Immunopatologi Spondiloartropati
Gede Kambayana Divisi Imuno-Reumatologi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar
Spondiloartropati (SpA) atau nama lainnya Spondiloartropati seronegatif atau spondiloartritis, merupakan sekelompok penyakit autoimun inflamasi multisistem, SpA bukanlah diagnosis satu penyakit, tapi lebih merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan manifestasi yang berbeda, dengan beberapa karakteristik yang hampir sama. Artritis asimetris atau artritis yang predominan di ekstrimitas bawah, uveitis anterior, sakroiliitis, faktor reumatoid negatif, dengan riwayat keluarga positif dan pada umumnya HLA-B27 positif.
Penyakit yang masuk dalam kelompok SpA ini ialah Ankilosing Spondilitis (AS), Artritis Reaktif (termasuk Sindrom Reiter), Artritis Psoriatik, Artritis Enteropati atau Artropati yang berkaitan dengan Inflammatory Bowel Disease, dan SpA yang tidak dikelompokkan (Undifferentiated SpA). Spondiloartropati merupakan salah satu kelompok penyakit autoimun yang berkaitan dengan HLA-B 27.
Diagnosis Spondiloartropati (SpA)
Bila ada seorang penderita dengan keluhan nyeri pinggang inflamasi yang berlangsung lebih dari 3 bulan apalagi keluhan nyeri pinggang tersebut disertai dengan keluhan peradangan sendi yang tidak simetris maka kita harus melakukan anamesis yang mendalam terhadap riwayat psoriasis, penyakit crohn/colitis ulceratif, uveitis, riwayat keluarga dan respon terhadap terapi NSAID. Kalau kita menemukan gejala-gejala tersebut maka kita harus mencurigai penyakit tersebut sebagai gejala spondiloatropati.
Nyeri pinggang infamasi menjadi tampilan klinis yang cukup menentukan diagnosis Spondiloartropati (seringkali menjadi gejala yang paling awal muncul), kriteria nyeri pinggang infamasi dari ASAS (2009) sebagai berikut : onset usia pasien kurang dari 45 th, yang terjadi berlahan-lahan, perbaikan dengan aktivitas/latihan fisik, tidak perbaikan dengan istirahat dan nyeri di malam hari kita nyatakan sebagai nyeri pinggang inflamasi jika ditemukan 4 dari kriteria tersebut.
Kriteria untuk mendiagnosis Spondiloartropati yang saat ini banyak digunakan dikemukakan oleh The Assesment of SpondyloAtritis international Society (ASAS) tahun 2010 yang menggabungkan kriteria untuk kasus dengan manifestasi klinis aksial dan perifer
sebagai berikut :
Imunopatologi Spondiloatropati
Ankilosing spondilitis merupakan prototipe dari penyakit seronegatif spondiloatropaty.
Penyakit ini merupakan sub group penyakit kronik imflamasi pada sendi sacrom-ileum dan tulang belakang, yang juga ditandai dengan kelainan sistemik di mata dan usus. Penyakit lain yang termasukdalam group ini antara lain reaktif atritis, psoriatik atritis, atritis enteropaty dan beberapa penyakit lain yang tidak dapat dikelompokkan. Ada beberapa hal yang berpengaruh dalam immunopatologi yang akan kita bahas dalam makalah ini :
Faktor Genetik
Penemuan hubungan HLA-B27 dengan penyakit AS pada awal tahun 1970 menyebabkan upaya yang luas untuk menjelaskan mekanisme hubungan ini. Namun,peran yang tepat dari HLA-B27 dari patogenesis AS masih belum jelas. Dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan yang cepat dalam penemuan gen non-MHC yang terlibat dalam kerentanan terhadap AS bersamaan dengan peningkatan kemampuan untuk mempelajari sistem imun tubuh membuat kemajuan pesat dalam menjelaskan etiopatogenesis dari AS.
Peran HLA-B27 pada AS
Pada pasien nyeri pinggang ≥ 3 bulan (dengan/tanpa manifestasi perifer) dengan onset usia pasien < 45
tahun
Pada pasien dengan manifestasi perifer saja
Sakroiliitis pada pencitraaan PLUS ≥1
gambaran SpA
HLA-B27 PLUS
≥2 gambaran SpA
yang lain Artritis atau entesitis atau daktilitis PLUS
Gambaran SpA yang dimaksud:
• Nyeri pinggang inflamasi
• Artritis
• Entesitis (tumit)
• Uveitis
• Daktilitis
• Psoriasis
• Penyakit Crohn/Colitis Ulseratif
• Respon baik dengan OAINS
• Riwayat keluarga dengan SpA
• HLA-B27
• Peningkatan kadar C-Reactive Protein (CRP)
≥1 gambaran SpA
• Uveitis
• Psoriasis
• Penyakit Crohn/Colitis Ulseratif
• Infeksi yang mendahului
• HLA-B27
• Sakroiliitis pada pencitraan atau
≥2 gambaran SpA yang lain :
• Artritis
• Entesitis
• Daktilitis
• Riwayat nyeri pinggang inflamasi
• Riwayat keluarga dengan SpA
HLA-B27 merupakan salah satu faktor genetik utama, yang merupakan faktor risiko pada penyakit spondiloatropaty. HLA-B27 positif terjadi pada 90% kasus ankilosing spondilitis dan 50%-70% pada penyakit spondyloatropaty lainnya. Terdapat beberapa hipotesis yang menjelaskan HLA-B27 berperan dalam patogenesis AS.
1. Hipotesisunfolded-protein respon
Dibandingkan dengan molekul HLA lainnya, HLA-B27 lambat untuk melipat. Setelah mengalami transkripsi, suatu proses yang sebagian dikontrol oleh TNF dan interferon, heavy chain di translasi dan ditranslokasi ke kompartmen intraseluler yaitu endoplasmic reticulum (ER). Hipotesis ini menyatakan penurunan kecepatan dari penggandaan dapat memicu respon pensinyalan intraseluler dalam ER yang dikenal sebagai UPR. Dalam makrofag, UPR dapat memproduksi IL-23 yang merupakan aktivator sel TH17. Bukti hipotesis UPR adalah tikus transgenik B27, tetapi juga telah dilaporkan dalam sinovium pasien AS.
2. Hipotesis artritogenik-peptida
Fungsi utama dari molekul HLA kelas I adalah presentasi peptida antigenik ke limfosit T CD8 . Hipotesis peptida artritogenik menyatakan bahwa kompleks HLA-B27-peptida asli berasal dari jaringan sendiri dan terbentuk di ER pada pasien AS menyerupai struktur mikroba patogen. Ketika kompleks HLA kelas 1 mencapai permukaan sel, mereka akan berikatan dengan reseptor sel T CD8+. kompleks MHC-peptida ini, kemudian, dikenali oleh sistem kekebalan tubuh sebagai hal yang membahayakan, menyebabkan keterlibatan sel T inflamasi. Mekanisme ini membentuk hipotesis artritogenik-peptida yang juga dikenal sebagai hipotesis mimikri molekuler.
3. Hipotesisfree-heavy-chain
Pada permukaan sel, B2-microglobulin berpisah dari HLA heavy chain, yang kemudian diistilahkan dengan free heavy chain. Free heavy chain ini kemudian berinteraksi dengan yang lainnya membentuk homodimer
Gambar 1. Peran HLA-B27 dalam pathogenesis ankylosing spondylitis
Saat berada pada permukaan sel, β2-mikroglobulin dapat lepas dari rantai berat (heavy chain), meninggalkan rantai berat bebas. Rantai berat ini kemudian membentuk homodimer.
homodimer rantai berat dapat dikenali olehNatural killer(NK) sel dan sel T.
Peran dari microba usus
Hubungan antara usus dan inflamasi sendi pada SpA memiliki komponen dasar genetik yang kuat. Kekeluargaan yang kuat dari AS dan IBD memberikan bukti tidak langsung untuk keberadaan faktor risiko genetik antara kedua penyakit. Penelitian pada keluarga di Islandia menunjukkan bahwa kerabat pertama dan kedua dari pasien dengan AS memiliki 3,0 dan 2,1 kali lebih tinggi risiko dari IBD dibandingkan populasi umum. Karena jumlah gen-gen yang diketahui terlibat pada kedua penyakit ini meningkat, faktor risiko genetik antara keduanya menjadi lebih jelas. Pada tahun 2010, Danoy dkk meneliti gen-gen yang diketahui berhubungan dengan IBD pada kohort AS yang besar. Loci baru dan gen-gen terindentifikasi, dan menjadi perhatian ialah gen yang terlibat pada jalur IL-23 seperti STAT3, IL23R dan IL12B. Kecenderungannya ialah semakin gen-gen yang ditemukan berhubungan dengan AS, tumpang tindih dari faktor genetik yang terlibat dengan usus dan peradangan sendi akan meningkat.
IL-23 dapat disekresi oleh epitel usus, dan produksi IL-23 meningkat pada ileum terminal pasien AS. Akibat dari pensinyalan IL-23 ialah sekresi dari sitokin IL-17, IL-22 dan TNF-α. Walaupun sel TH17 pertama kali diketahui merupakan sel yang merespon IL-23, beberapa populasi sel lain saat ini telah terbukti menjadi mediator penting pada biologi IL-23.
Jenis sel ini antara lain sel T γδ, sel natural killer(NK), sel mast dan sel limfoid innate.
Kesemua sel tersebut berhubungan dengan AS.
Hipotesis dari etiopathogenesis dari AS ialah disebabkan oleh berlebihnya IL-23 dan produksi sitokin akibat dari efek kronis dari miktobiom usus. Hal ini sesuai dengan penelitian in vitro yang menyatakan bahwa HLA-B27 berhubungan dengan suatu penurunan kemampuan untuk membunuh bakteri tertentu. Sehingga HLA B-27 dapat bekerja pada AS dengan efek pada mikrobiom usus, mungkin menyebabkan disbiosis mikroba atau peningkatan invasi mikroba melalui mukosa usus, kemudian memicu produksi IL-23.
Inflamasi dan expresi cytokine Expresi TNF
TNF merupakan sitokin yang memberikan efek biologis pada beragam sel normal dan yang mengalami transformasi. TNF utamanya diproduksi oleh monosit-makrofag, sel endotel yang teraktivasi, fibroblast,dan kondrosit. Awalnya TNF memiliki kapasitas untuk menginduksi nekrosis pada tumor yang dapat ditransplantasiin vivodan sitolisis dari beberapa sel tumorin vitro, TNF memberikan peranan penting selama respon inflamasi, memberikan efek menguntungkan dan merugikan. Walaupun TNF menjadi sitokin kunci yang terlibat dalam mekanisme antivirus, antibakteri dan antiparasit, produksi TNF sistemik berhubungan dengan deregulasi dari reaksi inflamasi dan imun, menyebabkan efek sekunder yang toksik. Sitokin ini memiliki pengaruh yang besar pada vaskuler melalui peningkatan angiogenesis, upregulasi molekul adhesi, dan migrasi transendotelial dari leukosit. TNF juga mempengaruhi aktivasi limfosit, proliferasi fibroblasi, sitokin lain, cemokin, prostaglandin, dan metalloproteinase. Neutralisasi dari TNF menghambat efek sitokin proinflamasi lain seperti interleukin 1(IL-1), yang menunjukkan bahwa TNF memainkan peran kunci dalam jaringan sitokin yang terlibat pada kaskade inflamasi.
Ketika lepas dari permukaan sel, TNF berikatan dengan reseptor TNF (TNFRs) yang ditemukan dalam bentuk terlarut dan pada permukaan sel somatik. Stimulasi dari sel ini meningkatkan dan menginduksi destruksi jaringan oleh matrix-degrading proteinase. Dalam proses destruksi sendi, TNF meningkatkan proliferasi synoviosit dan memicu suatu kaskade dari mediator sekunder yang terlibat pada perekrutan sel-sel inflamasi. Peristiwa kaskade diawali oleh TNF telah dijelaskan pada tingkat seluler
TNF- α disintesis dan diekspresikan pada permukaan sel dan diproses oleh TNF- α converting enzyme untuk menghasilkan bentuk yang larut. Bentuk larut ini bekerja dengan pengikatan dua reseptor yang berbeda, TNFR1, yang mana diaktivasi oleh sTNF- α dan tmTNF- α, dan TNFR2, yang mana diaktivasi utamanya oleh tmTNF- α. TNFR1 merupakan reseptor pensinyal utama pada sebagian besar sel dan berperan pada sebagian besar efek proinflamasi, sitotoksik dan apoptosis. Sebaliknya, TNFR2 memperantarai sinyal yang meningkatkan aktivasi dan proliferasi limfosit. Oleh karena itu jalur TNF- α /TNFR2 penting untuk menstabilkan sel T reg yang diperlukan untuk menahan respon imun inflamasi dan mencegah kerusakan jaringan sendiri. Banyak polimorfisme dari TNFRs berperan dalam perkembangan respon imun abnormal pada AS.
TNF merupakan salah satu sitokin yang bertanggungjawab untuk nyeri, kelelahan, pembengkakan sendi dan kekakuan pada AS. Namun, pertanyaan berikutnya mengenai peran TNF sebagai mediator masih belum terjawab. Misalnya, stimulus untuk induksi TNF masih belum diketahui, kedua, TNF dapat mentargetkan banyak jenis sel, namun jenis sel tertentu yang ditarget belum diketahui. Beberapa pasien dengan AS tidak mengalami remisi total setelah penghambatan TNF. Oleh karena itu peran dari sitokin lain perlu dipertimbangkan.
Pensinyalan IL-23
IL-23 merupakan sitokin kunci dalam perkembangan sel-sel yang mensekresi IL-17 dan IL-22. Sinyal IL-23 melalui suatu reseptor yang terdiri dari reseptor spesifik IL-23 (IL- 23R) dan IL-12RB1, juga berbagi dengan IL-12R. Polymorfisme pada IL-23R berhubungan dengan AS, psoriasis, dan inflammatory bowel disease(IBD). Pada kondisi fisiologis sel-sel yang memproduksi IL-23, IL-17 dan IL-22 banyak terdapat pada mukosa usus dan
memainkan peranan penting dalam pengaturan kesehatan usus. Kehilangan pada sinyal IL-23 menyebabkan tikus tahan terhadap sejumlah penyakit autoimun, termasuk artritis yang diinduksi kolagen dan uveitis autoimun.
Pada awalnya dipikirkan bahwa sel T CD4 (limfosit TH17) merupakan sel paling penting terlibat dalam respon IL-17, penelitian terkini telah mengidentifikasi jenis sel tambahan yang penting terhadap inflamasi yang diperantarai IL-17. Pembuatan dari tikus dengan IL-23-GFP reporter menjadi penting dari pengetahuan keragaman sel-sel responsif IL-23. Berkebalikan dengan dogma saat ini, tikus dengan IL-23R-GFP menunjukkan bahwa hanya sekitar 1,2% sel IL-23R+ pada jaringan lymphoid merupakan sel T CD4. Sekitar 40%
dari sel –sel IL-23R+ mengekspresikan reseptor sel T γδ, sedangkan sel makrofag dan dendritik merupakan sel yang resnponsif IL-23. Dalam lamina propria dari tikus ini, sel T γδ merupakan populasi utama IL-23R+ (65%) dan sel lymphoid tissue inducer-like (Lti-like) terhitung sebagai populasi sisa dari sel responsive IL-23. Penelitian ini menandakan keberagaman sel-sel yang mensekresi IL-17 dalam autoimunitas dan telah memberikan gambaran dari sumber –sumber IL-17 nonkanonikal pada contoh hewan dan pasien.
Pembentukan Tulang Baru
Remodeling dari tulang yang menyebabkan penyesuaian dari badan vertebra pada pasien AS merupakan akibat dari spondylitis akut dan kronik. Proses inflamasi kronik menyebabkan destruksi dan pembentukan kembali korteks dan spons dari badan vertebra.
Perkembangan dari badan vertebra tergantung pada kombinasi kerusakan dan perbaikan osteitis. Proses dari ankilosis sendi menunjukkan pembentukan tulang endokondral embrionik pada artritis pada tikus DBA/1. Pensinyalan bone morphogenetic protein (BMP) merupakan suatu kunci jalur molekuler yang terlibat dalam patologi ini. BMP antagonis menjadi strategi pencegahan dan terapi pada contoh tikus ini, bergabung dengan proliferasi sel progenitor enthesial. Pengecatan imunohistokimia dari smad1/5 terfosforilasi pada biopsy enthesal dari pasien SpA membuktikan pensinyalan BMP yang aktif pada sel target yang mirip. Hal ini menunjukkan suatu peran BMP dalam patogensis AS.
Pasien AS sering diterapi dengan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), termasuk cyclooxygenase selektif (COX)-2 inhibitor. COX-2 merupakan enzim yang dapat terinduksi yang merubah asam arakidonat menjadi prodtaglandin E2, suatu modulator untuk metabolisme tulang. Inhibisi dari progresi radiografi dengan asupan NSAID yang berkelanjutan dapat dijelaskan dengan penghambatan prostaglandin oleh NSAID. Banyak
penelitian pada hewan dan in vitro menunjukkan gangguan penyembuhan tulang dengan adanya NSAID. Langkah-langkah yang terjadi pada penyembuhan tulang mencakup respon inflamasi, resorpsi tulang, dan pembentukan tulang baru. Prostaglandin telah terbukti menunjukkan dan berperan dalam respon inflamasi, mendorong aktivitas osteoklas dan selanjutnya resorpsi tulang, dan meningkatkan aktivitas osteoblast dan pembentukan tulang baru. Dengan penghambatan COX dan selanjutnya produksi prostaglandin, NSAID bekerja sebagai antiinflamasi dan dapat menghambat formasi tulang baru secara bersamaan.
Daftar Pustaka
1. Mahmoudi M, Aslani S, Nicknam M, Karami J, Jamshidi A. New Insight Toward the Pathogenesis of Ankylosing Spondylitis; Genetic Variations and Epigenetic Modifications,Mod Rheumatol, 2016, 1-12
2. Smith J, Update on Ankylosing Spondylitis : Current Concept in Pathogenesis, Curr Allergy Asthma Rep, 2015;15:489
3. Sieper J, Braun J, Rudwalet M, Boonen A, Zink A. Ankylosing Spondylitis: an Overview.Ann Rheum Dis, 2002:61(Suppl III):8-18
4. Kenna T, Brown M. Immunopathogenesis of Ankylosing Spondylitis. Int J Clin Rheumatol, 2013:8(2):265-274
5. Tam L, Gu J, Yu D. Pathogenesis of Ankylosing Spondylitis. Nat Rev Rheumatol.
2010;6:399-405
6. Brown M, Kenna T, Wordsworth. Genetic of Ankylosing Spondylitis- Insight into Pathogenesis.Nat Rev Clin Rheumatol. 2015;12:81-91
7. Tsui F, Tsui H, Akram A, Haroon N, Inman R. The Genetic Basis of Ankylosing Spondylitis: New Insight into Disease Pathogenesis. The Application of Clinical Genetics. 2014;7:105-115
8. Zaragoza J, Cibrian J, Reyes C, Avelar J, Perez N. Ankylosing Spondylitis: From Cells to Genes. International Journal of Inflammation.2013:1-16
9. Shamji M, Bafaquh M, Tsai E. The Pathogenesis of Ankylosing Spondylitis.
Neurosurg Focus, 2008;24(1):1-10
10. Dakwar E, Reddy J, Vale F, Uribe J. A Review of the Pathogenesis of Ankylosing Spondylitis.Neurosurg Focus, 2008;24(1);1-5