taatilah Allah sesuai hukum-Nya, taatilah Rasulullah dalam segala perintahnya, dan taatilah siapa pun yang mengatur urusan umat Islam. Jika kalian berbeda pendapat dengan atasan
kalian dalam masalah agama atau apa pun, kembalilah ke Al-Quran dan Sunnah, karena itu adalah prinsip iman dan membawa hasil yang lebih baik bagi kalian di dunia, di dunia ini, dan di akhirat”12.
Kemudian terdapat pula hadist yang di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah yang berbunyi :
نَع يِبَأ َة َر ي َرُه ِد بَع
ِنَم ح رلا ِن ب
ر خَص َي ِضَر
ُالل ُه نَع َلاَق ت عِمَس : َلوُس َر
ِ اللَ
ىلص الل هيلع و ُلوُقَي ملس اَم : مُكُت يَهَن ُه نَع
،ُهوُبِنَت جاَف اَم َو
مُكُت رَمَأ ِهِب
اوُت أَف ُه نِم اَم
، مُت عَطَت سا اَم نِإَف
َكَل هَأ َنيِذ لا نِم مُكِل بَق ُة َر ثَك مِهِلِئاَسَم َلاِت خا َو
مُهُف
ىَلَع مِهِئاَيِب نَأ
Artinya: Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda, "Apa yang aku larang untuk kalian, maka tinggalkanlah, dan apa yang aku perintahkan kepada kalian, maka laksanakan sesuai dengan kemampuan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan terhadap para nabi mereka." (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakr RA).
Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakr tersebut adalah satu dari banyak hadits (perkataan) Rasulullah SAW dengan redaksi yang singkat, padat, dan dalam maknanya. Sekadar menguatkan, ada satu hadits lain yang menunjukkan kehebatan komunikasi Rasulullah SAW. Beliau bersabda,
"Seperti apa keberadaan kalian, seperti itulah kalian diserahi kekuasaan".
12 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah
Menurut Said Hawwa dalam kitab Ar-Rasul: Shallahu 'Alaihi Wassallam, hadits ini membahas tentang fundamental politik suatu negara. Kalimat singkat ini mengandung beberapa prinsip penting dalam ilmu politik.
Pertama, suatu negara bertanggung jawab terhadap keadaan pemerintahannya. Kedua, moral suatu negara lebih penting dibandingkan peraturan dan bentuk pemerintahan negara.
Ketiga, kekuasaan ini adalah pengikut, bukan pemrakarsa. Keempat, menurut ilmu politik modern, sumber kekuasaan ada di tangan rakyat.
Terakhir, hadis ini memuat kaidah bahwa suatu negara berhak
mendapatkan seorang penguasa yang dapat bersabar terhadap bangsa tersebut, meskipun mereka bukan penguasa yang baik13.
2.4 Pengaruh Pemerintahan Zaman Rasulullah di Madinah Terhadap Siyasah Syariah Zaman Sekarang
Rasulullah mempunyai risalah yang sempurna. Risalah ini juga harus dilaksanakan secara sempurna dan menjadi penopang kehidupan manusia. Islam sebagai Rahmatan Lil'alamin hadir membawa keberkahan bagi seluruh dunia tanpa Pengecualian. Sebagai pemimpin umat Islam, Rasulullah mempunyai teladan kepemimpinan yang dapat diterima oleh seluruh masyarakat multietnis, multiras, dan multiagama. Pada masa kepemimpinan di Madinah, Rasulullah berhadapan dengan masyarakat multietnis.
Peristiwa sejarah yang terjadi setelah hijrahnya Rasulullah ke Madinah ini merupakan demonstrasi nyata penerapan kebijakan Islam. Di Madinah telah didirikan sebuah komunitas Umat Islam, termasuk kelompok muhajirin dan ansar.
Sebagai komunitas di Dalam masyarakat yang majemuk, umat Islam terpaksa
13 Said Hawwa, Ar-Rasul: Shalallahu ‘Alaihi Wassallam
berinteraksi dengan komunitas lain, antara lain: Kristen, Yahudi, Islam, dan penyembah berhala di Madinah.
Ada beberapa faktor kunci yang menjelaskan keberhasilan dakwah dan kepemimpinan Rasulullah di Madinah, yaitu:
1. Rasulullah memiliki akhlak yang terpuji.
2. Akhlak Rasulullah yang tahan uji, tangguh, ulet, sederhana dan pantang menyerah.
3. Sistem dakwah Rasulullah adalah menggunakan metode imbauan yang senantiasa penuh dengan kebijaksanaan dan memiliki banyak hikmah.
4. Tujuan perjuangan Nabi untuk membela keadilan dan kebenaran serta musnahnya kesia-siaan, pengampunan harta, kekuasaan, dan kemegahan duniawi
5. Prinsip kesetaraan. Rasulullah rukun dengan semua orang, kata-katanya lembut dan sangat menyenangkan sampai saat ini
6. Prinsip keramahan. Rasulullah selalu berpartisipasi dalam kegiatan dan memberi contoh kepada para sahabat.
7. Mengutamakan kepentingan dan keselamatan rakyatnya.
8. Memberikan kebebasan berkreasi, berpendapat, dan Rasulullah Bukan tipe pemimpin yang otoriter.
9. Gaya kepemimpinan karismatik dan demokratis.14.
Sifat kepemimpinan demokratis Rasulullah SAW juga tercermin pada ketekunannya dalam mendidik para sahabat dalam persiapan menjadi calon penggantinya sebagai pemimpin rakyat dalam urusan dunianya dan bahwa diatumbuh tanpa rasa takut akan persaingan. Sifat kepemimpinan demokratis ini, tidak meninggalkan warisan kepada salah satu temannya untuk menjadi “putra mahkota”. Siapa yang akan menjadi penggantinya untuk memimpin rakyat dan
14 (As-shiddiqy, 1996:102-105)
negara yang dibangunnya kelak dia tidak sepenuhnya bergantung pada keinginan rakyatnya sendiri.
Sifat kepemimpinan Rsaulullah yang demokratis juga tercermin dari sikapnya itu Terbuka terhadap kritik dan mendengarkan pendapat serta saran orang lain. Terbukanya Rasulullah terhadap kritik tersebut dapat dibuktikan dengan fakta ; “Pernah ada sahabat yang mengkritik tentang pembagian harta rampasan salah satu perang yang terjadi”. Rasulullah menerima kritik dengan hati terbuka dan lapang dada meskipun kritik itu tidak benar. Sikap sukarela
menerima kritik dan nasehat dari orang lain digambarkan dengan hadits
“terimalah nasehat, bahkan jika itu berasal dari seorang budak hitam”.
Fakta lain yang terkait dengan penerapan siyasah Islam (politik Islam) adalah kebijakan yang dibuat oleh Rasulullah tentang persaudaraan intern umat Islam. Letaknya di tengah sahabat muhajirin dan ansar. Kebijakan itu merupakan perwujudan dalil kulliy, yaitu al ukhuwah al-islamiyah. Serta perjanjian ekstern antara muslim dan non muslim. Meskipun kekuasaan dipegang kaum muslimin, dalam hal ini Rasulullah sebagai pemimpin, perjanjian yang dibuat tidak
mengganggu keyakinan non muslim. Mereka masih diberi kekebasan memeluk agamanya dan beribadah sesuai keyakinan mereka. Hal ini tercipta karena Rasulullah mendasarkan kebijakan atas prinsip al-ukhuwah al-islamiyah yang diwujudkan dalam piagam madinah.
Islam adalah agama yang mulia dan sempurna (kaffah) dengan memiliki konsep (fikrah) dan metode operasional untuk menerapkan konsep (thariqah) yang jelas tentang mengatur urusan kehidupan termasuk dalam hal berpolitik (siyasah). Pemilihan imam atau Khalifah didalam sistem politik Islam dapat dilakukan dengan putusan hasil musyawarah oleh majelis ahlul halli wal-'aqdi atau melalui jalan pemilihan umum.
Istilah Ahlul halli wal 'Aqdi sebenarnya bukan istilah syariah tapi istilah yang dipopulerkan oleh para ulama fukaha dan ahli sejarah. Mengapa hal ini tidak bisa disebut sebagai istilah syari'ah? Karena istilah ini tidak digunakan dalam nash-nash Syari'ah. Oleh sebab itu tidak semua ulama fuqaha menyebutnya dengan istilah yang sama.
Makna Ahlu Halli Wal'aqdi Dalam khazanah pemikiran politik Islam ahlul halli wal-'aqdi dikenal beberapa istilah, di antaranya : ahlu syura, majlis syura, ahlul ra’yi wat-tadbir yang dipopulerkan Ibnu 'Abidin, ahlul ihtiyar yang dipopulerkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, majelis umat dll.
Imam Al-Mawardi dan Al-Farra’, misalnya menggunakan istilah ahlul halli wal 'aqdi. Imam Al-Amidi dan Imam Ar-Ramli menyebutnya dengan istilah ahlul Ikhtiyar. Imam Ibn Hazm menyebutnya dengan istilah Fudhala Al-Ummah.
Semua itu mempunyai konotasi yang sama.
Al-'allamah Prof. Dr. Rawwas Qal’ah Jie rahimahullahu menjelaskan, Ahlul Halli wal 'Aqdi adalah orang yang mempunyai kekuatan, yang menjadikan masyarakat berkumpul mengitari mereka, seperti ulama, para pemimpin dan para tokoh masyarakat. Mereka adalah wakil umat yang dipilih oleh rakyat15.
Al-imam Mawardi rahimahullahu menjelaskan, sekelompok ulama berpendapat bahwa pemilihan Khalifah tidak sah kecuali dengan dihadiri seluruh anggota ahlul halli wa-'aqdi dari setiap daerah agar Khalifah yang mereka angkat diterima seluruh lapisan masyarakat dan mereka semua tunduk kepada
kepemimpinannya. Pendapat ini berhujjah dengan pembaiatan (pengangkatan) Abu Bakar Siddiq r.a menjadi Khalifah.16
Pada saat Rasulullah SAW wafat pada hari senin tgl 12 Rabi'ul Awwal tahun 12 Hijriyyah jenazah Rasulullah SAW tidak langsung dimakamkan karena
15 Kitab Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Muyassarah, Dar An-Nafais, Beirut, cet. I, 2000 M, I/ 327.
16 2. Al-imam Mawardi, Kitab Al-ahkam As-sulthaniyyah, hal 5.
ada perkara penting dan mendesak untuk menetapkan siapa sosok pemimpin yang tepat sepeninggal Rasulullah SAW. Bahkan jenazah Rasulullah SAW baru
dimakamkan pada hari selasa malam Rabu.
Utusan tokoh para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar berkumpul di tempat Tsaqifah bani sa’idah, sebuah tempat yang biasa digunakan sebagai pertemuan dan musyawarah penduduk kota Madinah. Pertemuan musyawarah tersebut dihadiri oleh : Abu Bakar siddiq r.a, Umar bin Khatab r.a, Abu Ubaidah bin Jarrah r.a, Saad bin Ubadah r.a. Dari hasil musyawarah tersebut terpilihlah sahabat Abu Bakar Siddiq r.a sebagai seorang Khalifah dan para sahabat membai'atnya.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa istilah ahlul halli wal-aqdi adalah istilah baru yang digunakan oleh para fuqaha dan ahli sejarah untuk
menyebut orang-orang yang mempunyai kekuatan, pengaruh dan menjadi rujukan dalam menyelesaikan masalah. Mereka adalah para tokoh, ulama, pemimpin suku dan sebagainya. Dalam konteks ketatanegaraan Islam karena kekuasaan ada di tangan umat, maka mereka bisa dianggap mewakili umat dalam menentukan siapa penguasa yang akan memimpin umat, khususnya dalam melaksanakan fardhu kifayah dalam pengangkatan khalifah, yang tidak harus dilakukan
oleh semua orang.17
17 KH. Hafiz Abdurrahman, Soal-Jawab Siapa Ahlul Halli Wa-'aqdi.
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan
Politik Islam atau biasa dikenal dengan Siasah Syariah menjadi hal yang sangat penting untuk dipahami oleh umat islam arena siasah dapat
membangkitkan umat dari keterpurukan. Selain itu, siasah diperlukan untuk menjaga kewibawaan negara. Siasah juga dapat menjaga kemaslahatan bersama.
Maka dari itu Penting bagi kita untuk memahami bagaimana menjadi warga negara yang baik, serta menjadi pemimpin atau pemegang kewenangan yang bijak dalam mengambil keputusan.