• Tidak ada hasil yang ditemukan

metode dakwah majelis ta'lim al-hidayah dalam

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "metode dakwah majelis ta'lim al-hidayah dalam"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

METODE DAKWAH MAJELIS TA’LIM AL-HIDAYAH DALAM MENANAMKAN AKHLAKUL KARIMAH PADA KALANGAN REMAJA

DESA LABUHAN RATU VI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2018/2019

Oleh :

ESI ELFIKA SARI NPM.14125396

Jurusan : Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas : Ushuludin, Adab, dan Dakwah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO TAHUN 1440 H/ 2018 M

(2)

METODE DAKWAH MAJELIS TA’LIM AL-HIDAYAH DALAM MENANAMKAN AKHLAKUL KARIMAH PADA KALANGAN REMAJA

DESA LABUHAN RATU VI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2018/2019

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

ESI ELFIKA SARI NPM.14125396

Pembimbing I : Hemlan Elhany, S. Ag, M. Ag Pembimbing II : Ika Selviana, MA., Hum

Jurusan: Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas: Ushuluddin, Adab, dan Dakwah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO TAHUN 1439 H/ 2018 M

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

METODE DAKWAH MAJELIS TAKLIM AL- HIDAYAH DALAM MENANAMKAN AKHLAKUL KARIMAH PADA KALANGAN REMAJA

DI DESA LABUHAN RATU VI LAMPUNG TIMUR TAHUN 2018/2019.

Oleh:

Esi Elfika Sari

Penelitiaan ini berjudul “ Metode Dawah Majelis Taklim Al-Hidayah Dalam Mennamakan Ahklakul Karimah Pada Kalangan Remaja Di Desa Labuahn Ratu 6”. Majelis taklim sebagai salah satu bentuk pendidikan Islam yang bersifat nonformal nampak sangat dibutuhkan di kalangan masyarakat Islam, sebagai pengamalan agama dan sarana untuk meningkatkan akhlakul karimah remaja.

Berdasarkan hal tersebut yang menjadi bahan rumusan masalah dalam skripsi penulis yaitu bagaimana metode dakwah majelis taklim al-hidayah dalam menanamkan akhlakul karimah pada kalangan remaja di desa labuahan ratu 6.

Tujuan penelitian ialah mengetahui metode dakwah majelis taklim al- hidayah dalam menanamkan akhlakul karimah pada kalangan remaja di Desa labuahan Ratu 6. Jenis penelitian yang digunakan penelitian kualitatif . sumber data dalam penelitian ini ketua majelis taklim, pembina, dan remaja selaku sebagai jamaah dalam majelis taklim al-hidayah.

Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dokumetasi. Pada prosesnya majelis taklim al-hidayah berfungsi antara lain sebagai tempat kajian Islam di masyarakat dan pusat pengembangan dakwah.

adapun metode dakwah yang diberdayakan tersebut dapat meningkatkan akhlakul karimah pada remaja di labuahan ratu 6, seperti metode mutaba’ah yaumiyah (buku amalan sehari-hari), bil-lisan (kajian ilmu fiqih), metode dakwah dengan rihlah (hiburan).

Namun berangsurnya waktu keberadaan majelis taklim al-hidayah sangat penting, karena banyak hal-hal positif yang diperoleh oleh remaja di Desa labuahn Ratu 6, terlebih dalam hal ahklakul karimah yang semakin membaik serta ilmu keagmaan yang mendalam. Berikut beberapa faktor pendukung untuk memperbaiki akhlakul karimah yaitu faktor internal ( faktor ideologi, remaja menyadari bahwa mereka minim akan pengetahuan syariat dan ajaran agama Islam) dan faktor eksternal diantaranya faktor keluarga dan faktor lingkungan.

Faktor penghambat masa remaja bisa dibilang adalah masa pencarian jati diri, hal ini terlihat masih ada beberapa remaja laki-laki maupun perempuan yang ada di majelis taklim al-hidayah yang imannya kadang naik dan juga turun, sehingga hal ini berpengaruh pada jumlah anggota majelis taklim.

(7)
(8)

MOTTO

































Artinya : dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

(Quran Surat Al-Ma’idah Ayat 2)

(9)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayah-Nya, maka akan penlis persembahkan karya ini kepada:

1. Kedua Orang Tua tercinta Bapak Sarwono dan Ibu Siti Improhatin yang terbaik, penuh kasih sayang, perhatian, kesabaran dan pengorbananyang tak pernah lelah mendoakan untuk keberhasilan anak-anaknya.

2. Adik tersayang, Khoirul Irvan Syah yang membantu memberikan semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Sahabat-sahabatku terimakasih atas motivasi dan semangat kerja keras yang selalu diberikan kepada penulis.

4. Dosen-dosen yang telah membagi ilmu pengetahuan kepada penulis.

5. Almamater tercinta IAIN Metro.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

NOTA DINAS ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ORISINILITAS PENELITIAN ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Penelitian Relevan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Dakwah ... 11

1. Pengertian Dakwah ... 11

2. Pengertian Metode Dakwah ... 17

3. Macam-Macam Metode Dakwah. ... 23

B. Majelis Ta’lim ... 26

1. Pengertian Majelis Ta’lim ... 26

2. Tujuan Majelis Ta’lim... 28

3. Pengertian Akhlakul Karimah ... 29

4. Pengertian Remaja. ... 38

5. Batasan Usia Remaja... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 43

B. Sumber Data ... 44

C. Teknik Pengumpulan Data ... 45

D. Teknik Penjamin Keabsahan Data ... 48

E. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Gambaran Umum Desa Labuhan Ratu VI Lampung Timur. ... 50

1. Sejarah berdirinya Desa Labuhan Ratu VI... 50

2. Sejarah Pemerintahan Desa Labuhan Ratu VI. ... 52

3. Visi Dan Misi Desa Labuhan Ratu VI Lampung Timur. ... 56

(12)

B. Gambaran Umum Penelitian Di Majelis Taklim Al-Hidayah... 57

1. Sejarah Terbentuknya Majelis Taklim Al-Hidayah ... 58

2. Visi Majelis Taklim Al-Hidayah. ... 61

3. Misi Majelis Taklim Al-Hidayah. ... 61

4. Struktur Organisasi Majelis Taklim. ... 62

C. Analisis Metode Dakwah Majelis Taklim Al-Hidayah Dalam Menanamkan Ahklakul Karimah Pada Kalangan Remaja Di Desa Labuhan Ratu VI. ... 62

1. Metode Dakwah yang di gunakan Majelis Taklim Al- Hidayah Di Desa Labuhan Ratu VI. ... 67

2. Bagaimana Dampak Dari Metode Yang Di Gunakan Di Majelis Taklim Al-Hidayah Untuk Menanamkan Akhlakul Karimah Pada Remaja Di Desa Labuhan Ratu VI. ... 74

3. Faktor Penghambat Dan Pendukung Dalam Majelis Taklim Al- Hidayah Di Desa Labuahan Ratu VI. ... 76

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Simpulan ... 79

B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN –LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kartu Bimbingan Skripsi 2. Alat Pengumpul Data (APD) 3. Outline

4. Nota Dinas 5. SK bimbingan

6. Surat Tugas Dari IAIN Metro

7. Surat Izin Riset Di Desa Labuhan Ratu VI Lampung Timur

8. Surat Balasan Izin Riset Di Desa Labuhan Ratu VI Lampung Timur 9. Foto-Foto Dokumentasi Penelitian

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dakwah tidak dapat dipisahkan dari Islam yang merupakan agama rahmatan lil alamin yang menanamkan kasih sayang terhadap sesama mahluk hidup, tidak saling menyakiti tapi saling menjaga dan memelihara dakwah Islam juga suatu cara bagaimana seseorang menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada umat manusia dan mengajak atau menyeru mereka untuk terus beriman kepada Allah SWT dan mencintai Rasullulah SAW serta mengajarkan apa-apa diperintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi larangan- larangannya dengan penuh keikhlasan juga menjalankan sunnah Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari. Allah berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Imran Ayat 104

وُأَو ِّرَكنُمْل أ ِّنَع َنْوَ ْنَْيَو ِّفوُرْعَمْل أِّب َنوُرُمْأَيَو ِّ ْيَْخْل أ َلَ إ َنوُع ْدَي ٌةَّمُأ ْ ُكُنِّ م نُكَتْلَو ِ ُ ُُ ََِِّئَٰٓل

َنوُحِّلْفُمْل أ

Artinya : (dan hendaklah ada di antara kamu, satu golongan yang mengajak (manusia) kepada kebaikan, dan menyuruh mereka melakukan yang baik dan mencegah mereka dari perbuatan munkar dan mereka itulah orang–orang yang berhasil).1

Ayat ini menegaskan bahwa hasil dari mengajak dalam kebaikan dan mencegah yang munkar itu adalah nyata. Dan hendaklah ada dari kalian sejumlah orang yang bertugas untuk menegakkan perintah Allah. Di sini

1 QS. Ali- Imron (3) : 104.

(15)

dijelasakan bahwa Allah SWT, memperintahkan agar supaya di antara umat Islam, ada golongan umat yang dengan tegas menyerukan kepada kabaikan, menyuruh kepada yang makruf (baik) dan mencegah dari yang mungkar (keji). dan mengajak dengan cara yang baik. Perintah ini yang perlu untuk kita laksanakan, sebagaimana telah menjadi kewajiban setiap muslim dalam menjalankan aktifitas dakwah.

Dakwah merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengubah suatu kaum kepada yang lebih baik dan sempurna, baik kepada individu maupun masyarakat. Dakwah Islam dapat dipahami sebagai kegiatan mengajak, mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah (pengetahuan) untuk meniti di jalan Allah dan istiqomah di jalan-Nya, serta berjuang bersama meninggikan agama Allah.2

Dakwah menjadi suatu keharusan bagi setiap individu muslim dan muslimah untuk menyiarkan nilai-nilai agama Islam. Keberadaanya menjadikan Islam tegak dan kokoh di atas muka bumi ini. Aktifitas dakwah yang maju akan membawa pengaruh terhadap kemajuan agama. Sebaliknya aktifitas dakwah yang lesu berakibat pada kemunduran agama. Oleh karena itu, maka dapat dimengerti jika Islam meletakan kewajiban berdakwah di pundak setiap pemeluknya.

Metode dakwah penting digunakan saat proses dakwah berlangsung karena metode dakwah merupakan strategi yang menentukan keberhasilan dakwah seorang da’i di masyarakat. Ada ungkapan yang berkata bahwa tata

2 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2003) h. 1.

(16)

cara atau metode dakwah lebih penting dari materi yang dalam bahasa Arab dikenal dengan Al-Thariqah ahammu min Al-maddah.3

Dengan demikian sangatlah dibutuhkan segolongan umat yang mampu mengingatkan dan mengajak kembali kepada jalan yang lebih baik.

Upaya yang dilakukan dalam memperbaiki karakter jiwa manusia yang lebih baik tentu tidak terlepas dari kegiatan dakwah.

Dimana dakwah adalah upaya yang dilakukan oleh seorang da’i atau dai’ah menyampaikan nilai-nilai ke Islaman kepada mad’u atau masyarakat tanpa memandang siapa mereka, dari suku mana, ataupun lain sebagainya.

Setiap individu mempunyai kewajiban untuk berdakwah baik dengan Bil Lisan, Bil Hal, maupun Bil Qolam, metode mana yang akan diterapkan oleh seorang dai’i, itu tergantung pada kondisi apa dan siapa mad’u yang menjadi sasaran dakwahnya. Dan dengan kapasitas ilmu yang dimiliki serta sesuai dengan Al-Quran dan hadits.

Oleh sebab itu perlu adanya sistem pembinaan, seperti majlis taklim, atau sering dikenal dengan sebutan halaqoh, guna agar lebih efektif dalam memberikan pemahaman tentang Islam, terutama dalam pembinaan ahklak.

Untuk itu dakwah haruslah dikemas dengan cara dan metode yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual, faktual dan kontekstual. aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat.

Faktual dalam arti konkret dan nyata, serta kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problem yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Para juru

3 Habibi Abdullah, Kelengkapan Dakwah, (Semarang: Kalam Mulia, 2005) h. 3.

(17)

dakwah, hendaknya memiliki ilmu dari segala bidang ilmu yang dapat diramu untuk mengetahui keadaan yang dibutuhkan oleh mad’u.

Peneliti melakukan survei di majelis ta’lim Al-Hidayah di Desa Labuhan Ratu VI Lampung Timur, bahwasanya seorang da’i cukup baik dalam menyampaikan dakwahnya namun pada saat da’i selesai menyampaikan materinya, masih ada beberapa remajanya belum bisa menerapkan dengan baik apa yang telah di sampaiakn oleh da’i tersebut.

Menurut ibu Wahyumi sebagai tokoh dakwah di Desa Labuahan Ratu VI Lampung Timur mengatakan bahwasanya, akhlakul karimah saat ini diabaikan oleh remaja, remaja susah diatur oleh orang tua dan berani melawan perkataan orang tua, jarang mengikuti perkumpulan keagamaan, tidak melakukan ibadah sholat lima waktu, tidak bisa membatasi pergaulan, belum bisa istiqomah dalam berhijab, mudah terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat negatif, serta ukhuwah Islamiyah yang sangat rendah. Setelah mengetahui fenomena yang terjadi maka dakwah tersebut dapat dikatakan belum berhasil. Para remajanya hanya menerima pesan dan ilmu dari seorang da’i, namun belum mampu menerapkan di kehidupan sehari-hari.4

Berdasarkan survei yang peneliti lakukan dapat dijelaskan bahwa persoalan metode dakwah perlu mendapat perhatian, dikaji, dan diteliti.

Karena metode dakwah merupakan suatu unsur penting atas tercapainya keberhasilan dakwah khususnya dalam organisasi majelis taklim Al-hidayah di Desa Labuhan Ratu VI Lampung Timur.

4Wawancara: Pada Tanggal 10 Februari 2018 Dengan Ibu Wahyumi Seorang Tokoh Dakwah Mengenai Permasalahan Remaja Di Desa Labuahan Ratu VI Lampung Timur.

(18)

Dari permasalahan yang ada di dalam majelis taklim Al-Hidayah tersebut penulis tertarik mengangangkat tema “Metode Dakwah Majelis Ta’lim Al-Hidayah dalam menanamkan Akhlakul Karimah pada kalangan remaja di Desa Labuhan Ratu VI Lampung Timur”. Karena penulis menganggap permasalahan ini layak untuk diteliti.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian di atas, maka pertanyaan penelitian meliputi:

1. Metode Dakwah Apa Yang Digunakan Majelis Taklim Al-Hidayah Dalam Menanamkan Akhlakul Karimah Pada Remaja Di Labuhan Ratu VI ?

2. Bagaimana Dampak Dari Metode Dakwah Di Majelis Taklim Al- Hidayah Dalam Menanamkan Akhlakul Karimah Pada Remaja Di Labuhan Ratu VI?

3. Apa Faktor Penghambat Dan Pendukung Dalam Menanamkan Akhlakul Karimah Pada Remaja Di Labuhan Ratu VI ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu:

a. Untuk mengetahui metode dakwah di majelis taklim al-hidayah dalam menanamkan akhlakul karimah remaja Desa Labuhan Ratu VI.

(19)

b. Untuk mengetahui dampak dari metode dakwah di majelis taklim al-hidayah dalam menanamkan akhlakul karimah pada remaja Labuhan Ratu VI.

c. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam menanamkan akhlakul karimah pada remaja didesa labuhan ratu VI.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

1) Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah (keilmuan) karya ilmiah di bidang dakwah dalam rangka peningkatan akhlakul karimah.

2) Bagi peneliti sebagai pengalaman dan pendorong bekal untuk mengadakan penilitian lebih lanjut.

b. Manfaat praktis

1) Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan, serta dapat memberikan kontribuksi pemikiran, bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai praktek metode ilmu dakwah yang digunakan majelis taklim dalam meningkatkan akhlakul karimah pada kalangan remaja di Desa Labuhan Ratu VI.

(20)

2) Hasil penelitian dapat meningkatkan metode dakwah pembinaan akhlakul karimah pada remaja di Desa Labuhan Ratu VI.

D. Penelitian Relevan

Peneliti menyajikan perbedaan dan persamaan bidang kajian yang diteliti antara peneliti dengan peneliti-peneliti sebelumnya. Hal ini perlu peneliti kemukakan untuk menghindari adanya pengulangan kajian terhadap hal-hal sama. Dengan demikian akan diketahui sisi-sisi apa yang membedakan antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya.

Penelitian Skripsi yang ditulis oleh saudara Muhammad Saiful Hasyim (2014) Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung yang berjudul “Majelis Ta’lim Mar’atun Amaliyah Dalam Meningkatkan Uhkuwah Islamiyah Remaja Di Desa Way Hui Dusun V Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan”.5

Terdapat persamaan dan perbedaan dalam penelitian ini dengan Erni Wulandari. persamaanya sama-sama mengkaji majelis taklim untuk remaja, yang membedakan adalah tujuan penelitiannya. penelitian Muhammad Saiful Hasyim memfokuskan pada usaha-usaha yang dilakukan pengajian majelis taklim dalam meningkatkan Uhkuwah Islamiyah para remaja di Desa Way Hui. menurutnya usaha-usaha dalam meningkatkan Uhkuwah Islamiyah

5 Erni Nur Inayah, Majelis Ta’lim Wal Mujahadah Sebagai Sarana Meningkatkan Religiusitas Remaja , Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014

(21)

remaja yaitu dengan pengajian yang dilakukan secara rutin selain itu dilakukan juga rihlah (liburan religi) dan agenda tukar kado antar remaja di majelis ta’lim Mar’atun Amaliyah, yang di laksanakan tiga bulan sekali.

sedangakan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode dakwah majelis taklim untuk menanamkan akhlakul karimah pada remaja di Desa Labuhan Ratu VI Lampung Timur.

Penelitian Sigit Wicaksono fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga yang berjudul “Majelis Ta’lim Minhajul Karomah Dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Desa Wedomartani Ngemplak Sleman”.6

Terdapat persamaaan dan perbedaan dalam penelitian ini dengan Sigit Wicaksono.Persamaannya sama-sama mengkaji Majelis taklim, yang membedakan adalah tujuan dan objek penelitiannya. Penelitian Sigit Wicaksono ditujukan untuk mengetahui usaha-usaha dan pengaruh yang dilakukan kelompok pengajian minhajul karomah dalam meningkatan pengetahuan keagamaan dan ibadah masyarakat di Desa Wedomartini.

Sedangkan penelitian ini ditujukkan untuk mengetahui metode yang di gunakan di majelis taklim, dan perubahan akhlak remaja setelah mengikuti majelis taklim. Objek penelitian sigit wicaksono masyarakat di Desa Wedomartini sedangkan objek penelitian ini remaja di Desa Labuhan Ratu VI Lampung Timur.

Penelitian Trias Rahmad fakultas dakwah UIN Sunan Kalijaga yang berjudul “Strategi Dakwah Majelis Taklim Ittiba’us Sunnah Dalam

6 Sigit Wicaksono, Majelis Ta’lim Minhajul Karomah Dan Pengaruhnya , Skripsi, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta, 2009

(22)

Mengkomunikasikan Ajaran Agama Islam Kepada Masyarakat Kabupaten Klaten.7

Pembeda dan persamaan antara penilitian ini dengan penelitian Trias Rahmad terlihat dari objek dan masalah yang diangkat. Berdasarkan objeknya penelitian Trias Rahmad dengan penelitian ini memiliki objek yang serupa yakni sama-sama meneliti di sebuah daerah namun tempatnya berbeda.

Penelitian Trias Rahmad berada di Kabupaten Klaten. sedangkan penelitian ini berada di Desa Labuhan Ratu VI Kabupaten Lampung Timur. Meskipun sama-sama mengkaji majelis taklim namun berbeda dalam masalah yang akan dibahas, selain itu tujuan dalam penelitian ini dengan penelitian Trias Rahmad sangat jelas terlihat perbedaannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode yang digunakan dalam majelis taklim untuk menanamkan akhlak remaja, sedangkan penelitian Trias Rahmad bertujuan untuk mengetahui strategi yang akan dilakukan oleh majelis taklim untuk menarik perhatian masyarakat agar dapat menerima ajaran keagamaan.

Pada penelitian ini peneliti mengkaji beberapa penelitian. Penelitian tersebut digunakan sebagai bahan kajian pendukung dalam penelitian ini.

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan masalah yang penulis angkat dalam penelitian antara lain, memiliki subjek yang sama yaitu majelis taklim, namun penelitian yang dilakukan oleh penulis berbeda dengan penelitian yang sebelumnya, karena penulis berfokus pada metode dakwah yang

7Trias Rahmad, Strategi Dakwah Majelis Taklim Ittiba’us Sunnah Dalam Mengkomunikasikan Ajaran Islam Kepada Masyarakat Kabupaten Klaten, Skripsi, Fakultas Dakwah Uin Sunan Kalijaga, 2012.

(23)

diberdayakan majelis ta’lim, sebagai sarana memperbaiki akhlakul karimah remaja di Desa Labuhan Ratu VI kabupaten Lampug Timur.

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Ditinjau dari segi etimologi atau asal kata (bahasa) dakwah berasal dari bahasa Arab, da’a yad’u- da’watan, artinya mengajak, menyeru, memanggil.1 Sedangkan menurut terminologi dakwah adalah merupakan suatu usaha mempertahankan, melestarikan dan menyempurnakan umat manusia agar mereka tetap beriman kepada Allah SWT, dengan menjalankan syari’atnya sehingga mereka dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat.2

Dakwah juga mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur pemaksaan.3

Pengertian integralistik dakwah merupakan proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh pengembang dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk kepada ajaran Allah

1 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 1.

2 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas. 2001), h. 20.

3 Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000) h. 6.

(25)

SWT, dengan cara bertahap menuju kepribadian yang Islami.

Sedangakan ditinjau dari segi terminologi, banyak sekali definisi tentang dakwah yang dikemukakan oleh para ahli mengenai dakwah4 antara lain:

Mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.

Dakwah Islamiyah yaitu mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syariah Islamiyah yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri.

Memotifasi manusia untuk berbuat kebajikan, mengikuti petunjuk, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran agar mereka memproleh kebahagian dunia maupun akhirat.

Dakwah adalah usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat manusia konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, dan yang melipiti al-amar bi al-ma’ruf an-nahyu an al-munkar dengan berbagai macam cara dan media yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamanaya dalam perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan bernegara.5

Dakwah merupakan suatu proses usaha untuk mengajak agar orang beriman kepada Allah, percaya dan mentaati apa yang telah

4 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah., h. 2.

5 Ibid., h. 3.

(26)

diberitakan oleh Rasul serta mengajak agar dalam menyembah kepada Allah seakan-akan melihatnya.6

Berdasarkan pendapat ahli, dapat dijelasakan bahwasanya dakwah merupakan aktifitas yang di lakukan dengan menggunakan metode-metode yang tepat untuk mengubah akhlakul karimah pada manusia, baik individu maupun masyarakat dari situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik.

Sebagaimana setiap muslim secara otomatis sebagai pengembang misi dakwah sebagaimana sabda Rasulullah Swt yang berbunyi:

ةَيآوَلَو ِّنَِّع اوُغِّلَ ب

Artinya: Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat. (HR. Al Bukhari).7

dakwah merupakan proses penyampaian ajaran agama Islam kepada umat manusia di muka bumi yang dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat-nasihat yang baik menuju jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT, untuk keselamatan dan kebahagian mereka di dunia maupun di akhirat.

6 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah., h. 5.

7 Ibid., h. 16.

(27)

Adapun ayat dan hadits tentang dakwah sebagi berikut:

a) Ayat dakwah

























Artinya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”.8

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa yang mengetahui sungguh- sunguh siapakah yang benar terpimpin atau yang tetrsesat itu hanya Allah sendiri. Manusia terpengaruh oleh bayangan yang tidak diketahui hakekatnya. Manusia menyangka bayangan yang terlihat olehnya disangkanya itulah hakekat yang sebenarnya padahal bayangan itu fatamorgana yang tidak ada hakekatnya bahkan nyata tipuan semata-mata. Dan ayat dakwah yang selanjutnya Allah berfirman:



















































Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.9

8 QS. Al- An’am (6): 117.

9 QS. Ar-Ra’d (13) : 11.

(28)

Ayat di atas, menunjuk pada suatu makna, bahwa Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang terlebih dahulu berupaya merubah nasibnya. Makna tersebut berarti, Allah SWT akan memberikan jalan kepada perubahan apabila ada ikhtiar atau usaha merubah nasib mereka kepada yang lebih baik, mempertinggi mutu diri dan mutu amal, melepaskan diri dari perbudakan selain Allah. ayat dakwah yang selanjutnya Allah berfirman:





































Artinya: Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, Dan mudahkanlah untukku urusanku, Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku supaya mereka mengerti perkataanku.10

Ayat ini adalah doa Nabi Musa As, ketika menyampaikan dakwah, dan doa ini adalah doa yang amat bermanfaat. Doa ini berisi hal meminta kemudahan pada Allah dan agar dimudahkan untuk memahamkan orang lain ketika ingin berdakwah. Kemudian agar hati ini selalu lapang dan tidak sempit sehingga mudah menyampaikan dakwah pada orang lain dan mudah memahamkan orang lain. Lalu doa ini juga mengandung makna agar segala kekakuan lisan kita ini bisa dilepaskan dengan pertolongan Allah

10 QS. Tha-ha (20) : 25-28.

(29)

Swt, sehingga tidak mengatakan hal yang menyakitkan atau menyindir mad’u.

b) hadits tentang dakwah

ا ىَّلَص َِّبَِّنلا َّنَأ وٍر مَع ِن ب ِهَّللا ِد بَع نَع َلاَق َمَّلَسَو ِه يَلَع ُهَّلل

ةَيآ وَلَو ِّنَِّع اوُغِّلَ ب

Artinya: Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat”. (HR.Bukhari).11

َف ِهِدَيِب ُه رِّ يَغُ ي لَ ف اًرَك نُم مُك نِم ىَأَر نم ِلِبَف ََِِ َْي ََ نِإِ

ِهِِاَْ

َع ضَأ َكِلَذَو ِهِب لَقِبَف ََِِ َْي ََ نِإَِف ِناَمَِ ْا ُف

Artinya: “Siapa saja yang melihat kemungkaran hendaknya ia mengubah dengan tangannya. Jika dengan tangan tidak mampu, hendaklah ia ubah dengan lisannya; dan jika dengan lisan tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya; dan ini adalah selemah-lemah iman”.12

Riwayat-riwayat di atas merupakan dalil yang sharih mengenai kewajiban dakwah atas setiap Mukmin dan Muslim.

Bahkan, Allah SWT, mengancam siapa saja yang meninggalkan dakwah Islam, atau berdiam diri terhadap kemaksiatan dengan “tidak terkabulnya doa”. Bahkan, jika di dalam suatu masyarakat, tidak lagi ada orang yang mencegah kemungkaran, niscaya Allah akan mengadzab semua orang yang ada di masyarakat tersebut, baik ia ikut berbuat maksiat maupun tidak. Kenyataan ini menunjukkan

11 HR. Bukhari 3/N0 3274.

12 Imam Nawawi, Arba’in,(Bandung: Husaini, 1992) h. 34.

(30)

dengan sangat jelas, bahwa hukum dakwah adalah wajib, bukan sunnah. Sebab, tuntutan untuk mengerjakan yang terkandung di dalam nash-nash yang berbicara tentang dakwah datang dalam bentuk pasti. Indikasi yang menunjukkan bahwa tuntutan dakwah bersifat pasti adalah, adanya siksa bagi siapa saja yang meninggalkan dakwah. Ini menunjukkan, bahwa hukum dakwah adalah wajib.

2. Pengertian Metode Dakwah

Metode berasal dari bahasa Yunani methodos, yang merupakan gabungan dari kata meta dan hodos. Meta berarti melalui, mengikuti, atau sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, arah atau cara. Metode dalam bahasa arab disebut dengan thariqat dan manhaj yang mengandung arti tata cara, sementara itu dalam kamus Bahasa Indonesia metode artinya cara yang teratur dan berfikir baik-baik untuk maksud (dalam ilmu pengetahuan) untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Jadi Metode dapat diartikan sebagai suatu cara atau jalan menyampaikan dakwah, baik individu, kelompok, maupun masyarakat luas agar pesan-pesan dakwah tersebut mudah di terima.13

Metode dakwah hendaklah menggunakan metode yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi mad’u sebagai penerima pesan-pesan dakwah sudah selayaknya penerapan metode dakwah mendapat perhatian yang serius dari penyampai dakwah. Berbagai pendekatan dakwah baik

13 Aziz, Moh Ali, Ilmu Dakwah, ( Jakarta: Kencana, 2009) h. 5.

(31)

dakwah bil al- lisan, dakwah bi al-qalam (dakwah melalui tulisan, media cetak), maupun dahwah bi al-hal (dakwah dengan amal nyata, keteladanan) perlu dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan objek yang akan di dakwahi.14 Karna apabilla metode dan cara yang dipergunakan dalam menyampaikan materi dakwah tidak sesuai dan tidak pas, akan mengakibatkan hal yang tidak di harapakan.

Literatur ilmu dakwah dalam membicarakan metode dakwah, selalu merujuk firman Allah SWT. Dalam al-qur’an surah Al-Nahl ayat 125:















































Artinya: (serulah manusia ke jalan tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran yang baik dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya tuhanmu, dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk).15

Ayat ini menjelaskan, sekurang-kurangnya ada tiga cara atau metode dakwah dalam al-quran, yakni metode hikmah, metode mau’izhah dan metode mujadalah. Ketiga metode dapat dipergunakan sesuai dengan objek yang dihadapi oleh seorang da’i atau da’iyah dimedan dakwahnya. Ketiga metode dakwah tersebut iyalah:

14 Samsul Munir, Amin Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009) h.13.

15 QS. Al- Nahl (74) : 1-7.

(32)

1) Metode Al-Hikmah

Kata hikmah sering kali di terjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemauanya sendiri, tidak merasa ada paksaan konflik, maupun rasa tertekan.16 Sebagaimana ketentuan Al-Quran sebagai berikut:















































Artinya: Bahwasanya engkau itu adalah yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.17

Menurut Sa’id Bin Ali Bin Wakif Al-Qahthani, bahwa Al- hikmah mempunyai arti sebagai berikut:

a. Secara Etimologi (Bahasa)

1. Adil, ilmu, sabar, kenabian, dan al-quran

2. Memperbaiaki (membuat menajadi baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan

3. Objek kebenaran (al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal 4. Pengetahuan atau makrifat

16 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2013) h. 98.

17 QS.Al-Ghasyiyah (88) : 21-22.

(33)

b. Secara Terminologi (Istilah)

Para ulama berbeda penafsiran mengenali kata al-hikamah, baik yang ada dalam al-qur’an maupun sunnah, antara lain:

1. Valid (tepat) dalam perkataan dan perbuatan

2. Mengetahui yang benar dan mengamalakan (ilmu dan amal) 3. Wara’ dalm din (agama) Allah

4. Meletakakan sesuatu pada tempatnya

5. Menjawab dengan tegas dan tepat dan seterusnya.18

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa al- hikmah adalah merupakan kemampuan da’i dan ketepatan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. Disamping itu juga Al-Hikmah merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al-hikmah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan, teoritis dan praktis dalam berdakwah.

2) Metode Mau’izhah Hasanah

Mau’idzah hasanah yaitu nasehat yang baik, berupa petunjuk kearah kebaikan dengan bahasa yang baik yang dapat mengubah hati agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenaan di hati, enak didengar menyentuh perasaan, lurus dipikiran menghindari sikap

18 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2013) h. 99.

(34)

kasar dan tidak boleh mencaci atau menyebut kesalahan audien (mad’u) sehingga pihak objek dakwah terdorong untuk berbuat baik dan atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subjek dakwah (da’i). bukan propaganda yang memaksakan kehendak kepada orang lain.19

Mau’izhah hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur nasehat atau petuah, bimbingan, pengajaran (pendidikan), kisah-kisah, kabar gembira dan peringatan (al- Basyir dan al-Nadzir), pesan-pesan positif (wasiyat), yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapat keselamatan dunia dan akhirat.20

Jadi kesimpulan dari mau’idzah hasanah, akan mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman.

3) Metode Mujadalah atau Diskusi

Mujadalah adalah berdiskusi dengan cara yang dari cara- cara berdiskusi yang ada. Mujadalah merupakan cara terakhir yang digunakan untuk berdakwah, manakala kedua cara terakhir yang

19 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah., h. 100.

20 M.Munir, Metode Dakwah, ( Jakarta: Kencana, 2003) h.3.

(35)

digunakan untuk orang-orang yang taraf berpikirnya cukup maju, dan kritis seperti ahli kitab yang memang telah memiliki bekal keagamaan dari utusan sebelumnya. oleh karna itu, AI-Quran juga telah memberikan perhatian khusus kepada ahli kitab, yaitu melarang berdebat dengan mereka kecuali dengan cara terbaik, Allah berfirman :





















































Artinya: dan jangan kamu berdebat dengan ahli kitab (yahudi dan nasrani) melaikan dengan cara yang lebih baik. Kecuali dengan orang-orang zhalim diantara mereka.21

Dari ayat tersebut, kaum muslimin (terutama juru dakwah) dianjurkan agar berdebat dengan ahli kitab cara yang baik, sopan santun dan lemah lembut kecuali jika mereka telah memperlihatkan keangkuhan dan kezaliman yang keluar dari batas kewajaran.

Metode ini muncul dalam bentuk:

a. As’ilah wa ajwibah (tanya jawab) dan b. Al- hiwar (diskusi).

21 Qs.Al- Al-‘Ankabut ( 29): 46.

(36)

3. Macam-Macam Metode Dakwah.

Metode dakwah dapat dilakukan pada berbagai metode yang lazim dilakukan dalam pelaksanaan dakwah. Metode- metode tersebut adalah sebagai berikut:

a. Metode ceramah

Metode ceramah adalah metode yang dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan keterangan, petunjuk, pengertian, dan penjelasan tentang sesuatu kepada pendengar dengan menggunakan lisan.22

Metode ceramah juga merupakan suatu teknik dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri-ciri karakteristik bicara oleh seseorang da’i pada suatu aktivitas dakwah. Metode ini harus diimbangi dengan kepanduan khusus tentang retorika, diskusi, dan faktor- faktor lain yang membuat pendengar merasa simpatik dengan ceramahnya.

Metode ceramah ini, sebagai metode dakwah bi al-lisan, dapat berkembang menjadi metode-metode yang lain, seperti metode diskusi dan tanya jawab.

b. Metode tanya jawab

Metode tanya jawab adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan tanya jawab untuk mengetahui sampai sejauh mana ingatan atau pikiran seseorang dalam memahami atau menguasai materi dakwah, di samping itu, juga untuk merangsang perhatian penerima dakwah.23

22 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah 2013) h.101

23 Ibid., h. 102

(37)

Metode tanya jawab sebagai suatu cara menyajikan dakwah harus digunakan bersama-sama dengan metode lainya, seperti metode ceramah. Metode tanya jawab ini sifatnya membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah.

Tanya jawab sebagai salah satu metode cukup dipandang efektif apabilla ditempatkan dalam usaha dakwah, karena objek dakwah dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang belum dikuasi oleh mad’u sehingga akan terjadi hubungan timbal balik antara subjek dakwah dengan objek dakwah.

a. Metode diskusi

Diskusi yang dimaksud sebagai pertukaran pikiran (gagasan, pendapat, dan sebagainya) antara sejumlah orang secara lisan untuk membahas suatu masalah tertentu yang dilaksanakan secara teratur dan bertujuan untuk memperoleh kebenaran.24

Melalui metode diskusi, da’i dapat mengembangkan kualitas mental dan pengetahuan agama para peserta dan dapat memperluas pandangan tentang materi dakwah yang didiskusikan.

b. Mutaba’ah Yaumiyah

Adalah metode dakwah dengan menggunakan kegiatan evaluasi amal sehari – hari baik wajib maupun sunnah. Istilah

24 A. Kadir Munsyi, Metode Diskusi Dalam Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas 1978) h.31.

(38)

umum mutaba’ah yaumi kurang lebih menjadi muhasabah atau renungan untuk memperhatikan kualitas iman kita.25

Melakukan mutaba’ah yaumiyah merupakan salah satu cara untuk mengecek kualitas iman. Rasulullah Saw bersabda bahwa

“Iman itu naik dan turun, maka sentiasa perbaharui iman kamu”.

Beberapa amalan harian itu antara lain sholat berjamaah di masjid, tilawah, qiyamullail, ma’tsurat, shaum senin-kamis, shaum ayyamul bidh (tengah bulan), tadabbur Allam, hafalan Al-Qur’an, membantu kedua orang tua dan beberapa poin lainnya.

c. Dakwah Bil Al-Qalam

Dakwah bil al-qalam, yaitu dakwah melalui tulisan yang dilakukan dengan keahlian menulis disurat kabar, majalah, buku, maupun di internet. Jangkauan yang dapat dicapai oleh dakwah bi al-qalam ini lebih luas dari media lisan, demikian pula metode yang digunakan tidak membutuhkan waktu secara khusus untuk kegiatannya. Kapan saja dan dimana saja mad’u atau objek dakwah dapat menikmati sajian dakwah bi al-qalam ini.

d. Dakwah Bil Al-Hal

Dakwah bil al-Hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata yang meliputi keteladanan. Misalnya dengan tindakan amal karya

25 Fathi Yakan, Isti’ab Meningkatkan Kapasitas Rekrutmen Dakwah, (Surabaya : Robbani Press, 2015) h.69.

(39)

nyata yang dari karya nyata tersebut hasinya dapat dirasakan secara konkrit oleh masyarakat sebagai objek dakwah.26

Metode ini dapat digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan akhlak, cara bergaul, cara beribadah, berumah tangga, dan segala aspek kehidupan manusia.

e. Metode silaturahmi (home visit)

Dakwah dengan menggunakan metode home visit atau silahturahmi, yaitu dakwah yang dilakukan dengan mengadakan kunjungan kepada suatu objek tertentu dalam rangka menyampaikan isi dakwah kepada mad’u.27

Dakwah dengan metode ini dapat dilakukan melalui silaturahim, menengok orang sakit, ta’ziyah, dan lain-lain.

B. Majelis Ta’lim

6. Pengertian Majelis Ta’lim

Seperti yang telah kita ketahui bahwasannya majelis taklim terdiri dari dua akar kata bahasa Arab yaitu majelis yang berarti tempat duduk, tempat sidang atau dewan, sedangkan taklim berarti pengajaran.28 Jika kita gabungkan dua kata itu dan mengartikanaya secara istilah, maka dapatlah kita simpulkan bahwasanya majelis taklim memiliki arti tempat berkumpulnya seseorang untuk menuntut ilmu (khusunya ilmu agama) bersifat non formal.

26 Samsul Munir, Ilmu Dakwah., h. 11

27 Ibid., h.104

28 Tuti Alawiah as. Stategi Dakwah Dilingkungan Majelis Ta’lim.(Bandung: MIZAN, 2003) h. 78

(40)

Di samping itu menurut pengamatan majalah Media Pembinaan, majelis taklim disebut pula sebagai kegiatan “pengajian rutin” atau

“rutinan”. Kelompok remaja malah menyebutnya dengan istilah

“halaqoh”, didasarkan pada pelaksanaan kegiatannya yang dilakukan secara berkelompok.29

beberapa istilah diatas jika disatukan akan muncul gambaran sebuah suasana dimana para umat muslimin berkumpul disuatu tempat untuk melakukan kegiatan keagamaaan. Kegiatan keagamaan yang dimaksud tidak hanya berupa pengajian namun juga kegiatan untuk menggali potensi dan wawasan para jama’ahnya.

Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan dari majelis ta’lim yaitu:

1) Majelis ta’lim merupakan tempat pengajaran atau lembaga pendidikan agama islam yang paling fleksibel dan tidak terikat oleh waktu. Majelis taklim bersifat terbuka terhadap segala usia, lapisan atau strata social, dan jenis kelamin. Waktu penyelenggaraanya pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore,atau malam. Tempat pengajaranya pun bisa dilakukan dirumah, masjid, mushalla, gedung, aula, halaman dan sebagainya. Selain itu majelis ta’lim memiliki dua fungsi segaligus, yaitu sebagai lembaga dakwah dan lembaga pendidikan non formal. Fleksibelitas majelis ta’lim inilah yang menjadi kekuatan sehingga mampu bertahan dan merupakan

29 Ibid.

(41)

lembaga pendidikan islam yang paling dekat dengan umat (masyarakat). Majelis taklim juga merupakan wahana interaksi.

2) Majelis ta’lim Merupakan komunikasi yang paling kuat antara masyarakat awam dengan para mualim, dan diantara sesama anggota jamaah majelis taklim tanpa dibatasi oleh tempat dan waktu.

7. Tujuan Majelis Ta’lim

Tujuan majelis ta’lim dalam rumusanya macam-macam. Tuti Alawiah As merumuskan tujuan ta’lim sebagai berikut:

1) sebagai tampat belajar, maka tujuan majelis ta’lim adalah untuk menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong pengalaman ajaran agama.

2) sebagai kontak kontak sosial, maka tujuanya adalah untuk silatuhrahmi.

3) Sebagai pengenalan Islam.

“Tak kenal maka tak sayang”, mungkin pribahasa ini dapat dinisbatkan kepada remaja tentang Islam, bukan hanya remaja.

Siapaun tidak akan merasa bangga dengan agamanya jika dia tidak mengetahui apa hakekat dan agama tersebut.

Jadi mereka harus mengenal Islam lebih sempurna lagi, walaupun kesempurnaan itu sulit dicapai, tapi itulah upaya majelis taklim yang didalamnya memberikan pengenalan tentang Islam melalui materi-materi yang disampaikan, sebagai contoh adalah materi mempelajari Al-Quran, mempelajari ilmu fiqih, disini para

(42)

remaja juga di perbolehkan untuk menayakan seputar ajaran dan hukum Islam seperti muamaah,sholat, puasa, zakat, haji.

4) Sebagai pembinaan akhlak.

Pembinaan akhlak terhadap remaja yang menyangkut penanaman nilai-nilai akhlak secara langsung adalah berupa pengajian, yaitu memberikan ceramah-ceramah yang berhubungan degan tauhid, fiqih ibadah, dan lain-lain.30

Secara sederhana tujuan dari majelis ta’lim dari apa yang diungkapkan di atas adalah, tempat berkumpulnya manusia yang didalamnya membahas pengetahuan keagamaan, menjalin tali silahturahmi dengan sesama manusia, serta untuk membina insan muslim yang beriman, berilmu, berakhlak dan bertakwa kepada Allah SWT.

8. Pengertian Akhlakul Karimah

Akhlakul karimah berasal dari bahasa Arab yang berati akhlak yang mulia, pengertian akhlak kerapkali disamakan dengan perbuatan atau nilai-nilai luhur etika Islam. Nilai–nilai luhur tersebut memiliki sifat terpuji (mahmudah). Sehingga akhlakul karimah disebut pula akhlakul mahmudah yang bersumber kepada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw.31 Nilai-nilai luhur yang bersifat terpuji tadi ialah :

a. Bebuat baik kepada orang tua (birrul waalidaini).

Dalam hubungan hidup keluarga dam masyarakat wajib dipahami bahwa kedua orang tua yaitu ayah dan ibu menduduki

30 Tuti Alawiah as, Stategi Dakwah Dilingkungan Majelis Ta’lim., h. 80.

31 Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta, Pt Rineka Cipta, 2001) h. 391.

(43)

posisi yang paling utama. walaupun demikian kewajiban ibadah kepada Allah dan taat kepada Rasul tetap berada di atas hubungan horisontal. Berarti bahwa, dalam tertib kewajiban berbakti, mengabdi, dan menghormati kedua orang tua (ayah dan ibu) menjadi giliran berikutnya setelah beribadah kepada Allah dan taat kepada Rasulnya.32

Motivasi atau dorongan dan kehendak berbuat baik kepada orang tua (birrul waalidaini) telah menjadi salah satu akhlaq yang tertanam sedemikian rupa, sebab pada hakikatnya hanya ayah dan ibulah yang paling besar dan terbanyak berjasa kepada setiap anak- anaknya. ayah adalah penanggung jawab dan pelindung anak dalam segala hal, baik segi ekonomi, keamanan, kesehatan, pendidikan:

pada prinsipnya ayah menjadi sumber kehidupan dan yang telah menghidupkan masa depan anak. Sedangkan ibu tidak kalah besar pengorbanannya, ibulah yang hamil dengan susah payah, kemudiyan melahirkan dengan penderitaan yang tiada tara, lalu membesarkannya sebagai anggota kelurga.

Hal ini dapat dilihat dalam surat Al-Luqman ayat 14, yaitu:





































Artinya: dan kamu perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah

32 Ibid.,h. 391

(44)

mengadungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada dua orangtua ibu bapakmu, hanya kepadakulah kembalimu (QS.Luqman (31): 14).33

Dapat di pahami bahwa di dalam memelihara hubungan horisontal kemanusiaan atau kemasyarakatan, ayah dan ibu sepatutnya mendapat prioritas pertama dan dalam posisi paling utama. Dalam pemahaman dan kesadaran etika/akhlakul karimah, sangat keliru apabila seorang anak hanya memelihara hubungan baik dengan orang lain, sedang hubungan etis keslaman dengan ayah dan ibunya diabaikan, apabilla mendurhakai keduanya. Secara imperatif kategoris, dengan rasa ikhlas yang sungguh-sungguh birrul waalidaini patut dilaksanakan oleh seorang anak kepada ayah dan ibunya.

Perwujudan dari sifat mahmudah berbuatlah baik kepada ayah dan ibu meliputi segala aspek kegiatan manusia, baik perbuatan maupun ucapan. Dapat dinilai sebagai berbuat baik kepada orang tua, jika anak mendoakan kepada Allah agar keduanya mendapat rahmatnya, bertingkah laku sopan, lemah lembut dan hormat dihadapan ayah dan ibu. Berbuat baik dalam ucapan berarti anak merendahkan suara, bertutur kata sopan, terhadap keduanya. Prinsip-prinsip tersebut telah dibentangkan di dalam kitab suci. Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan supaya kamu berbuat baik ke ibu

33 QS.Luqman (31): 14)

(45)

bapak jika salah seorang di antara keduanya atau keduanya ada dekat denganmu (dalam memeliharamu) sampai berumur lanjut, sekali-kali janganlah kamu berkata kepada keduanya “ah” , jangan pula kamu bentak keduanya, dan ucapkan kepada keduanya dengan penuh kasih sayang, dan katakanlah, wahai tuhanku, kasihinalah kiranya keduanya, sebagaimana keduanya telah mengasihi aku ketika aku masih kecil.34 dapat dilihat dalam surat Al-Isra’ ayat 23- 24, yaitu:





















































Artinya: dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau dua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan jangannlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-Isra’ (17) :23).35



























Artinya: dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh penuh kesayangan dan ucapkanlah ” wahai tuhanku,

34 Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam.,h. 394.

35 QS. Al-Isra’ (17) :23.

(46)

kasihi lah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. 36

Ditinjau dari segi kewajiban, nilai-nilai ahklakul karimah yaitu ingin memperkokoh kehidupan dalam keluarga. Tata cara berbakti kepada ayah dan ibu yang diturunkan Al-Quran memiliki arti yang paling asasi bagi kehidupan rumah tangga. Dapat diperhatikan, kedua orang tua akan merasa senang, bahagia, dan damai jika anak-anaknya mau berbakti dalam perbuatan maupun ucapan. Tata cara komunikasi Islamiyah di dalam mewujudkan keluarga harmonis, rumah tangga sakianah yang penuh rahmah.

b. Berlaku benar, atau (ash-shidqu)

Termasuk sifat baik yang dinilai terpuji menurut etika Islam dengan tujuan untuk menyisihkan setiap manusia dari perbuatan jahat terhadap orang lain, menurut etika Islam sifat tersebut adalah ash-shidqu dalam makna lughawi ash-shidqu adalah, benar dan jujur. Dalam pengertian etika Islam sifat ash-shidqu adalah sikap mental yang mampu memberi mendorong kuat untuk beramal sesuai dengan keutamaan yang sesungguhnya baik dalam ucapan maupun perbuatan.37 Dalam kaitanya ini Allah berfirman di dalam surat Ath-Taubah ayat 119, yaitu:



















36 Qs. Al-Isyra (17) :24.

37 Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam.,h. 397.

(47)

Artinya: hai orang –orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.38

Dalam kaitan dengan akhlaq, memiliki sifat terpuji ash- shidqu merupakan suatu kewajiban juga dalam tata hubungan antara makhluk dengan sesamanya merupakan kebaikan individual dan kemasyarakatan. Kebenaran atau kejujuran adalah sendi terpenting bagi berdiri tegaknya masyarakat. Tanpa kebenaran akan hancurlah masyarakat, sebab hanya dengan kebenaran maka dapat tercipta adanya saling pengertian satu sama lain atau masyarakat dan tanpa adanya saling pengertian tidak mungkin terjadi saling tolong-menolong.

Sifat shidiq tidak hanya memberi janji- janji kebaikan individual dan kemasyarakatn duniawi akan di bidang ukhrawipun akan dapat menjumpai kaebaikan hakiki. Nabi Saw bersabda:

sesungguhnya kebenaran itu membawa kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke syurga. Seseorang yang membiasakan diri berkata benar hingga tercatat di sisi Allah sebagai shidiq (orang yang benar). Muttafaqun alaihi. Riwayat Bukhori.39

sifat ash-shidqu tersebut di wujudkan dalam kehidupan sehari-hari maka kebenaran atau kejujuran yang telah mempribadi dapat tercemin di dalam perbuatan dan perkataan setiap pemilik sifat. Jika seseorang bersifat shidiq maka dirinya akan bertingkah

38 Qs. Ath-Taubah (9): 119.

39 Sudarsono, Dasar-Dasar Agama., h.399.

(48)

laku yang tidak merusak atau merugikan orang lain apalagi merugikan dirinya baik bersifat materil maupun non materil. Jika masyarakat atau bangsa yang bersifat shidiq, maka mereka akan hidup tenang tentram, damai penuh barokahanya dan terhindar dari cela, dosa taupun kecurigaan.

c. Perasaan malu (al- haya)

Bagi seorang mukmin, rasa malu kepada Allah merupakan basis nilai keutamaan dan menjadi dasar akhlaq yang mulia (akhlalkul karimah). Sebab malu kepada Allah akan menjadi dasar timbulnnya perasaan malu kepada Allah, kepada orang lain dan diri sendiri, seorang mukmin yang malu kepada Allah tidak akan mendurhakainya dengan melanggar larangan atau melalaikan perintahnya. Menurut tuntunan Islam, malu (al-haya) termasuk salah satu cabang iman.

Ahklakul karimah dan tuntutan tauhid antara al-hiya dan aqidah keimanana merupakan dua sisi yang paling melengkapi, keduanya membentuk sikap mental dan kepribadian yang utuh.

Malu dan iman itu dua hal yang digandengkan yang tidak dapat dipisahkan. billa salah satu diambil , yang lain ikut termbil pula.

Jadi yang wajib dipahami adalah:

1) Seorang mukmin akan utuh nilainya kepada Allah selama masih ada perasaan malu di dalam jiwa untuk melakukan perbuatan tercela menurut khitabullah dan norma-norma dasar kemanusiaan.

(49)

2) Sebaliknya, lenyapnya perasaan, sikap mental atau sifat malu untuk melakukan perbuatan tercela menurut khithabullah dan norma-norma Allah, bahkan hilang sama sekali.40

d. Memelihara kecucian diri ( al-iffah)

Termasuk salah satu sifat yang terpuji (mahmudah) baik dari segi nilai ilahiyah maupun kemanusiaan. Sifat tersebut ialah:

al-iffah, sifat al-iffah pada hakekatnya merupakan pri keadaan jiwa yang mampu untuk menjaga diri dari perbuatan jahat.

Memelihara kesucian diri, termasuk dalam rangkain fadillah atau akhlakul karimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Hendaklah dilakukan pada setiap waktu. Dengan menjaga diri dengan secara ketat, maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu berada pada status kesucian

nilai iffah menjadi salah satu nilai luhur yang harus dimiliki oleh setiap pribadi muslim. Salah satu perwujudan dari nilai al- iffah iyalah menjaga pergaulan antara laki dan perempuan.

Di sebutkan dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 33



































































































40 Ibid.,h.400.

Referensi

Dokumen terkait

Data pokok merupakan data utama yang menjadi bahan penelitian penulis dalam penelitian motivasi jamaah dalam mengikuti pengajian di Majelis Taklim Al-Madani Desa