• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengatasi Kenakalan Peserta Didik melalui Bimbingan Kelompok di SMK Negeri 1 Bireun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Mengatasi Kenakalan Peserta Didik melalui Bimbingan Kelompok di SMK Negeri 1 Bireun "

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora September 2019 eISSN 2657- 0998

391

Mengatasi Kenakalan Peserta Didik melalui Bimbingan Kelompok di SMK Negeri 1 Bireun

Khairani

SMK Negeri 1 Bireun Email :khairani.smk@gmail.com

ABSTRAK

Kualitas pembelajaran dalam sebuah lembaga pendidikan merupakan salah Satu indikator keberhasilan peningkatan mutu pendidikan. Keberhasilan yang dimaksud adalah adanya perubahan prilaku/motivasi peserta didik sebagai pengaruh dari proses belajar sehingga adanya peningkatan hasil yang diperoleh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan bimbingan Kelompok untuk mengatasi kenakalan peserta didik X Teknik Kendaraan Ringan 2 di SMK Negeri 1 Bireuen.

Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas Bimbingan Konseling (PTK BK) yang terdiri atas 2 siklus. Subyek penelitian adalah siswa kelas X Teknik Kendaraan Ringan 2 SMK Negeri 1 Bireuen tahun sebanyak 29 peserta didik. Analisis data menggunakan teknik analisis diskriptif komparatif dengan membandingkan kondisi awal dengan hasil-hasil yang dicapai pada setiap siklus, dan analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus II. Dengan penerapan metode bimbingan kelompok siswa kelas X Teknik Kendaraan Ringan 2 pada SMK Negeri 1 Bireuen. Pada akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan jumlah yang diperoleh peserta didik yaitu sebesar 724 dengan total rata-rata 90,5 dari jumlah 406 dengan rata-rata kelas 50,75. Dengan demikian subjek yang dijadikan penelitian yang berjumlah 29 orang kelas X Teknik Kendaraan Ringan 2 SMK Negeri I Bireuen dapat mengatasi masalah kenakalan peserta didik.

Kata kunci : Kenakalan, Bimbingan Kelompok

PENDAHULUAN

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan batasan di atas, maka pendidikan Indonesia ini tidak hanya memprioritaskan perkembangan aspek kognitif atau pengetahuan peserta didik, namun juga perkembangan individu sebagai pribadi yang unik secara utuh. Oleh karena itu setiap satuan pendidikan harus memberikan layanan yang dapat memfasilitasi perkembangan pribadi peserta didik secara optimal berupa bimbingan dan konseling.

Peserta didik di SMK mempunyai tingkat perkembangan kepribadian social yang berada pada masa transisi dari anak-anak ke remaja. Masa remaja di sekolah menengah

(2)

392

menghadapi beberapa aspek utama perkembangan kejiwaan anak. Remaja pada masa peralihan tersebut bisa saja mengalami penyimpangan prilaku bila berada dalam lingkungan yang tidak kondusif (Musnadi, 2017). Latar belakang social budaya yang berbeda, factor ekonomi yang rendah, factor keluarga yang kurang mendukung kesemuanya itu akan berpengaruh pada prestasi belajar anak di sekolah. Dengan kondisi perkembangan remaja pada masa ini, maka proses pendidikan memerlukan kondisi, kondusif agar perkembangan kemampuan kognitif, efektif dan psikomotorik remaja dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Menurut Didin Hafidhuddin (2002: 246): “paling tidak terdapat tiga lingkungan pendidikan yang mempengaruhi terhadap pembentukan kualitas dan kepribadian remaja yakni, lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang ideal adalah terjadi kondisi yang harmonis dan sinergis di antara ketiganya dan merupakan satu kesatuan yang integrasi”.

Apa yang dilakukan peserta didik baik di rumah, di sekolah dan masyarakat harus sesuai dengan ketentuan pendidikan, demikian pula hanya ketidak baikan, semuanya memberikan persepsi dan perlakuan yang sama. Tetapi dalam kenyataannya tidaklah selalu demikian betapa banyak kontradiksi dan pertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Di rumah sesuatu yang diyakini sebagai hal yang banyak dan tidak boleh dilakukan, tetapi hal tersebut dengan leluasa di masyarakat dapat disaksikan oleh remaja yang dilakukan orang- orang.

Permasalahan belajar pada peserta didik SMK Negeri 1 Bireuen sangat kompleks, dalam proses pembelajaran banyak alasan yang dikemukakan untuk menolak kegiatan belajar, mereka lebih memilih kegiatan yang dirasa lebih menyenangkan dari pada sekedar belajar di kelas. Beberapa peserta didik di sekolah tersebut sering menunjukkan penolakan dalam belajar. Salah satu factor yaitu karena kenakalan peserta didik yang mencari perhatian lebih dari guru maupun temannya sendiri, ketika sedang belajar, terutama pada peserta didik di kelas X Teknik Kendaran Ringan (TKR 2). Penolakan tersebut di anjurkan antara lain dengan cara cabut/bolos jam pelajaran (Prihantono, 2009), lari-lari atau sembunyi-sembunyi waktu guru mau mengajar, mengganggu teman dan keluar masuk kelas untuk tawuran (Anjari, 2012), seolah-olah anak SMK pemberani. Peserta didik merasa kegiatan belajar merupakan kegiatan yang dirasa membosankan karena mereka belajar merasa terikat dan tidak bebas dalam waktu yang telah ditentukan.

Permasalahan yang telah diungkapkan di atas, merupakan tantangan bagi pendidik khususunya guru untuk memberikan layanan bimbingan yang tepat dan sesuai untuk peserta didik yang tujuannya adalah agar kegiatan belajar dapat diikuti dengan nyaman dan senang bagi peserta didik. Kegiatan bimbingan tersebut dapat diberikan dengan berbagai macam metode.

Metode-metode yang diberikan dalam kegiatan bimbingan untuk peserta didik sangat berkaitan dengan adanya layanan bimbingan dan konseling, salah satunya adalah konseling kelompok ( Prayitno, 1995). Ada empat aspek dalam membantu perkembangan individu, yaitu aspek akademik (belajar), karir, pribadi dan social. Berkaitan dengan permasalahan di atas akibat adanya kenakalan peserta didik yang disebabkan karena mencari perhatian. Maka perlu diberikan bimbingan belajar, berdasarkan latar belakang masalah tersebut makan penulis dapat mengidentifikasi masalah dalam beberapa hal yaitu:

Peserta didik cabut jam pelajaran, Peserta didik datang terlambat ke sekolah, Peserta didik

(3)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora September 2019 eISSN 2657- 0998

393 suka membuat gaduh di kelas, Peserta didik sering menggangu teman yang sedang belajar, Peserta didik keluar masuk di saat jam pembelajaran berlangsung, Hasil belajar peserta didik banyak yang mengalami penurunan, dan Mudah dipancing untuk ikut tawuran

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Mengatasi Kenakalan Peserta Didik Dalam Mencari Perhatian Melalui Bimbingan Kelompok di Kelas X Teknik Kendaraan Ringan (TKR 2) SMK Negeri 1 Bireuen.

METODE PENELITIAN

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen pola one group. Menurut R. Arlizon (Andini, 2010: 19) bahwa metode one group eksperimen menggunakan hanya satu kelompok dan dapat diterapkan dalam beberapa bentuk seperti one group pre-test dan post-test design.

1) Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah 31 Peserta didik Kelas X TKR 2 di SMK Negeri 1 Bireuen Kabupaten Bireuen yang dikategorikan memiliki perilaku agresif. Untuk mendapatkan subjek penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari guru BK, wali kelas, dan guru-guru. Kemudian dilakukan observasi kepada 29 siswa tersebut dan wawancara untuk mengetahui keadaan siswa sebelum diberikan perlakuan berupa layanan konseling kelompok.

2) Prosedur Pengambilan Subjek Penelitian

Adapun prosedur pengambilan subjek penelitian menggunakan purposive sampling. Subjek penelitian berjumlah 31 Peserta didik Kelas X TKR 2. Namun hanya 19 orang siswa yang dikategorikan memiliki perilaku agresif, kemudian peneliti mengambil 10 subjek yang akan diberikan layanan berupa konseling kelompok.

3) Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data:

a. Observasi

Penelitian ini menggunakan observasi partisipan atau observasi berperan serta dengan mengikuti aktivitas siswa baik di dalam dan di luar kelas. Observasi dan konseling kelompok dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri.

Observasi pada penelitian ini adalah membuat pencatatan aspek-aspek perilaku agresif baik fisik maupun verbal. Sedangkan pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian adalah daftar cheklist yaitu daftar yang berisi aspek-aspek yang terdapat dalam suatu situasi, tingkah laku maupun kegiatan individu yang sedang menjadi subjek penelitian.

b. Wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam pedoman wawancara terdapat sepuluh butir pertanyaan yang akan diajukan kepada guru BK, wali kelas, dan siswa.

(4)

394

c. Skala Perilaku Agresif

Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang bersifat langsung, yaitu yang dijawab atau diisi oleh subjek atau peneliti sendiri bukan orang lain (Suryabrata, 1990: 16). Skala ini bertujuan untuk mengungkap perilaku agresif pada anak yang diukur berdasarkan dua bentuk perilaku agresif yang meliputi:

1) Perilaku agresif fisik, seperti memukul, mendorong, berkelahi, merusak, mencubit, menendang, dan mengganggu.

2) Perilaku agresif verbal, seperti menghina, mencaci-maki orang lain, berkata kotor, membentak, menggunjing, dan berkata kasar.

4) Teknik Analisis Data

Metode analisa data yang digunakan adalah bersifat kuantitatif yaitu model statistik. Hasil analisa nantinya akan disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan dan diinterpretasikan dalam suatu uraian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil skor skala perilku agresif siswa sebelum perlakuan dapat dijelaskan bahwa angka ketercapaian skor diperoleh rata-rata 42,8. Jumlah skor tersebut dapat diklasifikasikan dalam perilaku agresif kategori tinggi dan angka persentasenya mencapai 80% dari jumlah siswa yang dijadikan responden, dan klasifikasi perilaku agresif kategori sangat tinggi angka persentasenya mencapai 20% sedangkan pada kategori rendah dan sangat rendah angka persentasenya adalah 0%.

Berdasarkan data empiris tersebut maka peneliti melakukan konseling kelompok terhadap 10 orang siswa yang memiliki perilaku agresif dengan kategori tinggi dan sangat tinggi. Langkah selanjutnya memberikan layanan konseling kelompok terhadap 10 siswa tersebut dalam satu kelompok dengan 3 kali perlakuan. Adapun proses pelaksanaan konseling dilaksanakan sesuai dengan satlan yang telah disusun melalui empat tahapan yaitu tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan, dan tahap pengakhiran.

Pada tahap pembentukan, peneliti menjelaskan tentang pengertian dan tujuan kegiatan konseling kelompok, serta menjelaskan cara dan azas kegiatan konseling.

Kemudian dengan menggunakan teknik khusus peneliti melakukan permainan ringan yang bertujuan sebagai penghangatan dan pengakraban antar sesama anggota kelompok. Pada tahap peralihan peneliti mengamati apakah anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota kelompok.

Memasuki tahap kegiatan siswa kelas X TKR 2 yang diberikan layanan konseling kelompok masing-masing diberi kesempatan untuk mengemukakan masalah yang sedang mereka alami berkaitan dengan perilaku agresif. Salah satu siswa mengemukakan bahwa pada saat proses pembelajaran di kelas mereka seringkali ribut sehingga proses pembelajaran menjadi kurang efektif. Hal itu terjadi karena ada beberapa siswa yang mengobrol, berpindah-pindah tempat duduk, dan mengusili teman yang lain seperti mendorong dan menendang kursi, serta mengganggu. Tidak jarang guru memarahi mereka dan menganggap kelas X TKR 2 tidak bisa diatur,

(5)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora September 2019 eISSN 2657- 0998

395 namun ada juga guru yang cenderung membiarkan. Kemudian siswa yang lain diberikan kesempatan untuk memberikan masukan mengenai masalah tersebut secara bergantian. Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas.

Pada tahap pengakhiran peneliti dan anggota kelompok mengemukakan hasil kegiatan yang sudah dibahas dan membuat kesimpulan mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan di kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Kemudian anggota membuat kesepakatan untuk melakukan kegiatan konseling lanjutan dengan topik masalah yang berbeda.

Pada saat proses pemberian layanan konseling kelompok yang kedua dan ketiga dilakukan melalui tahapan yang sama namun dengan topik yang berbeda. Layanan konseling kedua membahas topik masalah bertengkar dengan teman sebangku. Ada siswa yang mengemukakan bahwa masalah ini terjadi karena awalnya siswa saling menghina dan mencaci-maki sehingga menyebabkan pertengkaran terjadi. Kemudian solusi yang diberikan oleh siswa lain yaitu agar siswa yang sering bertengkar bertukaran posisi duduk dan saling menghargai satu sama lainnya.

Pada layanan konseling kelompok ketiga membahas topik masalah suka mengejek teman. Siswa mengemukakan bahwa mengejek teman awalnya dilakukan karena iseng, namun ada beberapa siswa yang kurang senang dengan perilaku tersebut sehingga menimbulkan perkelahian. Anggota lain menyarankan agar sesama teman harus saling menghargai dan dapat mengurangi perilaku mengejeknya sehingga tidak menimbulkan keributan di kelas.

Setelah melaksanakan konseling kelompok maka langkah selanjutnya peneliti mengobservasi kembali melalui skala perilaku agresif kepada siswa dalam bentuk posttest.

Kemudian peneliti memberikan skor kepada tiap-tiap jawaban dari skala perilaku tersebut.

Data perilaku agresif siswa setelah diberikan layanan konseling kelompok adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Perilaku Agresif Siswa Setelah Konseling Kelompok No Kode

Siswa LK 1 LK 2 LK 3 Jumlah Rata2 Keterangan

1 AF 31 28 22 81 27 Rendah

2 BP 34 31 20 85 28 Rendah

3 DA 35 31 22 88 29 Rendah

4 DO 35 32 23 90 30 Rendah

5 FK 46 40 32 118 39 Tinggi

6 FS 36 31 22 89 29 Rendah

7 FH 35 30 20 85 28 Rendah

8 MR 38 33 24 95 31 Rendah

9 MT 35 28 22 85 28 Rendah

10 RV 34 29 23 86 28 Rendah

Jumlah 2

9 7

Rata-rata 2

9 , 7

(6)

396

Berdasarkan hasil skor skala perilaku agresif siswa dijelaskan angka ketercapaian rata-rata 29,7. Jumlah skor tersebut dapat diklasifikasikan dalam perilaku agresif kategori rendah persentasenya mencapai 90% dari jumlah siswa yang dijadikan responden, dan klasifikasi perilaku agresif kategori tinggi angka persentasenya mencapai 10%. Maka dapat dikatakan perilaku agresif siswa telah mengalami perubahan dari rata-rata awal 42,8 menjadi 29,7 setelah memperoleh layanan konseling kelompok.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji t, berikut ini disajikan perhitungan analisis data penelitian uji t one group pretest dan posttest. Jika signifikansi (sig) < 0,05, maka terdapat pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah layanan konseling kelompok. Diketahui t = 56,143 dengan signifikansi 0,000. Karena signifikansi

<0,05, maka dapat disimpulkan terjadi pengaruh yang signifikan antara sebelum diberikan layanan dan setelah diberikan layanan.

Nilai t tabel dapat dilihat pada tabel statistik untuk tingkat signifikansi 0,05:2 = 0,025 (uji 2 sisi) dan dengan derajat kebebasan (df) n- 1 atau 10 – 1 = 9. Hasil yang diperoleh untuk t tabel sebesar 2,262.

Kriteria pengujian jika –ttabel ≤ thitung ≤ t tabel, maka Ho diterima dan jika - thitung < -ttabel atau thitung > ttabel maka Ho ditolak. Nilai thitung > ttabel (56,143 >

2,262), maka Ho di tolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan perilaku agresif antara sebelum dan setelah diberikan layanan konseling kelompok. Dari rata-rata (mean) dapat diketahui bahwa rata-rata perilaku agresif setelah diberikan layanan konseling kelompok lebih rendah daripada sebelum diberikan layanan. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan adanya layanan konseling kelompok maka akan mengurangi perilaku agresif siswa. Atas dasar perhitungan tersebut maka berarti “Ada pengaruh positif dan signifikan dari layanan konseling kelompok terhadap perilaku agresif siswa kelas X TKR 2 di SMK Negeri 1 Bireuen”.

Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa ada penurunan perilaku agresif pada siswa kelas X TKR 2 di SMK Negeri 1 Bireuen setelah mendapatkan layanan konseling kelompok. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rata-rata perilaku agresif setelah adanya layanan konseling kelompok lebih rendah dibandingkan dengan sebelum mendapatkan layanan konseling kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa layanan konseling kelompok yang dilakukan selama 3 kali pertemuan sangat efektif untuk mengurangi perilaku agresif siswa.

Pelaksanaan konseling kelompok yang sudah dilakukan pada 10 siswa kelas X TKR 2 di SMK Negeri 1 Bireuen merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada siswa bertujuan untuk mengembangkan pribadi siswa guna mencapai suatu pemecahan masalah pribadi yang dialami siswa. Bantuan yang diberikan kepada siswa melalui layanan konseling kelompok memberikan dampak positif terhadap perkembangan terutama dalam mengurangi perilaku agresif siswa secara fisik (memukul, mendorong, berkelahi, merusak, mencubit, menendang, dan mengganggu) dan secara verbal (menghina, mancaci- maki, berkata kotor, membentak, menggunjing, dan berkata kasar). Tiap anggota dapat belajar tentang perilaku baru dari konseling kelompok dan dapat diterapkan dalam kehidupan masing-masing kelompok.

Selain itu menurunnya sikap agresifitas siswa setelah mendapatkan layanan konseling kelompok disebabkan melalui layanan konseling kelompok tersebut para siswa

(7)

Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora September 2019 eISSN 2657- 0998

397 yang memiliki agresifitas tinggi dan sangat tinggi memperoleh kesempatan untuk mengentaskan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, berdenyut, bergerak, berkembang, yang ditandai dengan adanya interaksi antara sesama anggota kelompok. Hal tersebut senada dengan pendapat Prayitno (1995: 24) yang menyatakan bahwa melalui konseling kelompok siswa dapat mengembangkan sikap dan membentuk perilaku yang lebih baik, mampu mengembangkan keterampilan sosialnya dalam dinamika kelompok seperti saling bekerjasama dan saling memahami satu sama lain.

Pelaksanaan kegiatan konseling kelompok bagi siswa lebih banyak berperan penting untuk merubah dirinya sendiri. Siswa akan menggunakan kognisinya untuk meresapi bahwa perilaku yang dilakukan tidak sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Misalnya peneliti sebagai konselor mencontohkan apa saja perilaku yang baik kepada siswa. Perilaku lain yang dapat ditampakkan dalam proses konseling kelompok yaitu dengan melakukan respon yang lebih baik dibandingkan perilaku yang sebelumnya.

Apabila siswa mendapat masalah maka siswa akan memandang bahwa masalah tersebut dapat diatasi sendiri tanpa merugikan orang lain. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sobur (2003: 121) yang menyatakan bahwa, manusia berkembang berdasar stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitar.

Bagi siswa kelas X TKR 2 SMK Negeri 1 Bireuen yang menjadi subjek dalam penelitian ini, pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti layanan konseling kelompok. Hal ini terlihat pada saat pelaksanaan layanan konseling kelompok dimana sebagian besar siswa menunjukkan adanya perubahan cara pandang tentang pentingnya mengurangi perilaku agresif dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil layanan konseling kelompok yang dilakukan, menunjukkan adanya gambaran bahwa setiap siswa yang telah mengikuti layanan konseling kelompok pada umumnya telah memiliki perubahan perilaku dengan baik.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perilaku agresif siswa sebelum mendapatkan layanan konseling kelompok adalah tinggi dan setelah mendapatkan layanan konseling kelompok menurun menjadi rendah.

2. Adanya pengaruh layanan konseling kelompok terhadap perilaku agresif siswa. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji hipotesis yang diperoleh thitung > ttabel.

DAFTAR PUSTAKA

Anjari, W. (2012). Tawuran Pelajar dalam Perspektif Kriminologis, Hukum Pidana, dan Pendidikan. http://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/majalah- ilmiah/article/view/28.

(8)

398

Jun Musnadi (2017). Analisis Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Sosialisasi Remaja di SMA Negeri Kaway XVI. Seminar Nasional USM. Vol. 1 Oktober 2017 : 466 – 474.

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghali Indonesia.

Prihantono, T. (2009). Faktor factor yang Mempengaruhi Membolos pada Mahasiswa.

Skripsi. Universitas Katolik Soegijaprana.

Sobur. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Suryabrata, S. 1990. Metode Penelitian II. Jakarta: Rajawali.

Referensi

Dokumen terkait

3 Unit Kerja merekap dan I Daftar Informasi Publik 3 han I Dokumen dan informasi mengumpulkan Informasi dan - 0 penode lalu dalam bentuk hardcopy, Dokumentasi publik yang belum

Wheezing, shortness of breath, and a persistent cough are all symptoms of asthma, which is a Clinical sickness with potential for episodic or chronic occurrence that affects the lower