• Tidak ada hasil yang ditemukan

PALEMBANG CJN III-37

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PALEMBANG CJN III-37"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Dalam karya ilmiah terapan ini penulis akan mendeskripsikan tentang objek penelitian sesuai dengan judul karya ilmiah terapan ini yaitu “Penerapan pelaksanaan tugas jaga navigasi di anjungan kapal saat berada di alur pelayaran sempit”. Sehingga dengan adanya deskripsi gambaran umum objek penelitian ini pembaca dapat memahami dan mampu merasakan tentang hal yang terjadi pada saat penulis melakukan penelitian di atas kapal KM. PALEMBANG CJN III-37. Kapal KM. PALEMBANG CJN III-37 merupakan kapal yang di miliki oleh sebuah perusahaan PT. JAYA MAKMUR BERSAMA LINE yang berkantor pusat tepatnya di Ruko Enggano No.9i, Tg Priok, Kota Jakarta Telepon: (031) 8553782.

1. Tempat Penelitian

Tempat Penelitian dilakukan di KM. PALEMBANG CJN III-37, yang jenis kapalnya adalah Kapal Container dengan Rute Pelayaran area Indonesia. KM. PALEMBANG CJN III-37 memiliki data data kapal sebagai berikut :

Ship’s name : KM. PALEMBANG CJN III-37

Owner : PT. JAYA MAKMUR BERSAMA LINE

Call sign : Y F W U

IMO number : 9189562

Class : BKI

Registered : JAKARTA

(2)

Years of built : 1995

Type of vessel : FULL CONTAINER

Ship builder : PT. INTAN SENGKUYIT PALEMBANG

Gross tonnage : 3401 GT Netto tonnage : 1895 NT Length over all : 98 METERS Length between perp. : 82 METERS Breadth moulded : 16.5 METERS

Depth : 7,80 METERS

Air draft : 31,80 METERS

Summer draft : 5,50 METERS

Summer DWT : 5,617 METERS

Light ship : 1,749 METERS

Light draft : 2,17 METERS

Capacity : I/H = 112 TEUS, O/D = 96 TEUS, TOTAL=208 TEUS (FULL)

Crane (S.W.L) : 1 x 35 TONS, 27 METERS OUT REACH Number of hold : 2 HOLDS ( 4 HATCHS )

Main Engine : MCR 2037 PS (1498 KW) 1102,528 HP 900 RPM, NCR 1833 PS (1348 KW) 992,128 HP 896 RPM

Service speed : 11 KNOTS (max 11.9 KNOTS)

(3)

Auxiliary Engine : CATERPILLAR, Type : 3406 BT 250 PS 1500 RPM

Tank Capacity : WBT=1500 m3, FWT=200 m3, FOT=300 m3, DOT=80 m3

2. Awak Kapal

Di atas Kapal KM. PALEMBANG CJN III - 37 memiliki 19 awak kapal termasuk juga Nahkoda. Awak kapal terdiri dari 4 orang deck officer termasuk Nakhoda, 4 orang enginer termasuk KKM, 1 orang Electrician, 1 orang Bosun, 3 orang Juru Mudi, 3 Oiler, dan 2 Deck Cadet.

B. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dibawah ini merupakan hasil observasi dan pembahasan wawancara yang dilakukan di kapal adalah sebagai berikut :

1. Penerapan pelaksanaan tugas jaga navigasi saat berada di alur pelayaran sempit.

Pelaksanaan tugas jaga navigasi di alur pelayaran sempit sering sekali dilakukan oleh kapal atau navigator. Salah satu contoh studi kasus memasuki atau berlayar di alur pelayaran sempit yang taruna alami dan lakukan adalah ketika mengikuti pelayaran KM.PALEMBANG CJN III-37 yang berlayar dari Surabaya menuju Pelabuhan Boom Baru, Palembang.

Dimana kapal harus memasuki sungai musi sepanjang 81 km.

Ketika memasuki alur pelayaran sempit ada beberapa prosedur yang diterapkan di KM. PALEMBANG CJN III-37 adalah sebagai berikut:

(4)

a. OHN ( One Hour Notice )

OHN merupakan prosedur yang dilakukan pertama kali sebelum proses memasuki alur pelayaran. Pada tanggal 21 Juli 2017, posisi kapal sudah berada dekat dengan alur pelayaran sungai Musi di Palembang. Juru mudi jaga mulai mengedarkan buku OHN kepada Nakhoda, KKM, hingga oiler untuk mempersiapkan mesin untuk kapal memasuki alur pelayaran sempit.

Nakhoda mengatakan bahwa untuk masuk ke alur pelayaran sempit dibutuhkan olah gerak yang baik. Maka dari itu, OHN harus dilaksanakan demi mengubah pemakaian bahan bakar untuk olah gerak di alur. Karena pada saat dinas jaga di anjungan nanti, kapal harus bisa berolah gerak untuk menghindari kapal dan bahaya navigasi lainnya.

Mualim 2 mulai menyiapkan seluruh alat bantu navigasi demi menunjang jalannya pengamatan di atas anjungan saat bernavigasi di alur pelayaran sungai Musi.

b. Meminta izin masuk alur

Setelah buku OHN telah diedarkan, sejam kemudian mesin telah siap. Juru mudi dan Mualim jaga dalam hal ini selaku Mualim 2 menerima telpon dari kamar mesin bahwa mesin siap untuk berolah gerak di alur.

Kemudian Mualim 2 mulai menghubungi kepanduan dengan radio VHF di channel 12 untuk meminta izin memasuki alur. Setelah menerima izin dari kepanduan Palembang, Mualim 2 mulai menghubungi Nakhoda di kamar bahwa kapal telah siap memasuki

(5)

alur. Nakhoda segera naik ke atas anjungan untuk membantu jalannya tugas jaga navigasi di anjungan.

c. Proses saat di alur dan menghubungi pandu

Pada saat masuk alur pelayaran, proses jaga navigasi di anjungan berlangsung dengan baik. Nakhoda membantu jalannya dinas jaga bersama dengan juru mudi dan Mualim 2.

Mualim 2 mulai menghubungi kepanduan kembali dengan radio dan menanyakan posisi pandu yang akan naik ke atas kapal.

Pandu menginfokan posisinya saat ini. Nakhoda meminta Mualim 2 untuk melakukan pengamatan dan plot posisi pandu saat ini.

Kapal KM.PALEMBANG CJN III-37 mulai bergerak mendekati kapal pandu. Kapal pandu pun mulai menginfokan bahwa pandu akan bergerak mendekati kapal KM.PALEMBANG CJN III-37.

Mualim 2 langsung menginstruksikan kepada kadet untuk standby di poop deck untuk menjemput pandu di main deck bersama dengan bosun. Kadet dan bosun mulai menunggu kapal pandu mendekat. Tangga pandu pun mulai di area perlahan sesuai dengan tinggi dek kapal pandu.

d. Pandu naik kapal

Kapal pandu menempel di kapal KM.PALEMBANG CJN III- 37 dan pandu pun naik ke atas kapal melalui tangga pandu. Kemudian kapal pandu bergerak menjauhi kapal KM.PALEMBANG CJN III-37.

Pandu diantar kadet menuju anjungan untuk melaksanakan dinas jaga melewati alur pelayaran sampai sandar ke dermaga Boom

(6)

Baru,Palembang. Dan bosun menaikkan tangga pandu yang telah diturunkan tadi, demi keselamatan pelayaran saat di alur.

Prosedur-prosedur diatas telah dilaksanakan di KM.PALEMBANG CJN III-37 sebelum kapal memasuki alur pelayaran sempit. Setelah prosedur diatas dilaksanakan, pandu bersama mualim jaga dan juru mudi mulai melaksanakan jaga navigasi membawa kapal melewati alur pelayaran memasuki sungai musi, palembang.

Pada saat pelaksanaan dinas jaga di anjungan, Nakhoda dan Pandu melaksanakan pengamatan di kursi yang berada di atas anjungan. Mualim 2 selaku perwira jaga saat itu stand by berdiri dekat radar. Taruna berdiri disamping Mualim 2 sambil melakukan pengamatan. Juru mudi tetap pada posisinya mengemudikan kapal sambil menunggu aba-aba dari pandu.

Nakhoda dan Perwira jaga tetap ikut mengawasi jalannya proses masuk dan melintasi alur pelayaran sempit ini. Serta pandu akan memerintahkan juru mudi untuk mengatur haluan kemudinya. Jalan masuknya kapal hingga sampai ke pelabuhan Boom Baru tergantung speed kapal. Biasanya berlangsung sekitar 8 jam sampai ke dermaga. Seorang mualim 2 telah menyiapkan waypoint untuk masuk ataupun keluar di alur pelayaran sungai Musi ini. Namun pandu tetap memegang kendali penuh untuk membawa kapal sampai sandar di pelabuhan.

Di tengah perjalanan di alur pelayaran, taruna menanyakan kepada Pandu apakah yang menjadi patokan seorang pandu dalam bernavigasi di alur. Kemudian Pandu menjelaskan bahwa : “ Di sepanjang alur masuk terdapat buoy merah dan buoy hijau, karena kita masuk ke dalam maka

(7)

buoy merah posisinya berada di sebelah kiri kapal kita sedangkan buoy hijau berada di sebelah kanan kapal kita. Begitupun sebaliknya saat keluar alur adalah kebalikan dari posisi semula. Karena kita berada di wilayah Region A. Daerah Region B hanya melingkupi Jepang, Philipina, dan Benua Amerika. Serta komunikasi antar kapal juga menjadi peran bagi pandu pada saat berpapasan di alur. ”

Hal yang serupa saya tanyakan kepada Mualim 2. Mualim 2 menjelaskan bahwa : “ Pada saat di alur, Mualim 2 harus menjaga keselamatan kapal dengan tetap membuat route dari waypoint dekat buoy- buoy yang aman. Sehingga kedalaman dari perairan tersebut masih dalam kategori aman untuk dilewati. ”

Dapat disimpulkan bahwa untuk melaksanakan tugas jaga navigasi di anjungan saat di alur pelayaran sempit adalah Pandu dan Mualim jaga lebih dominan berpatokan dengan buoy-buoy yang ada serta komunikasi yang jelas antar kapal. Serta saya menemukan hal yang tidak sesuai dengan prosedur penerapan pelaksanaan tugas jaga navigasi karena ditemukan Pandu tidak menggunakan alat bantu navigasi dan hanya berpatokan kepada buoy yang terlihat. Karena hal ini bisa tetap membahayakan dalam bernavigasi karena dikhawatirkan terdapat kedangkalan ataupun bahaya navigasi lain disekitar perairan. Namun karena rasa tanggung jawab yang ada Mualim jaga dalam hal ini adalah Mualim 2 saat itu membantu jalannya pengamatan dengan alat navigasi yang ada demi keselamatan pelayaran.

(8)

2. Aturan yang digunakan perwira jaga navigasi pada saat berlayar di alur pelayaran sempit

Berdasarkan hasil observasi yang saya lakukan dikapal KM.PALEMBANG CJN III-37 saya mengamati Pandu dalam melakukan pengamatan dan melakukan tindakan olah gerak dia lebih sering melaksanakan komunikasi dengan kapal lain secara terus-menerus. Setiap ada kapal terlihat dari kejauhan Pandu langsung melakukan kontak dengan VHF dengan channel 12. Dan lebih sering melakukan passing port to port.

Sehingga pada saat dirasa jarak kapal depan dengan kita kurang aman, Pandu langsung melakukan komunikasi ulang dengan kapal tersebut demi keamanan menghindari bahaya tubrukan.

Sedangkan mualim 2 tetap membantu memantau dengan Radar agar memastikan jarak aman dengan kapal-kapal lain. Kebanyakan karena wilayah perairan yang kita lewati adalah didominasi oleh tug boat yang membawa tongkang yang berisi batu bara.

Taruna mulai menanyakan kepada pandu dan mualim 2 tentang aturan-aturan yang harus digunakan di alur pelayaran sempit. Kemudian Pandu menjelaskan : “ Aturan P2TL yang digunakan diantaranya adalah aturan 5, 6, 7, 8, 9, 13, dan 14. Namun seluruh aturan itu tidak akan berjalan apabila kita tidak melaksanakan aturan 5 yaitu pengamatan.”

Pertanyaan serupa taruna utarakan kepada Mualim 2. Namun Mualim 2 mengatakan bahwa : “ Aturan yang digunakan adalah aturan 5, aturan 9 dan aturan 14. Karena berdasarkan lapangan aturan ini sering kita gunakan.”. Beberapa saat kemudia taruna mulai menanyakan kepeda pak

(9)

pandu dan mualim jaga '' Kenapa tidak mengunakan keseluruhan dari aturan P2TL ? ''.Lalu pak pandu mejelaskan " Tentu saja tidak, karena kita sedang berlayar jadi hanya bagian B pada aturan P2TL yang menjelaskan tetang aturan-aturan mengemudikan kapal dan melayarkan kapal.

Pertanyaan serupa dilontarkan taruna kepada mualim 2 namun mualim 2 mengatakan bahwa " aturan P2TL terdiri dari 5 bagian yaitu 1.Bagian umum, 2.Bagian B 'aturan-aturan mengemudikan kapal dan melayarkan kapal,3.Bagian C 'Penerangan sosok benda',4.Bagian D 'isyarat bunyi dan cahaya',5.Bagian E 'pembebasan-pembebasan'. Nah kita sedang berlayar jadi hanya bagian B dari P2TL yang digunakan yaitu aturan-aturan mengemudikan kapal dan melayarkan kapal.

Maka berdasarkan hasil observasi dan wawancara di kapal KM.

PALEMBANG CJN III-37 mengenai aturan yang Pandu dan Mualim 2 terapkan adalah aturan P2TL 5,6,7,8,9,13 dan 14 yang merupakan Bagian B dari aturan P2TL yang menjelaskan tentang aturan-aturan mengemudikan kapal dan melayarkan kapal

(10)

Berikut ini saya sertakan foto penelitian diatas kapal :

Gambar 4.1 Peta alur pelayaran masuk sungai Musi

Sumber: KM.PALEMBANG CJN III-37

Gambar 4.2 Peta selanjutnya dan Peta mendekati Pelabuhan

Sumber: KM. PALEMBANG CJN III-37

(11)

Gambar 4.3 Keadaan Sekitar Sungai Musi

Sumber : http://www.google.co.id/

Gambar 4.4 Anjungan tempat mengemudikan kapal

Sumber : KM.PALEMBANG CJN III-37

(12)

Gambar 4.5 Pengamatan keliling

Sumber : KM.PALEMBANG CJN III-37

(13)

BAB V PENUTUP

Sebagai akhir dari penulisan karya ilmiah terapan ini, penulis mengambil beberapa simpulan dan saran yang semoga dapat bermanfaat untuk pengetahuan dan masukan tentang penerapan pelaksanaan tugas jaga navigasi di anjungan kapal saat berada di alur pelayaran sempit.

A. Kesimpulan

Tugas jaga navigasi adalah seluruh aktivitas jaga yang dilakukan para perwira dek dan anak buah kapal (abk) di anjungan kapal dimana kegiatan tersebut meliputi pengamatan baik secara visual, pendengaran, dan dengan alat bantu navigasi serta ditambah dengan komunikasi apabila diperlukan demi menghindari bahaya tubrukan dan bahaya navigasi lainnya.

Permasalahan yang ada saat melakukan aktivitas jaga tidak hanya terdapat di dalam kapal itu sendiri tetapi bisa juga meliputi keadaan alam di sekitar area kita berlayar. Salah satunya adalah alur pelayaran sempit sesuai aturan yang terdapat di P2TL tentang bagaimana cara berlayar di perairan tersebut.

Berdasarkan uraian-uraian dari bab sebelumnya maka penulis mengambil kesimpulan :

(14)

1. Penerapan pelaksanaan tugas jaga navigasi di alur pelayaran sempit adalah :

Buoy-buoy yang ada bisa kita jadikan patokan untuk melakukan pelayaran di alur pelayaran sempit serta melakukan pengamatan harus disertai dengan alat navigasi yang ada demi keselamatan pelayaran.

Senantiasa memperhatikan draft dan kedalaman pasang surut pada saat melintas.

2. Aturan yang digunakan perwira jaga saat berlayar di alur pelayaran sempit adalah:

Aturan P2TL yang penting digunakan adalah aturan ke 5,6,7,8,9,13 dan 14 merupakan Bagian B tentang aturan-aturan mengemudikan kapal dan melayarkan kapal.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian di pembahasan serta kesimpulan yang telah dilakukan, berikut ini adalah beberapa saran yang diharapkan menjadi pembahasan dan bahan pertimbangan pada saat kita melakukan tugas jaga navigasi di alur pelayaran sempit yaitu :

1. Sebagai seorang perwira harus cakap dalam berkomunikasi dan memakai alat navigasi untuk melakukan pengamatan dan berolah gerak dengan aman.

2. Memahami dan menerapkan aturan P2TL yang berlaku saat bernavigasi.

3. Sebagai seorang yang memandu kapal alangkah baiknya untuk tetap menggunakan alat bantu navigasi saat bermanovear di alur pelayaran sempit guna menjaga keselamatan sampai tujuan.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini jelas, karena lingkungan yang baik dan menyenangkan akan dapat menambah kegairahan siswa dalam belajar, berdasarkan pengamatan saya, pekarangan SMP PGRI 11 Palembang

Pelita Laut Penggunaan EBL Electronic Bearing Line dan VRM Variable Range Marker ketika berlayar pada alur pelayaran sempit memiliki pengaruh sebesar 86,25% tehadap keselamatan

Upaya memanfaatkan radar agar mengerti bagaimana posisi kapal lain pada saat melalui alur pelayaran sempit Kurangnya pemahaman perwira dek saat menggunakan radar Mengoptimalisasi

Menerapkan olah gerak kapal dan mengendalikan kapal baik dalam keadaan berlayar di laut, di alur pelayaran sempit, di perairan dangkal, saat berlabuh jangkar, bersandar di dermaga,