• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Potensi dan Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kota Medan

N/A
N/A
Uswatun Hasanah

Academic year: 2023

Membagikan "Analisis Potensi dan Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kota Medan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/332038000

Analisis Potensi dan Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kota Medan

Conference Paper · January 2016

CITATIONS

0

READS

4,268

1 author:

Edy Sahputra Sitepu Politeknik Negeri Medan 35PUBLICATIONS   52CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Edy Sahputra Sitepu on 28 March 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

(2)
(3)

Analisis Potensi dan Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kota Medan oleh Edy Sahputra Sitepu

Abstrak

Dalam studi ini terdapat 18 subsektor industri kreatif yang dianalisis. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah dengan menggunakan matrik keseimbangan linkungan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity &

Threat) analisis dengan mempertimbangkan 6 variabel antara lain; 1) people (orang kreatif yang terlibat), 2) industri dan skala produksi, 3) teknologi yang digunakan, 4) sumber daya yang digunakan, 5) dukungan institusi/kelembagaan dan 6) dukungan financial intermediary. Hasil studi diperoleh, di antara seluruh subsektor industri kreatif yang ada di Kota Medan, 3 subsektor masuk dalam kategori memiliki pertumbuhan dan potensi yang sangat besar (tertinggi) untuk dikembangkan yakni; 1) sub sektor industri kuliner, 2) subsektor kerajinan dan 3) subsektor arsitektur. Di sisi lain terdapat 8 subsektor yang juga memiliki perkembangan yang moderat untuk memaksimalkan perekonomian Kota Medan antara lain; 1) subsektor desain, 2) fotografi, 3) musik, 4) teknologi informasi, 5) mode/fashion, 6) TV & radio, 7) periklanan dan 8) penerbitan.

Kata Kunci:

Ekonomi kreatif, orang kreatif, bahan baku, daya saing, pembiayaan, pasar, infrastruktur, iklim usaha

Pengembangan industri kreatif dalam dekade terakhir ini telah menjadi alternatif solusi, sekaligus strategis global dalam tetap menjaga pertumbuhan ekonomi, di tengah melambatnya perekonomian global. Industri kreatif yang bertumpu pada pemanfaatan pengetahuan dan kreatifitas dipercaya telah menjelma menjadi tren dan kekuatan baru yang mewarnai kompetisi dan arah pengembangan ekonomi. Istilah industri kreatif mulai dikenal secara global sejak munculnya buku “The Creative Economy: How People Make Money from Ideas” (2001) oleh John Howkins. Howkins menyadari lahirnya gelombang ekonomi baru berbasis kreativitas setelah melihat pada tahun 1997, Amerika Serikat menghasilkan produk-produk Hak Kekayaan Intelektual (HKI) senilai USD 414 miliar yang menjadikan HKI sebagai kekuatan nomor 1 Amerika Serikat.

Dalam forum APEC CEO Summit, Nusa Dua, Bali, 2013, para pemimpin dunia sepakat bahwa efek ekonomi kreatif sangat penting bagi pertumbuhan, mengatasi tantangan ekonomi.

Industri kreatif juga memiliki peran penting bagi daya saing, sebagaimana dilakukan banyak negara yang sungguh-sungguh melakukan inovasi, mengupayakan pemasaran yang dapat menembus pasar global. Inovasi dan kreativitas menjadi kunci dalam stagnasi ekonomi. Dalam perjalannya kemudian, konsep industri kreatif ini semakin mendapat perhatian utama di banyak negara, karena ternyata dapat memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian. Di Indonesia, gaung ekonomi kreatif semakin mendapatkan momentum pada masa pemerintahan SBY, yang menyadari betapa pentingnya mencari cara untuk meningkatkan daya saing produk nasional dalam menghadapi pasar global.

(4)

Tinjauan Teoritis

Toffler (1989) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang keempat yang merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan berorientasi pada ide dan gagasan kreatif. Menurut Romer (1993), ide adalah barang ekonomi yang sangat penting, lebih penting dari objek yang ditekankan di kebanyakan model-model ekonomi.

Di dunia dengan keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide besar bersamaan dengan penemuan jutaan ide-ide kecil yang membuat ekonomi tetap tumbuh. Ide adalah instruksi yang membuat kita mengkombinasikan sumber daya fisik yang penyusunannya terbatas menjadi lebih bernilai. Romer juga berpendapat bahwa suatu negara miskin karena masyarakatnya tidak mempunyai akses pada ide yang digunakan dalam perindustrian nasional untuk menghasilkan nilai ekonomi, menjadi lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dengan memanfaatkan apa saja yang tampak di mata.

Konsep industri kreatif ini semakin mendapat perhatian utama di banyak negara karena ternyata dapat memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian. Di Indonesia, gaung industri kreatif mulai terdengar saat pemerintah mencari cara untuk meningkatkan daya saing produk nasional dalam menghadapi pasar global. Pemerintah melalui Departemen Perdagangan yang bekerja sama dengan Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) serta didukung oleh KADIN kemudian membentuk tim Indonesia Design Power 2006-2010 yang bertujuan untuk menempatkan produk Indonesia menjadi produk yang dapat diterima di pasar internasional namun tetap memiliki karakter nasional. Setelah menyadari akan besarnya kontribusi industri kreatif terhadap negara, maka pemerintah selanjutnya melakukan studi yang lebih intensif dalam pengembangan ekonomi kreatif. Keseriusan Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan ekonomi kreatif ditandai pula dengan keluarnya Inpres No. 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Di samping itu, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 pada 21 Desember 2011, telah dibentuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan visi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia dengan menggerakkan kepariwisataan dan ekonomi kreatif. Pada era pemerintahan Presiden Jokowi lembaga ini pada tahun 2015 kemudian dirubah menjadi Badan Ekonomi Kreatif.

Howkins (2001) dalam tulisannya The Creative Economy menemukan kehadiran gelombang ekonomi kreatif setelah menyadari pertama kali pada tahun 1996 ekspor karya hak cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan sebesar US$ 60,18 miliar yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Menurut Howkins ekonomi baru telah muncul seputar industri kreatif yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak cipta, merek, royalti dan desain. Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan aset kreatif yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Dos Santos, 2007).

Selanjutnya konsep pengembangan ekonomi kreatif juga dikaitkan dengan konsep Triple Helix yang pertama kali diungkapkan oleh Etzkowitz dan Leydesdorff (2000), dan juga sebelumnya diulas secara lebih mendalam oleh Gibbons et. al. (1994) dalam The New Production of Knowledge, dan Nowotny et. al. (2001) dalam Re-Thinking Science. Pemikiran industri kreatif, sistem Triple Helix menjadi payung yang menghubungkan antara cendekiawan (intellectuals), bisnis (business), dan pemerintah (government) dalam kerangka bangunan ekonomi kreatif. Di mana ketiga Helix tersebut merupakan aktor utama penggerak lahirnya kreativitas, ide, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri kreatif. Hubungan yang erat, saling menunjang, dan bersimbiosis mutualisme antara ke-3 aktor tersebut dalam kaitannya dengan

(5)

landasan dan pilar-pilar model ekonomi kreatif akan menentukan pengembangan ekonomi kreatif yang kokoh dan berkesinambungan.

Gagasan Triple Helix selanjutnya semakin berkembang menjadi Quad Helix manakala Kemenparekraf (2014) memasukkan unsur ke empat yakni komunitas (community) melengkapi unsur yang sudah ada yakni pemerintah (government), bisnis (business) dan intelektual (intellectuals). Dengan model ini pengembangan ekonomi kreatif akan mengoptimalkan sumber daya orang kreatif yang ada dengan berlandaskan 5 pilar yakni 1) sumber daya, 2) industri, 3) pembiyaan, 4) pemasaran dan 5) teknologi dan infrastruktur. Adapun yang menjadi atapnya adalah Quad Helix ditambah dengan dukungan kelembagaan.

Dari sejumlah model dan pendekatan pengembangan ekonomi kreatif, studi ini kemudian merumuskan dan menggunakan 6 variabel antara lain; 1) people (orang kreatif yang terlibat), 2) industri dan skala produksi, 3) teknologi yang digunakan, 4) sumber daya yang digunakan, 5) dukungan institusi/kelembagaan dan 6) dukungan financial intermediary.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan survei bersifat deskriftif. Data yang digunakan dalam penyusunan kajian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Berdasarkan tujuan studi untuk mengidentifikasi kegiatan di sektor ekonomi kreatif unggulan daerah yang tersebar pada 18 subsektor kreatif dan mengaitkannya dengan aspek ekonomi, sosial dan budaya di Kota Medan. 18 subsektor ekonomi kreatif tersebut antara lain; 1) Animasi, 2) Arsitektur, 3) Desain, 4) Fotografi, 5) Musik, 6) Kerajinan, 7) Kuliner, 8) Mode, 9) Penelitian dan pengembangan, 10) Penerbitan, 11) Perfilman, 12) Periklanan, 13) Permainan interaktif, 14) Seni pertunjukan, 15) Seni rupa, 16) Teknologi informasi, 17) Televisi dan radio dan 18) Video. Pendekatan analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan matrik SWOT (Strength, Weakness, Opportunity & Threat) analisis dengan mempertimbangkan 6 variabel seperti aspek 1) people (orang kreatif yang terlibat), 2) industri dan skala produksi, 3) teknologi, 4) sumber daya yang digunakan, 5) dukungan institusi dan 6) dukungan financial intermediary.

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, disusunlah matrik keseimbangan lingkungan strategis potensi ekonomi kreatif di Kota Medan sebagaimana tersaji pada gambar. Dari matrik dapat dilihat bahwa di antara seluruh sektor industri kreatif di Kota Medan, 11 subsektor masuk pada kategori yang mengalami perkembangan yang pesat, yakni antara lain; 1) subsektor kuliner, 2) kerajinan, 3)

Kwadran

Kwadran 2 Kwadran 1 Kwadran 3

THREAT OPPORTUNITY

WEAKNESS STRENGTH

Potensi masih bersifat embrioPertumbuhan masih lemah dan cenderung lemah dan terancam Mengalami pertembuhan yg baik namun juga tertekan

Tumbuh dengan baik (progresif)

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

-5-4-3-2-11 2 3 45

Arsitekt Desain Potogra Musik

Kerajina Kuliner

Penerbi Periklan

Tek.Inform TV & Radio

Perfilman Permainan Interaktif Ani mas i Riset &

Pengembang an

Seni Pertunjuk Seni an

Rupa Video

Matrik Keseimbangan Lingkungan

(6)

arsitektur, 4) desain, 5) potografi, 6) musik, 7) teknologi informasi, 8) mode/fashion, 9) TV &

radio, 10) periklanan dan 11) penerbitan. Adapun leading subsektor ekonomi kreatif di Kota Medan adalah subsektor 1) kuliner, 2) kerajinan dan 3) arsitektur. Hasil penelitian juga merumuskan rencana kolaborasi yang sebaiknya dilakukan secara bersama-sama oleh a) pemerintah, b) pelaku bisnis dan c) intelektual dengan instrumen pengembangan ekonomi kreatif yakni 1) people, 2) industri, 3) teknologi, 4) sumber daya, 5) institusi dan 6) financial intermediary.

Sejumlah rekomendasi yang dihasilkan dari studi ini antara lain:

1) Pemerintah Kota Medan melalui SKPD terkait, sebaiknya meningkatkan koordinasi dalam pengelolaan ekonomi kreatif sesuai dengan bidang kegiatan masing-masing SKPD yang terkait dengan subsektor ekonomi kreatif. Dalam hal ini ada baiknya dibentuk sebuah organisasi/forum tata kelola ekonomi kreatif Kota Medan.

2) Pemerintah Kota Medan diharapkan untuk segera melakukan revitalisasi ruang publik yang dapat diakses oleh masyarakat luas untuk kegiatan-kegiatan kreatif yaitu mencakup taman budaya, gelanggang remaja, taman kota, museum, galeri, gedung-gedung pertunjukan, juga creative space yang berfungsi sebagai penghubung bagi orang kreatif lintas kelompok industri dan lintas regional dalam pengembangan ekonomi kreatif di Kota Medan.

3) Pemerintah Kota Medan diharapkan melakukan upaya peningkatan kualitas apresiasi terhadap berbagai karya, wirausaha, dan orang kreatif lokal, mencakup peningkatan kualitas penyelenggaraan acara, kompetisi, penghargaan, festival dan bentuk-bentuk acara lainnya, sehingga dapat bertaraf nasional dan internasional.

4) Pemerintah Kota Medan disarankan untuk melakukan harmonisasi kebijakan. Kebijakan yang disarankan untuk segera diharmonisasi dalam jangka pendek adalah kebijakan menyusun rencana induk pengembangan industri kreatif.

Daftar Pustaka

Creative Economic Report – The Challenge of Accessing the Creative Economiy: towards Informed Policy Making. 2008. UNTAC.

Etzkowitz, Henry. (2005), The Triple Helix of University - Industry – Government Implications for Policy and Evaluation, Science Policy Institute.

Etzkowitz, H, Leydesdorff, L. (2000) ‘The Dynamics of Innovation: From National System and

‘Mode 2’ to a Triple Helix of university-industry-goverment relations’, Research Policy, 29(2), 109-123.

Hawkins, David. 2008. Self-sufficiency and The Creative Economy. Time & Straight Publised.

Inpres No. 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.

Ismurdyawati, Hariadi, Djusmartinah. 2012. Ekonomi Kreatif dalam Upaya Pemberdayaan Kampung-Kampung Kota di Kecamatan Gayungan Surabaya. Suraaya.

Gibbons, Michael. 1994. New Production of Knowledge: Dynamics of Science and Reasearch in Comtemporary Societies. Sage Publications Ltd.

Howkins, J. 2001. The Creative Economy: How People Make Money from Ideas.Penguins Books, London.

Hutton, Thomas, 2006, Spatiality,Built Form And Creative Industry Development In The Inner City,Environment and Planning A 2006, volume 38, Vancouver, Canada.

Nowotny, Helga; Scott, Peter; Gibbons, Michael (2001). Re-thinking science: knowledge and the public in an age of uncertainty. Cambridge, UK: Polity.

(7)

Nowotny, Helga; et al. (1994). The new production of knowledge: the dynamics of science and research in contemporary societies. London Thousand Oaks, California: SAGE Publications.

Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 (Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009- 2015. 2008. Departemen Perdagangan RI.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Ekonomi Kreatif 2014-2025. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI.

Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 pada 21 Desember 2011, tentang Pembentukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Badan Ekonomi Kreatif.

Romer, P. M. 1993. “Idea Gaps and Object Gaps in Economic Development”. Journal of Monetary Economics. 32: 543-573.

Toffler, Alvin. Future Shock (Kejutan Masa Depan), Terj. Sri Koesdiyantinah, Jakarta: Pantja Simpati, 1989.

View publication stats

Referensi

Dokumen terkait

Dari Hasil penelitian terhadap 40 responden dapat diambil kesimpulan bahwa Modal Kredit Perbankan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan usaha ekonomi kreatif di kota

Setelah diketahui bahwa ada perbedaan yang signifi kan terhadap rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan antar IKM berbasis ekonomi kreatif, selanjutnya menentukan

Dari ke-14 subsektor industri kreatif yang tersebut, Departemen Perdagangan Republik Indonesia akan memfokuskan diri untuk mengembangkan Industri kreatif meliputi subsektor:

Dari ke-14 subsektor industri kreatif yang tersebut, Departemen Perdagangan Republik Indonesia akan memfokuskan diri untuk mengembangkan Industri kreatif meliputi subsektor:

Penelitian dan pengembangan sebagai salah satu dari 15 subsektor di dalam industri kreatif, merupakan kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, memanfaatkan serta mengolah ilmu

Industri kreatif kota Cilegon hasil identifikasi berdasar data yang diperoleh dari Disperind yaitu subsektor kerajinan, desain, fesyen, penerbitan dan percetakan,

Judul Skripsi : Kajian Potensi Industri Kuliner Dalam Membentuk Lingkungan Kreatif (Studi Kasus : Kawasan Jalan Mojopahit Kecamatan Medan Petisah).. Nama Mahasiswa :

Judul Skripsi : Kajian Potensi Industri Kuliner Dalam Membentuk Lingkungan Kreatif (Studi Kasus : Kawasan Jalan Mojopahit Kecamatan Medan Petisah).. Nama Mahasiswa :