FIKIH
“
RUJUK DAN PERSOALANNYA”Disusun oleh : Ifda Laila
Guru pembimbing : Fakhruddin, S.Ag, M.Pd
MAN INSAN CENDEKIA PADANG PARIAMAN
2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Rujuk dan Persoalannya” Yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini kami susun dengan berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri kami sendiri maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada guru kami yang telah membimbing kami agar dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Kami mohon untuk saran dan kritiknya
Padang Pariaman, Desember 2022
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...2
DAFTAR ISI... 1
BAB I PENDAHULUAN... 2
1.1 Latar Belakang... 2
1.2 Rumusan Masalah...3
BAB II PEMBAHASAN... 4
2.1 Pengertian Rujuk... 4
2.2 Hukum Rujuk... 5
2.4 Hikmah Rujuk...7
BAB III PENUTUP... 9
3.1 Kesimpulan... 9
DAFTAR PUSTAKA...10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah agama risalah yang dibawa Rasulallah SAW. Untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan ke jalan yang terang benderang serta menunjukkan jalan lurus dan benar. Islam diyakini sebagai agama yang menebar rahmatan lial-‘âlamîn (rahmat bagi alam semesta). Salah satu bentuk yang dibawanya adalah anjuran tentang pernikahan.
Sudah merupakan naluri manusia untuk memiliki rasa cinta dan senang kepada lawan jenisnya karena memang manusia diciptakan untuk hidup berpasang-pasangan.
Namun akibat beberapa faktor menyebabkan sepasang suami istritidak bisa bersama lagi, sehingga keduanya akhirny dihadapkan pada perceraian (talak) yang merupakan jalan akhir bila tidak ditemukan dengan cara keduanya (suami istri) untuk berdamai. Meskipun disini perceraian adalah jalan terakhir untuk menyelesaikan konflik dalam sebuah rumah tangga, namun untuk menyusun kembali kehidupan rumah tangga yang mengalami perselisihan tersebut, bukan tidak mungkin terjadi. Untuk itulah agama Islam mensyari’atkan adanya ‘iddah ketika terjadi perceraian. Hal ini akan memberi peluang bagi keluarga yang mengalami perceraian untuk bepikir akan benar benar berpisah atau berkumpul kembali.
Rujuk adalah upaya untuk berkumpul kembali setelah terjadinya perceraian tersebut. Upaya rujuk ini diberikan sebagai alternatif terakhir untuk menyambung kembali hubungan lahir batin yang telah putus. Rujuk dapat menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan sebagaimana dalam perkawinan, namun antara keduanya terdapat perbedaan yang prinsip dalam rukun yang dituntut untuk sahnya kedua bentuk lembaga tersebut.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian rujuk?
2. Apa hukum rujuk?
3. Apa rukun dan syarat terjadinya rujuk?
4. Apa hikmah rujuk?
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Rujuk
Menurut bahasa Arab, kata rujuk berasal dari kata raja‘a-yarji‘u-ruj‘an yang berarti kembali dan mengembalikan.
Defenisi rujuk dalam pengertian fiqh menurut al-Mahalli adalah yang artinya :
“Kembali kepada pernikahan dari cerai yang bukan talak ba’in, selama masih dalam masa iddah.”
Menurut ulama mazhab, rujuk adalah sebagai berikut :
1. Hanafiyah, rujuk adalah tetapnya hak suami dengan tanpa adanya pengganti dalam masa ‘iddah, akan tetapi tetapnya hak milik tersebut akan hilang setelah habisnya masa ‘iddah.
2. Malikiyah, rujuk adalah kembalinya isteri yang dijatuhi talak karena takut berbuat dosa tanpa akad yang baru, kecuali bila kembalinya tersebut dari talaq bâ’in, maka harus dengan akad baru, akan tetapi hal tersebut tidak bisa dikatakan rujuk.
3. Syafi’iyah, rujuk adalah kembalinya isteri kedalam ikatan pernikahan setelah dijatuhi talak satu atau dua dalam masa ‘iddah. Menurut golongan ini bahwa isteri diharamkan berhubungan dengan suaminya sebagaimana berhubungan dengan orang lain, meskipun suami berhak merujuknya dengan tanpa kerelaan. Oleh karena itu rujuk menurut golongan Syafi’iyah adalah mengembalikan hubungan suami isteri kedalam ikatan pernikahan yang sempurna.
4. Hanabilah, rujuk adalah kembalinya isteri yang sudah dijatuhi talak selain talaq bâ’in kepada suaminya dengan tanpa akad. Baik dengan perkataan atau dengan perbuatan (bersetubuh) dengan niat ataupun tidak.
Dapat dirumuskan bahwa rujuk ialah “mengembalikan status hukum pernikahan secara penuh setelah terjadinya talaq raj‘i yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas isterinya dalam masa ‘iddah dengan ucapan tertentu. Dari rumusan tersebut dapat
disimpulkan bahwa dengan terjadinya talak antara suami isteri meskipun berstatus talaq raj‘i, namun pada dasarnya talak itu mengakibatkan keharaman hubungan seksual antara keduanya, sebagaimana laki laki lain juga diharamkan melakukan hal yang serupa itu. Oleh karena itu, kendati bekas suami dalam masa ‘iddah berhak merujuk bekas isterinya itu dan mengembalikannya sebagai suami isteri yang sah secara penuh, namun karena timbulnya keharaman itu berdasarkan talak yang diucapkan oleh bekas suami terhadap bekas isterinya itu, maka untuk menghalalkan kembali bekas isterinya menjadi isterinya lagi haruslah dengan pernyataan rujuk yang diucapkan oleh bekas suami dimaksud.
2.2 Hukum Rujuk
Dalam mendudukkan hukum rujuk itu ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama mengatakan bahwa rujuk itu adalah sunah. Dalil yang digunakan jumhur ulama itu adalah firman Allah SWT.dalamQS. al-Baqarah/2:228:
Artinya “...Dan para suami lebih berhak merujuknya kembali kepada mereka dalam masa ‘iddah, jika mereka ( para suami- suami ) itu menghendaki perbaikan. Dan mereka para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu kelebihan dari pada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. al-Baqarah/2:228).
Ibnu Rusyd membagi hukum rujuk kepada dua, yaitu hukum rujuk pada talak raj’i dan hukum rujuk pada talak ba’in :
1. Hukum rujuk pada talak raj’i
Kaum muslimin telah sependapat bahwa suami mempunyai hak merujuk istri pada talak raj’i, selama istri masih berada dalam masa ‘iddah, tanpa mempertimbangkan persetujuan istri, berdasarkan firman Allah SWT : “Dan suami-suaminya berhak merujuk mereka (istri-istri) dalam masa menanti itu” (QS. al-Baqarah/2:228).
Fuqaha juga sependapat bahwa syarat talak raj’i ini harus terjadi setelah dukhul (bersetubuh) dan rujuk dapat terjadi dengan kata-kata dan saksi.
2. Hukum rujuk pada talak ba’in
Hukum rujuk setelah talak tersebut sama dengan nikah baru. Madzhab empat sepakat bahwa hukum wanita seperti itu sama dengan wanita lain (bukan istri) yang
untuk mengawinkannya kembali disyaratkan adanya akad. Hanya saja dalam hal ini selesainya ‘iddah tidak dianggap sebagai syarat.
a. Talak Ba’in Karena Talak Tiga Kali
Mengenai istri yang ditalak tiga kali, para ulama mengatakan bahwa ia tidak halal lagi bagi suaminya yang pertama, kecuali setelah digauli oleh suami kedua.
b. Nikah Muhalil
Dalam kaitan ini, fuqaha berselisih pendapat mengenai nikah muhallil.
Yakni jika seorang lelaki mengawini seorang perempuan dengan syarat (tujuan) untuk menghalalkannya bagi suami yang pertama. Imam Malik berpendapat bahwa nikah tersebut rusak dan harus difasakh, baik setelah maupun sebelum terjadinya pergaulan. Imam Syafi’i dan Abu Hanifah berpendapat bahwa nikah muhallil dibolehkan, dan niat untuk menikah itu tidak mempengaruhi kesahannya. Pendapat ini dikemukakan pula oleh Daud dan segolongan fuqaha. Mereka berpendapat bahwa pernikahan tersebut menyebabkan kehalalan istri yang dicerai tiga kali.
2.3 Rukun Dan Syarat Rujuk
1. Istri, keadaan istri disyaratkan sebagai berikut:
a. Sudah dicampuri, karena istri yang belum dicampuri apabila ditalak, terus putus pertalian antara keduanya, Jika istri dicerai belum pernah dicampuri, maka tidak sah rujuk, tetapi harus dengan perkawinan baru lagi.
b. Istri yang tertentu. Kalau suami menalak beberapa istrinya, kemudian ia rujuk kepada salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukkan, rujuknya itu tidak sah.
c. Talaknya adalah talak raj‟i. jika ia ditalak dengan talak tebus atau talak tiga, ia talak dapat dirujuk lagi. Kalau bercerainya dari istri secara fasakh atau khulu atau cerai dengan istri yang ketiga kalinya, atau istri belum pernah dicampuri, maka rujuknya tidak sah.
d. Rujuk itu terjadi sewaktu istri masih dalam iddah talaq raj‟i. laki laki masih mempunyai hubungan hukum dengan istri yang ditalaknya secara thalaq raj‟i, selama masih berada dalam iddah. Sehabis iddah itu putuslah
hubungannya sama sekali dan dengan sendirinya tidak lagi boleh dirujuknya.
2. Suami
Adapun syarat bagi laki-laki yang merujuk adalah sebagai berikut:
a. Laki-laki yang merujuk adalah mantan suami bagi perempuan yang dirujuk yang dia menikahi isterinya itu dengan pernikahan yang sah.
b. Laki-laki yang merujuk itu mestilah seorang yang mampu melaksanakan pernikahan dengan sendirinya, yaitu telah dewasa dan sehat akalnya dan bertindak dengan kesadaran sendiri
3. Sighat (lapaz)
Sighat itu ada dua macam, yaitu :
a. Terang-terangan (sharih), yaitu ucapan yang jelas untuk tujuan rujuk dan digunakan dalam Al- Qur’an untuk rujuk yaitu lapaz : raja’a, amsaka, dan radda, misalnya dikatakan, “Saya kembali kepada isteri saya” atau “Saya rujuk padamu”.
b. Sindiran (kinayah),misalnya “ aku pegang kamu” atau “aku nikahi kamu.”
Dan sebagainya, yaitu dengan kalimat yang boleh dipakai untuk merujuk atau untuk lainnya
4. Saksi
Dalam hal ini Para ulama masih berbeda pendapat, apakah saksi itu wajib menjadi rukun atau sunat. Sebagian mengatakan wajib, sedangkan yang lain mengatakan tidak wajib, melainkan hanya sunah. Imam Malik berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah disunahkan, sedangkan Imam Syafi‟i mewajibkan adanya dua orang saksi sebagaimana yang berlaku dalam akad nikah.
2.4 Hikmah Rujuk
1. Menghindarkan murka Allah, karena penceraian itu sesuatu yang sangat dibenci.
2. Bertobat dan menyesali kesalahan-kesalahan yang lalu untuk bertekat memperbaiki kembali yang sudah-sudah terjadi ikatan perkawinan.
3. Untuk menjaga keutuhan keluraga, dan menghindari perpecahan keluarga.
telah mempunyai keturunan. Telah diketahui bahwa penceraian yang terjadi dengan alasan apapun tetap saja menimbulkan ekses negatif pada anak.
4. Mewujudkan perdamaian. Meski hakikatnya hubungan perkawinan suami isteri ersifat antara pribadi, namun hal ini sering melibatkan keluarga masing-masing.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Seorang suami dapat merujuk istrinya yang dalam masa iddah. Karena konsep rujuk itu sendiri hanya berlaku bagi wanita yang sedang menjalani iddah talak raj‟i (talak satu dan dua).
2. Rujuk dapat dilakukan dalam hal-hal:
1) Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali atau talak yang dijatuhkan qobla al dukhul.
2) Putusnya perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan atau alasanalasan selain zina dan khuluk.
DAFTAR PUSTAKA
https://repository.uin-suska.ac.id/8335/4/BAB%20III.pdf
file:///C:/Users/Gama/Downloads/163-Article%20Text-511-1-10-20200206.pdf http://repository.uinbanten.ac.id/1822/3/BAB%202.pdf
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/6441/1/H.%20Muh%20Rusli.pdf