MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
Peran Pancasila Sebagai Sistem Etika Dalam Kaitan Kebebasan Menyampaikan Pendapat
Disusun oleh:
Nadine Nuranindya Sakhi NIM: 2450021025
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Jenderal Achmad Yani
2024
Kebebasan berpendapat sesuai dengan etika Pancasila dapat dilandasi dengan adanya Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menjamin bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa. (www.kompasiana.com)
Dengan demikian tidak ada larangan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mengutarakan pendapat maupun kritik dari setiap masing-masing prespektif.
Namun perlu diperhatikan norma dan etika yang sesuai dengan ideologi negara antara lain adalah Pancasila. Seperti dalam Pancasila sila ke-4 yang berbunyi
“kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Yakni, seluruh rakyat Indonesia diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan berpartisipasi dalam musyawarah dan pengambilan keputusan melalui perwakilan yang bijaksana. Hak berpendapat adalah bagian dari prinsip demokrasi yang tercermin dalam sila ini, yang memberikan ruang bagi rakyat untuk menyampaikan ide, gagasan, atau kritik terhadap kebijakan yang ada.
Contoh kasus yang sedang ramai dalam berita internet maupun secara langsung ialah kasus BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) FISIP Universitas Airlangga, tentang kritikan para mahasiswa paska presiden ke-8 Indonesia yang baru saja dilantik bapak Presiden Prabowo Subianto beserta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Mereka menyinggung pelantikan tersebut dengan membuat karangan bunga berisikan kata kata yang kurang pantas, sehingga tidak mencerminkan etika para anggota BEM tersebut sebagai mahasiswa. BEM FISIP Unair sempat akan dibekukan, namun satu dan lain hal seperti yang dikatakan Bagong Suyanto selaku dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unair bahwa, para mahasiswa telah berjanji tidak akan mengulangi perbuatan dalam menyampaikan aspirasi menggunakan diksi-diksi yang kasar lagi.
(www.bbc.com)
Sebagaimana mahasiswa yang berada diposisi tengah antara pemerintahan dan masyarakat sudah sepantasnya kita memberikan contoh yang baik dan mampu mengayomi masyarakat bahwasannya dalam mengkritik sesuatu harus masih dalam aturan norma yang ada di pemerintahan. Mahasiswa sendiri dilatih dan membentuk karakter untuk bisa berpikir kritis namun bijaksana, lain hal nya dengan siswa yang masih dibentuk karakter oleh aturan sekolah. Mahasiswa yang bijak tentu akan lebih berkembang tanpa harus menjatuhkan bahkan mengengenyampingkan etika dan rasa tanggungjawab.
Semestinya menjadi acuan masyarakat dengan memberikan pendapat yang solutif dan memberikan kritik yang tidak mengandung sarkasme bahkan sampai menggunakan kata-kata yang tidak terdidik sebagaimana mahasiswa.