• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi Dasar Dasar Perencanaan Jalan Raya - Spada UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Materi Dasar Dasar Perencanaan Jalan Raya - Spada UNS"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MATERI DASAR-DASAR KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Pendidikan Teknik Bangunan

Universitas Sebelas Maret Surakarta

2017

(2)

Daftar Isi

Cover...1

Daftar Isi...2

Daftar Gambar...3

Daftar Tabel...4

A. Tinjauan historis Jalan raya dan perkembangannya...5

B. Klasifikasi dan spesifikasi Jalan raya ( rural and urban)...6

C. Cross section/ typical melintang jalan raya...9

D. Parameter Perencanaan Geometrik jalan...14

E. Dasar Perhitungan Alinyemen Horizontal...16

F. UTS...16

G. Historis Jembatan...16

H. Galian dan timbunan Tanah...17

I. UAS...19

(3)

Daftar Gambar

Gambar 1 Damaja, Damija, dan Dawasja...8

Gambar 2 Penampang Melintang Jalan yang dilengkapi trotoar...9

Gambar 3 Jalur Lalu Lintas...10

Gambar 4 Jalur Tepian...11

Gambar 5 Median Ditinggikan dan Direndahkan...12

Gambar 6 Bahu Jalan...13

Gambar 7 Jalur Pejalan Kaki...14

Gambar 8 Selokan...14

(4)

Daftar Tabel

Tabel 1 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan...11 Tabel 2 Lebar Lajur Ideal...12 Tabel 3 Lebar Minimum Median...13

(5)

A. Tinjauan historis Jalan raya dan perkembangannya 1. Definisi Jalan Raya

Jalan raya ialah jalan utama yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan yang lain. Biasanya jalan besar ini mempunyai ciri-ciri berikut:

 Digunakan untuk kendaraan bermotor

 Digunakan oleh masyarakat umum

 Dibiayai oleh perusahaan negara

 Penggunaannya diatur oleh undang-undang pengangkutan 2. Sejarah Pembangunan Jalan Raya

Jalan raya sudah ada sejak manusia memerlukan area untuk berjalan terlebih-lebih setelah menemukan kendaraan beroda di antaranya berupa kereta yang ditarik kuda. Tidak jelas dikatakan bahwa peradaban mana yang lebih dahulu membuat jalan raya. Akan tetapi hampir semua peradaban tidak terlepas dari keberadaan jalan raya tersebut. Salah satu sumber mengatakan bahwa jalan raya muncul pada 3000 SM. Jalan tersebut masih berupa jalan setapak dengan kontruksi sesuai dengan kendaraan beroda padaknya diduga antara masa itu. Letaknya diduga antara Pegunungan Kaukasus dan Teluk Persia.

3. Sejarah Konstruksi Membangun Jalan

Dalam sejarahnya, berbagai macam teknik digunakan untuk

membangun jalan raya. Di Eropa Utara yang repot dengan tanah basah yang berupa "bubur", dipilih jalan kayu berupa gelondongan kayu dipasang di atas ranting, lalu di atasnya disusun kayu secara melintang berpotongan untuk melalui rintangan tersebut.

Di kepulauan Malta ada bagian jalan yang ditatah agar kendaraan tidak meluncur turun. Sedangkan masyarakat di Lembah Sungai Indus, sudah membangun jalan dari bata yang disemen dengan bituna (bahan aspal) agar tetap kering. Dapat dikatakan, pemakaian bahan aspal sudah dikenal sejak milenium ke 3 sebelum masehi dikawasan ini, terbukti di Mahenjo Daro, Pakistan, terdapat penampung air berbahan batu bata bertambalkan aspal.

Konstruksi jalan Bangsa Romawi berciri khas lurus dengan empat lapisan. Lapisan pertama berupa hamparan pasir atau adukan semen, lapisan berikutnya berupa batu besar datar yang kemudian disusul lapisan kerikil dicampur dengan kapur, kemudian lapisan tipis permukaan lava yang mirip batu api. Ketebalan jalan itu sekitar 0,9-1,5 m. Rancangan Jalan Romawi tersebut termasuk mutakhir sebelum muncul teknologi jalan modern di akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Sayangnya jalan itu rusak ketika Romawi mulai runtuh.

Seorang skotlandia bernama Thomas Telford (1757 - 1834) membuat rancangan jalan raya, di mana batu besar pipih diletakan menghadap ke atas atau berdiri dan sekarang dikenal dengan pondasi jalan Telford. Konstruksi ini sangat kuat terutama sebagai pondasi jalan, dan sangat padat karya karena

(6)

harus disusun dengan tangan satu per satu. Banyak jalan yang bermutu baik dengan konstruksi Telford, tetapi tidak praktis memakan waktu.

Oleh sebab itu ada konstruksi berikutnya oleh John Loudon Mc Adam (1756-1836). Konstruksi jalan yang di Indonesia dikenal dengan jalan

Makadam itu lahir berkat semangat membuat banyak jalan dengan biaya murah. Jalan tersebut berupa batu pecah yang diatur padat dan ditimbun dengan kerikil. Jalan Makadam sangat praktis, batu pecah digelar tidak perlu disusun satu per satu dan saling mengunci sebagai satu kesatuan.

Di akhir abad ke XIX, seiring dengan maraknya penggunaan sepeda, pada 1824 dibangun jalan aspal namun dengan cara menaruh blok-blok aspal.

Jalan bersejarah itu dapat disaksikan di Champ-Elysess, Paris, Perancis. Jalan aspal yang bersipat lebih plastis atau dapat kembang susut yang baik terhadap perubahan cuaca dan sebagai pengikat yang lebih tahan air.

Di Skotlandia, hadir jalan beton yang dibuat dari semen portland pada 1865. Sekarang banyak jalan tol dengan konstruksi beton (tebal minimum 29 cm) dan tahan hingga lebih dari 50 tahun serta sangat kuat sekali memikul beban.

Jalan Aspal modern merupakan hasil karya imigran Belgia Edward de Smedt di Columbia University, New York. Pada tahun 1872, ia sukses

merekayasa aspal dengan kepadatan maksimum. Aspal itu dipakai di Battery Park dan Fifth Avenue, New York, tahun 1872 dan Pennsylvania Avenue, Washington D.C pada tahun 1877. Pada saat ini sedikitnya 90 % jalan utama di perkotaan selalu menggunakan bahan aspal.

B. Klasifikasi dan spesifikasi Jalan raya ( rural and urban) 1. Definisi Klasifikasi Jalan Raya

Klasifikasi jalan atau hirarki jalan adalah pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan administrasi pemerintahan dan

berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat kendaraan.

Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan, keekonomian dari jalan tersebut serta pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan 2. Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi

Jalan umum menurut fungsinya berdasarkan pasal 8 Undang-undang No 38 tahun 2004 tentang Jalan dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.

(7)

a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata- rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

c. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

3. Klasifikasi Jalan Menurut Status

Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

a. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

e. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

f. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

g. Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan

sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.

h. Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

4. Klasifikasi Jalan Menurut Kelas

Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan terdiri atas:

(8)

a. jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;

i. jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak

melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;

j. jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan

k. jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.

5. Bagian-Bagian Jalan

a. Bagian-Bagian Jalan

Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA)

Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) dibatasi oleh :

• lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan,

• tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan, dan

• kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.

Gambar 1 Damaja, Damija, dan Dawasja

(9)

b. Daerah Milik Jalan

Ruang Daerah Milik Jalan (Damija) dibatasi oleh lebar yang sama dengan Damaja ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1.5 meter (Gambar 1) c. Daerah Pengawasan Jalan

Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar Damaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sebagai berikut (Gambar 1):

 jalan Arteri minimum 20 meter,

 jalan Kolektor minimum 15 meter,

 jalan Lokal minimum 10 meter.

Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan oleh jarak pandang bebas.

C. Cross section/ typical melintang jalan raya

Komposisi Penampang melintang jalan terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut

1. Jalur Lalu lintas

Gambar 2 Penampang Melintang Jalan yang dilengkapi trotoar

a. Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan. Batas jalur lalu lintas dapat berupa:

 Median.

 Bahu.

 Trotoar’

 Pulau jalan

 Separator.

b. Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa lajur.

(10)

c. Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa tipe

Gambar 3 Jalur Lalu Lintas

 1 jalur-2 lajur-2 arah (2/2 TB)

 1 jalur-2 lajur-l arah (2/1 TB)

 2 jalur-4 1ajur-2 arah (4/2 B)

 2 jalur-n lajur-2 arah (n12 B), di mana n = jumlah lajur.

Keterangan: TB = tidak terbagi.

B = terbagi d. Lebar Jalur

 Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya. Tabel II.6 menunjukkan lebar jalur dan bahu jalan sesuai VLHR-nya.

 Lebar jalur minimum adalah 4.5 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil saling berpapasan. Papasan dua

kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat menggunakan bahu jalan.

Tabel 1 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan

VLHR (smp/hari)

ARTERI KOLEKTOR LOKAL

Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum

Lebar Jalur

(m)

Lebar Bahu (m)

Lebar Jalur (m)

Lebar Bahu (m)

Lebar Jalur

(m)

Lebar Bahu (m)

Lebar Jalur (m)

Lebar Bahu (m)

Lebar Jalur

(m) Lebar

Bahu (m)

Lebar Jalur (m)

Lebar Bahu (m)

<3.000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0

3.000- 10.000

7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0

10.001- 25.000

7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 **) **) - - - -

>25.000 2nu3,5*) 2,5 2×7,0*) 2 0 2nu3,5*) 2,0 **) **) - - - -

Keterangan: **)= Mengacu pada persyaratan ideal

(11)

*) = 2 jalur terbagi, masing – masing n × 3, 5m, di mana n=

Jumlah lajur per jalur - = Tidak ditentukan 2. Lajur

a. Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana.

l. Lebar lajur tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, yang dalam hal ini dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam Tabel 11.8.

m. Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI

berdasarkan tingkat kinerja yang direncanakan, di mana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0.80.

n. Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pads alinemen lurus memerlukan kemiringan melintang normal sebagai berikut (lihat Gambar 11.14):

 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton;

 4-5% untuk perkerasan kerikil

Tabel 2 Lebar Lajur Ideal

FUNGSI KELAS LEBAR LAJUR

IDEAL (m)

Arteri I II,

111 A

3,75 3,50

Kolektor III A. III B 3,00

Lokal III C 3,00

3. Median dan Jalur Tepian

Gambar 4 Jalur Tepian

a. Median adalah bagian bangunan jalan yang secara fisik

memisahkan dua jalur lalu lintas yang berlawanan arah. 2) Fungsi median adalah untuk:

 memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah;

 uang lapak tunggu penyeberang jalan;

 penempatan fasilitas jalan;

(12)

 tempat prasarana kerja sementara;

 penghijauan;

 tempat berhenti darurat (jika cukup luas);

 cadangan lajur (jika cukup luas); dan

 mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan.

b. Jalan 2 arah dengan 4 lajur atau lebih perlu dilengkapi median.

c. Median dapat dibedakan atas (lihat Gambar 11.16):

 Median direndahkan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang direndahkan.

 Median ditinggikan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang ditinggikan.

d. Lebar minimum median terdiri atas jalur tepian selebar 0,25-0,50 meter dan bangunan pemisah jalur, ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 11.9.

e. Perencanaan median yang lebih rinci mengacu pada Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Maret 1992.

Tabel 3 Lebar Minimum Median

Bentuk median Lebar minimum (m)

Median ditinggikan 2,0 Median

direndahkan

7,0

Gambar 5 Median Ditinggikan dan Direndahkan

(13)

4. Bahu Jalan

Gambar 6 Bahu Jalan

a. Bahu Jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan harus diperkeras (lihat Gambar 5)

b. Fungsi bahu jalan adalah sebagai berikut:

 lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan atau tempat parkir darurat;

 ruang bebas samping bagi lalu lintas; dan

 penyangga sampai untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.

c. Kemiringan bahu jalan normal antara 3 - 5%.

d. lebar bahu jalan dapat dilihat dalam Tabel

Tabel 4 Lebar Bahu Jalan

VLHR (smp/hari)

ARTERI KOLEKTOR LOKAL

Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum

Lebar Jalur

(m)

Lebar Bahu (m)

Lebar Jalur (m)

Lebar Bahu (m)

Lebar Jalur

(m)

Lebar Bahu (m)

Lebar Jalur (m)

Lebar Bahu (m)

Lebar Jalur

(m) Lebar

Bahu (m)

Lebar Jalur (m)

Lebar Bahu (m)

<3.000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0

3.000- 10.000

7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0

10.001- 25.000

7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 **) **) - - - -

>25.000 2nu3,5*) 2,5 2×7,0*) 2 0 2nu3,5*) 2,0 **) **) - - - -

(14)

5. Jalur Pejalan Kaki

Gambar 7 Jalur Pejalan Kaki

6. Selokan

Gambar 8 Selokan

7. Lereng

D. Parameter Perencanaan Geometrik jalan

Pekerjaan perencanaan geometrik jalan antar kota meliputi 5 tahapan yang berurutan sebagai berikut:

1. Melengkapan data dasar

Data dasar yang perlu untuk suatu perencanaan geometrik adalah:

a. Peta topografi berkontur yang akan menjadi peta dasar

perencanaan jalan, dengan skala tidak lebih kecil dari 1:10.000 (skala yang lain misalnya 1:2.500 dan 1:5.000). Perbedaan tinggi setiap garis kontur disarankan tidak lebih 5 meter.

o. Peta geologi yang memuat informasi daerah labil dan daerah stabil p. Peta tata guna lahan yang memuat informasi ruang peruntukan

jalan.

q. Peta jaringan jalan yang ada.

2. Identifikasi lokasi jalan.

Berdasarkan data tersebut pada III.2, tetapkan:

(15)

a. Kelas medan jalan (Tabel II.2);

b. Titik awal dan akhir perencanaan; dan

c. Pada peta dasar perencanaan, identifikasi daerah-daerah yang layak dilintasi jalan berdasarkan struktur mekanik tanah, struktur geologi, dan pertimbangan pertimbangan lainnya yang dianggap perlu.

3. Penetapan kriteria perencanaan.

Tetapkan:

a. Untuk perencanaan geometrik, perlu ditetapkan klasifikasi menurut fungsi jalan (Tabel II.1);

 Kendaraan Rencana (Tabel II.3); (3) VLHR dan VJR (II.2.3);

dan

 Kecepatan Rencana, VR.

b. Kriteria perencanaan tersebut di atas ditetapkan berdasarkan pertimbangan kecenderungan perkembangan transportasi di masa yang akan datang sehingga jalan yang dibangun dapat memenuhi fungsinya selama umur rencana yang diinginkan.

4. Penetapan alinemen jalan yang optimal.

Alinemen jalan yang optimal diperoleh dari satu proses iterasi pemilihan alinemen.

a. Dengan menggunakan data dasar, dibuat beberapa alternatif alinemen horizontal (lebih dari satu) yang dipandang dapat memenuhi kriteria perencanaan (III.5.1).

r. Setiap alternatif alinemen horizontal dibuat alinemen vertikal dan potonganmelintangnya (III.5.2 dan III.5.3).

s. Semua alternatif alinemen dievaluasi (III.5.4) untuk memilih alternatif yang paling efisien.

5. Pengambaran detail perencanaan geometrik jalan dan pekerjaan tanah.

(16)

E. Dasar Perhitungan Alinyemen Horizontal

1. Alinemen horisontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga tikungan).

1. Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk

mengimbangi gaya centrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan VR.

2. Untuk keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping jalan harus diperhitungkan.

3. Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:

a. Jari jari minimum lengkung horizontal.

b. Kelandaian jalan maksimum.

c. Panjang maksimum bagian jalan yang lurus; dan (4) Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.

4. Dengan memperhatikan kriteria perencanaan dan Damija (III.5.3), pada peta dasar perencanaan, rencanakan alinemen horizontal jalan untuk beberapa alternatif lintasan. 3) Pada setiap gambar alternatif alinemen, bubuhkan

"nomor station", disingkat Sta. dan ditulis Sta.XXX+YYY, di mana XXX adalah satuan kilometer dan YYY satuan meter.

5. Penomoran Sta. ditetapkan sebagai berikut:

a. Pada bagian jalan yang lurus Sta. dibubuhkan untuk setiap 50 meter;

b. Pada bagian jalan yang lengkung Sta. dibubuhkan untuk setiap 20 meter;

c. Penulisan Sta. pada gambar dilakukan disebelah kiri dari arah kilometer kecil ke kilometer besar.

F. UTS

G. Historis Jembatan 1. Definisi Umum

Jembatan merupakan struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta apiataupun jalan raya. Jembatan dibangun untuk penyeberangan pejalan kaki, kendaraan atau kereta api di atas

halangan.Jembatan juga merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat yang sangat vital dalam aliran perjalanan (traffic flows). Jembatan sering menjadi komponen kritis dari suatu ruas jalan, karena sebagai penentu beban maksimum kendaraan yang melewati ruas jalan tersebut.

Jembatan pertama yang dibuat dengan titian kayu untuk menyeberangi sungai. Ada juga orang yang menggunakan dua utas tali atau rotan, yang diikat pada bebatuan di tepi sungai. Seterusnya, batu digunakan, tetapi cuma sebagai rangka. Jembatan gerbang berbentuk melengkung yang pertama dibuat semasa zaman Emperor Roma, dan masih banyak jembatan dan saluran air orang Roma yang kenal hingga hari ini. Orang-orang Roma juga mempunyai pengetahuan, yang mengurangkan perbedaan kekuatan

batu2 yang berbeda. Jembatan bata dan mortar dibuat pada zaman kaisar Romawi, karena sesudah zaman tersebut, teknologi pengetahuan telah

(17)

hilang. Pada Zaman Pertengahan, tiang-tiang jembatan batu biasanya lebih besar sehingga menyebabkan kesulitan kepada kapal-kapal yang lalu-lalang di sungai tersebut.

Pada abad ke-18, mulai banyak pembaruan dalam pembuatan jembatan kayu oleh Hans Ulrich, Johannes Grubenmann dan lain-lain. Dengan

kedatangan Revolusi Industri pada abad ke-19, sistem rangka (truss system) menggunakan besi untuk memajukan untuk pembuatan jembatan yang lebih besar, tetapi besi tidak mempunyai kekuatan ketegangan (tensile strength) yang cukup untuk beban yang besar. Apabila mempunyai kekuatan

ketegangan yang tinggi, jembatan yang lebih besar akan dibuat, kebanyakannya menggunakan idea Gustave Eiffel, yang pertama kali dipertunjukkan di Menara Eiffel di Paris, Perancis. Yang sesuai digunakan untuk pembuatan jembatan yang panjang karena ia mempunyai kekuatan- kepada-berat yang tinggi, tetapi konkrit pula mempunyai kos penjagaan yang lebih murah. Jadi, selalunya "konkrit diperkuat" (reinforced concrete)

digunakan - kekuatan ketegangan konkrit yang lemah diisi oleh kabel tembaga yang ditanam di dalam konkrit itu.

2. Jenis-jenis jembatan a. Dari segi kegunaan

Suatu jembatan biasanya dirancang sama untuk kereta api, untuk pemandu jalan raya atau untuk pejalan kaki. Ada juga jembatan yang dibangun untuk pipa-pipa besar dan saluran air yang bisa digunakan untuk membawa barang. Kadang-kadang, terdapat batasan dalam penggunaan jembatan; contohnya, ada jembatan yang dikususkan untuk jalan raya dan tidak boleh digunakan oleh pejalan kaki atau penunggang sepeda. Ada juga jembatan yang dibangun untuk pejalan kaki (jembatan penyeberangan), dan boleh digunakan untuk penunggang sepeda.

b. Dari segi struktur

Perancangan dan bahan asas pembinaan jambatan bergantung kepada lokasi dan juga jenis muatan yang akan ditanggungnya.

 Jembatan batang kayu (log bridge)

 Jembatan lengkung (arch bridge)

 Jembatan alang (Beam bridge)

 Jembatan kerangka (Truss bridge)

 Jembatan gerbang tertekan (Compression arch bridge)

 Jembatan gantung (Suspension bridge)

 Jembatan kabel-penahan (Cable-stayed R bridge)

 Jembatan penyangga (Cantilever bridge.

 Jembatan angkat (bascule bridge)

 Jembatan bambu H. Galian dan timbunan Tanah

Dalam pekerjaan galian dan timbunan, material yang terdapat di alam itu berada dalam keadaan padat dan terkonsolisdasi dengan baik, sehingga hanya sedikit bagian yang kosong atau berisi udara diantara butir-butirnya, terutama

(18)

bila butir-butir tersebut sangat halus. Pada saat meterial tersebut digali, maka akan terjadi pengembangan volume (swelling). Besarnya swelling tidak sama untuk setiap jenis tanah, tergantung pada berat jenis tanah. Pengembangan volume dinyatakan dengan swell faktor yang dinyatakan dalam persen (%).

Untuk itu, diperlukan pemeriksaan keadaan lapangan (survey), untuk menghindari adanya swelling.

Dari hasil survey kita dapat menentukan beberapa kegiatan selanjutnya, diantaranya :

a. Metoda pelaksanaan pekerjaan yang dipilih

b. Macam, jenis, tipe peralatan/alat-alat berat yang digunakan

c. Jumlah alat-alat berat atau peralatan yang sesuai dengan volume dan bagan waktu pelaksanaan pekerjaan.

Setelah kita mengetahui metoda pelaksaan pekerjaan dan peralatannya, dari beberapa alternatif kita dapat memilih mana yang paling menguntungkan dan paling baik. Metoda pelaksaan pekerjaan harus sudah meliputi hal-hyal berikut :

a. Pembersihan Medan (Land Clearing) d. Penguapan Medan (Stripping)]

e. Galian Tanah

f. Timbunan Tanah dan Penebaran g. Pemadatan Tanah

h. Perataan Tanah

Cara kerja yang tepat dan benar mempunyai efek yang besar terhadap produksi alat. Cara pelaksanaan pekerjaan yang tepat sangat dipengaruhi oleh volume pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, bagan waktu yang ditentukan,

keadaan lapangan dan sebagainya. Pemilihan cara pelaksaan pekerjaan adalah identik dengan pemilihan penggunaan peralatan di dalam pelaksaanaan pekerjaan tanah dengan menngunakaqn alat berat.

Dari pemilihan penggunaan peralatan di dalam pelaksanaan pekerjaan tanah dengan menggunakan alat-alat berat, tentunya faktor kemampuan pelaksanaan kerja dan faktor ekonomi sangat perlu diperhatikan. Pemilihan beberapa alternatif tersebut dapat kita batasi dengan faktor sebagai berikut :

(19)

a. Keadaan medan b. Keadaan tanah

c. Kualitas pekerjaan yang disyaratkan d. Penagaruh Lingkungan

e. Volume pekerjaan yang disyaratkan

f. Biaya produksi untuk pelaksanaan pekerjaan dengan alat berat yang relatif rendah

g. Prosedur operasi alat dan pemeliharaan alat yang mudah dan sederhana

h. Umur alat yang tinggi

i. Undang-undang perburuhan termasuk keselamatan kerja untuk para pelaksana.

Setelah secara garis beras ditentukan alternatif-alternatif yang mendekati dengan asumsi yang wajar untuk pelaksanaan pekerjaan, secara kasar dapat diperkirakan jumlah biaya keseluruhan untuk tiap-tiap alternatif, sehingga alternati-alternatif dapat dibandingkan dari segi besarnya biaya. Dengan demikian, pemilihan alat bukan didasarkan pada besarnya produksi atau kapasitas alat, tetapi didasarkan pada biaya termurah untuk tiap cu / yard atau cu / meter produksinya.

I. UAS

Referensi

Dokumen terkait

Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan

Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.5 meter, ukuran panjang tidak

Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2,5 meter, ukuran panjang melebihi 18,0 meter, ukuran paling tinggi

(3) Jalan kelas III A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, merupakan jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan

Hirarki : jalan arteri primer (-) lebar jalan belum memenuhi (-) kecepatan kendaraan belum sesuai (-) pertemuan jalan kolektor primer dengan lingkungan menghambat lalulintas.

Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak

Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui

Menurut keputusan walikota Surabaya no 46 tahun 2000 Jalan Margomulyo merupakan jalan kelas II di Surabaya yang mana dapat di lalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi