MAKALAH VIROLOGI Rubella
DISUSUN OLEH : Eli Febrianti 40.01.12.0012
PRODI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PERDHAKI CHARITAS PALEMBANG
2015
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Rubella” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Rubella. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah ini disusun dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Palembang, Juni 2015
Penyusun
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar...
i
Daftar Isi ...
ii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...
1
1.2 Tujuan Masalah...
2
1.3 Rumusan Masalah...
2
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Rubella ...
3
2.2 Klasifikasi Rubella ...
3
2.3 Penyebaran Rubella ...
3
2.4 Gejala Klinis Rubella ...
4
Bab III Penutup
1. Kesimpulan ...
13
Daftar Pustaka ...
14
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Virologi adalah cabang mikrobiologi yang mempelajari tentang virus.
Virologi memiliki posisi strategi dan kehidupan dan banyak dipelajari karena bermanfaat bagi industri farmasi dan pestisida. Virologi juga menjadi perhatian di bidang kedokteran, kedokteran hewan, peternakan, perikanan dan pertanian karena kerugian yang ditimbulkan virus dapat bernilai besar secara ekonomi.
Virus mempunyai struktur dan karakteristik sebagai berikut : 1. Kepala
Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid.
Satu unit protein yang menyusun kapsid disebut kapsomer.
2. Kapsid
Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas kapsomer. Kapsid juga dapat terdiri atas protein monomer yang terdiri dari rantai polipeptida. Fungsi kapsid untuk memberi bentuk virus sekaligus sebagai pelindung virus dari kondisi lingkungan yang merugikan virus.
3. Isi Tubuh
Tersusun atas asam inti yakni DNA saja atau RNA saja. Bagian isi disebut sebagai virion. DNA atau RNA merupakan materi genetik yang berisi kode-kode pembawa sifat virus. Berdasarkan isi dikandungnya, virus dapat dibedakan menjadi virus DNA (virus T, virus cacar) dan virus RNA (virus influenza, HIV, H5N1). Selain itu didalam isi virus terdapat beberapa enzim.
4. Ekor
Ekor virus merupakan alat untuk menempel pada inangnya. Ekor virus terdiri atas tubus bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut. Virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak mempunyai ekor.
1.2 Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian dari Rubella 2. Mengetahui klasifikasi dari Rubella 3. Mengetahui penyebaran dari Rubella 4. Mengetahui gejala klinis dari Rubella
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari Rubella?
2. Bagaimana klasifikasi dari Rubella?
3. Bagaimana penyebaran dari Rubella?
4. Bagaimana gejala klinis dari Rubella?
1.
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian
Rubella (campak Jerman atau campak 3 harian) adalah suatu penyakit demam akut di tandai ruam kulit, demam, dan gejala penafasan yang menyerang anak-anak dan dewasa muda (Jawetz, Melnick, &
Adelberg’s).
2.2 Klasifikasi
Virus rubella, anggota dari famili Togaviridae adalah satu-satunya anggota genus Rubivirus. Gambaran morfologis dan sifat-sifat
fisikokimianya menempatkan dalam kelompok togavirus, rubella tidak ditularkan melalui anthropoda (Jawetz, Melnick, & Adelberg’s).
2.3 Penyebaran
Rubella endemik di berbagai daerah di dunia, dan musim semi sering menimbulkan endemi. Ruam kulit akibat infeksi virus lain misalnya
enterovirus, umumnya terjadi di musim panas atau musim gugur. Rubella umunya menyerang anak sekolah dasar dan sekolah menengah.
Sebagian kecil anak tidak pernah menderita rubella sehingga pada waktu dewasa tidak memiliki antibodi terhadap rubellavirus.
Penularan rubella terjadi melalui kontak erat dengan penderita karena virus berada di faring penderita. Penderita telah dapat menularkan penyakitnya sejak tujuh hari sebelum ruam kulit terbentuk sampai tujuh hari sesudah terbentuknya ruam kulit.
Sesudah sembuh dari sakitnya, penderita tidak menularkan penyakitnya karena rubella tidak berkembang menjadi penyakit kronis.
Akan tetapi bayi dengan rubella kongenital akan tetap infektif sampai beberapa bulan sesudah dilahirkan. Karena itu perawat perempuan dan
perempuan dalam masa subur harus dicegah tertular virus menderita rubella kongenital (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
2.4 Gejala Klinis
1. Rubella Postnatal
a. Patogenesis dan Patologi
Infeksi neonatal, masa anak-anak, dan dewasa terjadi diseluruh mukosa saluran pernafasan atas. Viremia terjadi setelah 5-7 hari dan berlangsung sampai timbulnya antibodi pada sekitar hari ke 13-15. Pembentukan antibodi yang bersamaan dengan timbulnya ruam kulit, menunjukkan suatu dasar imunologis ruam kulit. Setelah ruam kulit timbul, virus tetap dapat terdeteksi hanya di nasofaring, dimana hanya bisa bertahan selama beberapa minggu. Pada sekitar 25% kaasus, infeksi primer bersifat subklinis (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
b. Temuan Klinis
Rubella biasanya dimulai dengan malaise, demam
berderajat rendah, dan ruam kulit merbiliform yang timbul pada hari yang sama. Ruam kulit dimulai dari wajah dan meluas ke seluruh badan dan ekstremitas dan jarang berlangsung lebih dari 3 hari.
Anthralga dan arthritis sementara sering terlihat pada wanita. Arthritis rubella menurut etiologi tidak berkaitan dengan athritis rheumatoid (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
c. Imunitas
Antibodi rubella timbul dalam serum pasien saat ruam kulit memucat dan titer antibodi meningkat dengan cepat selama 1-3 minggu berikutnya. Antibodi IgM rubella ditemukan dalam sampel serum tunggal yang didapatkan 2 minggu
setelah ruam kulit memberikan bukti terdapatnya infeksi rubella saat ini. Antibodi IgG rubella biasanya bertahan seumur hidup.
Ibu-ibu yang imun memberikan antibodi pada keturunannya yang kemudian melindungi selama 4-6 bulan.
d. Diagnosis Laboratorium
Diagnosis pasti bertumpu pada studi laboratorium spesifik (isolasi virus atau bukti serokonversi).
Isolasi dan Identifikasi Virus
Swab nasofaring dan tenggorokan yang diambil dalam 3-4 hari setelah timbulnya gejala merupakan sumber
terbaik untuk virus rubella. Berbagai lini sel kultur jaringan kera (BSC-1, Vero) atau kelinci (RK-13,SIRC) asli, juga kultur ginjal kera hijau Afrika primer dapat digunakan.
Rubella menimbulkan efek sitopati yang tidak begitu
mencolok pada kebanyakan lini sel. Dengan menggunakan sel-sel yang dikultur dalam vial, antigen virus dapat
terdeteksi dengan imunofluoresen 3-4 hari pasca inokulasi (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
Serologi
Tes HI adalah tes standar untuk serologi rubella.
Untuk meniadakan penghambat non-spesifik sebelum di tes, serum harus diberi perlakuan terlebih dahulu. Tes ELISA tidak membutuhkan perlakuan tertentu terlebih dahulu dan dapat disesuaikan untuk mendeteksi IgM spesifik (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
Deteksi IgG adalah bukti imunitas karena hanya ada satu serotipe pada virus rubella. Kasus pada wanita hamil, kenaikan titer antibodi harus terlihat antara dua sampel serum yang diambil setidaknya berjarak 10 hari atau IgM spesifik rubella harus terdeteksi dalam spesimen tunggal (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
e. Epidemiologi
Rubella tersebar diseluruh dunia. Infeksi terjadi sepanjang tahun dengan puncak insiden pada musim semi. Epidemi terjadi setiap 6-10 tahun dengan ledakan pandemi setiap 20-25 tahun. Infeksi ditularkan melalui jalan pernapasan, tetapi rubella tidak sememnular campak. Pemakaian vaksin rubella telah memberantas epidemi rubella di AS (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
f. Penatalaksanaan
Rubella adalah penyakit ringan, dapat sembuh sendiri dan tidak memerlukan pengobatan yang khusus.
Rubella yang dibuktikan dengan tes laboratorium pada 3-4 bulan pertama kehamilan hampir selalu menyebabkan infeksi janin. Imunoglobulin intravena (IGIV) yang disuntikan pada ibu tidak melindungi janin terhadap infeksi rubella karena biasanya diberikan kurang dini untuk mencegah viremia (Prof. Dr.
Soedarto, DTMH, PhD.).
g. Pencegahan dan Pengendalian
Vaksin rubella yang dilemahkan telah tersedia sejak 1969.
Virus vaksin berkembangbiak dalam tubuh dan dilepaskan dalam jumlah sedikit, tetapi tidak menyebar pada kontak.
Vaksin merangsang imunitas seumur hidup pada sekitar 95%
penerima vaksinasi (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
Efek vaksin pad anak-anak yaitu terdapat demam ringan, limfadenopati, dan ruam kulit yang cepat hilang tetapi tidak ada efek sisa yang menetap. Pada orang dewasa, efek sampingnya adalah arthralgia. Pada wanita pubertas, vaksin menimbulkan arthralgia dan arthritis yang sembuh sendiri pada sekitar sepertiga orang yang di vaksinasi.
Di AS, pengendalian rubella diusahakan melaui vaksinasi rutin pada anak-anak berusia 1-12 tahun dan imunisasi selektif terhadap adolesen dan wanita usia subur. Vaksinasi telah
menurunkan insiden rubella dari sekitar 70.000 kasus pada tahun 1969 sampai hanya beberapa ratus saja sekarang.
Virus vaksin rubella dapat menembus plasenta dan menginfeksi janin. Tetapi tidak teratogenik. Lebih dari 200 bayi yang lahir dari ibu yang suseptibel yang secara lalai telah divaksinasi dengan vaksin virus rubella selama kehamilan; tidak ada yang mengalami sindroma rubella kongenital, walaupun 2% mengalami infeksi asimtomatik (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
2. Sindroma Rubella Kongenital a. Patogenesis dan Patologi
Viremia maternal menyebabkan infeksi selama kehamilan dapat menimbulkan infeksi plasenta dan janin. Infeksi dapat menimbulkan kekacauan dan hipoplasia perkembangan organ sehingga menyebabkan anomali struktural pada bayi yang baru lahir (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
Saat infeksi janin, menentukan luasnya efek teratogenik.
Secara umum, semakin awal infeksi terjadi selama kehamilan, semakin besar kerusakan janin. Infeksi selama trimester
pertama kehamilan adalah yang paling kritis. Infeksi pada bulan pertama kehamilan menyebabkan abnormalitas janin pada sekitar 50% kasus, sementara kerusakan yang dapat terdeteksi ditemukan pada sekitar 20% janin yang memperoleh penyakit selama bulan kedua kehamilan dan sekitar 4% janin terinfeksi selama bulan ketiga. Kelainan jarang terjadi jika infeksi terjadi setelah kehamilan 18 minggu (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
Infeksi rubella maternal yang tidak jelas dapat
menyebabkan anomali. Infeksi rubella dapat menimbulkan kematian janin dan aborsi spontan.
Infeksi rubella dalam rahim menyebabkan virus menetap secara kronis pada neonatus. Saat lahir, virus dengan mudah terdeteksi dalam sekresi faring, berbagai organ, cairan
serebrospinal, urin, dan rectal swab. Eksresi virus bisa berlangsung selama 12-18 bulan setelah kelahiran, tetapi tingkat pelepasan berangsur-angsur menurun seiring bertambahnya usia (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
b. Temuan Klinis
Virus rubella diisolasi dari banyak organ dan tipe sel yang berlainan dari janin yang terinfeksi dalam rahim dan
kerusakannya disebabkan oleh rubella juga tersebar luas.
Gambaran klinis sindroma rubella kongenital dikelompokkan menjadi tiga kategori besar :
1) Efek sementara pada bayi
2) Manifestasi permanen yang dapat timbul saat lahir atau dikenali selama tahun pertama
3) Abnormalitas perkembangan yang tampak dan berlanjut selama masa anak-anak dan adolesen.
Kerusakan permanen yang paling sering adalah penyakit jantung kongenital (duktus arteriosus persisten, stenosis aorta dan pulmoner, stenosis katup pulmoner, defek septum
ventrikuler atau artial), kebutaan total atau parsial (katarak.
glaukoma, chorioretinitis), dan ketulian neurosensorik. Gejala pada bayi yaitu retardasi pertumbuhan sementara, kegagalan pertumbuhan, hepatosplenomegali (hati yang membesar), purpura trombositopeni, anemia, osteitis dan
meningoensefalitis.
Manifestasi perkembangan yang paling sering pada rubella kongenital adalah retardasi mental sedang sampai berat. Manifestasi ensefalitis sindroma rubella kongenital menetap dan beragam, pada anak usia 9-12 tahun menunjukkan kelemahan belajar yang signifikan,
keseimbangan yang buruk, kelemahan otot, dan defisit persepsi taktil.
Terdapat angka kematian 20% diantara abyi yang
terinfeksi secara kongenital yang bergejala saat lahir. Bayi yang terinfeksi secara kongenital tampak normal pada waktu lahir tetapi abnormalitas timbul belakangan. Bayi yang terjangkit dengan parah mungkin membutuhkan perawatan (Prof. Dr.
Soedarto, DTMH, PhD.).
Panensefalitis rubella progresif, suatu penyulit yang jarang timbul pada dasawarsa kedua dalam kehidupan anak-anak dengan rubella kongenital merupakan suatu deteriorasi neurologis yang berat dan berlanjut pada kematian yang tak terelakkan. Tampaknya disebabkan oleh infeksi kronis virus rubella; pasien mempunyai titer antibodi rubella yang tinggi dan virus diisolasi dari jaringan otak melalui teknik penanaman (Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD.).
c. Imunitas
Pada keadaan normal, antibodi rubella maternal dalam bentuk IgG dipindahkan kepada bayi dan berangsur-angsur hilang dalam waktu 6 bulan. Pada bayi yang terinfeksi dalam rahim, menetapnya virus rubella menyebabkan peningkatan titer IgM spesifik rubella dan peningkatan level IgG spesifik yang menetap lama setelah IgG maternal turun (Jawetz, Melnick, & Adelberg’s).
d. Diagnosa Laboratorium
Bayi yang terinfeksi dalam rahim melepaskan banya virus pada sekresi faring dan cairan tubuh lainnya sampai berusia 18 bulan. Virus telah banyak ditemukan dari berbagai jaringan pada pengujian postmortem (Jawetz, Melnick, & Adelberg’s).
Penampakan antibodi rubella dari kelas IgM pada bayi merupakan diagnosis rubella kongenital. Antibodi IgM tidak menembus plasenta, sehingga keberadaan mereka
menunjukkan bahwa mereka pasti disentesis oleh bayi pada saat berada dalam rahim. Anak-anak dengan rubella kongenital menunjukkan kelemahan imunitas cell mediated spesifik untuk virus rubella (Jawetz, Melnick, & Adelberg’s).
.
e. Penatalaksanaan, Pencegahan, dan Pengendalian
Tidak ada pengobatan khusus untuk rubella kongenital.
Beerbagai abnormalitas dapat diperbaiki dengan pembedahan atau dapat bereaksi terhadap terapi medis. Perkembangan pesat vaksin rubella dapat mencegah rubella kongenital. Untuk memberantas rubella dan sindroma rubella kongenital, penting untuk mengimunisasi wanita pada usia subur seperti juga anak- anak usia sekolah (Jawetz, Melnick, & Adelberg’s).
.
BAB III Penutup
1. Kesimpulan
Rubella (campak Jerman atau campak 3 harian) adalah suatu
penyakit demam akut di tandai ruam kulit, demam, dan gejala penafasan yang menyerang anak-anak dan dewasa muda.
Gejala klinis terdiri dari : 1. Rubella Postnatal
a. Patogenesis dan Patologi b. Imunitas
c. Temuan Klinis
d. Diagnosis Laboratorium
Serologi e. Epidemiologi f. Penatalaksanaan
g. Pencegahan dan Pengendalian 2. Sindroma Rubella Kongenital a. Patogenesis dan Patologi b. Temuan Klinis
1. Efek sementara pada bayi
2. Manifestasi permanen yang dapat timbul saat lahir atau dikenali selama tahun pertama
3. Abnormalitas perkembangan yang tampak dan berlanjut selama masa anak-anak dan adolesen.
c. Imunitas
d. Diagnosa Laboratorium
e. Penatalaksanaan, Pencegahan, dan Pengendalian
Daftar Pustaka
Jawetz, Melnick, & Adelberg’s. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Salemba Medika.
Prof. Dr. Soedarto, DTMH, PhD. Virologi Klinik.