1. MM Sampah Plastik dan Mikroplastik 1.1 Kandungan Dalam Sampah Plastik
Berdasarkan American Society of Plastic Industry (1988), telah dibentuk system pengkodean resin untuk plastik yang dapat didaur ulang (recycle). Kode/simbol tersebut berbentuk segitiga arah panah yang merupakan simbol daur ulang dan di dalamnya terdapatnomor yang merupakan kode dan resin yang dapat di daur ulang :
PET (Polyethylene Terephatalate):
o PET merupakan resin polyester yang tahan lama, kuat, ringan, dan mudah dibentuk saat panas.
o Kepekatannya berkisar antara 1,35 - 1,38 gram/cc, membuatnya kokoh.
o Rumus molekul: (-CO-C6H5-CO-O-CH2-CH2-O-)n.
o PET digunakan dalam botol air, botol soda, botol jus, botol minyak goreng, tempat pindakas, kemasan makanan, dan cangkir kopi.
o PET dapat berwarna atau tidak berwarna (transparan) tergantung pada bahan aditif yang digunakan.
o Proses pengolahan PET termasuk membuat kerajinan dari botol plastik menjadi bunga dan hiasan lainnya, serta mengolahnya menjadi bijih plastik.
HDPE (High Density Polyethytene):
o HDPE terbuat dari polimer ethylene dan bahan aditif lainnya.
o Dibuat dalam kondisi liat, kuat, kaku, dan tahan tekanan serta temperatur tinggi.
o Rumus molekul: (-CH2-CH2-)n.
o HDPE tahan terhadap air, asam, basa, dan pelarut lainnya.
o Digunakan dalam berbagai produk sehari-hari seperti keranjang plastik, pipa, mainan anak, botol susu, botol deterjen, botol obat, dan kemasan jus.
o HDPE dapat didaur ulang menjadi minyak mentah atau bijih plastik kembali.
PVC/V (Polyvinyl Chloride):
o PVC/V sulit didaur ulang dan dapat ditemukan pada berbagai produk seperti plastik pembungkus, tanda lalu lintas, botol minyak goreng, kabel listrik, dan mainan.
o Reaksi antara PVC dengan makanan berpotensi berbahaya.
o Mengandung klorin dan akan mengeluarkan racun jika dibakar.
o Rumus molekul: (-CH2-CHCl-)n.
o Tidak boleh digunakan dalam menyiapkan atau mengemas makanan.
o Dapat diolah kembali menjadi produk seperti mudflaps, panel, dan tikar.
LDPE (Low Density Polyethylene):
o LDPE adalah plastik mudah dibentuk saat panas dan terbuat dari minyak bumi.
o Rumus molekul: (-CH2-CH2-)n.
o Kuat, tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya, dan tinggi mutunya.
o Digunakan dalam berbagai produk seperti tempat makanan, kemasan, botol-botol lembek, dan mainan.
o Sulit dihancurkan dan baik untuk tempat makanan karena tidak bereaksi secara kimiawi.
o Dapat didaur ulang dengan berbagai cara seperti dilarutkan ke dalam kaleng, keranjang kompos, dan tiles landscaping.
PP (Polypropylene):
o PP umumnya digunakan untuk botol transparan yang tidak jernih atau berawan.
o Rumus molekulnya adalah (-CHCH3-CH2-)n.
o Lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah.
o Tahan terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi, dan cukup mengkilap.
o Lentur, keras, dan resisten terhadap lemak.
o Digunakan dalam berbagai produk seperti tempat makanan dan minuman, tutup botol obat, tube margarin, sedotan, mainan, tali, dan pakaian.
o Dapat didaur ulang menjadi garpu, sapu, nampan, dan lainnya.
PS (Polystyrene):
o PS merupakan polimer aromatik yang dapat mengeluarkan bahan styrene ke dalam makanan.
o Rumus molekulnya adalah (-CHC6H5-CH2-)n
o Digunakan dalam tempat makan styrofoam, tempat minum sekali pakai, dan lainnya.
o Juga dapat berasal dari asap rokok, asap kendaraan, dan bahan konstruksi gedung.
o Harus dihindari karena berbahaya bagi kesehatan otak dan hormon estrogen pada wanita.
o Sulit didaur ulang dan memerlukan proses yang panjang.
o Dapat dikenali dengan kode angka 6 atau dengan cara dibakar, menghasilkan api kuning-jingga dan jelaga.
o Mengandung benzene, zat penyebab kanker, dan tidak boleh dibakar.
o Diolah kembali menjadi isolasi, kemasan, pabrik tempat tidur, dan lainnya.
Versi Ringkas:
Jenis Plastik
Kandungan Utama PET Resin polyester, kuat, ringan, mudah dibentuk saat panas.
HDPE Polimer ethylene, tahan terhadap air, asam, dan basa.
PVC/V Polimer vinyl klorida, sulit didaur ulang, berbahaya jika bersentuhan dengan makanan.
LDPE Polimer ethylene, kuat, tahan terhadap zat kimia, mudah dibentuk.
PP Polimer polypropylene, kuat, tahan terhadap lemak, stabil pada suhu tinggi.
PS Polimer aromatik, berbahaya bagi kesehatan, sulit didaur ulang.
1.2 Komposisi Jumlah Total Sampah:
Tahun 2016, total sampah Indonesia mencapai 66 juta ton/tahun.
Komposisi sampah: organik (57%), plastik (16%), kertas (10%), dan lainnya (17%).
Sampah Plastik:
Sulit terurai, memerlukan waktu hingga 400 tahun.
Mewakili 16% dari total sampah nasional.
Trend peningkatan: dari 11% (2005) menjadi 15% (2015).
9,85 miliar lembar sampah plastik per tahun dihasilkan dari 90 gerai ritel di Indonesia.
Indonesia merupakan negara kedua penghasil sampah plastik di laut, mencapai 1,29 juta ton/tahun.
3. Estimasi Sampah Laut:
Total sampah laut nasional sekitar 1,2 juta ton.
Estimasi sampah plastik nasional sekitar 490 ribu ton.
Komposisi sampah: plastik (24,96%), kayu (35,06%), kaca dan keramik (15,86%), dan bahan lainnya (13,66%).
4. Sampah dari Industri:
Sampah industri dari kegiatan domestik dan proses produksi mencapai 4.235.172 ton pada tahun 2016.
Perlu perhatian besar dalam upaya pengurangan sampah plastik.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Direktorat Penanganan Sampah
Grafik Komposisi Sampah terbagi 2 yaitu Grafik Komposisi Sampah berdasarkan Jenis Sampah dan Grafik Komposisi Sampah berdasarkan Sumber Sampah. Grafik Komposisi Sampah dibawah ini adalah
Tahun 2023.
1.3 Manfaat Dan Kerugian [Dampak Positif Dan Negatif]
Dampak Positif
Membuka lapangan pekerjaan baru bagi pemulung: Sampah bisa menjadi sumber penghasilan bagi pemulung, yang mengumpulkan bahan daur ulang untuk dijual kembali.
Sampah dapat dijadikan sebagai biogas: Beberapa jenis sampah, terutama yang organik, dapat diolah menjadi pupuk alami atau diubah menjadi biogas, sebuah sumber energi yang dapat diperbaharui.
Sampah organik dapat menjadi pupuk alami: Sampah organik seperti sisa-sisa tumbuhan dapat terurai secara alami (degradable) dan menjadi pupuk yang memperkaya ekosistem.
Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil: Pengolahan sampah menjadi biogas mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, karena biogas dapat digunakan sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Penghematan biaya energi: Proses pembuatan biogas dari sampah tidak memerlukan biaya yang tinggi dan bahan baku yang digunakan mudah diperoleh, sehingga dapat menghemat biaya untuk energi.
Catatan: Dampak positif ini menunjukkan bahwa sampah tidak selalu harus dilihat dari sisi
negatifnya saja. Dengan manajemen yang tepat, sampah dapat menjadi sumber daya yang bernilai.
Lapangan pekerjaan yang tercipta untuk pemulung tidak hanya membantu secara ekonomi tetapi juga mengurangi jumlah sampah yang perlu dikelola oleh pemerintah atau organisasi lainnya.
Biogas yang dihasilkan dari sampah organik dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan penggunaan bahan bakar fosil, mendukung upaya-upaya keberlanjutan dan perlindungan lingkungan. Selain itu, proses pembuatan pupuk alami dari sampah organik dapat membantu memperkaya tanah dan mendukung pertanian yang lebih berkelanjutan.
Dampak Negatif
Menyebabkan kerusakan ekologis: Sampah, terutama yang tidak dapat terurai, dapat merusak ekosistem. Bahan kimia beracun dalam sampah dapat membunuh flora dan fauna, mengganggu rantai makanan, dan merusak habitat.
Menyebarkan penyakit: Sampah yang menumpuk bisa menjadi tempat berkembangnya penyakit. Mikroorganisme patogen dapat berkembang biak di sampah dan menyebarkan penyakit kepada manusia dan hewan.
Menyebabkan terjadinya banjir: Sampah yang memblokir saluran air dapat mengakibatkan genangan air dan banjir, terutama ketika hujan lebat, karena air tidak dapat mengalir dengan baik.
Menyebabkan bau tidak sedap/bau busuk: Sampah organik yang membusuk menghasilkan bau yang tidak sedap dan dapat mengganggu kenyamanan serta estetika lingkungan.
Menyebabkan terganggunya estetika suatu daerah: Tumpukan sampah yang tidak terkelola dengan baik dapat merusak keindahan dan pemandangan alam, serta menurunkan kualitas visual lingkungan.
Catatan: Kerusakan ekologis dapat jadi lebih luas jika sampah mengandung bahan kimia yang membunuh mikroorganisme penting atau jika plastik terdegradasi menjadi mikroplastik yang bisa dikonsumsi oleh hewan kecil dan berakhir dalam rantai makanan. Penyebaran penyakit melalui sampah bisa menyebabkan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Banjir yang terjadi akibat sampah dapat merusak infrastruktur dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Bau busuk dari sampah dapat menurunkan kualitas hidup dan menurunkan nilai properti. Terganggunya estetika bisa mempengaruhi pariwisata dan kebanggaan komunitas terhadap lingkungannya.
2. MM Pencemaran Sampah Plastik Dan Mikroplastik 2.1 Definisi [Mekanisme Pencemaran]
Definisi:
Pencemaran atau polusi Kondisi di mana keadaan alamiah telah mengalami perubahan ke bentuk yang lebih buruk. Perubahan ini terjadi akibat adanya masuknya polutan, yang umumnya
mengandung zat beracun atau toksik berbahaya bagi makhluk hidup. Daya racun dari polutan tersebut menjadi penyebab utama terjadinya pencemaran.
Mekanisme:
Produksi Plastik: Mekanisme pencemaran dimulai dari produksi besar-besaran plastik oleh pabrik-pabrik. Plastik diproduksi dari bahan baku minyak bumi, gas alam, atau bahan organik lainnya
*Penggunaan: Plastik kemudian digunakan dalam berbagai industri dan kehidupan sehari- hari. Contohnya adalah kemasan makanan, botol minuman, peralatan rumah tangga, dan banyak lagi.
Penggunaan Sekali Pakai: Banyak produk plastik yang digunakan hanya sekali dan kemudian dibuang. Ini termasuk kantong belanja, gelas plastik, sedotan, dan wadah makanan sekali pakai lainnya.
Pembuangan Sampah: Banyak sampah plastik dibuang ke tempat pembuangan sampah. Di banyak tempat, pengelolaan sampah tidak efisien, dan sebagian besar plastik akhirnya berakhir di tempat pembuangan sampah terbuka atau bahkan dibuang ke sungai, lautan, atau daratan.
Penguraian: Sampah plastik kemudian mengalami proses dekomposisi yang sangat lambat.
Proses ini bisa memakan waktu berabad-abad. Sebagai hasilnya, plastik dapat bertahan dalam lingkungan untuk waktu yang sangat lama.
Pemecahan Mekanis: Seiring waktu, plastik di lingkungan dapat terurai menjadi potongan- potongan yang lebih kecil karena paparan terhadap elemen lingkungan seperti sinar UV matahari, air, dan gesekan fisik. Proses ini disebut dengan istilah fotodegradasi dan mekanis degradasi.
Mikroplastik: Potongan-potongan kecil plastik yang dihasilkan dari proses pemecahan mekanis ini dikenal sebagai mikroplastik. Mikroplastik adalah fragmen plastik yang berukuran kurang dari 5 milimeter (0,2 inci) dan bahkan bisa berukuran mikroskopis. Mikroplastik dapat
berasal dari produk-produk yang langsung mengandung partikel-partikel kecil seperti scrub wajah mikroplastik, atau dari hasil degradasi plastik besar.
Pencemaran Air: Mikroplastik bisa terbawa oleh aliran air, termasuk sungai dan aliran permukaan lainnya, menuju ke laut. Di laut, mikroplastik bisa tersebar luas, membentuk
”soups plastik” yang tersebar di seluruh lautan.
Pencemaran Laut: Mikroplastik yang tersebar di laut dapat mempengaruhi organisme laut.
Organisme seperti plankton, ikan, dan moluska dapat memakan mikroplastik karena ukurannya yang sangat kecil. Pencemaran ini dapat mengganggu rantai makanan laut dan mengakibatkan efek negatif pada ekosistem laut dan kesehatan manusia yang bergantung pada sumber daya laut.
Ilustrasi tentang nasib material plastik dengan dampak berbahaya pada ekosistem.
3. MM Mekanisme Sampah Mikroplastik Menimbulkan Masalah Kesehatan 3 .1 Mekanisme Dan Rute Masuknya Mikroplastik Ke Dalam Tubuh
Sumber dan Nasib Mikroplastik dan Nanoplastik di Lingkungan
Lebih dari 80% mikroplastik diproduksi di daratan, dengan kurang dari 20% berasal dari laut.
Karena mikroplastik sangat ringan, tahan lama, dan dapat mengapung, mereka dapat melakukan perjalanan jauh di seluruh dunia.
Sebagian besar plastik yang mencemari lingkungan laut berasal dari sumber daratan, kegiatan perikanan dan akuakultur lainnya, serta pariwisata pantai.
Diperkirakan bahwa lebih dari 800 juta ton plastik di laut berasal dari daratan.
Mikro- dan nanoplastik sangat kecil sehingga proses pengolahan air limbah tidak mampu menyaringnya, sehingga partikel plastik tersebut akan masuk ke sungai dan lautan, serta sistem pasokan air tawar.
Mikro- dan nanoplastik juga hadir di tanah dan melalui erosi alami, mereka juga akan masuk ke sungai dan lautan dengan cara ini.
Menurut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, 275 juta ton limbah plastik diproduksi pada tahun 2010 dengan perkiraan 4,8–12,7 juta ton yang merembes ke sistem perairan.
Mikro- dan nanoplastik dihasilkan dari sumber-sumber primer dan sekunder.
Sumber primer menciptakan mikro- dan nanoplastik untuk keperluan konsumen dan industri, seperti eksfolian dalam pembersih, kosmetik, dan sebagai partikel pengiriman obat dalam obat-obatan.
Sumber sekunder mikro- dan nanoplastik terjadi ketika produk plastik makro terurai menjadi partikel berukuran mikron dan lebih kecil.
Plastik dapat terurai menjadi mikro- dan nanoplastik melalui proses biodegradasi atau non- biodegradasi.
Non-biodegradasi termasuk degradasi termal, degradasi fisik, fotodegradasi, degradasi termo-oksidatif, dan hidrolisis.
Proses non-biodegradasi plastik memecah struktur polimer, mengubah sifat mekaniknya, dan meningkatkan luas permukaan spesifiknya, menghasilkan reaksi fisik-kimia yang ditingkatkan dan interaksi dengan mikroorganisme.
Bakteri lingkungan dan mikroorganisme lain dapat memediasi proses biodegradasi plastik dengan memecah ikatan kimia dalam plastik.
Partikel plastik yang lebih kecil, dengan struktur molekuler yang berubah, diciptakan dalam proses biodegradasi ini, akhirnya menghasilkan nanoplastik.
Fragmentasi limbah plastik diyakini terjadi lebih cepat di pantai daripada di laut karena oksidasi yang dipicu oleh radiasi UV matahari dipercepat di pantai ketika plastik lebih langsung terpapar radiasi UV dan suhu yang lebih tinggi.
Plastik juga terurai lebih cepat di pantai karena kehadiran garam dan mikroorganisme di daerah pantai yang mempercepat proses degradasi.
Rute Masuknya Sampah Plastik ke dalam Tubuh Manusia:
Inhalasi: Mikroplastik dan nanoplastik yang terhirup berasal dari debu perkotaan dan mencakup tekstil sintetis serta ban karet. Partikel-partikel ini dapat terhirup melalui udara yang kita hirup.
Ingesti: Mikroplastik akan tertelan karena mereka tersebar luas dalam rantai makanan dan pasokan air. Hal ini terjadi ketika kita mengonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi mikroplastik.
Kontak dengan Kulit: Meskipun selaput kulit terlalu halus untuk dilewati oleh mikroplastik atau nanoplastik, tetapi mungkin bagi mereka untuk masuk melalui luka, kelenjar keringat, atau folikel rambut. Ini berarti mikroplastik dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan kulit yang lemah atau luka.
Meskipun ketiga jalur tersebut memainkan peran dalam jumlah total mikroplastik dan nanoplastik yang ada di dalam tubuh manusia, risiko terbesar datang dari partikel plastik dalam makanan laut dan lingkungan. Hal ini karena polimer yang terurai dari waktu ke waktu, tambahan kimia dalam plastik, sisa monomer, serta paparan polutan dan mikroorganisme berbahaya yang semuanya aktif di lingkungan tersebut.
3.2 Dampak Penyakit Yang Ditimbulkan Akibat Pencemaran Sampah Plastik Gastric Exposure:
Manusia mengonsumsi mikroplastik dan nanoplastik melalui penelanan, terbukti dari analisis tinja dan penelitian model lingkungan.
Mikroplastik tidak mungkin meresap pada tingkat paraseluler, lebih cenderung masuk melalui fagositosis atau endositosis.
Penelitian menunjukkan tingkat penyerapan mikroplastik rendah pada hewan pengerat, berkisar antara 0,04–0,3%.
Nanoplastik memiliki tingkat bioavailabilitas yang jauh lebih tinggi daripada mikroplastik, terutama dengan nanopartikel polistirena seukuran 50 nm.
Nanoplastik mengalami transformasi dan berinteraksi dengan berbagai molekul dalam lambung, yang dapat memengaruhi kemampuan penyerapan.
Tantangan dalam penelitian meliputi transformasi dan interaksi nanoplastik dalam lumen saluran pencernaan.
Pentingnya penelitian menyertakan eksperimen dengan berbagai jenis plastik lainnya seperti polipropilena (PP), polietilena (PE), dan polietilena tereftalat (PET) untuk pemahaman yang lebih komprehensif.
Penyakit:
Iritasi Lambung: Partikel plastik yang terperangkap dalam lambung dapat menyebabkan iritasi dan peradangan pada dinding lambung.
Gangguan Pencernaan: Akumulasi mikroplastik dalam lambung dapat mengganggu fungsi pencernaan dan menimbulkan masalah pencernaan seperti mual, muntah, atau gangguan pencernaan lainnya.
Gangguan Absorpsi Nutrisi: Penyerapan mikroplastik dan nanoplastik dalam lambung dapat mengganggu penyerapan nutrisi penting, yang pada gilirannya dapat menyebabkan
kekurangan nutrisi dan masalah kesehatan terkait.
Risiko Kanker: Beberapa studi praklinis telah menunjukkan potensi partikel plastik untuk menyebabkan peradangan kronis, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker pada lambung.
Gangguan Sistem Kekebalan Tubuh: Penelitian awal menunjukkan bahwa penyerapan mikroplastik dalam lambung dapat mempengaruhi fungsi sistem kekebalan tubuh manusia, meningkatkan risiko penyakit autoimun dan kondisi terkait imun lainnya.
Pulmonary Exposure:
Manusia dapat terpapar mikroplastik dan nanoplastik melalui inhalasi, terutama di lingkungan dalam seperti rumah atau tempat kerja.
Di lingkungan luar, paparan juga dapat terjadi melalui menghirup aerosol yang terkontaminasi dari laut atau partikel udara dari pengolahan limbah.
Paparan partikel plastik dapat menimbulkan risiko kesehatan, termasuk toksisitas partikel, toksisitas kimia, dan potensi penyebaran patogen.
Absorpsi partikel plastik melalui inhalasi dapat berdampak pada kerusakan paru-paru dan meningkatkan risiko kondisi inflamasi dan kanker.
Faktor-faktor seperti hidrofobisitas, muatan permukaan, dan ukuran partikel memengaruhi penyerapan dan pengeluaran mikroplastik dan nanoplastik di paru-paru.
Studi menunjukkan bahwa atmosfer di daerah perkotaan adalah penyebab signifikan dari paparan partikel plastik, terutama dari serat sintetis yang mengandung bahan kimia dari minyak bumi.
Konsentrasi partikel plastik di dalam ruangan dapat jauh lebih tinggi daripada di luar ruangan, terutama dalam pengaturan perkotaan.
Saat ini belum ada informasi yang cukup tentang jumlah atau konsentrasi nanoplastik dalam udara, yang menunjukkan kebutuhan akan penelitian lebih lanjut dalam hal ini.
Penyakit
Iritasi Saluran Pernapasan: Inhalasi partikel plastik dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, termasuk batuk, sakit tenggorokan, dan kesulitan bernapas.
Kerusakan Paru-paru: Paparan jangka panjang terhadap partikel plastik dapat menyebabkan kerusakan pada paru-paru, termasuk fibrosis paru, pneumokoniosis, atau bronkitis kronis.
Gangguan Fungsi Paru-paru: Partikel plastik yang terhirup dapat mengganggu fungsi normal paru-paru, seperti kapasitas paru-paru dan pertukaran gas, yang dapat menyebabkan masalah pernapasan kronis.
Inflamasi Paru-paru: Paparan partikel plastik dapat menyebabkan peradangan pada paru- paru, yang dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan kronis seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Risiko Kanker: Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara paparan partikel plastik dengan peningkatan risiko kanker paru-paru. Partikel plastik tertentu juga dapat mengandung zat kimia karsinogenik yang dapat meningkatkan risiko ini.
Infeksi Saluran Pernapasan: Partikel plastik yang terhirup dapat menjadi media yang baik untuk bakteri dan mikroorganisme lain berkembang biak, meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan seperti pneumonia atau bronkitis.
Alergi dan Sensitisasi: Paparan terhadap partikel plastik tertentu juga dapat memicu reaksi alergi atau sensitisasi pada saluran pernapasan, yang dapat menyebabkan gejala seperti pilek, mata berair, atau ruam kulit.
Skin Contact Exposure:
Produk kesehatan dan kecantikan, seperti scrub tubuh dan wajah, merupakan sumber utama nanoplastik yang dapat terpapar pada kulit.
Penetrasi nanoplastik melalui kulit dapat terjadi melalui kelenjar keringat, luka pada kulit, atau folikel rambut.
Studi menunjukkan bahwa partikel nanoplastik cenderung hanya menembus lapisan kulit bagian atas, tanpa mencapai jaringan kulit yang lebih dalam.
Metode produksi mekanis dalam pembuatan produk kesehatan dan kecantikan dapat meningkatkan risiko pembusukan mikroplastik menjadi nanoplastik yang lebih kecil.
Paparan sinar UV dapat melemahkan penghalang alami kulit, memudahkan penetrasi nanoplastik ke dalam tubuh.
Beberapa zat kimia, seperti asam oleat dan etanol, dapat meningkatkan kemampuan nanopartikel untuk menembus kulit.
Model "sandwich" tiga lapisan dalam stratum korneum diyakini dapat mencegah nanopartikel besar dari menembus kulit yang tidak rusak.
Diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan sampel yang dikumpulkan dari lingkungan untuk memahami lebih baik kemampuan penetrasi mikro- dan nanoplastik melalui kulit.
Penyakit
Iritasi Kulit: Kontak dengan plastik tertentu dapat menyebabkan iritasi kulit, terutama jika plastik tersebut mengandung bahan kimia yang merangsang.
Dermatitis: Beberapa orang mungkin mengalami dermatitis kontak sebagai respons terhadap bahan kimia dalam plastik, yang dapat menyebabkan ruam kulit, gatal-gatal, dan kemerahan.
Reaksi Alergi: Komponen kimia tertentu dalam plastik dapat memicu reaksi alergi pada kulit bagi individu yang rentan terhadap alergi.
Infeksi: Bagian-bagian plastik yang tajam atau kasar dapat menyebabkan luka pada kulit, meningkatkan risiko infeksi bakteri atau jamur.
Kondisi Kulit Khusus: Orang dengan kondisi kulit tertentu, seperti dermatitis atopik atau psoriasis, mungkin lebih rentan terhadap efek negatif dari kontak dengan sampah plastik.
Kanker Kulit: Beberapa bahan kimia dalam plastik telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kulit, terutama jika paparan terhadap bahan tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Kerusakan Kulit Jangka Panjang: Paparan kronis terhadap plastik tertentu atau bahan kimia dalam plastik dapat menyebabkan kerusakan kulit jangka panjang, seperti penuaan dini atau penurunan elastisitas kulit.
Perubahan Pigmen Kulit: Beberapa bahan kimia dalam plastik dapat mengganggu produksi melanin, menyebabkan perubahan warna kulit atau hiperpigmentasi pada area yang terpapar.
4. MM Upaya Upaya Dalam Mengatasi Pencemaran Sampah Mikroplastik 4 .1 Pencegahan
Praktik-Praktik Spesifik untuk Mengurangi Mikroplastik:
Menghindari produk yang mengandung mikroplastik, seperti beberapa kosmetik dan produk perawatan pribadi.
Memilih pakaian yang tidak menghasilkan mikroplastik saat dicuci, seperti bahan alami dibandingkan sintetis.
Menggunakan filter di mesin cuci untuk menangkap serat mikroplastik.
Membawa dan menggunakan tas belanja ulang pakai, botol minum, dan peralatan makan untuk mengurangi konsumsi plastik sekali pakai.
Mendukung dan berpartisipasi dalam inisiatif dan kebijakan lokal untuk pengurangan sampah plastik dan peningkatan pengelolaan sampah.
Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, seperti kantong plastik, botol air minum, dan kemasan makanan, dapat mengurangi jumlah sampah plastik yang masuk ke lingkungan.
Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif sampah plastik dan pentingnya pengurangan penggunaan plastik dapat mendorong perilaku konsumen yang lebih
berkelanjutan.
Meningkatkan infrastruktur dan sistem pengelolaan sampah, termasuk daur ulang plastik, dapat membantu mengurangi jumlah sampah plastik yang berakhir di lingkungan.
Mendorong inovasi dalam pengembangan material alternatif yang ramah lingkungan, seperti bioplastik dan bahan daur ulang, dapat mengurangi ketergantungan pada plastik
konvensional.
Penggunaan sistem penyaringan air yang efektif, baik di instalasi pengolahan air maupun di rumah tangga, dapat membantu mengurangi jumlah mikroplastik yang masuk ke sumber air.
Kegiatan pembersihan pantai dan sungai secara berkala oleh masyarakat, sukarelawan, atau lembaga pemerintah dapat membantu mengurangi akumulasi sampah plastik di ekosistem air.
Melakukan penelitian lebih lanjut tentang sumber, distribusi, dan dampak mikroplastik dapat membantu dalam merancang strategi pencegahan yang lebih efektif.
Mengimplementasikan regulasi dan kebijakan yang membatasi produksi dan penggunaan plastik sekali pakai, serta mendorong praktik pengelolaan sampah yang berkelanjutan, dapat menjadi langkah penting dalam mengurangi pencemaran mikroplastik.
4. 2 Pengolahan Sampah (Kebijakan) Dasar UUD 1945
Pasal 28H Ayat (1): Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Pasal 33 Ayat (4): Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan."
Zero Waster Hierarcy:
Rethink/Redesign: Memikirkan kembali atau mendesain ulang produk dan proses untuk mengurangi dampak lingkungan.
Reduce: Mengurangi konsumsi dan pemborosan.
Reuse: Menggunakan kembali produk atau material tanpa proses produksi tambahan.
Recycle/Compost: Mendaur ulang material atau mengomposkan limbah organik.
Material Recovery: Memulihkan material yang masih bisa digunakan dari limbah.
Residuals Management: Pengelolaan sisa yang tidak bisa dihindari melalui pengobatan biologis dan pembuangan di landfill yang telah distabilkan.
Unacceptable: Kategori ini mencakup praktik pengelolaan limbah yang tidak dapat diterima seperti deregulasi limbah, insinerasi, dan konversi limbah menjadi energi yang tidak
berkelanjutan.
Di sebelah kanan diagram, terdapat tiga batang yang menunjukkan fokus aktivitas pengurangan sampah:
Batang atas menandakan area fokus aktivitas untuk Zero Waste maksimum, dengan usaha 70-80%.
Batang tengah menandakan aktivitas pengelolaan limbah umum.
Batang bawah menunjukkan batas aktivitas yang harus kurang dari 10%.
Tranformasi Kebijakan Pengelolaan Sampah End of Pipe:
Sampah jadi beban pencemar
Tidak ada pengurangan sampah
Sampah tidak sebagai sumberdaya
Tidak ada efisiensi sumberdaya
Ekstraksi SDA virgin
Linier economy (make use dispose)
3Rs & EPR (dalam lingkaran merah, mungkin menunjukkan fokus utama pada slide):
Mengurangi sampah sebagai beban pencemar
Pengurangan sampah di sumber
Sampah menjadi sumber daya
Efisiensi sumber daya
Mengurangi ekstraksi SDA virgin
Tanggung jawab produsen Circular Economy:
Re-design kemasan (less disposable more recyclable & reusable)
Membuat sampah didaur ulang & diguna ulang sebanyak mungkin
Mencapai SDG Goal no 11 (Sustainable Cities and Communities)
Mencapai SDG no 12 (Responsible Consumption and Production)
Daftar Pustaka:
1. Widiyatmoko, H., Purwaningrum, P., & Putri Arum, P. F. (2016). Analisis Karakteristik Sampah Plastik Di Permukiman Kecamatan Tebet Dan Alternatif Pengolahannya. Indonesian Journal of Urban and Environmental Technology, 7(1), 24–31.
2. Putra, H. T. (2012). Kebijakan Tentang Pengelolaan Sampah (Studi Implementasi
Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2010), 155.
3. Purwaningrum, P. (2016). Upaya Mengurangi Timbulan Sampah Plastik Di Lingkungan.
Indonesian Journal of Urban and Environmental Technology, 8(2), 141–7.
4. Yee, M. S. L., Hii, L. W., Looi, C. K., Lim, W. M., Wong, S. F., Kok, Y. Y., et al. (2021). Impact of microplastics and nanoplastics on human health. Nanomaterials, 11(2), 1–23.
5. Evode, N., Qamar, S. A., Bilal, M., Barceló, D., & Iqbal, H. M. N. (2021). Plastic waste and its management strategies for environmental sustainability. Case Studies in Chemical and Environmental Engineering, 4(August).
SIPSN - Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (menlhk.go.id)