• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN EMPATI SISWA MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "MENINGKATKAN EMPATI SISWA MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN EMPATI SISWA MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK IMPROVING STUDENT EMPATHY THROUGH GROUP GUIDANCE SERVICES

Oleh:

Susi Asmawati

SMPN SATAP 6 Konawe Selatan Email:susyasmawaty@gmail.com Kata Kunci:

Bimbingan

Kelompok; Empati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh layanan bimbingan kelompok terhadap empati siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian pra- eksperimen dengan desain One Group Pre-test and Post-test. Subjek penelitian ini berjumlah 8 siswa yang memiliki tingkat empati yang rendah.

Metode pengumpulan data adalah skala empati yang disebar ke 8 responden.

Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensial menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank. Hasil analisis data secara deskriptif menunjukkan bahwa skor empati pada siswa sebelum diberikan perlakuan berupa layanan bimbingan kelompok berada pada kategori rendah yaitu sebesar 50,77%. Setelah diberi perlakuan, skor empati siswa mengalami peningkatan sebesar 73,06%. Hasil analisis statistik inferensial menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank pada taraf signifikasi α = 0,05 diperoleh P-Value <

α (0,012 < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok berpengaruh secara signifikan terhadap empati siswa di SMP Negeri 6 Satap Konawe Selatan.

Keywords:

Group Guidance;

Empathy

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of counseling services on student empathy. It is pre-experimental research with One Group Pre-test and Post- test design. The subjects of this study were eight students who had low levels of empathy. The data collection method is an empathy questionnaire distributed to 8 respondents. The data analysis technique used descriptive and inferential analysis using the Wilcoxon Signed-Rank test. The results of descriptive data analysis showed that the empathy score for students before being given treatment in the form of group guidance services was in a low category, namely 50.77%. After being given treatment, the students' empathy scores increased by 73.06%. The results of inferential statistical analysis using the Wilcoxon Signed-Rank test at a significance level of a = 0.05 obtained P-Value < (0.012 <0.05). It means that group guidance services have a significant effect on student empathy.

(2)

Pendahuluan

Pendidikan adalah usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia dalam kehidupannya, manusia akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain dalam kehidupan bermasyarakat salah satunya sekolah, kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi. Dalam interaksi tidak terlepas dari yang namanya hubungan sosial yang mana salah satu sumbernya yaitu interaksi sosial yang terjadi di masyarakat, interaksi sosial yang terjadi di dalam masyarakat bersumber dari empati (Ramani, 2014:3).

Empati adalah keadaan memahami perasaan orang lain yang seolah-olah dialami individu itu sendiri yang berasal dari keadaan atau kondisi emosi orang lain yang mirip dengan keadaan atau emosi orang tersebut. Dalam proses hidup, manusia selalu membutuhkan orang lain mulai dari lingkungan terdekat yaitu keluarga hingga sampai pada orang yang mungkin tidak dikenal sama sekali, seperti contohnya orang yang bekerja di bidang jasa makanan dan minuman, jasa transportasi atau orang yang bekerja di bidang jasa kebersihan masyarakat mungkin saja tidak mengenal orang-orang yang bekerja di bidang tersebut tetapi tetap memerlukan bantuannya. Empati merupakan inti emosi moral yang membantu anak memahami perasaan orang lain. Empati membuat seseorang menjadi peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain, mendorongnya menolong orang lain yang kesusahan atau kesakitan, serta menuntutnya memperlakukan orang dengan kasih sayang. Empati yang kuat mendorong anak bertindak benar karena ia bisa melihat kesusahan orang lain sehingga mencegahnya melakukan tindakan yang dapat melukai orang lain. Kemampuan berempati merupakan kemampuan untuk paham, tentang rasa dan memberikan perhatian kepada orang lain.

Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain. Kemampuan empati ini mulai dapat dimiliki seseorang ketika menduduki masa akhir kanak-kanak awal (6 tahun) dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua individu memiliki dasar kemampuan untuk dapat berempati, hanya saja berbeda tingkat kedalaman dan cara mengaktualisasikannya (Hurlock, 1999: 118).

Berdasarkan hasil pra penelitian di SMP Negeri Satap 6 Konawe Selatan terlihat masih banyak siswa yang memiliki empati rendah terhadap teman ataupun lingkungan di sekitarnya. Hal ini didukung oleh informasi dari hasil wawancara tersebut bahwa banyak siswa yang menghina temannya, menertawakan teman saat dihukum, tidak mau berbagi dengan teman, banyak yang berkelompok-kelompok (geng) dan hanya mau membantu teman dalam kelompoknya saja, sehingga mengucilkan teman yang di luar kelompoknya, kemudian membedakan strata (tingkatan-tingkatan) diantara mereka, misalnya strata si pintar dan si bodoh. Sehingga akan berdampak kepada permusuhan dan sikap apatis siswa. Siswa belum dapat memahami kekurangan dan kelebihan mereka masing- masing sehingga mereka enggan untuk saling menolong sehingga tidak terjalin hubungan yang baik diantara mereka. Maka apabila keadaan seperti ini tidak segera ditangani dikhawatirkan akan berpengaruh kepada sikap sosial siswa yang tidak baik di sekolah.

Untuk menumbuhkan rasa empati pada siswa perlu adanya bimbingan terhadap anak, bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat dan kehidupan pada umumnya.

Romlah (2006: 8), menjelaskan bahwa bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial, sedangkan pengertian kelompok adalah dua orang atau lebih individu yang berinteraksi secara tatap muka, masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, mengetahui dengan pasti individu-individu lain yang menjadi anggota kelompok menyadari saling ketergantungan mereka yang positif dalam mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pengertian bimbingan dan kelompok di atas, dapat simpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok yang ditujukan untuk mencegah masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok merupakan layanan yang dapat meningkatkan sikap empati siswa. Kemampuan berempati siswa sangat penting dalam interaksi

(3)

sosial siswa agar peserta didik saling memahami kekurangan dan kelebihan mereka masing-masing, dengan kelebihan dan kekurangan itu akan membuat siswa semakin bijak dalam bertindak dan bergaul sehingga dapat membangun hubungan yang baik di antara mereka, sehingga diperluhkan untuk mengembangkan sikap empati pada siswa. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh layanan bimbingan kelompok terhadap empati siswa.

Empati

Empati berasal dari bahasa Yunani “photos” yang berarti perasaan yang mendalam, sehingga dapat diartikan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk mengenali, memersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Istilah ini pada awalnya digunakan oleh para teoritikus estetika untuk menjelaskan tentang kemampuan memahami pengalaman subjektif orang lain. Allport (dalam Taufik 2012: 39) mendefinisikan empati sebagai perubahan imajinasi seseorang ke dalam pikiran, perasaan, dan perilaku orang lain.

Aspek-aspek empati

Menurut Farid (2014: 502), ada beberapa aspek-aspek empati yaitu:

1. Perspective talking, yaitu kecenderungan seseorang untuk mengambil sudut pandang orang lain secara spontan.

2. Fantasy, yaitu kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayal dalam buku, film, sandiwara yang dibaca atau ditonton.

3. Emphatic concem, yaitu perasaan simpati yang berorientasi kepada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan yang dialami orang lain.

4. Personal distress, yaitu kecemasan pribadi yang berorientasi pada diri sendiri serta kegelisahan dalam menghadapi setting interpersonal yang tidak menyenangkan. Personal distress bisa disebut sebagai empati negatif (negative emphatic).

Faktor-faktor yang memengaruhi empati

Menurut Shapiro (Taufik, 2012: 44) mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi empati yaitu sosialisasi, perkembangan kognitif, mood end feeling, situasi dan tempat, komunikasi.

1. Sosialisasi, dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami sejumlah emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berfikir tentang orang lain.

2. Perkembangan kognitif, empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif yang bisa dikatakan kematangan kognitif, sehingga dapat melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain berbeda.

3. Mood end feeling, situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya akan memengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap perasaan dan perilaku orang lain.

4. Situasi dan tempat, situasi dan tempat tertentu dapat memberikan pengaruh terhadap proses empati seseorang. Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibanding situasi yang lain.

5. Komunikasi, pengungkapan empati dapat dipengaruhi oleh komunikasi (bahasa) yang digunakan seseorang. Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang komunikasi yang terjadi akan menjadi hambatan pada proses empati.

Faktor baik psikologis maupun sosiologis yang memengaruhi proses empati menurut Goleman (2002: 102):

1. Sosialisasi, dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami sejumlah emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berfikir tentang orang lain.

2. Perkembangan kognitif, empati dapat berkembang seiring dengan perkembangan kognitif yang mengarah kepada kematangan kognitif, sehingga dapat melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (berbeda).

3. Mood dan feeling, situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya akan memengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap perasaan dan perilaku orang lain

(4)

4. Komunikasi, pengungkapan empati dipengaruhi oleh komunikasi (bahasa) yang digunakan seseorang. Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang komunikasi yang terjadi akan menjadi hambatan dalam proses empati.

Upaya membangun empati

Menurut Muwafik (2012: 231-232), empati dibentuk melalui diri pribadi antara lain:

1. Kesediaan belajar memaknai pengalaman emosi pribadi dengan berusaha mengenali secara baik perasaan sendiri menjadi modal dalam memahami perasaan orang lain, diri kita merupakan orang lain itu sendiri. Semakin mengenal diri kita semakin mengenal orang lain.

2. Mengembangkan kepekaan (sensitivitas sosial), melalui membuka pikiran, mata, telinga dan hati, secara terpadu setiap realitas sehingga muncul rasa kepedulian terhadap orang lain dan lingkungan.

3. Kesedian merasakan, mendengarkan, dan memahami orang lain, sikap empati tidaklah muncul dengan sendirinya, namum keinginan untuk merasakan apa yang dialami orang lain.

4. Kesediaan keluar zona nyaman pribadi menuju zona orang lain dengan berusaha memikirkan dan peduli kepada kebutuhan orang lain. Dahulukan kepentingan orang lain dibanding diri sendiri.

5. Belajar melihat dari masalah dari sudut pandang orang lain. Akan mendekatkan hubungan antar manusia dan memudahkan untuk memahami orang lain sehingga akan muncul kepedulian dan kesediaan untuk membantu.

Bimbingan kelompok

Prayitno (2004: 302) layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari pemimpin kelompok atau narasumber tertentu dan membahas secara bersama- sama pokok bahasan tertentu (pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial) yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari, baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputasan. Lebih lanjut lagi, kesempatan mengemukakan pendapat, tanggapan dan berbagai reaksi pun dapat merupakan peluang yang amat berharga bagi siswa. Kesempatan timbal balik inilah yang merupakan dinamika dari kehidupan kelompok yang akan membawa kebermanfaatan bagi para anggotanya.

Wibowo (2005: 17) menyatakan bahwa bimbingan kelompok di mana pimpinan kelompok menyediakan informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Dari beberapa pengertian bimbingan kelompok di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, saran dan sebagainya.

Tujuan layanan bimbingan kelompok

Menurut Prayitno (2004 : 2) bahwa tujuan dari bimbingan kelompok ada dua, yaitu tujuan khusus dan tujuan umum:

1. Tujuan umum layanan bimbingan kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan.

2. Tujuan khusus dari bimbingan kelompok adalah membahas topik-topik tertentu yang mengandung permasalahan aktual (“hangat”) dan menjadi perhatian peserta. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif.

Manfaat layanan bimbingan kelompok

Manfaat layanan bimbingan kelompok menurut Sukardi (dalam Tohirin 2012: 42) yaitu:

1. Diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan berbagai hal yang terjadi di sekitarnya.

(5)

2. Memiliki pemahaman yang objektif, tepat dan cukup luas tentang berbagai hal yang mereka bicarakan.

3. Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri lingkungan yang berhubungan dengan hal- hal yang mereka bicarakan dalam kelompok.

4. Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil sebagaimana yang mereka programkan semula.

Asas-asas layanan bimbingan kelompok

Prayitno (2004 : 13) Ada beberapa asas dalam layanan bimbingan kelompok yaitu:

1. Asas keterbukaan, asas bimbingan kelompok yang menghendaki agar anggota kelompok untuk bersikap terbuka dalam memberikan informasi.

2. Asas kesukarelaan, asas bimbingan kelompok yang menghendaki para peserta anggota kelompok untuk sukarela dalam mengikuti kegiatan.

3. Asas kegiatan adalah setiap anggota yang ada di dalam kelompok masing-masing harus mengeluarkan pendapatnya dan apabila pendapatnya sama dengan teman kelompoknya maka harus mengulang kembali apa yang dikatakan oleh teman kelompok tersebut. Artinya anggota tidak boleh mengatakan pendapatnya sama dengan teman anggota lainnya.

4. Asas kenormatifan yaitu asas yang menghendaki tata krama dan cara berkomunikasi yang baik dan masih dalam batas norma yang berlaku.

Tahap-tahap layanan bimbingan konseling

Kegiatan bimbingan kelompok berlangsung dalam beberapa tahap. (Prayitno, 2004: 65 ) Adapun tahap-tahap dalam bimbingan kelompok adalah sebagai berikut.

1. Tahap pembentukan, tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri di dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan masing- masing anggota. Pemimpin kelompok menjelaskan cara-cara dan asas-asas kegiatan bimbingan kelompok. Selanjutnya pemimpin kelompok mengadakan permainan untuk mengakrabkan masing- masing anggota sehingga menunjukkan sikap hangat, tulus dan penuh empati.

2. Tahap peralihan, sebelum melangkah lebih lanjut ketahap kegiatan kelompok yang sebenarnya, pemimpin kelompok menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anggota kelompok pada tahap kegiatan lebih lanjut dalam kegiatan kelompok. Pemimpin kelompok menjelaskan peranan anggota kelompok dalam kegiatan, kemudian menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya. Dalam tahap ini pemimpin kelompok mampu menerima suasana yang ada secara sabar dan tebuka.

3. Tahap kegiatan, tahap ini merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Namun, kelangsungan kegiatan kelompok pada tahap ini amat tergantung pada hasil dari dua tahap sebelumnya. Jika dua tahap sebelumnya berhasil dengan baik, maka tahap ketiga itu akan berhasil dengan lancar. Pemimpin kelompok dapat lebih santai dan membiarkan para anggota sendiri yang melakukan kegiatan tanpa banyak campur tangan dari pemimpin kelompok. Disini prinsip tut wuri handayani dapat diterapkan. Tahap kegiatan ini merupakan tahap inti di mana masing- masing anggota kelompok saling berinteraksi memberikan tanggapan dan lain sebagainya yang menunjukkan hidupnya kegiatan bimbingan kelompok yang pada akhirnya membawa ke arah bimbingan kelompok sesuai tujuan yang diharapkan menumbuhkan dinamika kelompok di dalam kegiatan bimbingan kelompok tersebut.

4. Tahap pengakhiran, pada tahap ini merupakan tahap berhentinya kegiatan. Dalam pengakhiran ini terdapat kesepakatan kelompok apakah kelompok akan melanjutkan kegiatan dan bertemu kembali serta berapa kali kelompok itu bertemu. Dengan kata lain, kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan melakukan kegiatan.

(6)

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2019 sampai Agustus 2020. Jenis penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimen dengan desain one group pre-test and post-test. Subjek penelitian ini berjumlah 8 siswa yang memiliki tingkat empati yang rendah. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala empati. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif persentase untuk mengetahui gambaran pre-test dan post-test empati siswa dan analisis statistic inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil pre-test dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1 Skor Pre-test Siswa

NO Nama Skor % Kategori 1. AH 168 72,41 Tinggi 2. AD 158 68,10 Tinggi 3. RS 153 65,94 Tinggi Rata-rata 159,6 68,82 Tinggi

NO Nama Skor % Kategori 1. CA 115 49,56 Rendah 2. RT 121 52,16 Rendah 3. NB 124 53,45 Rendah 4. IT 112 48,28 Rendah 5. FA 117 50,43 Rendah Rata-rata 117,8 50,77 Rendah

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa rasa empati siswa sebelum diberikan perlakuan (pre-test) rata-rata persentase rasa empati siswa mencapai 68,82 % dari 3 siswa dalam kategori tinggi, sedangkan 50,77% dari 5 siswa dalam kategori rendah.

Hasil post-test dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2

Skor Hasil Post-test Siswa

NO Nama Skor % Kategori 1. AH 191 82,33 Sangat Tinggi

2. AD 181 78,01 Tinggi

3. RS 177 76,29 Tinggi

Rata-rata 183 78,87 Tinggi

NO Nama Skor % Kategori

1. CA 170 73,28 Tinggi

2. RT 167 71,98 Tinggi

3. NB 161 69,39 Tinggi

4. IT 158 68,10 Tinggi

5. FA 151 65,08 Tinggi

Rata-rata 161,4 69,56 Tinggi

(7)

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa rasa empati siswa sesudah diberikan perlakuan (post-test) termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini dapat dilihat dari 8 subjek terdapat 1 siswa yang berada pada kategori sangat tinggi dan 7 siswa berada pada kategori tinggi.

Analisis statistik inferensial

Analisis data untuk mengetahui apakah layanan bimbingan kelompok dapat berpengaruh terhadap rasa empati siswa dilakukan analisis statistik non parametrik dengan uji wilcoxon. Hasil perhitungan uji wilcoxon dengan menggunakan SPSS 16 selengkapnya bisa dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3

Uji Wilcoxon Signed Rank Test Statisticsb

Post – Pre

Z -2.527a

Asymp. Sig. (2-tailed) .012

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Berdasarkan analisis statistik inferensial dengan menggunakkan uji wilcoxon pada taraf signifikansi α = 0,05 diperoleh Pvalue = 0,012. Pvalue < α (0,012 < 0,05) dengan demikian hipotesis penelitian diterima. Hal ini berarti layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan rasa empati pada diri siswa.

Pembahasan

Empati dalam diri manusia dapat menimbulkan sikap peduli kepada sesama. Awalnya sikap ini dapat timbul karena adanya suatu keadaan yang mendukung seseorang untuk peduli kepada orang lain.

Berempati membuat seseorang mampu menepatkan diri dalam posisi orang lain, utamanya orang- orang yang tengah berada dalam kesulitan, kesusahan, penderitaan, ketertindasan, atau yang membutuhkan perhatian dan pertolongan.

Orang yang tidak memiliki sikap empati dapat terjadi kesenjangan dalam hidupnya maupun kondisi sosialnya. Sedangkan, orang yang memiliki rasa empati terhadap sekelilingnya memiliki kepekaan terhadap orang-orang di sekitarnya Kemampuan seseorang memiliki rasa empati dalam dirinya mampu memecahkan permasalahan serta memiliki banyak sisi positif yang menumbuhkan sikap lebih objektif dalam menyelesaikan permasalahan. Seseorang yang tidak memiliki sikap empati sulit melakukan interaksi dengan orang lain. Rasa tidak peduli dapat menimbulkan kesenjangan dalam diri sehingga membuat orang sekitar tidak nyaman akan keberadaannya. Dalam pencapaiannya layanan bimbingan kelompok dapat menimbulkan perasaan empati seseorang melalui contoh-contoh maupun latihan yang diberikan oleh pemimpin kelompok yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, menimbulkan kepekaan lebih dalam diri, rasa peduli dan pengertian dalam keadaan atau situasi yang ada, rasa empati dapat muncul dalam diri siswa.

Layanan bimbingan kelompok berpengaruh dalam peningkatan empati siswa, sebagaimana yang diperoleh sebagai hasil dalam penelitian ini bahwa tingkat empati siswa mengalami peningkatan sebesar 15,52% setelah diberikan treatment. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriati, dkk (2019) dengan judul meningkatkan sikap empati siswa SMP melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama, sebelum diberikan layanan hasil penelitian memerlihatkan bahwa siswa berada dalam kategori rendah yaitu sebesar 59,90% sedangkan setelah diberikan layanan, kategori meningkat menjadi tinggi yaitu sebesar 73,70%. Penelitian yang dilakukan oleh Ekayanti & Sumarwoto (2015) bahwa melalui layanan bimbingan kelompok berbantuan teknik problem solving dapat meningkatkan sikap empati siswa kelas X AV 1 SMK Negeri 1 Jiwan Kabupaten Madiun. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Marice, Lip &

(8)

Slamat (2017) meyatakan bahwa pelaksanaan bimbingan kelompok pada pertemuan pertama siswa kebanyakan tidak menanggapi teman yang sedang menyampaikan pendapat. Hanya ada satu siswa yang mampu menunjukkan empatinya seperti menghargai teman yang sedang berbicara dengan cara merespon dan memberi tanggapan, siswa ini digolongkan dengan indikator empati. Pertemuan kedua ada enam siswa sudah mencakup indikator empati memikirkan, memahami, merasakan dan mengomunikasikan seperti siswa aktif bertanya, berani mengemukakan pendapatnya dan mampu merespon tanggapan temannya. Pertemuan ketiga kali ini semua siswa sudah aktif berargumen dan bertanya tanpa ditunjuk oleh pemimpin kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa indikator empati telah diwujudkan oleh setiap siswa.

Proses bimbingan kelompok menciptakan dinamika menjadi dasar terciptanya suatu pemahaman baru pada siswa baik siswa yang masalahnya sedang dibahas maupun peserta kelompok lain yang menjadi bagian dalam kelompok, dapat merumuskan suatu langkah dan pola pikir baru yang lebih membangun perkembangan diri. Keberhasilan implementasi layanan bimbingan kelompok untuk mengefektifkan rasa empati pada siswa tidak dapat dipisahkan dari antusiasme siswa dalam bimbingan kelompok. Peningkatan empati siswa hanya dapat dicapai jika siswa benar-benar menerapkan keputusan yang telah dirumuskan selama proses bimbingan.

Proses keberhasilan pemberian layanan bimbingan kelompok memiliki tingkatan pengaruh keberhasilan yang tinggi dikarenakan faktor teman sebaya. Pemberian bimbingan kelompok melalui bantuan dari teman sebaya bertujuan memberikan siswa motivasi memperbaiki dirinya dan menekankan bahwa hal yang akan dilakukan bukan hanya berlaku untuk dirinya sendiri melainkan juga untuk orang lain juga sehingga proses layanan bimbingan kelompok dapat terindikasi keberhasilannya.

Layanan bimbingan kelompok dilakukan dalam keadaan sadar dan sesuai dengan perjanjian dalam diri bahwa ada keinginan untuk berkembang maka siswa dapat merubah dirinya menjadi leboh optimal. Perkembangan optimal siswa juga didukung oleh interaksi yang terjadi antar kelompok dan kerjasama oleh anggota kelompok. Kepedulian awalnya dibangun oleh pemimpin kelompok diberikan kepada anggota kelompok sehingga anggota kelompok termotivasi untuk berubah dan berkembang menjadi lebih baik. Adanya keberagaman karakter siswa dalam pemberian layanan bimbingan kelompok membuat siswa tidak merasa jenuh maupun bosan. Para siswa lebih merasa santai dan menikmati pemberian proses layanan.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, analisis deskriptif persentase dan analisis inferensial menunjukkan bahwa rasa empati siswa dari 8 subjek penelitian mencapai peningkatan sebesar 15,52%. Maka dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok berpengaruh dalam meningkatkan rasa empati siswa.

Saran

Beberapa saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) bagi guru BK, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif layanan yang dapat meningkatkan rasa empati siswa, 2) bagi siswa, dapat mengaplikasikan hal-hal yang telah diberikan selama mengikuti proses pemberian layanan bimbingan kelompok, dan 3) bagi peneliti-peneliti lain yang memiliki minat untuk mengangkat masalah yang sama, hendaknya dapat mengaji penyelesaian masalah yang sama serta memberikan berbagai macam alternatif penyelesaian masalah.

Daftar Pustaka

Ekayanti, N. A., & Sumarwoto, V. T. (2015). Peningkatan Sikap Empati Melalui Bimbingan Kelompok Berbantuan Teknik Problem Solving pada Siswa Kelas X.A.V.1 SMK Negeri 1 Jiwan Kabupaten Madiun. Counsellia: Jurnal Bimbingan Konseling, 5 (2), 22-36.

(9)

Elizabeth, H. (1999). Perkembangan Anak Jilid 2 Edisi Keenam. (Terjemahan Med. Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zakaria). Jakarta: Erlangga.

Farid, M. (2014). Cerita Bertema Moral dan Empati Remaja Awal. Jurnal Psikologi, 7 (3).

Goleman. (1998). Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Marice, Lip, I., & Slamat, F. (2017). Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Empati Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 7 Singkawang. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia, 2(1), 15- 18.

Muwafik. (2012). Membangun Karakter dengan Hati Nurani. Jakarta: Erlangga.

Prayitno. (2004). Layanan Bimbingan Kelompok. Padang: Universitas Negeri Padang.

Ramani, P. (2015). Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok terhadap Peningkatan Empati Siswa Kelas X SMAN 4 Pekanbaru TP. 2014/2015. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 2 (2), 2-14.

Romlah, T. (2001). Teen dan Praktek Bimbingan dan Konseling. Malang: Universitas Negeri Malang.

Taufik, (2012). Empati: Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo.

Tohirin. (2015). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis integrasi). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Wibowo, M. E. (2005). Konseling kelompok perkembangan. Semarang: UNNES Press.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Layanan bimbingan kelompok dijadikan pilihan layanan untuk meningkatkan hubungan sosial siswa terhadap teman sebaya karena layanan bimbingan kelompok merupakan

Belajar mengidentifikasi perasaan orang–orang yang berarti dalam hidupnya (singnificant others), sehingga mampu menunjukan kecapan yang lebih baik untuk bersikap empati,

Tindak lanjut layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan kedisiplinan belajar siswa di SMAN 1 Tambun Utara, pada tahapan ini yaitu selain untuk bertujuan

Dari manfaat layanan bimbingan ke- lompok tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat dari layanan bimbingan kelompok adalah kesempatan berkontak dengan siswa dari

Pada tahap pembentukan, pemimpin kelompok masih menjelaskan tentang pengertian, tujuan, manfaat serta asas-asas bimbingan kelompok. Dengan maksud agar anggota

Keadaan dan situasi dalam pelaksanaan layanan bimbingan kelompok, sangat efektif bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan beradaptasi, karena tanpa disadari setiap

Berdasarkan beberapa pengertian layanan bimbingan kelompok di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok yang dilakukan oleh

Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah layanan bimbingan kelompok dengan teknik homeroom mampu meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas XI IPS 4