• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PENGANTAR PSIKOLOGI

N/A
N/A
Luqmanul Khakim

Academic year: 2024

Membagikan " MAKALAH PENGANTAR PSIKOLOGI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PENGANTAR PSIKOLOGI PROSES BERPIKIR DAN INTELEGENSI

Dosen Pengampu :

Oleh :

1.

Divanny Putri Angraeni (230101103)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI BOJONEGORO

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT.

yang telah melimpahkan segenap rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam, semoga senantiasa curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad S.A.W. beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita kejalan yang penuh kemulyaan. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapat syafa'at beliau dihari akhir kelak. Aamiin.

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas matakuliah Pengantar Psikologi yang di bimbing oleh ... di Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro.

penyusunan makalah ini juga bertujuan agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang

“Proses berpikir dan intelegensi”, yang kami sajikan.

Penulis menyadari didalam penulisan dan pembahasan materi makalah ini masih memiliki kekurangan, hendaknya guna perbaikan untuk kedepan dalam pembuatan makalah, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari dosen terkait maupun pembaca.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih atas semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Bojonegoro, 22 September 2023

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia yang dicipta oleh Tuhan sebagai Khalifah atau pemimpin di muka bumi ini mempunyai berbagai keistimewaan dan kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain. Kelebihan dan keistimewaan ini ialah karena manusia dikaruniai akal. Akal fikiranlah yang membedakan secara kualitatif, di antara manusia dan hewan.Berpikir marupakan suatu aktifitas akal dan rohani yang berlaku pada seseorang akibat adanya kecenderungan mengetahui dan mengalami. Manusia diberi daya kognitif yang membolehkannya berpikir.

Manusia juga diberi daya efektif yang membolehkan emosi, perasaan dan kerja hati hubungan dengan aday kognitif. Oleh sebab itu, lahir pemikiran. Pemikiran yang berkembang dapat memberi dasar kepada lahirnya ilmu. Akal atau pikiran adalah sumber ilmu intelektual yang menghasilkan transfer knowledge dan transfer velue melalui proses pemikiran melalui akal. Kemampuan menggunakan buah pikiran yang baik dan berguna inilah yang mengangkat derajat keinsanan manusia dibanding hewan. Jadi, berpikir adalah sesuatu yang menjadi tuntutan dan seharusnya dilakukan oleh manusia dalam setiap aktivitas dan tindak tanduk yang dilakukan.

Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, masalah inteligensi merupakan salah satu masalah pokok; karenanya tidak mengherankan kalau masalah tersebut banyak dikupas orang, baik secara khusus maupun secara sambil lalu dalam pertautan dengan pengupasan yang lain. Tentang peranan inteligensi itu dalam proses pendidikan ada yang menganggap demikian pentingnya sehingga dipandang menentukan dalam hal berhasil dan tidaknya seseorang dalam hal belajar; sedang pada sisi lain ada juga yang menganggap bahwa inteligensi tidak lebih mempengaruhi soal tersebut. Tetapi pada umumnya orang berpendapat, bahwa inteligensi merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya belajarnya seseorang; terlebih-lebih pada waktu anak masih sangat muda, inteligensi sangat besar pengaruhnya.

(5)

Di masyarakat, ada pendapat yang menyatakan bahwa intelijensi seseorang itu juga menjadi salah satu peran penting dalam proses berpikir. Jika seseorang memiliki tingkat yang intelijensi yang tinggi, maka ia akan mudah mendapatkan kesimpulan dari masalahnya memalui proses yang lebih cepat dibnadingkan dengan mereka yang memiliki intelijensi rendah. Jadi, semakin tinggi intelijensi seseorang, maka semakin cepat juga berpikirnya sehingga memahami sesuatu juga tidak memerlukan waktu banyak, begitu pun sebaliknya.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Proses Berpikir

Proses berpikir merupakan urutan proses mental yang terjadi secara alamiah atau terencana dan sistematis pada konteks ruang, waktu dan media yang digunakan, serta menghasilkan suatu perubahan terhadap objek yang mempengaruhinya. Proses berpikir merupakan suatu peristiwa mencampur, mencocokkan, menggabungkan, menukar, dan mengurutkan konsep-konsep persepsi-persepsi, serta pengalaman sebelumnya.1

Salah satu kegiatan mental seseorang adalah berpikir. Terdapat berbagai pendapat dari para ahli terkait pendefinisian berpikir, hal ini disebabkan karena pdanangan para ahli sesuai dalam bidang yang dikuasai, demikian definisinya antara lain2:

a. Berpikir adalah gejala jiwa yang dapat menetapkan hubungan-hubungan diantara pengetahuan yang dimiliki.

b. Berpikir adalah suatu proses dialektis.

c. Menurut Plato berpikir adalah berbicara dalam hati.

d. Berpikir adalah proses yang dinamis yang dapat digambarkan menurut proses atau jalannya.

e. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang- nimbang dalam ingatan.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan aktivitas jiwa dalam menggabungkan hubungan-hubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sehingga terjadi proses gambaran. Dimana dalam berpikir itu manusia menggunakan abstraksi atau ideas yang bersifat ideasional.

Disaat berpikir, pikiran manusia melakukan proses tanya-jawab dengan pikirannya sendiri, sehingga dapat meggabungkan hubungan antara bagian-bagian

1 Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011). h. 3

2 Agus Sujanto, Psikologi Umum (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009). h. 54

(7)

pengetahuan yang dimiliki, hal ini disebut dengan proses berpikir yang dialektis. Dari suatu pertanyaan tersebut akan memberikan arahan kepada pikiran manusia, sehingga seseorang tersebut akan melakukan aktivitas berpikir setelah terdapat faktor pemicu yang mempengaruhinya, baik itu bersifat internal maupun eksternal. Dalam berpikir kita memerlukan alat yaitu akal (rasio). Proses yang dilalui dalam berpikir diantaranya3:

a. Proses pembentukan pengertian, yaitu kita menghilangkan ciri-ciri umum dari sesuatu, sehingga tinggal ciri khas dari sesuatu tersebut.

b. Pembentukan pendapat yaitu pikiran kita menggabungkan (menguraikan) beberapa pengertian, sehingga menjadi tanda masalah itu.

c. Pembentukan keputusan yaitu pikiran kita menggabung-gabungkan pendapat tersebut.

d. Pembentukan kesimpulan yaitu pikiran kita menarik keputusan-keputusan dari keputusan yang lain.

Beberapa ahli mengemukakan tentang jenis-jenis proses berpikir. Jean piaget mengungkapkan proses berpikir berdasarkan tahap perkembangan kognitif siswa dapat diamati melalui 3 tipe proses berpikir yaitu: (1) asimilasi merupakan proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang ada dalam benak anak, (2) akomodasi merupakan penyesuaian aplikasi skema yang cocok dengan lingkungan yang direspons atau penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru, (3) equilibrium merupakan keseimbangan dengan apa yang digunakan dengan lingkungan yang direspons sebagai hasil dari ketepatan akomodasi, atau penyesuaian dari asimilasi.4

Marpaung juga mengungkapkan dalam pembentukan algoritma, proses berpikir siswa terbagi menjadi 2 tipe proses berpikir yaitu: (1) tipe predikatif merupakan proses berpikir yang cenderung untuk melihat hubungan antara dua konsep lebih dalam pengambilan keputusan, (2) tipe fungsional merupakan proses berpikir yang lebih

3 Supriadi dan Subanti, “Analisis Proses Berpikir Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah Polya Ditinjau Dari Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VIII SMP Al Azhar Syifa Budi Tahun Pelajaran 2013/2014.”h.12

4 Muhammad Yani, M. Ikhsan, and Marwan, “Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama Dalam

Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-Langkah Polya Ditinjau Dari Adversity Quotient,” Jurnal Pendidikan Matematika 10, no. 2 (2016): h. 45

(8)

menitikberatkan untuk melihat mata rantai dan cara melaksanakan keputusan. Zuhri mengelompokkan proses berpikir menjadi tiga yaitu konseptual, proses berpikir semikonseptual, dan komputasional.5 Adapun penjelasan dari ketiga proses berpikir tersebut adalah sebagai berikut:

a. Proses berpikir konseptual adalah cara berpikir yang selalu menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki berdasarkan hasil pelajarannya selama ini. Adapun ciri-ciri berpikir konseptual adalah sebagai berikut:

1) Memahami soal, yakni peserta didik mampu mengungkapkan dengan kata- kata data yang diketahui dan ditanyakan dalam soal.

2) Menyusun rencana penyelesaian.

3) Melaksanakan rencana penyelesaian, yakni peserta didik memulai pelaksanaan penyelesaian setelah mendapat ide yang jelas, dengan kata lain setiap langkah yang telah dibuat peserta didik dapat dijelaskan dengan benar serta peserta didik cenderung menyelesaikan soal dengan menggunakan konsep yang telah dipelajarinya. Jika terjadi kesalahan dalam penyelesaian soal maka proses penyelesaian kembali diulang sehingga diperoleh hasil yang benar.

b. Proses berpikir semikonseptual adalah proses berpikir yang dalam menyelesaikan suatu masalah cenderung menggunakan konsep tetapi mungkin karena pemahamannya terhadap konsep tersebut belum sepenuhnya lengkap maka penyelesaiannya dicampur dengan cara penyelesaian yang menggunakan intuisi.

Adapun ciri-ciri berpikir semikonseptual adalah sebagai berikut:

1) Dalam memahami soal peserta didik kurang mampu mengungkapkan dengan kata-kata data yang diketahui dan data yang ditanyakan dalam soal menggunakan bahasa sendiri

2) Kurang mampu menyusun rencana penyelesaian.

3) Peserta didik dengan proses berpikir semikonseptual dalam melaksanakan rencana penyelesaian masalah cenderung menggunakan konsep-konsep

5 Zuhri D., “Proses Berpikir Siswa Kelas II SMPN 16 Pekanbaru Dalam Menyelesaikan Soal- Soal Perbandingan Seniali Dan Perbandingan Berbalik Nilai,” 1998, h. 41–44.

(9)

tetapi sering gagal karena konsep tersebut belum dipahami.

c. Proses berpikir komputasional adalah proses berpikir yang pada umumnya menyelesaikan suatu soal tidak menggunakan konsep tetapi lebih mengandalkan intuisi. Adapun ciri-ciri berpikir komputasional adalah sebagai berikut:

1) Memahami soal yakni peserta didik tidak memahami soal.

2) Tidak mampu menyusun rencana penyelesaian;

3) Dalam melaksanakan penyelesaian, peserta didik dengan proses berpikir komputasional akan cenderung memulai langkah penyelesaian walaupun ide yang jelas belum diperoleh, dengan kata lain setiap langkah yang telah dibuatnya tidak dapat dijelaskan dengan benar, kemudian dalam menyelesaikan masalah peserta didik juga terlepas dari konsep-konsep yang telah dimiliki. Jika terjadi kesalahan dalam penyelesaian masalah maka kesalahanya tidak dapat diperbaiki dengan benar.

B. Pengertian Intelegensi 1. Intelegensi

Kita sering menemukan ada orang yang cepat, cekatan dan terampil dalam waktu yang relatif singkat dapat menyelesaikan tugas, pekerjaan yang dihadapinya. Begitu pula sebaliknya banyak orang dalam menyelesaikan tugas, masalah yang dihadapinya membutuhkan waktu yang relatif lama. Bahkan ada pula yang lamban dan tak dapat menyelesaikan pekerjaannya. Salah satu faktor yang menentukan hal tersebut adalah taraf intelegensi orang tersebut.

Istilah intelegensi ini sudah menjadi bahasa umum bagi masyarakat, hanya saja sebagian masyarakat menamakannya kecerdasan, kecerdikan, kepandaian, ketrampilan dan istilah lainnya yang pada prinsipnya bermakna sama. Istilah intelegensi dapat diartikan dengan dua cara, yaitu:

a. Arti luas: kemampuan untuk mencapai prestasi yang di dalamnya berpikir memegang peranan. Prestasi itu dapat diberikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pergaulan, sosial, tekhnis, perdagangan, pengaturan rumah tangga dan belajar di sekolah.

b. Arti sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah yang di dalamnya

(10)

berpikir memegang peranan pokok. Intelegensi dalam arti ini, kerap disebut

“kemampuan intelektual” atau ”kemampuan akademik”6.

Mengenai hakikat intelegensi, belum ada kesesuaian pendapat antara para ahli.

Variasi dalam pendapat nampak bila pandangan ahli yang satu dibanding dengan pendapat ahli yang lain. Pendapat-pendapat itu antara lain :

1. Terman: intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak.

2. Thorndike: intelegensi adalah kemampuan individu untuk memberikan respon yang tepat (baik) terhadap stimulasi yang diterimanya, misalnya orang mengatakan “meja”, bila melihat sebuah benda berkaki empat dan mempunyai permukaan datar. Maka makin banyak hubungan (koneksi) semacam itu yang dimiliki seseorang, makin intelegenlah orang itu.

Wechlsler: intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak dengan mencapai suatu tujuan, untuk berpikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungan secara efektif.7

Sedangkan Breckenridge dan Vincent berpendapat bahwa “intelegensi adalah kemampuan seseorang untuk belajar, menyesuaikan diri dan memecahkan masalah baru”.8

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka penulis dalam penelitian ini mengartikan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah.

2. IQ (Intelligence Quotient)

Istilah IQ diperkenalkan pertama kalinya pada tahun 1912 oleh seorang ahli psikologi berkebangsaan Jerman bernama William Stern (Gould 1981). Kemudian ketika Lewis Madison Terman, seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika di Universitas Stanford, menerbitkan revisi tes Binet di tahun 1916, istilah IQ mulai

6W.S.Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta : Media Abadi, 2004), h. 156

7Ibid, h. 155-156

8Anwar Prabu, Perkembangan Intelegensi Anak dan Pengukuran IQnya, (Bandung : Angkasa Bandung, 1993)

(11)

digunakan secara resmi.9

Desmita dalam buku Psikologi Perkembangan menjelaskan bahwa IQ adalah kemampuan berfikir secara abstrak, memecahkan masalah dengan menggunakan simbol-simbol verbal dan kemampuan untuk belajar dari dan menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari.

Salah satu yang sering digunakan untuk menyatakan tinggi rendahnya tingkat intelegensi adalah menterjemahkan hasil intelegensi ke dalam angka yang dapat menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat kecerdasan seseorang bila dibandingkan secara relatif terhadap suatu norma.

Menurut Saifudin Azwar, diterangkan bahwa secara tradisional, angka normatif dari hasil tes intelegensi dinyatakan dengan rasio (Quotient) dan diberi nama Intelligence Quotient (IQ).10

Dalam kemampuan intelegensi terdapat skala taraf, dari taraf intelegensi yang tinggi sampai taraf intelegensi yang rendah. Banyak manfaatnya bila taraf intelegensi para siswa diketahui, dengan demikian diketahui pula taraf prestasi yang diharapkan dari siswa tertentu. Metode yang digunakan untuk mengukur taraf intelegensi adalah metode tes yang disebut dengan tes intelegensi.

Tes intelegensi yang diberikan di sekolah terbagi atas dua kelompok yaitu tes intelegensi umum (General Ability test) dan tes intelegensi khusus (Spesific Ability Test / Spesific Aptitude Test). Di dalam tes intelegensi umum disajikan soal-soal berpikir di bidang penggunaan bahasa, manipulasi bilangan dan pengamatan ruang.

Sedangkan di dalam tes intelegensi khusus menyajikan soal-soal yang terarah untuk

9Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung : PT.Rosda Karya, 2006), h. 170

10Saifudin Azwar, Psikologi Inteligensi, (Jogjakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1996), h. 51

(12)

menyelidiki apakah siswa mempunyai bakat khusus di suatu bidang tertentu, misalnya di bidang matematika, di bidang bahasa, di bidang ketajaman pengamatan dan lain sebagainya.

3. Faktor-faktor Kecerdasan yang Diungkap Dalam Tes IQ

Sekolah tempat peneliti melakukan penelitian bekerjasama dengan lembaga psikologi dalam melakukan psikotes atau tes psikologi. Lembaga psikologi tersebut menggunakan tes intelegensi umum untuk anak yang disebut Tintum anak dan sebagai alat ukur tes ini merupakan pengembangan dari tes intelegensi untuk orang dewasa yang disebut Tintum-69 sebagai alat ukur dalam evaluasi kecerdasan. Tintum anak dan Tintum-69, disusun berdasarkan teori Thurston mengenai intelegensi yang terkenal dalam teorinya Primary Mentel Ability yang mengatakan bahwa intelegensi tersebut terdiri dari tujuh kemampuan mental yaitu Numeric, Word Fluency, Verbal, Memory, Reasoning, Space, dan Perceptual Speed.

Faktor-faktor kecerdasan yang diungkap dalam tes psikologi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kemampuan memahami masalah: kemampuan untuk menggunakan pengalaman masa lalunya dalam menghadapi situasi praktis sehari- hari.

b. Ruang lingkup pengetahuan: menunjukkan tingkat kepedulian siswa terhadap situasi sosial dan masyarakat.

c. Kekayaan bahasa: petunjuk penguasaan perbendaharaan kata yang dimiliki.

d. Kemampuan bekerja dengan angka: kemampuan menggunakan konsep dasar numerik antara lain: menjumlahkan, mengurangi, membagi dan mengalikan yang diperlukan dalam belajar hitung matematika.

(13)

e. Daya analisis dan sintesis: kemampuan sisiwa dalam memberikan alasan yang logis dalam mengambil kesimpulan dan menerapkannya dalam kehidupan praktis.

f. Daya abstraksi: kemampuan bekerja dengan simbol-simbol, angka dan bahasa.

g. Kemampuan mengingat: kemampuan mereproduksi kembali terhadap sesuatu yang dipelajari.

h. Kemampuan menangkap pendapat dengan bahasa: kemampuan ini menyangkut pengertian terhadap ide-ide yang diekspresikan dalam bentuk bahasa.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Taraf Intelegensi

Menurut Bayley faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual individu, yaitu:

a. Keturunan

Studi korelasi nilai-nilai tes intelegensi diantara anak dan orang tua, atau dengan kakek-neneknya menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan terhadap tingkat kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat tertentu.

b. Latar belakang sosial ekonomi

Pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu mulai 3 tahun sampai dengan remaja.

c. Lingkungan hidup

(14)

Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang kurang baik pula. Lingkungan yang dinilai paling buruk bagi perkembangan intelegensi adalah panti-panti asuhan serta institusi lainnya, terutama bila anak ditempatkan disana sejak awal kehidupannya.

d. Kondisi fisik

Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang rendah.

e. Iklim emosi

Iklim emosi dimana individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan mental individu yang bersangkutan.11

Sebagaimana telah diuraikan diatas, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi taraf intelegensi seseorang. Maka sebagai seorang guru, salah satu tugas serta kewajiban yang harus dipenuhi adalah membantu mempengaruhi kemampuan intelektual siswa agar dapat berfungsi secara optimal dan mencoba melengkapi program pengajaran yang ditujukan bagi mereka yang lambat dalam belajar. Adapun cara yang dapat dilakukan oleh guru yaitu dengan memperhatikan kondisi kesehatan fisik siswa, membantu pengembangan sifat- sifat positif pada diri siswa, memperbaiki kondisi motivasi siswa, menciptakan kesempatan belajar yang lebih baik bagi siswa.

Dalam membantu mengembangkan sifat-sifat positif pada diri siswa seperti

11Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2003), h. 131

(15)

percaya diri, perasaan diri dihargai, guru dapat melakukan dengan cara menaruh respect terhadap pertanyaan-pertanyaan serta gagasan- gagasan yang diajukan siswa sehingga dapat membantu meningkatkan keyakinan diri siswa serta perasaan bahwa dirinya dihargai. Selain itu agar perasaan-perasaan cemas, rendah diri, tegang, konflik atau salah dapat dihindari oleh siswa.

Sedangkan untuk memperbaiki kondisi motivasi siswa, guru dapat melakukannya dengan memberikan insentif atas keberhasilan yang diraih siswa yaitu dapat berupa pujian atau nilai yang baik. Selain itu guru juga dapat memberikan kesempatan melaksanakan tugas-tugas yang relevan, seperti di dalam kelompom diskusi, di muka kelas, pembuatan karya tulis, dan lain-lain untuk menciptakan kesempatan belajar yang lebih baik bagi siswa.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Jean Piaget, pada masa remaja perkembangan kognitif sudah mencapai tahap puncak, yaitu tahap operasi formal (11 tahun - dewasa) (Gunarsa, 1982); suatu

 Jean Piaget menyebut perkembangan anak usia dini sebagai tahap operasional dalam perkembangan kognitif, karena anak pada usia ini belum siap terlibat dalam operasi mental logis

Teori Piaget merupakan akar revolusi kognitif saat ini yang menekankan pada proses mental (Kompasiana, edisi 12 Maret 2011). Piaget mengambil perspektif organismik,

Jean Piaget (lahir di Neuchâtel, Swiss, 9 Agustus 1896 – meninggal 16 September 1980 pada umur 84 tahun) adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan psikolog perkembangan Swiss, yang

Perkembangan kognitif tidak berlangsung dalam tahapan-tahapan seperti dikemukakan dalam teori Piaget, teori-teori kognitif tidak memberi perhatian yang memadai terhadap variasi

Perbedaan perkembangan kognitif (akal) menurut Al-Ghazali dan Jean Piaget terdapat pada metodologi sebagai basis pemikiran keduanya. metode penelitianyang digunakan

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (Hurlock, 1999) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal

Piaget (Al-Tabany, 2013) juga menyampaikan teori perkembangan kognitif yang merupakan tahapan berpikir intelektual konkret ke abstrak. Piaget mengklasifikasikan dalam empat