MODUL PELATIHAN
Manajemen Intervensi Stunting Terintegrasi Bagi Staf Teknis OPD di Kabupaten/Kota
Jakarta
2019
i
Kata Pengantar
Di tengah rasa syukur atas berbagai kemajuan pembangunan nasional, disadari bahwa pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia masih terkendala oleh masalah gizi.
Satu dari tiga anak usia di bawah dua tahun dan di bawah lima tahun mengalami stunting akibat gangguan gizi kronis dan infeksi berulang dalam masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Stunting berdampak pada gagalnya pertumbuhan dan perkembagan anak yang ditandai dengan tubuh lebih pendek dan terhambatnya perkembangan mental anak. Stunting mengakibatkan penurunan daya saing Sumber Daya Manusia (UNICEF, 2018), penurunan produktivitas penduduk (Proyeksi Penduduk 2010-2045) dan potensi kerugian ekonomi nasional sebesar 2- 3% GDP pertahun (World Bank, 2016).
Menyadari pentingnya pengaruh masalah gizi terhadap perkembangan kualitas sumber daya masyarakat Indonesia, Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 42/2013 berkomitmen melakukan Percepatan Perbaikan Gizi (PPG) dengan strategi Intervensi Gizi Terintegrasi (IGT) yang melibatkan kerjasama inter-sektoral dan para pemangku kepentingan lainnya. Forum koordinasi lintas sektoral dalam upaya pencegahan dan penurunan stunting terintegrasi ini sudah terbentuk di tingkat pusat. Forum koordinasi juga diharapkan dapat terbentuk di semua provinsi serta kabupaten/kota sampai ke desa. Sasaran utama dalam IGT adalah para calon ibu, ibu hamil dan menyusui serta bayi sampai berusia 2 tahun.
Peningkatan kapasitas staf teknis OPD perlu dilakukan agar dapat membantu Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi forum koordinasi IGT di kabupaten/kota. Khususnya dalam perencanaan, pelaksanaan integrasi/konvergensi intervensi gizi spesifik dan sensitif, serta pemantauan dan evaluasi IGT. Penyusunan modul pelatihan untuk peningkatan kapasitas para staf teknis IGT kabupaten/kota perlu dilakukan.
Buku Modul Pelatihan Staf Teknis IGT kabupaten/kota ini disusun sebagai panduan penyelenggaraan pelatihan yang seluruhnya terdiri dari 11 materi pembelajaran. Penyusunan modul ini dilakukan secara bersama oleh Bappenas dan Nutrition International dengan mempertimbangkan saran dari Kementerian Dalam Negeri selaku penanggungjawab pelaksanaan pengembangan kapasitas kabupaten/kota dan Kementerian/Lembaga terkait.
Setelah membaca modul ini, diharapkan semua pihak yang terlibat pelatihan; yakni peserta latih, pelatih, dan narasumber serta penyelenggara pelatihan dapat mencapai hasil efektif dalam menurunkan stunting pada sasaran 1.000 HPK.
Juni 2019
Tim Penyusun
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar ... i
1 Pendahuluan ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Pelatihan ... 2
1.3 Pihak yang Terlibat dalam Pelatihan ... 2
1.4 Peran, Fungsi dan Kompetensi Peserta Latih ... 2
2. Struktur dan Diagram Alur Pelatihan ... 4
2.1 Struktur Program Pelatihan ... 4
2.2 Diagram Alur Pelatihan ... 5
2.3 Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) ... 5
3. Filosofi Pelatihan, Metode dan Proses Pembelajaran ... 7
3.1 Filosofi Pelatihan ... 7
3.2 Metode Pembelajaran ... 7
3.3 Proses Pembelajaran ... 7
3.4 Pembelajaran Materi Pelatihan ... 7
4. Evaluasi dan Sertifikasi Pelatihan ... 8
4.1 Evaluasi terhadap Peserta ... 8
4.2 Evaluasi terhadap Pelatih ... 8
4.3 Evaluasi terhadap Penyelenggara ... 8
4.4 Sertifikasi Pelatihan ... 8
5. Pengantar Modul ... 9
5.1 M1. Percepatan Penurunan Stunting melalui Intervensi GiziTerintegrasi ... 11
5.2 M2. Pengorganisasian Percepatan Penurunan Stunting Terintegrasi ... 16
5.3 M3. Perencanaan Program Integrasi Penurunan Stunting Kabupaten/Kota ... 22
5.4 M4. Upaya Penurunan Stunting melalui intervensi Gizi Spesifik ... 34
5.5 M5. Upaya Penurunan Stunting melalui PAUD, BKB, Pendidikan Keluarga ... 41
5.6 M6. Upaya Penurunan Stunting melalui Program KRPL, PKH dan BPNT ... 44
5.7 M7. Upaya PenurunanStunting melalui Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi ... 56
5.8 M8. Konvergensi Intervensi Penurunan Stunting di Tingkat Desa ... 60
5.9 M9. Strategi Komunikasi Mendukung Penurunan Stunting Terintegrasi Kabupaten/Kota 69 5.10 M10. Monitoring-Evaluasi Penurunan Stunting Terintegrasi dengan Platform Online ... 83
5.11 M11. Rencana Tindak Lanjut Peserta Pelatihan ... 101
iii
Daftar Tabel
Tabel 1. Struktur Program Pelatihan 4
Tabel 2. Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) 6 Tabel M1.1 Perkembangan masalah gizi Indonesia, Riskesda 2010, 2013, 2018 12 Tabel M3.1 Rencana Kegiatan Intervensi Penurunan StuntingTerintegrasi 29 Tabel M3.2 Rencana Program Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi 30 Tabel M3.3 Matriks Pemantauan Integrasi Rencana Kegiatan 30 Tabel M3.4 Matriks Pemantauan Integrasi Rencana Kegiatan 30 Tabel M4.1 Intervensi Gizi Spesifik Percepatan Penurunan Stunting 37 Tabel M4.2 Intervensi Gizi Sensitif Percepatan Penurunan Stunting 38 Tabel M4.3 Pemetaan Kegiatan Sektor/OPD Terkait Percepatan Penurunan Stunting 39
Tabel M10.1 Contoh Penanggung Jawab Penyediaan Data 85
Daftar Gambar
Gambar M1.1 Masalah Gizi Global, Global Nutrition Report, 2018 12 Gambar M1.2 Sebaran Status Stunting per Provinsi, Riskesdas 2013-2018 13
Gambar M1.3 Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi 14
Gambar M1.4 Kerangka Konseptual Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi 15 Gambar M2.1 Jadwal Tahapan Aksi Integrasi dan Penanggung Jawab 20 Gambar M4.1 Kerangka Konseptual Penurunan Stunting Terintegrasi 35 Gambar M4.2 Kerangka Penyebab Masalah Stunting di Indonesia 36 Gambar M4.3 Lokasi Fokus Intervensi dan Strategi Perluasan Penurunan Stunting 40
Gambar M6.1 Konsep Kegiatan KRPL 46
Gambar M7.1 Kontribusi Air Minum dan Sanitasi Layak pada 5 Goal SDGs 57 Gambar M9.2 Sistem Manajemen Data untuk Pemantauan dan Evaluasi Komunikasi
Perubahan Perilaku
80
Gambar M10.1. Tikar Pertumbuhan 87
1
1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Di balik berbagai kemajuan pembangunan nasional, Indonesia masih menghadapi masalah gizi yang mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Satu dari tiga anak usia di bawah dua tahun dan di bawah lima tahun mengalami stunting. Stunting terjadi akibat gangguan gizi kronis dan infeksi berulang dalam masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan, yang membuat anak gagal tumbuh-kembang, ditandai dengan tubuh yang pendek dan perkembangan mental yang terhambat. Hal ini akan berdampak pada penurunan daya saing SDM (UNICEF, 2018), penurunan produktivitas penduduk (Proyeksi penduduk 2010-2045) dan potensi kerugian ekonomi nasional 2-3% GDP pertahun (World Bank, 2016).
Pemerintah melalui Perpres No. 42/20103 menetapkan Percepatan Perbaikan Gizi/PPG dengan strategi intervensi gizi terintegrasi/IGT; melibatkan kerjasama inter-sektoral dan para pemangku kepentingan. Forum inter-sektoral untuk penurunan stunting mulai terbentuk di jenjang pusat dan Daerah, sejalan dengan penetapan RPJMN dan RKP 2015-2019 serta terbitnya Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Sunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota oleh Bappenas tahun 2018 dan Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Stunting oleh Kantor Sekretariat Wakil Presiden 2019. Forum inter-sektoral makin menyebar di provinsi dan kabupaten/kota, terutama setelah Kemendagri sebagai penanggungjawab pengembangan kapasitas Daerah dalam Stranas, melakukan sosialisasi 8 Aksi Integrasi pada 11 region, mencakup 160 kabupaten/kota sejak akhir 2018 hingga Mei 2019.
Pada tingkat kabupaten/kota, IGT dilaksanakan secara bertahap melalui 8 Aksi Integrasi yang mengacu pada Petunjuk Teknis Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Sunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota. Untuk memastikan berjalannya 8 Aksi Integrasi, diperlukan staf teknis OPD penurunan stunting yang memiliki kompetensi:
1) Memahami masalah, arah kebijakan dan strategi IGT penurunan stunting
2) Memahami pengorganisasian IGT penurunan stunting dan peran dirinya di kab/kota.
3) Membantu forum IGT penurunan stunting dalam perencanaan-pelaksanaan-pemantauan dan evaluasi .
4) Membantu lintas OPD dalam penajaman I
GT
penurunan stunting spesifik dan sensitif
5) Mengembangkan strategi komunikasi6) Membantu penerapan online pemantauan dan evaluasi IGT penurunan stunting.
7) Menerapkan pengembangan tugas-fungsi diri dalam IGT penurunan stunting
Guna melengkapi sosialisasi 8 Aksi Integrasi yang dilakukan oleh Kemendagri, Bappenas bekerjasama dengan Nutrition International telah mengembangkan modul pelatihan bagi staf teknis forum IGT penurunan stunting, agar mampu memfasilitasi perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan dan evaluasi IGT kabupaten/kota. Pelatihan modul ini yang juga menjadi bagian daripada fungsi Kemendagri dalam pengembangan kapasitas OPD kabupaten/kota, dijadwalkan bagi 160 kab/kota pada September (6 angkatan) dan November (4 angkatan) 2019
.
Diharapkan, dengan penyesuaian atas kebutuhan dinamis program, modul dapat digunakan untuk pelatihan tenaga serupa ke depan.2
1.2 Tujuan Pelatihan
1) Tujuan umum:
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsi selaku staf teknis OPD dalam memfasilitasi manajemen forum IGT kabupaten/kota.
2) Tujuan khusus:
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu:
a) Memahami masalah gizi, arah kebijakan dan strategi nasional IGT penurunan stunting serta peran staf teknis OPD dalam manajemen IGT penurunan stunting kabupaten/kota.
b) Menerapkan fasilitasi teknis manajemen IGT penurunan stunting kepada pimpinan dan anggota forum dalam:
§ membantu Pemda dan memfasilitasi pelaksanaan 8 Aksi Integrasi
§ membantu lintas OPD dalam penajaman intervensi stunting terintegrasi
§ membantu koordinasi inter-sektoral dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi intervensi stunting terintegrasi
§ membantu dalam pengembangan strategi komunikasi,
§ membantu penerapan online pemantauan dan evaluasi IGT penurunan stunting
§ menyusun rencana tindak lanjut diri dalam IGT penurunan stunting
1.3 Pihak yang Terlibat dalam Pelatihan
Ada tiga pihak utama yang terlibat dalam pelatihan yakni peserta, pelatih/narasumber dan penyelenggara pelatihan.
1.3.1 Peserta pelatihan
Peserta adalah asisten teknis dari pimpinan forum IGT kabupaten/kota 1.3.2 Pelatih/fasilitator dan Narasumber
1) Pelatih/fasilitator menguasai substansi materi dan metodologi serta teknologi alat bantu pendidikan dan latihan diklat. Dapat terdiri dari tenaga ahli pelatihan Kementerian Dalam Negeri/Bappenas dan pejabat kementerian serta lembaga terkait.
2) Narasumber: ahli dalam materi terkait 1.3.3 Penyelenggara
Penyelenggara pelatihan untuk asisten forum IGT kabupaten/kota terfokus stunting adalah Kementerian PPN/Bappenas yang didukung oleh Nutrition International dan bekerjasama dengan Kemendagri.
1.4 Peran, Fungsi dan Kompetensi Peserta Latih 1.4.1 Peran Peserta Latih
Peserta latih dipilih atas dasar perannya sebagai staf teknis OPD yang membantu pimpinan Daerah dalam penerapan 8 Aksi Integrasi untuk penurunan stunting di kabupaten/kota.
3
Tenaga ini dapat berasal dari OPD yang bertanggungjawab dalam intervensi stunting terintegrasi di bidang perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan dan evaluasi IGT kabupaten/kota.
Merujuk pada pembagian peran dan tanggung jawab dalam IGT kabupaten/kota yang sudah dilakukan Kemendagri dalam sosialisasi 8-Aksi Integrasi kabupaten/ kota;
diidentifikasi bahwa staf teknis pada Bappeda (dengan fungsi utama perencanaan dan pemantauan dan evaluasi) dan pada Dinkes (dengan fungsi utama intervensi gizi spesifik) sebagai prioritas untuk lebih dulu mengikuti pelatihan. Dari perspektif jender, data peserta ternyata menunjukkan keseimbangan jumlah antara peserta perempuan dengan peserta laki-laki.
1.4.2 Fungsi Peserta Latih
Peserta latih dengan peran sebagai staf teknis OPD yang membantu pimpinan Daerah dalam penerapan 8 Aksi Integrasi tersebut di atas, berfungsi membantu pimpinan forum IGT untuk menerapkan fasilitasi manajemen forum dalam:
1) Perencanaan termasuk penganggaran IGT lintas sektor,
2) Pelaksanaan IGT lintas sektor, baik yang berupa intervensi gizi spesifik (berdampak langsung pada stunting), maupun yang berbentuk intervensi gizi sensitif (berdampak tidak langsung pada stunting).
3) Monitoring dan evaluasi IGT kabupaten/kota dengan platform online.
1.4.3 Kompetensi yang harus dicapai peserta latih
1) Memahami masalah gizi, determinan multi faktor-nya, solusi dengan intervensi gizi spesifik dan sensitif, arah kebijakan nasional, pengorganisasian forum integrasi dan penerapan fungsi staf teknis forum IGT kabupaten/kota
2) Memfasilitasi forum IGT kabupaten/kota dalam hal-hal berikut:
a) Manajemen perencanaan dan penganggaran OPD intra internal dan inter- OPD; dengan penyusunan matrix rencana IGT kab/kota berdasarkan masukan rencana OPD yang sesuai dengan status stunting dan cakupan sasaran 1000 HPK perdesa, sebagai basis perencanaan IGT lintas OPD kabupaten/kota.
b) pelaksanaan IGT spesifik-sensitif sesuai strategi komunikasi yang konvergen sampai ke tingkat desa: dengan:
§ memproses format rancangan keputusan Bupati/Walikota tentang tugas- fungsi Desa dalam IGT penurunan stunting
§ memfasilitasi rembug stunting
§ menyusun matrix status pencapaian indikator IGT spesifik & sensitif per OPD per triwulan untuk bahan analisis kemajuan program IGT OPD.
§ menyusun strategi/peta konvergensi IGT penurunan stunting per desa
§ menerapkan strategi komunikasi inti sesuai kondisi sasaran di kab/kota
c)
monitoring-evaluasi IGT kabupaten/kota dengan mengaplikasikanpemantauan dan evaluasi IGT penurunan stunting dengan platform online.
4
2. Struktur dan Diagram Alur Pelatihan
2.1 Struktur Program Pelatihan
Sesuai tujuan pelatihan, disusun struktur program pelatihan dengan dua materi dasar (no. 1 dan 2) dan sembilan materi inti (no. 3 sampai dengan no. 11) sebagai berikut:
Tabel 1. Struktur Program Pelatihan
No Materi T P JP
1 Percepatan Penurunan Stunting melalui Intervensi Gizi Terintegrasi 1 1 2 2 Pengorganisasian Percepatan Penurunan Stunting 1 1 2 3 Perencanaan Program Integrasi Penurunan Stunting Kabupaten/Kota 1 3 4 4 Upaya Penurunan Stunting melalui Intervensi Gizi Spesifik 1 1 2 5 Upaya Penurunan Stunting melalui Pendidikan Dini dan Pola Asuh
Keluarga (PAUD HI, BKB, Pendidikan Keluarga)
1 1 2
6 Upaya Penurunan Stunting melalui Program KRPL, PKH, BPNT 1 1 2 7 Upaya Penurunan Stunting melalui Program Air Bersih dan Sanitasi
(STBM, Pamsimas)
1 - 1
8 Konvergensi Intervensi Penurunan Stunting di Tingkat Desa 1 2 3 9 Strategi Komunikasi Mendukung Penurunan Stunting Terintegrasi
Kabupaten/Kota
1 1 2
10 Monitoring-Evaluasi Penurunan Stunting Terintegrasi dengan Platform Online
1 3 4
11 Rencana Tindak Lanjut Peserta Pelatihan 1 1 2
A+B Total diperlukan 26 JP dari 30 JP yang tersedia selama 3 hari.
Sisa 4 jam pelajaran dipergunakan untuk pembukaan, pencairan, pretest, post-test, penyerahan sertifikat dan penutupan.
11 15 26
Catatan:
T =Teori PAUD = Pendidikan Anak Usia Dini
P =Praktek BKB = Bina Keluarga dan Balita
JP =@ 45 menit per jam pelajaran KRPL = Kawasan Rumah Pangan Lestari IGT = Intervensi Gizi Terintegrasi PKH= Program Keluarga Harapan
KPM = Kader Pembangunan Manusia BPNT = Bantuan Pangan Non Tunai STBM = Sanitasi Total Bersumberdaya Masyarakat
Pamsimas = Pengadaan Air Minum Berbasis Masyarakat
5
2.2 Diagram Alur Pelatihan
Rincian Alur Proses Pelatihan
1) Pembukaan dengan kegiatan: Laporan ketua penyelenggara; pengarahan pejabat berwenang tentang perlunya pelatihan; perkenalan peserta secara singkat.
2) Pretest penjajagan kemampuan awal peserta, menentukan pedalaman materi.
3) Pemantapan komitmen belajar dengan penjelasan fasilitator tentang tujuan/kegiatan belajar;
perkenalan peserta-fasilitator dan panitia penyelenggara, pengungkapan kebutuhan, harapan, kekhawatiran dan komitmen tiap peserta; kesepakatan bersama atas organisasi peserta, keamanan & kenyamanan kelas dst.
4) Pengisian wawasan dan materi kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) dengan metode partisipatif: pelibatan aktif peserta, seperti ceramah dan tanya jawab; bermain peran; diskusi kasus, demonstrasi dan praktek.
5) Penyusunan rencana tindak lanjut peserta.
6) Evaluasi harian guna penyempurnaan proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
Disertai umpan balik pelatih kepada peserta berdasarkan penampilan peserta di kelas dan di lingkungan; serta post test dan evaluasi penuh.
7) Penutupan termasuk pemberian sertifikat, yang juga dapat mencatat masukan peserta ke fasilitator dan penyelenggara untuk perbaikan pelatihan ke depan.
2.3 Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)
PENGISIAN MATERI PELAJARAN
§ Percepatan Penurunan Stunting melalui Intervensi Gizi Terintegrasi
§ Pengorganisasian Percepatan Penurunan Stunting
§ Perencanaan Program Integrasi Penurunan Stunting Kabupaten/Kota
§ Upaya Penurunan Stunting melalui Intervensi Gizi Spesifik
§ Upaya Penurunan Stunting melalui Pendidikan Dini dan Pola Asuh Keluarga
§ Upaya Penurunan Stunting melalui Program KRPL, PKH dan BPNT
§ Upaya Penurunan Stunting melalui Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi
§ Konvergensi Intervensi Penurunan Stunting di Tingkat Desa
§ Strategi Komunikasi Mendukung Penurunan Stunting Terintegrasi Kabupaten/Kota
§ Monitoring-Evaluasi Penurunan Stunting Terintegrasi dengan Platform Online
§ Rencana Tindak Lanjut Peserta Pelatihan
Dikemas dalam paket terdiri atas pelatih dan narasumber dengan metode-media-bahan belajar dan evaluasi, guna membangun komitmen dan kontinuitas proses belajar menuju peningkatan kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) staf teknis forum intervensi gizi terintegrasi kabupaten/kota.
Pembukaan Pretest Pencairan
Evaluasi Akhir
Post Test Sertifikat dan Penutupan
PENUTUPAN
6 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah mengikuti materi/submateri dalam pelatihan ini, peserta latih mampu melaksanakan perannya sebagai staf teknis OPD dalam fasilitasi manajemen yang meliputi perencanaan- pelaksanaan-pemantauan dan evaluasi IGT untuk penurunan stunting di kabupaten/kota.
Tujuan Pembelajaran Khusus (TIK): sebagaimana tercantum dalam tabel berikut.
Tabel 2. Garis-garis Besar Program Pembelajaran TPK (Tujuan
Pembelajaran Khusus) Pokok Bahasan/
Subpokok Bahasan Metode Media dan
Alat Bantu Referensi Setelah mengikuti materi/
sesi dalam pelatihan ini, peserta mampu:
1. Memahami masalah gizi dan kebijakan nasional percepatan penurunan stunting dan manajemen IGT kabupaten/kota.
a. Masalah gizi b. Solusi masalah c. Kebijakan dan
strategi nasional CTJ
Bahantayang Modul Laptop Flipchart Papantulis putih Supidol Boardmarker
§ Pedoman pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota, Bappenas 2018.
§ Strategi Nasional Pencegahan Anak Kerdil (Stunting), Periode 2018- 2024, Secretariat Wakil Presiden, 2019
2. Memahami pengorga- nisasian dan peran diri peserta dalam manajemen IGT penurunan stunting.
a. Pengorganisasian percepatan
penurunan stunting terintegrasi
b. Posisi dan peran serta tugas fungsi staf teknis OPD.
CTJ idem idem
3. Memfasilitasi forum IGT kabupaten/kota dalam manajemen perencanaan dan penganggaran dalam internal OPD dan inter-OPD (dengan basis
perencanaan IGT lintas OPD kabupaten/kota)
a. Perencanaan dan penganggaran IGT OPD di kab/kota b. Penyusunan matrix
rencana IGT lintas OPD sesuai analisis stunting dan kinerja cakupan sasaran 1000HPK perdesa
CTJ Diskusi
Isian format matrix rencana kab/kota IGT
Idem
Idem ditambah dengan daftar lokus
prioritas kab/kota 2020-2024 dan tagging biaya
2018-2019
4. Memfasilitasi forum IGT kabupaten/kota dalam pelaksanaan IGT spesifik- sensitif sesuai strategi komunikasi yang konvergen sampai ke tingkat desa:
a. Pelaksanaanprogram IGT Spesifik
b. Pelaksanaanprogram IGT Sensitif
c. Konvergensi program IGT di Desa b. Strategi komunikasi IGTstunting kab/kota
CTJ/
Panel CTJ Diskusi kelompok dan pleno
Idem
Idem ditambah pedoman pelaksanaan intervensi spesifik dan
sensitif terbitan K/L anggota IGT penurunan stunting 5. Memfasilitasi forum IGT
kabupaten/kota dalam monitoring-evaluasi IGT kab/kota dengan aplikasi platform online
a. Sistem pemantauan dan evaluasi dan dashboard dengan platform online b. Aplikasi komputer
untuk pemantauan dan evaluasi dengan platform online
Praktik CTJ Komputer Pemantau an dan Evaluasi
Online
Idem dan
Laptop tiap peserta
Idem ditambah pedoman Pemantauan dan
Evaluasi dan Dashboard IGT berplatform online.
7
3. Filosofi Pelatihan, Metode dan Proses Pembelajaran
3.1 Filosofi Pelatihan
Sesuai dengan peserta latih yang merupakan orang dewasa, proses pelatihan menerapkan nilai-nilai berikut:
1) Pembelajaran orang dewasa: peserta berhak dihargai keberadaannya, didengarkan dan dihargai pengalamannya.dipertimbangkan setiap ide dan pendapatnya dalam konteks intervensi perubahan perilaku.
2) Pertimbangan positif berbasis aset: dengan selalu melihat aset dalam setiap situasi;
yakni memandangnya sebagai kesempatan daripada masalah, kekuatan daripada kelemahan, apa yang bisa dilakukan daripada yang tak bisa dilakukan dalam merespon situasi lapangan.
3) Belajar sambil berbuat: mendapat kesempatan belajar sambil praktek mengerjakan sendiri dengan metode pembelajaran partisipatif (studi kasus, simulasi, role play, permainan, latihan (exercise) Melakukan pengulangan atau perbaikan untuk mencapai kompetensi yang diinginkan.
3.2 Metode Pembelajaran
Dengan orientasi tentang latar belakang pelatihan, pentingnya dorongan atas peran aktif peserta, serta iklim yang mendorong peranaktif peserta dan kebebasan dalam berpendapat,
maka dapat dipilih metode partisipatif, seperti: ceramah dan tanya jawab, curah pendapat untuk menggali pengalaman dan mengisi peserta terkait materi yang dibahas, dan penugasan berupa latihan atau diskusi kelompok untuk pengembangan kompetensinya.
3.3 Proses Pembelajaran
Langkah pembelajaran, dilakukan dengan urutan berikut:
1) Penjajagan awal peserta dengan pretest.
2) Pencairan/ penggalian harapan peserta untuk membangun komitmen belajar 3) Penyiapan peserta dengan suasana kondusif untuk perubahan perilaku
4) Pembahasan materi dengan pelibatan aktif dalam pemahaman teori dan penugasan praktek dimana fasilitator melakukan:
Ø Penyiapan peserta untuk mengikuti proses belajar
Ø Proses belajar diawali dengan penggalian pengalaman peserta. penjelasan singkat isi materi, dan penugasan individu atau kelompok.
Ø Penghimpunan umpan balik peserta seusai pembahasan materi.
Ø Pembuatan rangkuman sesi pembelajaran oleh fasilitator dan peserta.
5) Praktek dalam bentuk penugasan.
6) Penjajagan akhir peserta dalam bentuk post-test.
3.4 Pembelajaran Materi Pelatihan
Disusun berdasarkan GBPP dalam bentuk modular untuk 11 Materi Pelatihan yang diuraikan tersendiri dalam bentuk Modul Pelatihan.
8
4. Evaluasi dan Sertifikasi Pelatihan
Evaluasi Pelatihan dilakukan terhadap tiga pihak yakni peserta, fasilitator/pelatih/narasumber, serta penyelenggara pelatihan. Tujuan evaluasi adalah menilai kemajuan dan identifikasi kelemahan untuk perbaikan cepat melalui pemantauan atas alur proses pelatihan, umpan balik dan test tertulis pada pretest, lembar evaluasi harian, catatan fasilitator, response peserta, kinerja penyelenggaraan, post-test dan informasi faktual yang dianalysis seksama oleh tim evaluator.
Berikut sasaran, cara dan unsur evaluasi:
4.1 Evaluasi terhadap Peserta
Dilakukan dengan cara 1)Penjajagan awal dengan pretest dan 2)Penilaian pemahaman atas materi pembelajaran
4.2 Evaluasi terhadap Pelatih
Dilakukan dengan menilai kepuasan peserta terhadap kemampuan fasilitator dalam menyampaikan pengetahuan/keterampilan. Unsur yang dinilai meliputi:
§ Penguasaan materi
§ Ketepatan waktu
§ Kesempatan tanya jawab
§ Kerapian penampilan
§ Kerjasama tim pengajar
§ Kemampuan dan sistematika penyajian
§ Penggunaan metodedan alat bantu diklat
§ Empati-sikap-gaya terhadap peserta
§ Penggunaan bahasa dan volume suara
§ Pencapaian tujuan umum pelatihan
4.3 Evaluasi terhadap Penyelenggara
Dilakukan dengan merekam pendapat peserta terhadap penyelenggaraan akademis dan administratif pelatihan sebagai berikut:
§ Pelayanan kesehatan
§ Mekanisme pelatihan
§ Akomodasi
§ Konsumsi
§ Pelayanan komunikasi
§ Pelayanan kesehatan
§ Manfaat materi untuk pelaksanaan tugas
§ Hubungan penyelenggara dengan peserta
§ Relevansi pelatihan dengan tugas peserta
§ Pelayanan informasi
§ Pencapaian tujuan pelatihan
§ Kepustakaan
4.4 Sertifikasi Pelatihan
Peserta yang mengikuti pelatihan minimal 95% jam acara pelatihan akan memperoleh sertifikat pelatihan yang ditandatangani oleh Bappenas dan Ketua Penyelengara Pelatihan.
Kurikulum yang terkandung dalam pengembangan kapasitas ini menjadi panduan acara pelatihan staf teknis forum intervensi gizi terintegrasi kabupaten/kota. Penyelenggara pelatihan dapat menggunakan konsep pengembangan kapasitas ini untuk melaksanakan pelatihan yang terencana dan efektif dalam mencapai tujuan pelatihan
9
5. Pengantar Modul
Modul diartikan sebagai unit terkecil dalam sebuah mata diklat yang dapat berdiri sendiri dan dipergunakan secara mandiri dalam proses pembelajaran. Modul dimaksudkan untuk:
§ Mengatasi keterbatasan waktu dan ruang peserta diklat
§ Memungkinkan peserta diklat mengukur atau menilai sendiri hasil belajarnya.
§ Memudahkan peserta diklat menyesuaikan kemampuannya untuk pembelajaran mandiri.
Sistematika penulisan modul ini, diuraikan sebagai berikut:
§ Latar belakang (alasan penulisan dan kegunaan modul dalam lingkup pekerjaan peserta)
§ Deskripsi singkat tentang nama dan ruang lingkup isi modul (1-2 paragraf)
§ Tujuan Pembelajaran tentang kompetensi dasar dan indikator keberhasilan.
§ Materi dan submateri pokok mengacu kepada kurikulum
§ Materi Pokok 1 (judul, indikator keberhasilan, uraian dan contoh, latihan, rangkuman, evaluasi materi, umpan balik dan tindak lanjut).
§ Materi Pokok 2
§ Materi Pokok 3 dst
§ Daftar Pustaka
§ Glosarium Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan Percepatan Perbaikan Gizi untuk penurunan stunting, perlu dilaksanakan manajemen konvergensi program lintas sektor dan penerapan Integrasi Intervensi Gizi Spesifik dan Sensitif di kabupaten/kota. Para penanggungjawab program Intervensi Stunting Terintegrasi/IST di masing-masing OPD membutuhkan staf teknis yang kompeten dalam membantu manajemen IST di wilayahnya. Untuk itu, perlu dilakukan pelatihan manajemen IST bagi staf teknis program OPD kabupaten/kota. Guna mengatasi keterbatasan waktu dan ruang bagi peserta diklat, dilakukan pelatihan dengan pendekatan modul untuk memudahkan peserta diklat belajar secara dinamis sesuai kemampuan diri dalam lingkup pekerjaannya.
Nama dan Ruang Lingkup Isi Modul
Nama mata diklat ini adalah Modul Pelatihan Manajemen Intervensi Stunting Terintegrasi Bagi Staf Teknis OPD di Kabupaten/Kota. Ruang lingkup modul meliputi pokok-pokok manajemen Intervensi Stunting Terintegrasi/IST sebagai berikut:
§ Percepatan penurunan stunting melalui Intervensi Gizi Terintegrasi
§ Pengorganisasian penurunan stunting dan Peran Staf Teknis IGT kabupaten/kota.
§ Perencanaan dan Penganggaran IGT kabupaten/kota untuk penurunan stunting
§ Pelaksanaan IGT Spesifik dan Sensitif untuk penurunan stunting di kabupaten/kota
§ Pelaksanaan Strategi Komunikasi untuk penurunan stunting di kabupaten/kota
§ Pelaksanaan Konvergensi IGT untuk penurunaan stunting di tingkat Desa
§ Monitoring dan Evaluasi IGT untuk penurunan stunting dengan platform online
§ Rencana Tindak Lanjut IGT peserta latih untuk penurunan stunting kabupaten/kota.
Tujuan Pembelajaran
10 Tujuan umum:
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsi selaku staf teknis OPD dalam memfasilitasi manajemen forum IGT kabupaten/kota.
Tujuan khusus:
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu:
§ Memahami masalah gizi, arah kebijakan dan strategi nasional IGT penurunan stunting serta peran staf teknis OPD dalam manajemen IGT penurunan stunting di kabupaten/kota.
§ Menerapkan fasilitasi teknis manajemen IGT penurunan stunting kepada pimpinan dan anggota forum dalam:
Ø membantu Pemda dan lintas OPD dalam memfasilitasi pelaksanaan 8 Aksi Integrasi Ø membantu konvergensi inter-sektoral dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan dan evaluasi intervensi stunting terintegrasi di wilayah kabupaten/kota hingga ke Desa.
Ø membantu pengembangan strategi komunikasi untuk penurunan stunting Ø membantu penerapan online pemantauan dan evaluasi IGT penurunan stunting Ø menyusun rencana tindak lanjut diri dalam IGT penurunan stunting
Materi dan Submateri Pokok
Mengacu kepada GBPP dalam kurikulum pelatihan ini, telah diidentifikasi 11 materi pembelajaran untuk pelatihan staf teknis OPD dalam IGT untuk penurunan stunting kabupaten/kota sebagai berikut:
§ Percepatan penurunan stunting melalui Intervensi Gizi Terintegrasi/IGT
§ Pengorganisasian percepatan penurunan stunting dan peran staf teknis IGT kab/kota
§ Perencanaan Program IGT untuk Penurunan Stunting di kabupaten/kota
§ Upaya Penurunan Stunting melalui Intervensi Gizi Spesifik
§ Upaya Penurunan Stunting melalui Pendidikan Dini dan Pola Asuh Keluarga
§ Upaya Penurunan Stunting melalui Program KRPL, PKH dan BPNT
§ Upaya Penurunan Stunting melalui Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi
§ Konvergensi Program IGT untuk Penurunan Stunting di Tingkat Desa
§ Strategi Komunikasi Mendukung IGT untuk Penurunaan Stunting kabupaten/kota
§ Monitoring-Evaluasi IGT untuk Penurunan Stunting dengan Platform Online
§ Rencana Tindak Lanjut Peserta Pelatihan
Untuk setiap materi pelatihan diuraikan unsur-unsur pembelajaran sebagai berikut:
§ Deskripsi singkat
§ Tujuan pembelajaran
§ Pokok bahasan/subpokok bahasan
§ Metode
§ Media dan Alat Bantu
§ Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
§ Uraian Materi
§ Referensi
§ Lampiran Lembar Kerja dan informasi lain.
11
5.1 M1. Percepatan Penurunan Stunting melalui Intervensi GiziTerintegrasi
Sesi PembelajaranSesi pertama dengan waktu 2 unit jam pelajaran @ 45 menit. Teori=1. Praktek=1.
Deskripsi Singkat
Pokok bahasan ini memberi pendalaman terhadap masalah stunting, determinan penyebabnya, solusi dengan IGT spesifik dan IGT sensitif, serta arah kebijakan dan strategi nasional untuk percepatan penurunan stunting di wilayah kabupaten/kota.
Tujuan Pembelajaran
Sesudah mengikuti sesi ini, peserta mampu: menjelaskan masalah gizi utama, khususnya stunting, determinan peyebabnya dan upaya mengatasinya dengan intervensi gisi spesifiik dan sensitif; serta menjelaskan arah kebijakan dan strategi nasional.
Pokok Bahasan/Subpokok Bahasan
§ Permasalahan Gizi , khususnya Stunting.
§ Stunting dan Faktor Penyebabnya.
§ Kebijakan Nasional Mengatasi Stunting.
Metode
§ Curah pendapat (CP)
§
Ceramah & Tanya Jawab (CTJ)
Media dan Alat Bantu§ Slide power point, laptop dan LCD projector, sound system;
§ Papan tulis putih, flipcharts dan supidol boardmarker.
Referensi
§ Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi Di Kabupaten/Kota, Bappenas 2018
§ Strategi Nasional Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2020-2924, Sekretariat Wakil Presiden RI, 2019
§ Presentasi narasumber tentang masalah gizi dan percepatan penurunan stunting dengan Intervensi Gizi Terintegrasi, 2019
Langkah-langkah pembelajaran Langkah 1: Pengantar pelatih, 10 menit
§ Ucapan selamat dan syukur bisa berkumpul untuk belajar bersama
§ Membangun motivasi dan semangat belajar
§ Memperkenalkan dan menyilahkan narasumber memberi CTJ.
Langkah 2: Ceramah oleh narasumber, 30 menit
Kegiatan Pembelajaran
Di Tiap Langkah
§ Masalah dan determinan stunting di Indonesia, provinsi, kab/kota & dunia
§ Dampak stunting terhadap kualitas SDM, prodktivitas penduduk, ekonomi
§ Upaya penanganan stunting, intervensi spesifik & sensitif terintegrasi.
§ Kebijakan dan strategi nasional
Langkah 3: Tanya Jawab antara peserta dan narasumber, 20 menit Langkah 4. Diskusi 3 kelompok, 30 menit
Kelompok 1 meringkas Masalah, dan Dampak Stunting Kelompok 2 meringkas Determinan dan Upaya Solusi Kelompok 3 meringkas Kebijakan dan Strategi Nasional
Langkah 5. Presentasi pleno hasil 3 kelompok dan rangkuman hasilnya, 20 menit
12 Uraian Materi 1:
Percepatan Penurunan Stunting dengan Intervensi Gizi Terintegrasi (IGT)
A. Permasalahan Gizi, Khususnya StuntingSetiap negara di dunia mengalami permasalahan gizi, yang dapat mencakup masalah gizi kurang dan gizi lebih serta kekurangan mikronutrien tertentu. Gambar berikut menurut Global Nutrition Report 2018, menunjukkan sebaran global dominasi single, double dan triple nutritional problems.
Gambar M1.1 Masalah Gizi Global, Global Nutrition Report 2018
Indonesia saat ini juga menghadapi beban masalah gizi ganda. Data Riskesdas 2010-2013- 2018 menunjukkan perkembangan masalah gizi di Indonesia cukup kompleks dengan tantangan ganda sebagai berikut:
Tabel M1.1 Perkembangan Masalah Gizi Indonesia, Riskesdas 2010, 2013, 2018 Masalah Gizi Riskesdas 2010 Riskesdas 2013 Riskesdas 2018
% Stunting Balita 36.8 37.2 30.9
% Wasting Balita 13.6 12.1 10.2
% Overweight Balita 12.2 11.9 8.0
% Overweight Dewasa/18+ 10.5 14.8 21.8
% Anemia Bumil 24.5 37.1 48.9
Walaupun terjadi kecenderungan menurun pada balita, namun besarannya masih tinggi untuk stunting, wasting dan overweight. Sedangkan kecenderungan overweight dewasa dan anemia bumil terus meningkat, membawa risiko kesehatan tidak kecil dan ancaman besar terhadap kesehatan masyarakat, produktivitas penduduk dan menurunnya potensi ekonomi akibat menurunnya 2-3% PDB.
Dari semua gambaran di atas, stunting membawa ancaman bermakna terhadap kualitas sumberdaya manusia Indonesia karena beberapa alasan. Pertama, karena terjadi pada 1000 HPK, di masa dini kehidupan dengan dampak permanen terhadap tumbuh-kembang anak baduta/balita. Ditandai dampaknya pada anak yang tumbuh pendek dengan kecerdasan rendah, sehingga sebagai SDM tak mampu bersaing global menyuramkan masa depan bagi Indonesia. Kedua, fokus pada masa kritis 1000 HPK pencegahan stunting, akan berdampak sekaligus pada pengurangan masalah gizi lainnya.
single burden
double burden
triple burden
Global Nutrition Report 2018
Stunting: 22.2%->150.8 million underfives Wasting: 7.5% -> 50,5 million underfives Overweight: 5.6% -> 38.3 million underfives
13
Data Riskesdas 2018 juga memberi gambaran situasi stunting di provinsi. Dengan itu, dapat ditelusuri kabupaten/kota (yang dapat dilanjutkan dengan status stunting desa oleh kabupaten/kota) untuk identifikasi penetapan lokus penanganan stunting dalam perencanaan jangka menengah 2020-2024 Bappenas, sebagaimana dalam gambar berikut.
Gambar M1.2 Sebaran Status Stunting per Provinsi, Riskesdas 2013-2018
B. Stunting dan Faktor Penyebabnya
§ Stunting adalah kondisi gagal tumbuh-kembang pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia dan di seluruh kelompok sosial ekonomi. Seperti dikemukakan di muka, persentasi stunting masih sekitar 30% pada balita dan baduta atau 1 daripada 3 balita-baduta. Pada balita sudah menurun dari 36,8% tahun 2007 menjadi 30,8% tahun 2018 di Indonesia, sedangkan pada baduta sudah menurun juga dari 32,9%
tahun 2013 menjadi 29,9% tahun 2018 (Riskesdas 2018). Namun, besaran prosentasenya masih tinggi dibandingkan tujuan penurunan ke tingkat 20%.
§ Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi tersebut dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tumbuh. Sedangkan dalam jangka panjang adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebakan tubuh sehingga mudah sakit dan risiko tinggi timbulnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua.
Kesemuanya menurunkan kualitas SDM Indonesia, produktivitas, daya saing bangsa.
Dalam telaah lebih lanjut, dampak terhadap kesehatan adalah gagal tumbuh dan hambatan perkembangan kognitif dan motorik, serta gangguan metabolik saat dewasa (The Lancet, 2008). Diperkirakan terjadi penurunan produktivitas penduduk akibat penurunan kualitas SDM pada kelompok stunting (Proyeksi penduduk 2010-2045). Dari aspek pembangunan manusia, terjadi penurunan daya saing SDM Indonesia (UNICEF, 2018).
14
Dalam aspek ekonomi, potensi kerugian akibat hal ini adalah 2-3% PDB per tahun atau sekitar Rp. 260-390 triliun setahunnya (World Bank, 2016). Stunting harus sungguh diatasi dengan penanganan tepat secepatnya.
§ Permasalahan stunting bersifat multidimensional, tidak hanya hambatan terhadap asupan pangan/gizi dan kesehatan sebagai penyebab langsung, namun juga kemiskinan dan akses terhadap pangan, pola asuh dan penyediaan air minum dan sanitasi layak sebagai penyebab tak langsung. Gambar berikut menjelaskan pengaruh multifaktor terhadap stunting termasuk akar masalahnya.
Gambar M1.3 Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi
Menurut kerangka pikir ini, upaya mengatasi masalah gizi, khususnya stunting memiliki separangkat determinan, baik yang merupakan penyebab langsung dengan intervensi spesifik maupun penyebab tidak langsung dan akar penyebab yang diatasi dengan intervensi sensitif.
Kajian para pakar kemudian menemukan bahwa semua masalah gizi anak (pendek, gemuk, PTM) bermula pada proses tumbuh kembang janin dalam kandungan sampai anak berusia 2 tahun. Kekurangan gizi dapat mengganggu proses tumbuh kembang, sehingga terjadi kelainan dalam bentuk tubuh pendek, meskipun faktor gen dalam sel menunjukkan potensi untuk tumbuh normal (Barker, 2007). Penelitian juga menunjukkan bahwa proses tumbuh kembang janin dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kesehatan ibu sewaktu remaja. Upaya mencegah gangguan tumbuh kembang janin sampai usia 2 tahun dengan demikian difokuskan pada ibu hamil, anak 0-23 bulan dan remaja perempuan pranikah, sebagai kelompok 1000HPK.
15
C. Kebijakan Nasional Mengatasi Stunting
Sejarah kemudian mencatat bahwa sekitar 30% balita dan baduta yang tergolong stunting telah menyadarkan para pimpinan negara untuk berkomitmen mengatasi hal ini melalui penerbitan Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (PPG). Gernas PPG dilakukan dengan intervensi gizi terintegrasi yang menerapkan intervensi spesifik maupun intervensi sensitif.
Saat ini, Gernas PPG sudah berhasil membangkitkan gerakan nasional dengan meningkatnya dukungan berbagai sektor dan pemangku kepentingan. Intervensi gizi terintegrasi sudah tercantum dalam RPJMN dan RKP 2015-2019 Pengorganisasian inter sektoral dan pemangku kepentingan dengan intervensi gizi terintegrasi memerlukan intensifikasi. Di samping itu, intensitas program dengan terbitnya Pedoman 8 Aksi Integrasi oleh Bappenas dan Stranas oleh Kantor Wakil Presiden, memerlukan regulasi baru untuk meningkatkan intervensi terintegrasi agar makin konvergen menajamkan sasaran 1000 HPK guna menurunkan stunting dalam kurun waktu 2020-2024 ke depan.
Gambar M1.4 Kerangka Konseptual Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota, Bappenas 2018
Lembar Kerja
§ Format Ringkasan:
Kelompok 1: Masalah dan Dampak Stunting
Kelompok 2: Determinan dan Upaya Solusi Stunting
Kelompok 3: Kebijakan dan Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting
§ Format Rangkuman Materi
Judul: Percepatan Penurunan Stunting melalui Intervensi Gizi Terintegrasi
(1. Pendahuluan, 2. Masalah dan Dampak Stunting, 3. Determinan dan Upaya Solusi Stunting, 3. Kebijakan dan Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting).
Staf Teknis Forum IGT Kabupaten/Kota dapat menjelaskan permasalahan gizi, penyebab dan solusinya, serta kebijakan nasional percepatan penurunan stunting
stunting.
16
5.2 M2. Pengorganisasian Percepatan Penurunan Stunting Terintegrasi
Sesi PembelajaranSesi kedua dengan waktu 2 unit jam pelajaran @ 45 menit . Teori=1, Praktek= 1.
Deskripsi Singkat
Determinan multifaktorial sebagai penyebab stunting sebagaimana dikemukakan dalam sesi materi pertama menuntut pendekatan tematik, holistik, integratif dan spatial (this); pada setiap kegiatan IGT untuk penurunan stunting. Baik dalam pengorganisasian maupun dalam manajemen perencanaan-pelaksanaan-pemantauan dan evaluasi program sektoral dan inter- sektoralnya.
Pengorganisasian yang menghimpun potensi lintas sektor/OPD/lintas pemangku kepentingan dalam suatu keserasian integrasi yang saling menunjang dan melengkapi, menjadi ciri/karakter organisasi intervensi penurunan stunting di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga ke desa. Penataan pengorganisasian sedemikian itu, juga dikaitkan dengan pembagian tugas lintas OPD dalam tahap perencanaan-pelaksanaan-pemantauan dan evaluasi program penurunan stunting di kabupaten/kota. Dalam kaitan ini, amat penting keberadaan staf teknis yang terlatih untuk membantu pimpinan OPD dalam memfasilitasi manajemen IGT dengan penerapan 8 Aksi Integrasi.
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu:
§ Menjelaskan pengertian dan dasar pertimbangan pembentukan pengorganisasian penyelenggaraan percepatan penurunan stunting terintegrasi
§ Menjelaskan pentingnya pendekatan kerjasama tematik, holistik, integratif dan spatial (THIS) yang mendasari intervensi stunting terintegrasi terkait perencanaan-pelaksanaan- pemantauan dan evaluasi lintas sektor/OPD/pemangku kepentingan, yang serasi menuju penurunan stunting.
§ Menjelaskan posisi diri peserta latih selaku staf teknis forum IGT kabupaten/kota dalam memfasilitasi manajemen forum.
Pokok Bahasan/Subpokok Bahasan
§ Pengertian dan dasar pertimbangan pengorganisasian IGT dengan kerjasama lintas sektor/OPD/pemangku kepentingan untuk penurunan stunting di kabupaten/kota.
§ Peran dan posisi peserta selaku staf teknis OPD/pemangku kepentingan dalam fasilitasi manajemen forum IGT kabupaten/kota,
Metode
§ Ceramah dan Tanya Jawab (CTJ)
§
Diskusi Kelompok
§
Diskusi pleno dan rangkuman rekomendasi
Media dan Alat Bantu§ Slide power point, laptop dan LCD projector, sound system;
§ Papan tulis putih, flipcharts dan supidol boardmarker Referensi
§ Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting
Terintegrasi Di
Kabupaten/Kota, Bappenas 2018§ Strategi Nasional Pencegahan Anak Kerdil (Stunting), Periode 2020-2024, Sekretariat Wakil Presiden, 2019.
17 Langkah-langkah Pembelajaran
Pengorganisasian Percepatan Penurunan Stunting Terintegrasi
Langkah 1. Pengantar pelatih.5 menit§ Ucapan selamat dan syukur atas kesempatan belajar bersama
§ Membangun motivasi dan semangat belajar
§ Memperkenalkan dan menyilahkan narasumber Langkah 2. Ceramah oleh narasumber, 30 menit
§ Presentasi narasumber mengenai pengertian dan tujuan pengorganisasian percepatan stunting terintegrasi dan peran staf teknis OPD sebagai pembantu pimpinan OPD dan forum IGT untuk penurunan stunting kabupaten/kota Langkah 3. Tanya jawab pengorganisasian dan posisi/peran staf teknis OPD, 10 menit
Langkah 4. Diskusi 3 kelompok dengan penugasan berikut selama 30 menit:
§ Kelompok 1 meringkas pengorganisasian IGT untuk penurunan stunting di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sampai ke Desa
§ Kelompok 2 meringkas peran, tugas dan fungsi staf teknis OPD di forum IGT kabupaten/kota untuk penurunan stunting
§ Kelompok 3 meringkas fungsi ketua forum dan fungsi OPD/pemangku kepentingan yang menjadi anggota forum IGT untuk penurunan stunting di kabupaten/kota.
Langkah 5. Diskusi pleno hasil kelompok dan rangkuman rekomendasi, 25 menit Setelah kesepakatan rangkuman, sesi ditutup oleh pelatih.
Uraian Materi 2:
Pengorganisasian Percepatan Penurunan Stunting Terintegrasi
A. Pedoman Pengorganisasian Percepatan Penurunan Stunting Terintegrasi
Pengorgnisasian merupakan unsur manajemen yang penting untuk memberi arah sehingga intervensi penurunan stunting terintegrasi bisa berjalan dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan dan evaluasi, dan reviu kinerja.
Dalam memastikan efektivitas pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi di daerah, perlu pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, sampai dengan pemerintahan di tingkat desa.
Di tingkat provinsi:
a. Pemerintah Provinsi memfasilitasi pembinaan, pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut provinsi atas kebijakan dan pelaksanaan program dan anggaran penyediaan intervensi gizi prioritas di wilayah kabupaten/kota.
b. Pemerintah Provinsi memberikan fasilitas dan dukungan teknis bagi peningkatan kapasitas kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Aksi Integrasi yang efektif dan efisien.
c. Pemerintah Provinsi mengoordinasikan pelibatan institusi non-pemerintah untuk mendukung Aksi Integrasi percepatan pencegahan stunting.
d. Pemerintah Provinsi melaksanakan penilaian kinerja kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pencegahan stunting, termasuk memberikan umpan balik serta penghargaan kepada kabupaten/kota sesuai kapasitas provinsi yang bersangkutan.
18
Di tingkat kabupaten/kota
:a. Pemerintah kabupaten/kota memastikan perencanaan dan penganggaran program/kegiatan untuk intervensi prioritas, khususnya di lokasi dengan prevalensi stunting tinggi dan/atau kesenjangan cakupan pelayanan yang tinggi.
b. Pemerintah kabupaten/kota memperbaiki pengelolaan layanan untuk intervensi gizi prioritas dan memastikan bahwa sasaran prioritas memperoleh dan memanfaatkan paket intervensi yang disediakan.
c. Pemerintah kabupaten/kota mengoordinasikan kecamatan dan pemerintah desa dalam menyelenggarakan intervensi prioritas, termasuk dalam mengoptimalkan sumber daya, sumber dana, dan pemutakhiran data.
d. Pemerintah kabupaten/kota menyusun kebijakan daerah yang memuat kampanye publik dan komunikasi perubahan perilaku mengacu pada substansi yang diatur dalam strategi yang disusun oleh Kementerian Kesehatan, untuk meningkatkan kesadaran publik dan perubahan perilaku masyarakat dalam penurunan stunting.
Di tingkat kecamatan:
a. Koordinasi intervensi pencegahan stunting dipimpin oleh Camat selaku koordinator wilayah kecamatan.
b. Camat melakukan pertemuan secara berkala dengan aparat tingkat kecamatan, tingkat desa, dan masyarakat untuk membahas perencanan dan kemajuan intervensi penurunan stunting c. Memberikan dukungan dalam melaksanakan pemantauan dan verifikasi data dan melakukan
pendampingan pelaksanaan kegiatan di tingkat desa.
Di tingkat Desa:
a. Pemerintah desa melakukan sinkronisasi dalam perencanaan dan penganggaran program dan kegiatan pembangunan desa untuk mendukung pencegahan stunting.
b. Pemerintah desa memastikan setiap sasaran prioritas menerima dan memanfaatkan paket layanan intervensi gizi prioritas. Implementasi kegiatan dilakukan bekerja sama dengan Kader Pembangunan Manusia (KPM), pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), petugas Puskesmas dan bidan desa, serta petugas Keluarga Berencana (KB).
c. Pemerintah desa memperkuat pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelayanan kepada seluruh sasaran prioritas serta mengoordinasikan pendataan sasaran dan pemutakhiran data secara rutin.
Di dalam pedoman ini diatur mengenai pengorganisasian di tingkat kabupaten/kota yang harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya perangkat daerah tetapi dapat juga melibatkan sektor non-pemerintah seperti dari dunia usaha, akademisi, organisasi masyarakat madani, organisasi profesi, media massa, dan mitra pembangunan lainnya.
Pengorganisasian intervensi penurunan stunting terintegrasi di tingkat kabupaten/kota sangat penting untuk memastikan:
a. setiap institusi memahami peran dan kontribusinya dalam penurunan stunting, b. setiap institusi mengetahui sasaran dan lokasi intervensi penurunan stunting
c. mengembangkan cara atau metodologi untuk memastikan bahwa setiap kelompok sasaran menerima intervensi yang dibutuhkan, dan
19
d. membangun mekanisme koordinasi antar institusi yang dapat digunakan untuk memastikan terselenggaranya integrasi program dari mulai perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan.
B. Pelaksana Kegiatan di Tingkat Kabupaten/Kota
Penyelenggaraan intervensi penurunan stunting terintegrasi merupakan tanggung jawab bersama lintas sektor dan bukan tanggung jawab salah satu institusi saja. Untuk itu, diperlukan sebuah tim lintas sektor sebagai pelaksana Aksi Integrasi.
Keanggotaan tim lintas sektor tersebut sekurang-kurangnya mencakup instansi yang menangani:
kesehatan, pertanian, ketahanan pangan, kelautan dan perikanan, pendidikan, perindustrian, sosial, agama, komunikasi dan informasi, pekerjaan umum/cipta karya/perumahan dan pemukiman, pemberdayaan masyarakat desa, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, kependudukan catatatan sipil dan keluarga berencana, dan pengawasan obat dan makanan. Bupati/Walikota sebagai penanggung-jawab menunjuk tim yang ada seperti Tim Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD PG) atau Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) atau tim lainnya yang dinilai efektif untuk mengkoordinasikan pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi di tingkat kabupaten/kota. Tim yang telah ditunjuk tersebut selanjutnya bertanggung-jawab untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan penurunan stunting terintegrasi.
Pengorganisasian diketuai oleh Bappeda atau OPD lain yang bertanggung jawab untuk urusan perencanaan dan penganggaran. Tim memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
§ menyusun perencanaan dan anggaran intervensi penurunan stunting terintegrasi;
§ mensosialisasikan rencana intervensi penurunan stunting terintegrasi kepada seluruh pemangku kepentingan di daerah;
§ melaksanakan Aksi Integrasi sesuai dengan tahapan dalam pedoman ini;
§ mengoordinasikan pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi;
§ mengoordinasikan dan melaksanakan pemantauan dan evaluasi; dan
§ menyiapkan laporan hasil pemantauan dan evaluasi.
C. Mekanisme Koordinasi Pelaksanaan Aksi Integrasi
Aksi Integrasi merupakan pendekatan intervensi yang dilakukan secara terkoordinir, terpadu, dan bersama-sama sehingga institusi penanggung jawab Aksi Integrasi harus melibatkan lintas sektor dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan. Tim yang sudah ditunjuk oleh Bupati/Walikota bertanggungjawab terhadap pelaksanaan seluruh Aksi Integrasi yang diperlukan untuk memastikan intervensi lintas sektor untuk penurunan stunting dapat dilaksanakan secara efektif di tingkat kabupaten/kota sampai dengan tingkat desa. Aksi Integrasi ini dilaksanakan dengan mengikuti siklus perencanaan dan penganggaran pembangunan di kabupaten/kota untuk memastikan:
a. Perencanaan kegiatan penurunan stunting dilakukan dengan berbasis data;
b. Intervensi gizi yang diprioritaskan oleh daerah dapat dipastikan alokasinya pada dokumen perencanaan dan penganggaran;
c. Pemantauan terpadu sebagai sarana untuk berkoordinasi dan melakukan penyesuaian pelaksanaan program berdasar temuan lapangan untuk meningkatkan kualitas intervensi;
d. Sistem manajemen data yang baik untuk mengukur hasil-hasil pelaksanaan kegiatan;
e. Hasil evaluasi kinerja berguna sebagai dasar perencanaan/penganggaran tahun berikutnya.
Intervensi penurunan stunting terintegrasi dilaksanakan melalui 8 (delapan) aksi, yaitu:
20 1) Analisis Situasi Program Penurunan Stunting 2) Penyusunan Rencana Kegiatan
3) Rembuk Stunting
4) Peraturan Bupati/Walikota tentang Peran Desa 5) Pembinaan Kader Pembangunan Manusia 6) Sistem Manajemen Data Stunting
7) Pengukuran dan Publikasi Data Stunting 8) Reviu Kinerja Tahunan
Pelaksanaan 8 (delapan) Aksi Integrasi harus disesuaikan dengan jadwal reguler perencanaan dan penganggaran di masing-masing daerah. Hal tersebut dilaksanakan untuk memastikan intevensi penurunan stunting dapat berjalan secara efektif dan efisien. Tahapan pelaksanaan 8 (delapan) Aksi Integrasi beserta indikasi penanggung jawabnya dapat di lihat secara lebih rinci pada gambar M2.1 di bawah ini. Penjelasan rinci mengenai pelaksanaan setiap Aksi Integrasi diatur dalam petunjuk teknis yang merupakan lampiran tidak terpisahkan dari pedoman ini.
Untuk memastikan keterlibatan lintas sektor dalam pelaksanaan Aksi Integrasi tersebut, penanggung jawab menyusun jadwal kerja, memasukkan agenda pemantauan kemajuan pelaksanaan Aksi Integrasi pada rapat-rapat koordinasi reguler, memanfaatkan media sosial atau sarana lainnya untuk komunikasi dan koordinasi, dan menugaskan tim teknis pelaksana untuk melaporkan kemajuan tindak lanjut sesuai kebutuhan. Peran dan tanggung jawab masing-masing OPD serta keterkaitan antar aksi dan tahapan reguler dijelaskan secara lebih rinci pada petunjuk teknis aksi integrasi.
D. Sumber Pembiayaan
Gambar M2.1 Jadwal Tahapan Aksi Integrasi dan Penanggungjawabnya
21
Pembiayaan Aksi Integrasi berasal dari APBD dan atau dana lain yang dapat dimanfaatkan kabupaten/kota, biasanya melekat pada masing-masing OPD penanggung-jawab aksi.Sebagai contoh penyelenggaraan Aksi integrasi #3 Rembuk Stunting dapat memanfaatkan anggaran Sekretariat Daerah (Sekda) atau Bappeda (untuk pembiayaan rapat koordinasi, konsultasi publik, atau rapat kerja antar wilayah pembangunan). Pembiayaan untuk Aksi Integrasi #1 Analisis Situasi Program Penurunan Stunting dapat menggunakan anggaran Bappeda atau OPD (untuk pengumpulan, pemutakhiran, dan analisis data capaian kinerja program dan kegiatan) atau menggunakan anggaran Analisis Isu Strategis Bagi Perencanaan Pembangunan. Aksi integrasi
#2 Rencana Kegiatan, dapat menggunakan anggaran di Bappeda yang sedianya digunakan untuk rapat-rapat musyawarah pembangunan secara umum.
Pemahaman terhadap sumber-sumber pembiayaan pemerintah pusat dan daerah merupakan hal penting dalam upaya penurunan stunting, setidaknya untuk:
a. Mengidentifikasi sumber pembiayaan untuk menyelenggarakan Aksi Integrasi, b. Menyusun rencana pembangunan dan anggaran daerah untuk penurunan stunting.
E. Bantuan Teknis
Untuk mendukung pemerintah kabupaten/kota melaksanakan IGT penurunan stunting terintegrasi, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri c.q. Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen Bina Bangda) menyediakan dukungan bantuan teknis yang berbasis di provinsi. Bantuan teknis tersebut dapat dimanfaatkan kabupaten/kota untuk memperkuat kapasitas dalam merancang dan/atau melaksanakan kedelapan Aksi Integrasi.
Pelaksanaan 8 (delapan) Aksi Integrasi harus disesuaikan dengan jadwal reguler perencanaan dan penganggaran di masing-masing daerah, untuk memastikan intevensi penurunan stunting dapat berjalan secara efektif dan efisien. Tahapan pelaksanaan 8 (delapan) Aksi Integrasi beserta indikasi penanggung-jawabnya dapat dilihat secara lebih rinci pada Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stuntig Terintegrasi di Kabupaten/Kota (Bappenas, 2018) dan Petunjuk Teknisnya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari pedoman tersebut.
F.
Staf Teknis OPD dalam Pengorganisasian Intervensi Stunting Terintegrasi
Staf teknis pada forum integrasi intervensi stunting di kabupaten/kota dengan demikian amat diperlukan pada semua OPD yang terlibat dalam intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif. Staf teknis menangani hal-hal teknis sebagai pembantu pimpinan OPD terkait. Mereka harus memiliki kompetensi teknis yang memadai untuk berfungsi sebagai asisten dalam memberikan komunikasi dan fasilitasi OPD/ pemangku kepentingan yang menjadi anggota forum intervensi stunting terintegrasi di kabupaten/kota. Pelatihan para staf teknis akan diawali dengan staf Bappeda dan atau staf Dinkes Kabupaten/Kota dahulu. Pada waktunya, staf teknis OPD atau pemangku kepentingan lainnya perlu mendapat kesempatan pelatihan serupa.Lampiran Lembar Kerja
Membuat Bagan Organisasi Forum IGT (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota. dan Desa) dan hubungan teknis antar tingkat tersebut
Staf Teknis Forum IGT kabupaten/kota dapat menjelaskan pengorganisasian Percepatan Penurunan Stunting Terintegrasi dan peran dirinya dalam forum tsb.
22
5.3 M3. Perencanaan Program Integrasi Penurunan Stunting Kabupaten/Kota
Sesi Pembelajaran
Sesi ketiga dengan waktu 4 unit jam pelajaran @ 45 menit . Teori=1, Praktek=3.
Latar Belakang
Topik ini membahas tujuan, prinsip, pelaksana, masukan data dasar, proses dan produk pada setiap langkah perencanaan penurunan stunting terintegrasi. Dalam bahasa perencanaan, maka perencanaan dan penganggaran program penurunan stunting terintegrasi mencakup 1)Analisis Situasi, 2)Penyusunan Rancangan Rencana hingga Pengesahan Rencana Program, dan 3)Rembuk Stunting. Suatu produk rencana membutuhkan proses sekitar setahun sebelum sungguh-sungguh mendapat pengesahan pengganggaran untuk dilaksanakan. Produk suatu rencana seyogyanya memenuhi unsur-unsur dalam THIS atau HITS, yakni singkatan dari T(tematik), H(holistik), I(integratif) dan S(spatial).
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti sesi pokok bahasan ini, peserta mampu:
§ Menjelaskan isi dan cara pelaksanaan analisis situasi, penyusunan rancangan rencana, persetujuan menjadi rencana final, dan diseminasi rencana final yang disahkan melalui keputusan DPRD.
§ Melakukan fasilitasi interaksi antar pimpinan sektor dalam forum inter-sektoral untuk meningkatkan konvergensi dan integrasi intervensi penurunan stunting yang memenuhi unsur tematik, holistik, integratif dan spatial.
§ Memberi bantuan dengan analisis data untuk identifikasi rencana inovatif dalam intervensi penurunan stunting terintegrasi guna memperluas kontribusi rencana sektoral dan intersektoral dengan peningkatan komunikasi inter-sektoral.
Pokok Bahasan/Subpokok Bahasan
§ Perencanaan dan penganggaran program penurunan stunting terintegrasi melalui 3 tahapan, yakni analisis situasi, penyusunan dan pengesahan rencana, diseminasi rencana penurunan stunting terintegrasi seusai kesepakatan Rembuk Desa.
§ Dokumentasi hasil berbagai tahap perencanaan yang dilalui tim perencana penurunan stunting terintegrasi hingga pengesahan DPRD, hingga siap didiseminasikan dengan kesepakatan lintas sektor di forum Rembuk Stanting.
Metode
§ Curah pendapat, ceramah dan tanya jawab seputar analisis situasi, penyusunan rancangan rencana, produk hasil rumusan rencana untuk mendapatkan pengesahan DPRD serta penyebarannya setelah kesepakatan lintas sektor.
§ Diskusi kelompok untuk menghasilkan dokumen rangkuman rencana final intervensi penurunan stunting terintegrasi kabupaten/kota.
Media dan Alat Bantu
§ Slide power point, laptop dan LCD projector, sound system;
§ Papan tulis putih, flipcharts dan supidol boardmarker
.
Referensi§ Pedoman Pelaksanaan
Inte
rvensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota, Bappenas 2018§ Petunjuk Teknis Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota, Bappenas 2018
§ Strategi Nasional Pencegahan Anak Kerdil (Stunting), Periode 2018-2024, Sekretariat Wakil Presiden RI, 2019
23 Langkah-langlah Pembelajaran
Perencanaan Program Integrasi Penurunan Stunting Kabupaten/Kota
Langkah 1. Pengantar oleh pelatih, 5 menit§ Ucapan selamat dan syukur karena bisa berkumpul untuk belajar bersama
§ Membangun motivasi dan semangat belajar
§ Reviu sesi terdahulu dan kaitannya dengan sesi sekarang tentang perencanaan program penurunan stunting terintegrasi
Langkah 2. Ceramah Tanya Jawab oleh narasumber, 45 menit
§ Presentasi narasumber mengenai perencanaan program integrasi penurunan stunting kabupaten/kota, yang memuat prinsip THIS, Analisis Situasi, Penyusunan Rencana dan Rembuk Stunting beserta tahapan, proses dan langkah kegiatan serta hasilnya di setiap langkah dalam bentuk template.
§ Tanya jawab pendalaman perencanaan program integrasi penurunan stunting untuk kabupaten/kota dan pengisian template
Langkah 3. Diskusi 3 Kelompok, 60 menit
Peserta dibagi dalam 3 kelompok, dengan tugas berbeda.
§ Kelompok 1 melakukan Analisis Situasi;
§ Kelompok 2 melakukan Penyusunan Program Integrasi,
§ Kelompok 3 menyiapkan dan menyelenggarakan Rembuk Stunting Langkah 4. Pleno hasil diskusi kelompok, 45 menit
Langkah 5. Rangkuman dan rekomendasi 25 menit
Uraian Materi 3.
Perencanaan Program Integrasi Penurunan Stunting Kabupaten/Kota
Pemerintah kabupaten/kota menjabarkan penurunan stunting yang merupakan prioritas nasional ke dalam program dan kegiatan prioritas kabupaten/kota melalui mekanisme perencanaan dan penganggaran daerah. Untuk meningkatkan keterpaduan/terintegrasi berbagai program/kegiatan antar tingkat pemerintahan (pusat, provinsi, kabupaten/kota dan desa) yang sesuai dengan kebutuhan lokasi fokus dan untuk penyampaian intervensi gizi prioritas bagi Rumah Tangga 1.000 HPK, Pemerintah Kabupaten/Kota melaksanakan Aksi Integrasi berikut ini:
§ Analisis Situasi Program Penurunan Stunting (Aksi #1)
§ Penyusunan Rencana Kegiatan (Aksi #2)
§ Rembuk Stunting (Aksi #3)
Aksi-aksi integrasi tersebut bertujuan untuk menunjang perencanaan dan penganggaran berbasis data/informasi guna meningkatkan kesesuaian pengalokasian program/kegiatan dari berbagai sumber pendanaan dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan intervensi. Hasil ketiga aksi tersebut selanjutnya diintegrasikan ke dalam perencanaan dan penganggaran tahunan daerah melalui proses integrasi kesepakatan Rembuk Stunting ke dalam RKPD, Renja OPD, dan APBD/APBD-P.
AKSI #1. Analisis Situasi Program Penurunan Stunting
24 Definisi Analisis Situasi
Merupakan kegiatan menelaah data terkait situasi stunting di suatu wilayah untuk menghasilkan rencana perbaikan stunting. Kegiatan ini dilakukan untuk memahami permasalahan dalam integrasi intervensi gizi spefisik dan sensitif pada sasaran rumah tangga 1.000 HPK. Hasil analisis situasi menjadi dasar perumusan kegiatan yang direkomendasikan untuk mengatasi masalah stunting. Kegiatan yang direkomendasikan dapat merupakan intervensi gizi spesifik dan sensitif.
Misalnya program kesehatan ibu dan anak (KIA), program perbaikan gizi masyarakat, program air minum dan sanitasi, program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan program perlindungan sosial yang pendanaannya dapat bersumber dari APBN, APBD provinsi, APBD kabupaten/kota termasuk DAK, dan APBDes termasuk Dana Desa.
Tujuan Analisis Situasi
Tujuan analisis situasi adalah untuk membantu pemerintah kabupaten/kota dalam menentukan program/kegiatan yang diprioritaskan alokasinya dan menentukan upaya perbaikan manajemen layanan untuk meningkatkan akses rumah tangga 1.000 HPK terhadap intervensi gizi spesifik maupun sensitif. Analisis situasi diharapkan dapat memberikan informasi bagi keputusan strategis dalam hal:
§ Memprioritaskan alokasi sumber daya yang dikelola kabupaten/kota bagi peningkatan cakupan layanan intervensi gizi terintegrasi.
§ Memprioritaskan upaya perbaikan manajemen layanan dan peningkatan akses rumah tangga 1.000 HPK terhadap intervensi gizi terintegrasi.
§ Meningkatkan efektivitas sistem manajemen data dalam membuat usulan keputusan alokasi program dan lokasi fokus.
§ Menentukan kegiatan pemberdayaan pemerintah kecamatan dan desa dalam meningkatkan integrasi layanan di tingkat desa
Output Analisis Situasi
Output analisis situasi meliputi tiga rekomendasi tentang:
§ Kebutuhan program/kegiatan yang masih perlu ditingkatkan kualitas pelaksanaannya.
§ Tindakan perbaikan layanan yang perlu diprioritaskan untuk memastikan akses rumah tangga 1.000 HPK.
§ Kebutuhan penguatan koordinasi, baik koordinasi antar OPD dalam sinkronisasi program/kegiatan maupun koordinasi antara kabupaten/kota dan desa dengan dukungan Kecamatan.
Ruang Lingkup Analisis Situasi meliputi Analisis tentang:
§ Sebaran prevalensi stunting dalam wilayah kabupaten/kota.
§ Ketersediaan program/kegiatan intervensi gizi spesifik & sensitif di wilayah kabupaten/kota.
§ Permasalahan dalam menentukan target layanan kepada Rumah Tangga 1.000 HPK.
§ Tantangan akses rumah tangga 1.000 HPK dalam memanfaatkan layanan.
§ Kondisi koordinasi antar institusi dalam meningkatkan integrasi intervensi bagi rumah tangga 1.000 HPK.
Penanggung Jawab Analisis Situasi
25
Penanggung-jawab analisis situasi ini adalah Bappeda. Dalam pelaksanaannya, Bappeda membentuk tim yang melibatkan OPD-OPD yang bertanggungjawab dalam kegiatan intervensi gizi spesifik dan sensitif. Bagi kabupaten/kota yang telah memiliki Tim Teknis RAD-PG dapat memanfaatkan tim tersebut sebagai pelaksana analisis situasi. Dalam melaksanakan analisis situasi, tim juga dapat melibatkan pemangku kepentingan lain sesuai kebutuhan.
Pemangku kepentingan lain yang terkait adalah individu atau institusi di luar OPD untuk mendukung/memperkuat proses analisis situasi, seperti pakar/praktisi di bidang gizi, tokoh agama, tokoh budaya, organisasi masyakat madani, dan pihak swasta.
Jadwal dan Tahapan Pelaksanaan Analisis Situasi
Idealnya analisis situasi dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Februari tahun berjalan, sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk proses perencanaan dan penganggaran tahunan daerah pada tahun berjalan dan/atau satu tahun mendatang.
Tahapan pelaksanaan Analisis Situasi terdiri dari:
Tahap 1. Penyusunan Rencana Analisis Situasi
Bappeda merancang tujuan Analisis Situasi sesuai kebutuhan pada tahun pelaksanaan. Pada tahun pertama, tujuan Analisis Situasi lebih ditekankan untuk memberikan data dasar (baseline) permasalahan integrasi intervensi program