• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PEMELIHARAAN KERBAU BELANG

N/A
N/A
Ikrima Qubailal Fajri

Academic year: 2024

Membagikan "MANAJEMEN PEMELIHARAAN KERBAU BELANG"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH UJIAN FINAL ANEKA TERNAK DAN UNGGAS

“MANAJEMEN PEMELIHARAAN KERBAU BELANG”

OLEH:

IKRIMA QUBAILAL FAJRI 4523035011

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR 2024

(2)

KATA PENGANTAR

Tidak ada kata awal yang pantas terucap dari lisan ini selain ucap syukur yang tak hanti-hentinya kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Dzat Yang Maha Indah dengan segala keindahan-Nya, Dzat Yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayang-Nya, yang terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk- Nya. Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Mata kuliah Aneka Ternak dan Unggas sebagai pengganti ujian final yang dapat terselesaikan tepat waktu.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Tati Muniarti MP selaku dosen mata kuliah Aneka Ternak dan Unggas. Tugas pengganti ujian final yang diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang penulis tekuni.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini, untuk itu saran dan kritikan dari pembaca yang sifatnya membangun sangat dibutuhkan guna perbaikan di masa yang akan datang.

Makassar, 4 Juli 2024

(3)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI...

BAB I PENDAHULUAN...

BAB II PEMBAHASAN...

A. Sejarah Kerbau Belang...

B. Manajemen Pemeliharaan...

BAB III PENUTUP...

DAFTAR PUSTAKA...

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan hewan memamah biak yang termasuk jenis ternak ruminansia besar yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging, tenaga kerja, dan susu. Kerbau dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu kerbau rawa dan kerbau sungai, dan kebanyakan yang berkembang di Indonesia yaitu kerbau rawa/lumpur (Afriyani dkk., 2021). Perkembangan kerbau lokal yang terdapat di Indonesia ditandai dengan warna kulit hitam dan juga berwarna putih, salah satu kerbau lokal yang ada di Indonesia adalah kerbau belang. Kerbau belang terdapat di Tanah Toraja Sulawesi Selatan dan merupakan kekayaan sosial yang cukup mahal nilainya.

Kerbau belang merupakan salah satu komoditas ternak yang masih banyak dipelihara secara tradisional di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Kerbau belang mempunyai peranan yang sangat penting bagi ekonomi peternakan sebagai penghasil susu, daging, dan tenaga kerja.

Potensi kerbau belang sebagai penghasil daging memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan seiring dengan bertambahnya populasi penduduk yang berbanding lurus dengan kebutuhan akan daging masyarakat Indonesia. Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan yang memiliki populasi yakni pada tahun 2011 mencapai 88.102 ekor. Populasi tersebut mengalami penurunan sebesar 42,66% dibanding tahun 2010 yakni 125.689 ekor.

(Anshar, 2013).

(5)

v

Pemeliharaan ternak kerbau belang masih bersifat tradisional, oleh sebab itu perlu adanya tatalaksana pemeliharaan yang baik. Tatalaksana pemeliharaan yang baik dapat mempertahankan dan memperbaiki bahkan akan lebih meningkatkan nilai jual dari ternak tersebut sehingga pendapatan dari petani peternak menjadi lebih baik. Pemeliharaan ternak kerbau belang masih kurang baik oleh karena sumber perolehan bibit dari warisan orang tua tanpa melihat kriteria pemilihan bibit yang baik. Hal ini dapat terjadi karena ikatan adat istiadat yang kuat dalam mempertahankan peninggalan orang tua dan juga kurangnya bimbingan dari instansi terkait, sehingga pengetahuan peternak terhadap sistem pemilihan bibit sangat rendah. Hal ini dapat pula mempengaruhi sistem pemeliharaan ternak kerbau belang, karena bibit memegang peranan penting dalam menumbuhkembangkan usaha peternakan (Rompis dkk., 2013).

(6)

BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Kerbau Belang

Ternak kerbau belang adalah ternak asli Benua Asia. Berdasarkan tipe, kerbau belang dibagi menjadi kerbau belang potong yang berkembang di Asia Tenggara dan China serta kerbau belang perah yang berkembang di Indo-Pakistan dan Mediterania. Di Indonesia, kerbau belang potong, adalah ternak asli Indonesia. Ada tujuh kerbau belang potong di Indonesia yang telah ditetapkan sebagai rumpun baru, yaitu kerbau belang Pampangan, Sumbawa, Moa, Toraya, Simelue, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Kerbau belang- kerbau belang ini dipelihara dalam kondisi ekstensif-tradisional yang bercirikan pertumbuhan lambat dan kinerja reproduksi rendah, disebabkan kekurangan pakan dan tingginya inbreeding (Talib dkk., 2014).

Kerbau belang telah lama dikembangkan oleh masyarakat Sulawesi Selatan sebagai sumber pendapatan bagi peternak dengan menghasilkan kulit dan daging serta kotorannya yang dijadikan pupuk. Kerbau belang belang termasuk jenis kerbau belang rawa yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan, hal ini berkaitan dengan adat istiadat masyarakat Sulawesi Selatan khususnya masyarakat Tana Toraja, dimana kerbau belang telah menjadi sarana ritual dan status sosial bagi masyarakat.

Kerbau belang betina mempunyai potensi untuk menghasilkan anak, dimana kerbau belang belang betina yang digunakan sebagai induk, idealnya memiliki ukuran tubuh yang standar, sehingga semakin baik

(7)

vii

kondisi seekor kerbau belang betina, maka dapat diperkirakan menghasilkan anak yang baik pula (Ihsan dkk., 2015).

Tedong bonga adalah sebutan warga Makassar untuk kerbau belang. Sedangkan, Saleko adalah jenis kerbau belang terbaik yang dianggap sebagai kasta tertinggi oleh masyarakat Toraja dan dikeramatkan. Pada umumnya kerbau belang yang ada di Indonesia bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk tanduk, warna kulit dan bulu. secara prinsip kerbau belang di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yakni kerbau belang liar dan kerbau belang jinak Tedong Bonga, (Kerbau belang berwarna dasar hitam berbelang putih) merupakan jenis kerbau belang yang memiliki warna di sebagian besar tubuhnya, termasuk yang belangnya hanya sebagian kecil di badanya (Mangopang dkk., 2018).

Ternak kerbau belang (Bubalus bubalis) adalah salah satu ternak besar selain sapi, kuda dan kambing yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan karena merupakan sumberdaya lokal yang digunakan masyarakat untuk membajak sawah dan pada beberapa daerah tertentu yang memiliki tingkat permintaan tinggi terkait dengan fungsinya dalam sosial budaya seperti di Batak, Tana Toraja dan beberapa suku lain.

Wilayah propinsi Sulawesi Selatan sendiri terdapat 2 kabupaten yang memiliki tingkat populasi kerbau belang yang cukup signikan yaitu Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara. (Mustafa dkk., 2018).

Jumlahnya mencapai 41% dari total populasi kerbau belang di seluruh

(8)

kabupaten di propinsi Sulawesi Selatan (Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan., 2018)

Budidaya peternakan akan dikatakan sesuai dengan dimensi ekonomi dalam konsep pembangunan berkelanjutan apabila hal tersebut bisa menghasilkan ternak secara berkelanjutan yang dilihat dari peningkatan jumlah ternak, serta mampu memberikan dampak kesejahteraan bagi pemilik ternak (Suyitman dkk., 2016). Konsep saling melengkapi antara ekonomi, ekologi, dan sosial bisa juga diterapkan dalam fenomena peternak, hewan, dan upacara adat. Aspek ekologi dalam pembangunan berkelanjutan dikatakan terpenuhi apabila aspek sosial dan ekonomi tidak mengeksploitasi secara berlebihan sumber daya dalam hal ini adalah ternak. Berdasarkan konsep tersebut, yang merupakan aspek ekonomi adalah peternak kerbau, yang merupakan aspek ekologi adalah kerbau, dan yang merupakan aspek sosial adalah upacara adat Rambu Solo’.

Budaya rambu solo’ menjadi ciri khas masyarakat Toraja. Puncak dari upacara rambu solo’ adalah prosesi pemakaman. Namun sebelum prosesi pemakaman terdapat prosesi-prosesi lain seperti nyanyian- nyanyian yang dilantunkan oleh orang tertentu atau mereka biasa menyebutnya ma’badong dan pengorbanan hewan kerbau. Pada awalnya tidak semua masyarakat Toraja bisa melaksanakan upacara adat ini. Hanya mereka yang mempunyai keturunan bangsawan dan mempunyai materi yang bisa melaksanakan upacara rambu solo’. Budaya ini berbeda dengan

(9)

ix

budaya lain yang ada di Indonesia karena budaya rambu solo’

mempertegas identitas diri dan strata sosial pelakunya (Panggara, 2015).

Masyarakat Toraja dalam kebudayaannya terbagi menjadi empat tingkatan strata sosial: (1) tana’ bulaan yaitu golongan bangsawan, (2) tana’ bassi yaitu golongan bangsawan menengah, (3) tana’ karurung yaitu rakyat biasa, (4) tana’ kua-kua yaitu golongan hamba (Marwing, 2011).

Dengan adanya kepercayaan dan kebudayaan di Toraja, maka keberlangsungan kerbau di Toraja sangat dijaga dengan baik bahkan harga kerbau bisa sangat mahal jika dibandingkan dengan daerah lain yang ada di Indonesia. Alasan mengapa banyak kerbau dikorbankan dalam upacara adat karena kerbau merupakan kendaraan bagi yang meninggal dan juga sebagai penjaga yang menuntun roh yang meninggal untuk menuju puya’

(Somba, 2019). Oleh karenanya, itu semakin banyak jumlah kerbau yang dikorbankan maka semakin baik pula jalan sang roh untuk mencapai puya’.

Masyarakat percaya bahwa kerbau ini memiliki nilai sosial yang tinggi dibanding dengan kerbau biasa pada umumnya (Saleh dan Asnawi, 2014). Alasan mengapa kerbau jenis khusus dikorbankan dalam upacara adat yaitu mengacu pada Kitab Merok:153 dalam Aluk Todolo’ yang menyatakan bahwa darah kerbau yang memiliki kulit khusus akan membasahi bumi dan memberikan kehidupan bagi orang-orang (Somba, 2020). Hal ini yang membuat pengorbanan kerbau belang memiliki makna yang lebih tinggi. Namun populasi kerbau belang ini tidak sebanyak populasi kerbau biasa. Selain itu kepercayaan masyarakat Toraja terhadap

(10)

kerbau belang ini menimbulkan permintaan yang tinggi sehingga harga kerbau belang ini menjadi sangat mahal. Banyaknya kerbau belang yang dikorbankan pada upacara adat rambu solo’ menjadi tolok ukur tingkat strata sosial yang mengadakan upacara adat (Panggara, 2015).

B. Manajemen Pemeliharaan 1. Pemilihan Bibit

Menurut Permentan No. 56/Permentan/OT.140/10/2006 tentang pedoman pembibitan kerbau yang baik ada dua bagian yaitu, klasifikasi dengan standar mutu dibawah ini penjelasannya sebagai berikut:

a. Klasifikasi

Bibit kerbau diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu:

1) Bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur yang mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata;

2) Bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar;

3) Bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit induk.

b. Standar Mutu

Untuk menjamin mutu produk bibit kerbau yang sesuai dengan permintaan konsumen, diperlukan persyaratan teknis minimal sebagai berikut:

(11)

xi

1) kerbau bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal, serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya;

2) semua kerbau bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal ambing serta tidak menunjukan gejala kemandulan;

3) kerbau bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelaminnya.

2. Perkandangan

Kandang bagi ternak kerbau berfungsi sebagai tempat tinggal dan perlindungan terhadap berbagai aspek yang mengganggu ternak, misalnya kehujanan, panas (terik) matahari dan gangguan luar lain. Bentuk kandang dianjurkan tidak terlalu tertutup agar cahaya matahari dan sirkulasi udara bebas keluar masuk. Ukuran kandang untuk anak kerbau yang baru disapih 100×80 cm, sedangkan untuk kerbau dewasa 200 × 150 cm. Selain kandang dalam pemeliharaan kerbau harus disediakan pula kandang jepit untuk keperluan pengobatan, vaksinasi pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB), dan sebagainya. Ukuran panjang, lebar, dan tinggi kandang jepit adalah; 120-125 × 55 × 100 – 150 cm (Nasution dkk., 2020).

Ukuran kandang yang ideal untuk ternak kerbau sangat ditentukan oleh umur dan jenis kelamin ternak itu sendiri. Ukuran kandang untuk satu ekor ternak kerbau yaitu untuk kerbau betina dewasa 1,5 x 2 m 2, kerbau

(12)

jantan dewasa 1,8 x 2 m 2 dan kerbau stadium anak 1,5 x 1 m 2 (Rukmana, 2003).

3. Kesehatan Ternak

Untuk menjaga kerbau jangan terserang penyakit perlu dilakukan langkah - langkah pengawasan dan pencegahan (Nasution dkk., 2020).

Menurut (Rusdin dkk., 2018) bila kerbau kurang terawat dengan mudah kerbau dapat terserang penyakit. Oleh karenanya sebelum terserang penyakit perlu dilakukan langkah- langkah pengawasan dan pencegahan.

Setidaknya ada enam penyakit yang dapat menyerang kerbau seperti penyakit Mulut dan Kuku, penyakit Septicaenima Epizootica (SE) /Ngorok, penyakit Antrak, penyakit Kembung, penyakit Brucellosis, dan penyakit Parasit dan Cacing.

Langkah-langkah penting yang perlu dilakukan adalah menjaga kebersihan lingkungan kandang. Selain itu, kualitas dan kuantitas serta persediaan makanan juga sangat perlu, serta melakukan vaksinasi Ngorok/Septicaenima Epizootica (SE) secara teratur. Khusus untuk kerbau yang dijadikan pekerja dijaga agar tidak melakukan pekerjaan yang terlalu berat. Apabila kerbau bekerja melebihi kemampuannya, maka dengan mudah terserang penyakit. Apabila ada kerbau yang terserang penyakit harus segera dipisahkan dari kerbau yang sehat agar tidak terjadi penularan penyakit (Nasution dkk., 2020).

Dalam Kesehatan menurut Permentan No.

56/Permentan/OT.140/10/2006 tentang pedoman pembibitan kerbau yang

(13)

xiii

baik. Untuk memperoleh hasil yang baik, pembibitan kerbau harus memperhatikan persyaratan kesehatan hewan yang yang terbagi dua, situasi penyakit pada hewan dan pencegahan / vaksinasi pada hewan ternak dan dibawah ini penjelasan tersebut:

a. Situasi penyakit

Pembibitan kerbau harus terletak di daerah yang tidak terdapat gejala klinis atau bukti lain tentang penyakit mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease), ingus jahat (Malignant Catarhal Fever), Bovine Ephemeral Fever, lidah biru (Blue Tongue), radang limpa (Anthrax), dan kluron menular (Brucellosis).

b. Pencegahan/Vaksinasi

Pembibitan kerbau harus melakukan vaksinasi dan pengujian/tes laboratorium terhadap penyakit tertentu yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. mencatat setiap pelaksanaan vaksinasi dan jenis vaksin yang dipakai dalam kartu kesehatan ternak. Melaporkan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat (instansi yang berwenang) setiap timbulnya kasus penyakit terutama yang diduga/dianggap penyakit menular; penggunaan obat harus sesuai dengan ketentuan dan diperhitungkan secara ekonomis. Pemotongan kuku dilaksanakan 3 (tiga) bulan sekali dilakukan tindakan biosecurity terhadap keluar masuknya ternak.

(14)

4. Pemeliharaan Ternak Kerbau

Menurut (Widyastuti dkk., 2018) sistem pemeliharaan ternak kerbau yang dijumpai di daerah-daerah banyak yang masih menganut cara tradisional karena campur tangan manusia dan teknologi yang digunakan boleh dikatakan minim, sehingga prestasi yang diharapkan tidak tercapai di mana banyak terjadi kematian terutama anak yang baru lahir. Menurut (Jamal, 2008) bahwa yang paling layak diterapkan dalam strategi pengembangan ternak kerbau adalah dengan menerapkan pola pemeliharaan semi intensif yaitu menyediakan padang penggembalaan terbatas dengan memanfaatkan lahan tidak produktif, ternak dilepas pada siang hari dan sore/malam hari dikandangkan. Untuk menambah pakan yang dikonsumsi selama di padang penggembalaan, peternak bersedia memberikan pakan tambahan (feed supplement) secara kontinyu tersedia di dalam kandang.

Kualitas kerbau Indonesia pada umumnya mengalami kemunduran, sebagai akibat penurunan mutu genetik dan faktor lain seperti menejemen pemeliharaan yang kurang tepat. Penurunan produktivitas selain dicerminkan dengan penurunan bobot badan sebagai akibat dari penurunan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kerbau, juga disebabkan faktor genetik karena upaya pemuliaan yang belum terarah. Peningkatan populasi kerbau sebagai ternak potong dapat diusahakan antara lain melalui manajemen pakan, manajemen bibit, 10 dan perkandangan ternak serta peningkatan produktivitas ternak (Komariah dkk., 2018).

(15)

xv

Dalam Pemeliharaan menurut Permentan No.

56/Permentan/OT.140/10/2006 tentang pedoman pembibitan kerbau yang baik. Dalam pembibitan kerbau, pemeliharaan ternak dapat dilakukan dengan sistem pastura (penggembalaan), sistem semi intensif, dan sistem intensif sebangai berikut. Sistem pastura yaitu pembibitan kerbau lumpur yang sumber pakan utamanya berasal dari pastura. Pastura dapat merupakan milik perorangan, badan usaha atau kelompok peternak. Sistem semi intensif yaitu pembibitan kerbau lumpur yang menggabungkan antara sistem pastura dan sistem intensif. Pada sistem ini dapat dilakukan pembibitan kerbau dengan cara pemeliharaan di padang penggembalaan dan dikandangkan. Sistem intensif yaitu pembibitan kerbau lumpur dan kerbau perah dengan pemeliharaan di kandang. Pada sistem ini kebutuhan pakan disediakan penuh.

5. Pakan Ternak

Meskipun kerbau dapat hidup dengan pakan yang sederhana, namun dengan pemberian pakan yang bergizi tinggi sangat dianjurkan (Nasution dkk., 2020). Pemberian makanan yang baik harus sesuai dengan pemanfaatannya sehingga ternak kerbau sanggup memberikan imbalan- imbalan manfaat yang diharapkan. Pakan untuk kerbau pedaging yang diberikan, selain untuk pemenuhan kebutuhan hidup pokok juga harus dapat memacu pertumbuhan berat badannya. Demikian juga dengan ternak kerbau yang diambil susunya, akan yang diberikan harus dapat menunjang kebutuhan laktasinya sehingga menghasilkan air susu seperti yang

(16)

diharapkan. (Nasution et al., 2020) mengemukakan beberapa jenis bahan pakan yang bergizi tinggi yang dapat diberikan kepada kerbau yaitu;

a. Hijauan

Terdiri atas hijauan segar dan hijauan yang sudah di awetkan.

Hijauan segar meliputi rumput-rumputan seperti; Rumput Gajah, Rumput Lapangan, King grass, dan Benggala. Kacang-kacangan seperti, Siratro, Lamtoro dan Gamal. Serta hijauan daun-daunan seperti Daun Pisang, Daun Nangka, Daun Singkong dan lain-lain. Untuk hijauan kering dapat diberikan berupa silase dan hay.

b. Pakan Penguat (konsentrat) Merupakan campuran dari dedak padi, jagung, tetes tebu, ampas bir, dan ampas tahu.

c. Pakan Tambahan Makanan tambahan dapat berupa vitamin, mineral, dan urea. Untuk vitamin yang dapat diberikan seperti vitamin A dan vitamin D sedangkan untuk mineral dapat berupa mineral kristal (Mineral Blok) atau mineral bubuk. Untuk pemberian pakan pada kerbau dapat diberikan sebanyak dua kali sehari (pagi dan sore hari). Pemberian pakan penguat (konsentrat) dapat dilakukan satu atau dua kali sehari yang diberikan sebelum pemberian hijauan (Siregar, 2009). Menurut Rukmana (2003), jumlah pemberian pakan penguat (konsentrat) untuk ternak kerbau dewasa sebanyak 4 kg – 5 kg atau 10% dari pemberian pakan hijauan.

(17)

xvii

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Ternak kerbau belang adalah ternak asli Benua Asia. Kerbau dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu kerbau rawa dan kerbau sungai, dan kebanyakan yang berkembang di Indonesia yaitu kerbau rawa/lumpur ( belang). Kerbau belang merupakan salah satu komoditas ternak yang masih banyak dipelihara secara tradisional di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Pemeliharaan ternak kerbau belang masih bersifat tradisional, oleh sebab itu perlu adanya tatalaksana pemeliharaan yang baik.

Tatalaksana pemeliharaan yang baik dapat mempertahankan dan memperbaiki bahkan akan lebih meningkatkan nilai jual dari ternak tersebut sehingga pendapatan dari petani peternak menjadi lebih baik.

Pemeliharaan ternak kerbau belang masih kurang baik oleh karena sumber perolehan bibit dari warisan orang tua tanpa melihat kriteria pemilihan bibit yang baik. Hal ini dapat terjadi karena ikatan adat istiadat yang kuat dalam mempertahankan peninggalan orang tua dan juga kurangnya bimbingan dari instansi terkait, sehingga pengetahuan peternak terhadap sistem pemilihan bibit sangat rendah.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Afriani, H., Paiso, W.A., 2021. Analisis Volatilitas Harga Daging Sapi Sebelum Sampai Dengan Sesudah Hari Besar Agama di Kota Jambi 21, 365–371.

Anshar, M. 2013. Pemetaan Potensi Pengembangan Ternak Kerbau di Selatan. Jurnal Teknosains, Vol 7 No.1

Jamal, H. 2008. Strategi Pengembangan Ternak Kerbau di Provinsi Jambi.

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Jambi.

Komariah, K., Burhanuddin, B., dan Permatasari, N. 2018. Analisis Potensi dan Pengembangan Kerbau Lumpur Di Kabupaten Serang. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 6(3): 90-97.

Marwing, A. 2011. Problem Psikologis Dan Strategi Coping Pelaku Upacara Kematian Rambu Solo' di Toraja. Jurnal Psikologi Islam Vol 8 No. 2, 209-230.

Nasution, A.A., Iiham, I., Fasya, T.K. 2020. Identifikasi Dan Analisis Aktor Serta Kelembagaan Terkait Isu Publik Pengembagan Kawasan Peternakan Kerbau Berbasis Kearufan Lokal Di Gayo Lues. Aceh Anthropological Journal, 4(2): 176-196.

Panggara, R. 2015. Upacara Rambu Solo; Di Toraja: Memahami Bentuk Kerukunan di Tengah Situasi Konflik. Jakarta: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray bekerjasama dengan Kalam Hidup.

Peraturan Menteri Pertanian No. 56/Permentan/OT.140/2006 tentang Pedoman Perbibitan Kerbau yang Baik (Good Breeding Practice).

Rompis, J. E.G., Jantje, F. Paat., Kawatu, M. M dan Demmalona.

Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Kerbau Belang di Kecamatan Mamasa Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat. Jurnak Zootek, Vo 33 No. 1:68-79

Rukmana, R. 2003. Beternak Kerbau Potensi dan Analisis Usaha. Aneka Ilmu, Semarang. 517 hal.

Rusdin, M., Duryadi Solihin, D, D., Gunawan, A., Talib, C Sumantri 2018 Quantitative Traits and Genetic Distance of Local Bufallo Of Sontheast Sulawesi Based On Morphological Approach. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 23(3): 203-210

Saleh, I. M., & Asnawi, A. 2014. Identifikasi Karakteristik Kerbau Belang Yang Menentukan Harga Jual Tertinggi Di Pasar Hewan Bolu Kabupaten Toraja Utara. Jurnal Ilmu dan Industri Peternakan Volume 1. No 2, 168-176.

(19)

xix

Siregar, S.A., 2008. Analisis Pendapat Peternakan Sapi Potong Di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Skripsi. Depatermen Peternakan Sumatera Utara. Medan

Somba, R. (2020). KOREOGRAFI GARONTO’ EANAN: VISUALISASI KERBAU DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT TORAJA. Joged.

https://doi.org/10.24821/joged.v13i2.3592

Suyitman, S., Sutjahjo, S. H., & Herison, C. (2016). Status keberlanjutan wilayah berbasis peternakan di Kabupaten Situbondo untuk pengembangan kawasan agropolitan. Jurnal Agro Ekonomi, 27(2), 165–191.

Talib, C. T., Herawati dan Hastono. 2014. Strateg Peningkatan Produktifitas Kerbau melalui Perbaikan Pakan dan Genetik.

Widyastuti, R., Indika, D., Syamsunarno, M.R.A.A., dan Budinuryanto., D.C.

2018. Penguantan Kelompok Tani Ternak Kerbau Dan Introduksi Teknologi Reproduksi Untuk Peningkatan Produktivitas Kerbau Lumpur Di Kelompok Tani Ternak Kerbau Warnasari Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon. Dharmakarya, 7(3); S167-170.

Referensi

Dokumen terkait

Rataan ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang meliputi panjang badan, lingkar dada dan estimasi bobot badan pada jenis kelamin dan umur yang berbeda disajikan pada Tabel 8, 9, dan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi ukuran- ukuran tubuh Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Propinsi Sulawesi Selatan

Selanjutnya disebutkan bahwa pada saat air dalam, pemeliharaan kerbau rawa dilakukan dengan cara digembalakan di padang penggembalaan dan sore hari dinaikan ke atas

Makalah ini bertujuan mengevaluasi potensi hijauan sebagai pakan utama ternak kerbau di Kalimantan Selatan dengan melihat pada agroekosistem pemeliharaan yang berbeda yaitu di

manajemen pemeliharaan trafo distribusi

Sistem Pemeliharaan Kerbau pada Masyarakat Toraja Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa sistem pemeliharaan kerbau yang digunakan oleh masyarakat Toraja yaitu sistem

Skripsi ini membahas tentang manajemen pemeliharaan sarana danprasarana di Kantor Keluruh di Temmalebba, Kota

Makalah tentang manajemen pemeliharaan sarana dan prasarana rumah sakit dan puskesmas untuk memenuhi tugas akademik universitas di bidang