93
MODUL VI
MATERIAL REQUIREMENT PLANNING
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikan memahami definisi, tujuan dan fungsi Material Requirement Planning
Praktikan mampu melakukan proses MRP.
Praktikan mampu menjalankan prosedur sistem MRP.
Praktikan mampu melakukan perhitungan MRP menggunakan software Microsoft Excel.
II.KELENGKAPAN PRAKTIKUM 1. Software Microsoft Excel
2. Data dari Laboratorium Sispromasi
III.MATERI PRAKTIKUM 3.1 Definisi
Material Requirements Planning (MRP) merupakan suatu metode yang digunakan untuk perencanaan, pengendalian, dan pengelolaan persediaan item barang (komponen) yang tergantung pada item-item tingkat (level) yang lebih tinggi. (Ginting, Rosnani. 2007.162)
3.2 Tujuan
Tujuan MRP adalah menentukan kebutuhan dan jadwal, untuk pembuatan komponen-komponen dan subassembling-subassembling atau pembelian material untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh MPS. MRP menggunakan MPS untuk memproyeksikan kebutuhan akan jenis-jenis komponen. Kebutuhan ini akan dipengaruhi oleh tingkat kesediaan yang dimiliki (On Hand inventory) dan jadwal penerimaan (Scheduled Receipt) berdasarkan
94
tahap waktu (Time Phased) sehingga lot-lot produksi dapat dijadwalkan untuk produksi atau diterima pada saat dibutuhkan. (Ginting, Rosnani. 2007.162)
3.3 Fungsi
Sistem MRP mempunyai 3 fungsi utama (Ginting, Rosnani. 2007.162):
1. Kontrol tingkat persediaan.
2. Penugasan komponen berdasarkan urutan prioritas.
3. Penugasan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirement) pada tingkat yang lebih detail.
3.4 Input dan Output MRP
Terdapat 3 input yang dibutuhkan oleh sistem MRP, yaitu : 1. JIP.
2. Inventory Master File (IMF) / Catatan keadaan persediaan.
3. Struktur Produk.
Output dari perhitungan MRP dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Menentukan jumlah kebutuhan material serta waktu pemesananya dalam rangka memenuhi permintaan produk akhir yang sudah direncanakan dalam JIP.
2. Menentukan jadwal pembuatan komponen yang menyusun produk akhir.
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan yang berarti MRP mampu memberikan indikasi kapan pembatalan atas pesanan harus dilakukan.
4. Menentukan penjadwalan ulang produksi atau pembatalan atas suatu jadwal produksi yang sudah direncanakan.
(Rosnani Ginting, Sistem Produksi hal. 169,170,172, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007)
3.5 Istilah-istilah dalam MRP
- Lead time, merupakan jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu yang dibutuhkan (pesanan) sampai item yang dipesan itu siap digunakan.
95
- Scheduled receipt, merupakan jumlah item yang telah dibeli, tetapi belum sepenuhnya diterima oleh pembeli (purchaser). Hal tersebut terjadi karena beberapa hal, diantaranya item masih diproses oleh pemasok, atau sedang diantar ke tempat pembeli, atau sedang diperiksa oleh departemen penerimaan.
- On hand, merupakan inventory on hand yang menunjukan kuantitas dari item yang secara fisik ada dalam stockroom atau gudang.
- Lot size, merupakan kuantitas pesanan dari item yang memberitahukan MRP berapa banyak kuantitas yang harus di pesan serta teknik lot sizing apa yang dipakai.
- Safety stock, merupakan stock pengaman yang ditetapkan oleh perencana untuk mengatasi fluktuasi dari permintaan.
- Gross requirement, merupakan total dari semua kebutuhan termasuk kebutuhan yang di antisipasi untuk setiap periode waktu.
- Project on hand, merupakan project available balance (PAB) dan tidak termasuk planned orders.
- Net requirement, merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi setelah dikurangi dengan inventory yang tersedia dan schedule receipt dari total kebutuhan, atau dapat disebut juga dengan “kebutuhan bersih”.
- Planned order receipt (PORc), adalah jumlah item yang harus diterima atau diproduksi pada akhir periode waktu particular. Penentuan nilai PORc tergantung dari metoda lot sizing yang digunakan.
PORct >= NRt untuk NRt > 0 Nilainya 0 untuk NRt =< 0
- Planned order release (PORl), adalah jumlah item yang harus diterima atau diproduksi pada akhir periode waktu tertentu dengan memperhitungkan lead time untuk masing- masing komponen.
PORlt = PORct-lead time
(Rosnani Ginting, Sistem Produksi hal. 168, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007)
96
3.6 Prosedur sistem MRP
Sistem MRP memiliki empat langkah utama yang selanjutnya keempat langkah ini harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item. Prosedur ini dapat dilakukan secara manual bila jumlah item yang terlibat dalam produksi relatif sedikit. Suatu program (software) diperlukan bila jumlah item sangat banyak. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut (Baroto, Teguh. 2002) :
1. Netting
Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih, yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan (baik yang ada dalam persediaan maupun yang sedang dipesan). Data yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini adalah :
Kebutuhan kotor untuk setiap periode.
Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan.
Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan.
Setelah Kebutuhan Kotor ditentukan berikutnya adalah perhitungan kebutuhan bersih dengan rumusan sebagai berikut :
NRt = GRt – OHt-1
Dengan : NRt = Net Requirement pada saat periode ke - t GRt = Gross requirement pada saat periode ke – t Oht = Inventory On Hand pada saat periode ke - t
OHt = PORct + Oht-1 – GRt
2. Lotting
Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada banyak alternatif metode untuk menentukan ukuran lot. Beberapa
97
teknik diarahkan untuk meminimalkan total ongkos set-up dan ongkos simpan. Teknik- teknik tersebut diantaranya teknik lot-for-lot, eqonomic order quantity, least unit cost, dan lain-lain.
Terdapat beberapa teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran lot (lot sizing) :
FOQ (Fixed Order Quantity)
Dalam metode FOQ ukuran lot ditentukan secara sebjektif. Berapa besarnya dapat ditentukan berdasarkan pengalaman produksi atau intuisi. Tidak ada teknik yang dapat dikemukakan untuk menentukan berapa ukuran lot ini. Kapasitas produksi selama lead time produksi dalam hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menntukan besarnya lot.
Sekali ukuran lot ditetapkan, maka lot ini akan digunakan untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Berapa pun kebutuhan bersihnya, rencana pesan akan tetap sebesar lot yang telah ditentukan tersebut. Metode ini dapat ditempuh untuk item- item yang biaya pemesananya (ordering cost) sangat mahal.
CONTOH FOQ (SR periode ke-2 = 50;OH = 80;SS = 5) Item : A Level : 0 Periode
Lot Size : 100 Lead time : 1 0 1 2 3 4 5 6
Gross Requirements (GR) 70 125 140 90 110 95
Schedule Receipts (SR) 50
On Hand Inventory (OH) 80 10 35 95 5 95 95
Net Requirements (NR) 70 110 110 5
Planned Order Receipts (PORc) 100 200 200 100
Planned Order Release (PORl) 100 200 200 100
98
LFL (Lot for Lot)
Teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit. Di samping itu, teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot yang ada. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol.
Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan per unit sangat mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik lot for lot ini memiliki kemampuan yang baik.
Di samping itu, teknik ini sering digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat set-up permanen pada proses produksinya.
CONTOH LFL (SR periode ke-2 = 50;OH=80;SS=5 SR periode ke-2 = 50;OH=80;SS=5) Item : A Level : 0 Periode
Lot Size : LFL Lead time : 1 0 1 2 3 4 5 6
Gross Requirements (GR) 70 125 140 90 110 95
Schedule Receipts (SR) 50
On Hand Inventory (OH) 80 10 235 95 5 195 100
Net Requirements (NR) 70 110
Planned Order Receipts (PORc) 300 300
Planned Order Release (PORl) 300 300
EOQ (Economic Order Quantity)
Penetapan ukuran lot dengan teknik ini sangat populer sekali dalam sistem persediaan tradisional. Dalam teknik ini besarnya ukuran lot adalah tetap. Penentuan lot berdasar biaya pesan dan biaya simpan, dengan formula seperti berikut.
99
EOQ = √ ℎ
Dimana dalam contoh di atas A : Order cost
D : Demand rata-rata per horison = 400 H : Holding cost
CONTOH EOQ
(SR periode ke-2 = 50; OH = 80; SS = 5;d = 105;s = 1500; h = 3,5; EOQ = 300) Item : A Level : 0 Periode
Lot Size : EOQ Lead time : 1 0 1 2 3 4 5 6
Gross Requirements (GR) 70 125 140 90 110 95
Schedule Receipts (SR) 50
On Hand Inventory (OH) 80 10 235 95 5 195 100
Net Requirements (NR) 70 110
Planned Order Receipts (PORc) 300 300
Planned Order Release (PORl) 300 300
LUC (Least Unit Cost)
Pendekatan yang bertujuan meminimasi ongkos persediaan per unit, yang mana keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan per unit + ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap ukuran lot yang dipilih. Untuk ukuran pemesanan dan interval pemesanannya dapat bervariasi.
CONTOH LUC (SR periode ke-2 = 50; OH = 80; SS = 5; s = 50000; h = 10)
100
Item : A Level : 0 Periode
Lot Size : LUC Lead time : 1 0 1 2 3 4 5 6
Gross Requirements (GR) 70 125 140 90 110 95
Schedule Receipts (SR) 50
On Hand Inventory (OH) 80 10 440 300 210 100 5
Net Requirements (NR) 70
Planned Order Receipts (PORc) 505 Planned Order Release (PORl) 505
Kombinasi Biaya set-up
Biaya simpan
Total Biaya
Trial Lot Size
Cost per- unit
2 50000 50 50050 70 715
2,3 50000 1500 51500 210 245,2381
2,3,4 50000 3350 53350 300 177,8333 1,2,3,4 50000 6700 56700 410 138,2927 1,2,3,4,5 50000 10550 60550 505 119,901
3. Offsetting
Offseting bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal (periode) tersedianya lot yang diinginkan dengan besarnya lead time. Lead time yang dimaksud adalah besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut selesai dan diterima siap untuk dipakai.
Offseting merupakan langkah terakhir penerapan sistem MRP pada suatu item.
Perhitungan selanjutnya dilakukan pada item level bawahnya.
101
4. Explosion
Explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item/ komponen yang lebih rendah. Perhitungan kebutuhan kotor ini, didasarkan pada rencana pemesanan item- item produk pada level yang lebih atas. Untuk perhitungan kebutuhan kotor ini, diperlukan struktur produk dan informasi mengenai berapa jumlah kebutuhan item untuk item yang akan dihitung.
102
IV. LANGKAH PRAKTIKUM
Studi Kasus:
Buka sheet MPS. Perhatikan data MPS Door Alarm dan buka sheet item level 0 [Metode LFL]
1. Gunakan data MPS yang sebelumnya sudah di dapatkan ke baris gross requirement pada tabel lot-for-lot item door alarm.
2. Setelah itu buka sheet IMF untuk melihat jumlah inventory untuk item door alarm yang dimiliki saat ini.
3. Lalu gunakan kan data inventory untuk item door alarm ke baris On hand Inventory pada tabel lot-for-lot untuk item Door Alarm
103
4. [Proses Netting] Selanjutnya kita akan masuk ke tahap netting yaitu perhitungan jumlah kebutuhan bersih atau net requirement untuk item door alarm. Dengan formula
NRt = GRt – OHt-1 – SRt + SS
5. [Proses Lotting] Untuk yang pertama kita akan menggunakan teknik ukuran lot (lot for lot) sehingga jumlah PORc akan sama besarnya dengan nilai NR. Selanjutnya hitung jumlah OH dengan rumusan sebagai berikut
OHt = PORct + Oht-1 – GRt
6. [Proses Offsetting] Selanjutnya buka sheet BOM dan lihat apakah terdapat lead time untuk item Door Alarm ini, karena item door alarm memiliki lead time = 0 maka aperiode PORl akan sama dengan periode PORc. Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut :
7. Selanjutnya perhitungan dilanjutkan ke tabel data MRP, untuk Total Inventory didapatkan dengan penjumlahan Onhand Inventory dari periode 12 sampai periode 18 dengan formula (SUM). Untuk T.Set-Up didapatkan dengan menghitung jumlah periode PORl terisi. Untuk tabel Jumlah Unit didapatkan dari penjumlahan Planned Order Release dari periode 12 sampai 18.
8. Selanjutnya untuk data perbandingan ongkos simpan didapatkan dari hasil perkalian (Total Inventory*Biaya penyimpanan item Door Alarm (Sheet Data MRP)). Untuk Ongkos Set-up adalah perkalian antara (Total Set-Up*Biaya Set-Up item Door Alarm (Sheet Data MRP)). Untuk Biaya Komponen Door Alarm adalah perkalian antara (Jumlah Unit*Harga Komponen).
104
[Metode EOQ]
1. Lakukan langkah 1,2,3 seperti pada metode LFL.
2. Selanjutnya tentukan rata-rata demand dari item door alarm menurut mps yang sudah diketahui ( gunakan total demand selama periode 13 sampai 18 yang dibagi dengan jumlah periode terisi dan fungsi ROUNDUP untuk menentukan demand rata-rata ).
Definisikan biaya set up dan biaya simpan. Lalu hitung EOQ dengan menggunakan formula berikut (gunakan fungsi SQRT dan ROUNDUP).
EOQ = √ ℎ
A : Order cost/Setup cost
D : Demand rata-rata per horison H : Holding cost
Hasil perhitungan EOQ yang sudah didapat merupakan ukuran lot yang akan digunakan untuk teknik ukuran lot EOQ.
3. Lakukan proses Netting dan Lotting seperti pada teknik LFL sebelumnya, tetapi untuk kali ini gunakan ukuran lot EOQ. Selanjutnya hitung jumlah OH dan lakukan proses Offsetting.
105
4. Selanjutnya lakukan langkah 7 dan 8 pada teknik sebelumnya.
[Metode LUC]
1. Lakukan langkah 1,2,3 seperti pada metode LFL. Setelah itu lakukan proses Netting.
2. Untuk proses lotting menggunakan teknik LUC kita akan melakukan beberapa kali trial and error menggunakan tabel trial and error LUC. Untuk yang pertama kita akan menguji kombinasi untuk periode 13 saja. Berikut tata caranya :
Cantumkan biaya set-up untuk item door alarm pada kolom biaya set-up
Masukan ukuran lot sebesar NR ke dalam kolom PORc dan hitung jumlah OH yang terjadi.
Isi tabel biaya simpan dengan mengkalikan jumlah OH dengan biaya simpan untuk item door alarm. Jumlahkan Biaya set-up dan biaya simpan kedalam kolom total biaya. Dan cantumkan jumlah lot kombinasi untuk periode 13.
Dapatkan cost/unit dengan membagai total biaya dengan trial lot size periode 13.
Lakukan langkah yang sama dengan sebelumnya, tetapi untuk kali ini kombinasikan 2 periode ( periode 13 dan periode 14 ) dengan jumlah trial lot size ( NRt + GRt+1 ) lalu hitung jumlah OH yang terjadi.
106
Isi tabel biaya simpan dengan mengkalikan jumlah OH dengan biaya simpan untuk item door alarm selama 2 periode kombinasi. Jumlahkan Biaya set-up dan biaya simpan kedalam kolom total biaya. Dan cantumkan jumlah trial lot kombinasi untuk periode 13 dan 14.
Dapatkan cost/unit dengan membagai total biaya dengan trial lot size periode 13 dan 14.
3. Perhatikan cost/unit apabila hasil cost/unit untuk kombinasi 13 dan 14 lebih kecil dari kombinasi sebelumnya maka lanjutkan trial dengan kombinasi periode 13,14 dan 15 dengan cara yang sama.Jika tidak mulailah kembali trial dengan kombinasi periode 14.
Lanjutkan hingga periode 18. Tentukan PORc sesuai dengan trial lot size yang paling optimal.
Kombinasi Biaya set-up
Biaya simpan
Total Biaya
Trial Lot Size
Cost per- unit
1 2000 75 2075 56 37,05357
1,2 2000 1200 3200 126 25,39683
1,2,3 2000 3375 5375 196 27,42347
3 2000 75 2075 70 29,64286
3,4 2000 1350 3350 150 22,33333
3,4,5 2000 3915 5915 233 25,38627
5 2000 75 2075 83 25
5,6 2000 1470 3470 171 20,2924
4. Lakukan proses offsetting untuk mendapatkan PORl.
107
5. Lakukan perhitungan biaya perbandingan.
[Exploding]
1. Lakukan seluruh langkah diatas untuk seluruh item level selanjutnya menggunakan PORl parent produknya sebagai Gross Recuirement dan perhatikan apabila terdapat perbedaan kuantitas unit.
[Tabel Rekap Biaya]
1. Setelah seluruh perhitungan MRP untuk semua item selesai, hitunglah item cost untuk masing masing item menggunakan hasil perhitungan biaya perbandingan ( untuk item sub assembly ) dan penjumlahan item cost produk subassembly (untuk parent produknya)
108
V. PROSEDUR PRAKTIKUM 1. Praktikan melakukan tes awal selama 15 menit.
2. Asisten menjelaskan mengenai materi mrp selama 10 menit.
3. Praktikan menyelesaikan studi kasus menggunakan software Excel selama 100 menit.
4. Praktikan mengerjakan jurnal selama 30 menit .
VI. REFERENSI
Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia
Ginting, Rosnani Ir. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu