• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIDRONEFROSIS DEXTRA EC URETEROLITHIASIS DEXTRA

N/A
N/A
Murdia MD

Academic year: 2024

Membagikan " HIDRONEFROSIS DEXTRA EC URETEROLITHIASIS DEXTRA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Kasus

HIDRONEFROSIS DEXTRA EC URETEROLITHIASIS DEXTRA

Diajukan sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior

Pada Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran USK RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:

Nurul Hanifah Lubis Pembimbing:

dr. Muhammad Ridha, SpU

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

2024

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, kasih sayang dan karunia kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Hidronefrosis Dextra ec Ureterolithiasis Dextra”. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik senior pada Bagian/SMF Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/ RSUD dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh.

Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapatkan bantuan, bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada dr. Muhammad Ridha, Sp.U yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga, sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan doa dalam menyelesaikan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini.

Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah selalu memberikan Rahmat dan Hikmah-Nya kepada kita semua.

Banda Aceh, 08 Februari 2024 Penulis

i

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 3

1.1. Latar Belakang ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Anatomi Ginjal ... 5

2.2. Hidronefrosis... 8

2.3. Ureterolithiasis ... 14

BAB III LAPORAN KASUS ... 22

3.1 Identitas Pasien ... Error! Bookmark not defined. 3.2 Anamnesis ... Error! Bookmark not defined. 3.3 Pemeriksaan Fisik………..…23

3.4 Pemeriksaan Penunjang ... 25

3.5 Diagnosa ... 29

3.7 Tatalaksana Operatif (27 September 2023) ... 29

3.9 Tatalaksana Post Operatif ... 29

3.10 Prognosis ... 29

BAB IV ANALISA MASALAH ... 30

BAB V KESIMPULAN... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

ii

(4)

3

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Hidronefrosis ialah dilatasi dan distensi sistem pengumpulan ginjal di satu ataupun kedua ginjal karena adanya sumbatan di aliran urin distal pelvis ginjal (yaitu, ureter, kandung kemih, dan uretra). Pelebaran ureter akibat obstruksi aliran keluar urin disebut hidroureter. Hidronefrosis ialah pembesaran ginjal yang disebabkan oleh penimbunan urin yang terjadi saat aliran urin tidak menuju dari ginjal ke kandung kemih karena adanya sumbatan. Hidronefrosis terjadi ketika aliran urin tersumbat atau ketika urin telah mengalir kembali ke kandung kemih dan dapat menyebabkan pembesaran panggul ginjal.1

Batu saluran kemih termasuk tiga penyakit terbanyak di bidang urologi dan yang paling banyak ditemukan adalah ureterolithiasis. Ureterolithiasis adalah suatu kondisi di mana endapan mineral kristal (batu) terbentuk di dalam saluran kemih.

Penyakit batu saluran kemih merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi setelah infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna. Insiden terjadinya BSK meningkat pada negara-negara berkembang. Lebih dari 1% dari semua kasus batu saluran kemih terjadi pada pasien berusia <18 tahun. Karena faktor malnutrisi dan faktor rasial, batu saluran kemih pada anak masih menjadi penyakit endemik pada beberapa negara, seperti turki.2

Gejala batu saluran kemih berhubungan dengan lokasinya apakah terdapat di ginjal, ureter atau kandung kemih. Awalnya, pembentukan batu bersifat asimtomatis.

Kemudian tanda dan gejala penyakit batu dirasakan seperti kolik ginjal (nyeri pinggang intens), nyeri flank (nyeri pada sisi punggung), hematuria (urin berdarah), uropati obstruktif (gangguan traktus urinarius), infeksi traktur urinarius, terhambatnya aliran urin dan hidronefrosis (dilatasi ginjal).3

Batu saluran kemih dapat ditemukan di bagian manapun dari saluran kemih.

Anak-anak yang terkena mungkin datang dengan sakit perut, darah dalam urin atau tanda-tanda infeksi. Evaluasi radiologi digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis,

(5)

untuk menilai ukuran batu, lokasinya, dan derajat kemungkinan obstruksi saluran kemih.4

Terjadinya pembentukan batu saluran kemih berkaitan dengan adanya kejadian kekambuhan sebelumnya dan hal tersebut sangat penting dalam tata laksana farmakologi dan perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih.

Sekitar

50% pembentukan batu saluran kemih juga dapat ditemukan kekambuhannya setidaknya 1 kali dalam seumur hidup. Faktor risiko terjadinya pembentukan batu antara lain, terjadinya BSK di usia muda, faktor keturunan, batu asam urat, batu akibat infeksi, hiperparatiroidisme, sindrom metabolik, dan obat-obatan.5

(6)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Ginjal

Ginjal terletak dibelakang peritoneum parietal (retro-peri-toneal), pada dinding abdomen posterior. Ginjal juga terdapat pada kedua sisi aorta abdominal dan vena kava inferior. Hepar menekan ginjal ke bawah sehingga ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri. Ukuran setiap ginjal orang dewasa adalah panjang 10 cm,

5,5 cm pada sisi lebar, dan 3 cm pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar

150 g. Ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua. Ginjal disokong oleh jaringan adipose dan jaringan penyokong yang disebut fasia gerota serta di bungkus oleh kapsul ginjal, yang berguna untuk mempertahankan ginjal, pembuluh darah, dan kelenjar adrenal terhadap adanya trauma.6,7

Satuan unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal memiliki satu juta nefron. Terdapat dua macam nefron, yaitu kortikal dan juksta medular.

Delapan puluh lima persen dari semua nefron terdiri atas nefron kortikal, sedangkan 15% terdiri atas nefron jukstamedular. Kedua macam nefron ini diberi nama sesuai dengan letak glomerulinya dalam renal parenkim. Nefron kortikal berperan dalam konsentarsi dan difusi urine. Struktur urine yang berkaitan dengan proses pembentukan urine adalah korpus, tubulus renal, tubulus koligentes. Korpus ginjal terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman yang membentuk ultrafiltrat dari darah. Tubulus renal terdiri atas tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal. Ketiga tubulus renal ini berfungsi dalam reabsorpsi dan sekresi dengan mengubah volume dan komposisi ultrafiltrat sehingga terbentuk produk akhir, yaitu urine.

Nefron jukstamedular adalah nefron yangterletak di korteks renal sebelah dalam dekat medulla.6

1. Bagian – Bagian dalam Ginjal a) Korteks

Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, dibawah fibrosa sampai

(7)

dengan lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1 juta. Semua glomerulus berada di korteks dan 90% aliran darah menuju korteks.

b) Medula

Medulla terdiri dari saluran-saluran atau duktus collecting yang disebut pyramid ginjal yang tersusun antara 8-18 buah.

c) Pelvis

Pelvis merupakan area yang terdiri dari kaliks minor yang kemudian bergabung menjadi kalik mayor. Empat sampai lima kaliks minor bergabung menjadi kaliks mayor dan dua sampai tiga kaliks mayor bergabung menjadi pelvis ginjal yang berhubungan dengan ureter bagian proksimal.

2. Fungsi Ginjal :

a) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan di ekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekskresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relative normal.

b) Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang berlebihan/penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan meningkatkan/mengurangi ekskresi ion-ion yang penting (misalnya Na, K, Cl, dan fosfat).

c) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh. Menurut Tarwoto (2009:318) Pengendalian asam basa oleh ginjal dilakukan dengan sekresi urin yang urin atau basa, melalui pengeluaran ion hydrogen atau bikarbonat dalam urin.

(8)

d) Ekskresi sisa metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).

e) Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresikan hormon renin yang berperan penting mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldosteron), membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).

f) Disamping itu ginjal juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol(vitamin D aktif) yang diperlukan untuk mengabsorbsi ion kalsium di usus.8

3. Vaskularisasi ginjal:

Ginjal menerima sekitar 1.200 ml darah per menit atau 21 % dari curah jantung. Aliran darah yang sangat besar ini tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang berlebihan, tetapi agar ginjal dapat secara terus-menerus menyesuaikan komposisi darah. Dengan menyesuaikan komposisi darah, memastikan keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat, dan pH serta membuang produk- produk metabolisme urea. Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteria renalis bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata. Arteri interloburalis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut glomerulus. Glomerulus ini dikelilingi oleh alat yang disebut simpai bowman. Disini terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis mauk ke vena kava inferior.

(9)

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal8

2.2. Hidronefrosis 2.1.1. Definisi

Hidronefrosis adalah dilatasi perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran urin normal yang menyebabkan urin mengalir balik sehingga tekanan di ginjal meningkat. Nefrolithiasis merupakan faktor pencetus awal terjadinya hidronefrosis. Dimana nefrolithiasis dapat menimbulkan obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang dapat mengakibatkan penimbunan cairan dalam pelviks ginjal dan ureter sehingga mengakibatkan absorbsi pada parenkim ginjal1. Adanya hidronefrosis harus dianggap sebagai respon fisiologis terhadap gangguan aliran urine. Meskipun hal ini sering disebabkan oleh proses obstruktif.2

(10)

2.1.2. Etiologi

Hidronefrosis dapat terjadi unilateral ataupun bilateral. Obstruksi pada salah satu sisi saluran kemih pada umumnya disebabkan oleh proses patologik yang letaknya proksimal terhadap kandung kemih. Keadaan ini berakibat hidronefrosis dan dapat menyebabkan atrofi serta kehilangan fungsi salah satu ginjal tanpa menyebabkan gagal ginjal.9 Kelainan anatomi merupakan penyebab sebagian besar kasus pada anak-anak. Ini termasuk katup uretra atau striktur, dan stenosis di persimpangan ureterovesical atau ureteropelvic. 10

Tabel 1. Etiologi hidronefrosis9

Hidronefrosis Unilateral Hidronefrosis Bilateral Obstructing ureteric stone

Pelviureteric junction obstruction Obstructing ureteric clot

Obstructing ureteric transitional cell carcinoma

Kompresi vaskular: penyimpangan pembuluh kutub bawah atau ureter retrocaval

Kompresi ureter ekstramural Tumor

Granuloma Kista

Kelenjar getah bening

Bladder outlet obstruction Benign prostatic

hyperplasia Prostate cancer Urethral stricture

Detrusor sphincter dyssynergia Posterior urethral valves

Ureteric obstruction at their entry to the bladder

Cervical cancer Prostate cancer Rectal cancer

Neuropathic bladder (spinal cord injury, spina bifida, diabetes, multiple sclerosis, parkinsonism) Post-pelvic radiotherapy

Peri-ureteric inflammation Inflammatory bowel disease Pancreatitis

Diverticulitis Appendicitis Retroperitoneal

fibrosis Idiopathic Periarteritis

Post-radiation

Drugs – methysergide

(11)

IgG4 related disease

Infection – tuberculosis, syphilis Sarcoidosis

Hydronephrosis of pregnancy Bilateral pelviureteric

junction obstruction Bilateral ureteric calculi 2.1.3.

Epidemiologi

Penyebab dan presentasi bervariasi di antara kelompok umur. Pada bayi baru lahir dan anak-anak, kelainan struktural adalah penyebab utamanya. Setiap tahun, dari perkiraan 6% total kelahiran baru di seluruh dunia (8 juta) lahir dengan cacat lahir yang serius, sebanyak 1% bayi baru lahir memiliki cacat bawaan pada ginjal dan saluran kemih. Hidronefrosis lebih banyak terjadi pada neonatus dan bayi, paling sering karena obstruksi persimpangan ureteropelvic.2

Pada negara maju seperti di Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak dijumpai disaluran kemih bagian atas, sedang di negara berkembang seperti India, Thailand, dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih.

Di daerah Semarang sejak tahun 1979 proporsi batu saluran kemih dijumpai relatif meningkat dibanding proporsi batu kandung kemih. Peningkatan kejadian batu pada saluran kemih bagian atas terjadi di abad-20, khususnya di daerah bersuhu tinggi dan dari negara yang sudah berkembang. Epidemiologi batu saluran kemih bagian atas di negara berkembang dijumpai ada hubungan yang erat dengan perkembangan ekonomi serta dengan peningkatan pengeluaran biaya untuk kebutuhan makan perkapita.5

Setiap tahun, dari perkiraan sekitar 6% total bayi di seluruh dunia lahir dengan cacat lahir yang serius, sebanyak 1% dari bayi baru lahir memiliki cacat bawaan pada ginjal dan saluran kemih. Hidronefrosis menjadi salah satu penyakit yang dapat terjadi pada neonatus dan bayi, umumnya karena obstruksi persimpangan ureteropelvic. Insidensi ini ditemukan pada 1 dari 100 kelahiran di Amerika Serikat dan dirawat secara konservatif. Obstruksi ureterovesical junction, katup uretra posterior, dan striktur adalah kelainan anatomi umum lainnya.

(12)

Sesuai Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional (NHANES), prevalensi batu ginjal adalah 8,8% di Amerika Serikat. Di antara pria, 10,6%

dibandingkan dengan 7,1% pada wanita. Ras kulit putih, obesitas, dan diabetes sangat terkait dengan batu ginjal. Hipertrofi prostat dan neoplasma, tumor panggul dan retroperitoneal, dan batu ginjal adalah penyebab yang lebih umum pada populasi lanjut usia. Hidronefrosis umumnya terlihat pada hingga 80%

wanita hamil. Kompresi mekanis ureter karena pembesaran rahim dan efek progesteron dianggap sebagai etiologi. Ini sebagian besar diidentifikasi pada trimester kedua dan dapat bertahan hingga 6 hingga 12 minggu pascapersalinan.

Stenting ureter adalah pengobatan pilihan jika pasien mengalami nyeri dan gagal ginjal. Hidronefrosis lebih sering terjadi pada wanita untuk rentang usia 20-60 karena kehamilan dan keganasan ginekologi. Untuk kelompok usia lebih dari 60 tahun, penyakit ini lebih sering terjadi pada pria karena penyakit prostat dan komplikasinya.2

2.1.4.

Patofisiologi

Obstruksi aliran keluar urin menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dari sistem pengumpul. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan intraglomerulus yang pada akhirnya akan mempengaruhi laju filtrasi glomerulus. Durasi dan tingkat keparahan obstruksi menentukan tingkat hilangnya fungsi ginjal. Jika obstruksi tidak dihilangkan, dapat menyebabkan jaringan parut ginjal dan kerusakan ginjal permanen dengan gangguan fungsi glomerulus dan tubular. Oleh karena itu hidronefrosis dapat dianggap akut jika fungsi ginjal pulih sepenuhnya saat obstruksi dihilangkan.11

Sebaliknya, fungsi ginjal tidak pulih pada hidronefrosis kronis bahkan setelah

obstruksi dihilangkan. Obstruksi yang berkepanjangan menyebabkan dilatasi sistem pengumpul, kompresi papila, dan penipisan parenkim yang pada akhirnya menyebabkan atrofi kortikal dan fibrosis tubulointerstitial. Gangguan reabsorpsi natrium, gangguan pengasaman urin yang menyebabkan asidosis metabolik, dan kemampuan pemekatan urin adalah beberapa efek fisiologis.11

2.1.5. Diagnosis a. Anamnesis

(13)

Pasien dengan obstruksi saluran kemih akut biasanya datang dengan keluhan nyeri tumpul konstan yang disebabkan oleh peregangan kapsul ginjal, dengan episode intermiten nyeri hebat akibat peristaltik genitourinari yang meningkatkan tekanan secara sementara. Banyak pasien mengeluhkan mual dan muntah, serta disuria atau urgensi kencing. Pada pemeriksaan, pasien ini mengalami nyeri tekan pada sudut costovertebral dan seringkali tidak dapat menemukan posisi yang nyaman di ruang pemeriksaan. Pasien dengan obstruksi yang lebih distal dari hipertrofi prostat dapat mengeluhkan tekanan perut bagian bawah yang parah dan keinginan untuk buang air kecil.9

b. Pemeriksaan fisik

Hidronefrosis harus didekati pada awalnya dengan pemeriksaan perut menyeluruh dan riwayat terfokus. Cari bekas luka bedah, organomegali, dan massa.

Palpasi ginjal secara bilateral untuk mencari nyeri tekan atau nefromegali, juga perkusi dan palpasi kandung kemih yang membesar. Ukur tekanan darah dan periksa tanda-tanda kelebihan cairan. Pada pria melakukan pemeriksaan colok dubur dan memeriksa alat kelamin luar. Pada wanita, pemeriksaan genital jarang diperlukan dan paling baik dilakukan oleh dokter spesialis.9

c. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium

Urinalisa. Pyura menunjukkan adanya infeksi. Hematuria mikroskopik dapat menunjukkan adanya batu atau tumor. Hitung jumlah sel darah lengkap: leukositosis mungkin menunjukkan infeksi akut. Kimia serum: hidronefrosis bilateral dan hidroureter dapat mengakibatkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Selain itu, hiperkalemia dapat menjadi kondisi yang mengancam kehidupan.

Periksa kadar kreatinin serum, dan ureum dan elektrolit. Penting untuk dicatat bahwa kadar kreatinin serum mungkin normal pada pasien dengan hidronefrosis unilateral karena kompensasi dari ginjal kontralateral. Namun, pasien mungkin mengalami nyeri panggul ipsilateral yang parah

(14)

karena distensi kaliks ginjal dan pelvis, hal ini memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan permanen pada ginjal.

2. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi adalah metode yang cepat, murah, dan cukup akurat untuk mendeteksi hidronefrosis dan hidroureter, namun, akurasi dapat bergantung pada pengguna. Ultrasonografi umumnya berfungsi sebagai tes skrining pilihan untuk menetapkan diagnosis dan hidronefrosis. Hidronefrosis terlihat sebagai ruang interkoneksi berisi cairan anekoik dengan peningkatan di dalam sinus ginjal, dan biasanya dilatasi pelvis dapat dibedakan dari dilatasi calyces.

3. Urography Intravena (IVU)

Urography intravena berguna untuk mengidentifikasi keberadaan dan penyebab hidronefrosis dan hidroureter. Intraluminal merupakan penyebab paling mudah yang dapat diidentifikasi berdasarkan temuan IVU.

4. CT Scan

CT Scan memiliki peran penting dalam evaluasi hidronefrosis dan hidroureter. Proses retroperitoneal menyebabkan obstruksi ekstrinsik dari ureter dan kandung kemih dapat dievaluasi dengan sangat baik pada CT Scan. Saluran bagian atas dapat dinilai dengan jelas dengan peningkatan awalnya parenkim (fase parenkim) dan kemudian ekskresi kontras melalui sistem pengumpulan (fase ekskretoris).

Computed tomography non-kontras pada ginjal, ureter, dan kandung kemih berguna pada pasien dengan dugaan kolik ureter untuk mendeteksi batu saluran ginjal atau kalsifikasi.9

2.1.6. Grade

Menurut Rasad, gambaran urogram dari hidronefrosis dini memberikan gambaran kalik yang mendatar (flattening), perubahan reversible. Hidronefrosis lanjut memperlihatkan kalik berupa tongkat (clubbing). Pada tingkat lebih lanjut terjadi destruksi parenkim dan terjadi pembesaran system saluran kemih dan akhirnya

(15)

terjadi kantung hidronefrotik.12 Gambaran radiologis dari hidronefrosis terbagi berdasarkan gradenya. Ada 4 grade hidronefrosis, antara lain: 12

a. Hidronefrosis derajat 1

Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk blunting, alias tumpul.

b. Hidronefrosis derajat 2

Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk flattening, alias mendatar.

c. Hidronefrosis derajat 3

Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol.

d. Hidronefrosis derajat 4

Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Serta adanya penipisan korteks Calices berbentuk ballooning alias menggembung.

Gambar 2.2 Grade Hidronefrosis10

2.3. Ureterolithiasis 2.3.1. Definisi

Batu saluran kemih (BSK) didefinisikan sebagai pembentukan batu di saluran kemih merupakan penyakit dimana didapatkan masa keras di sepanjang daerah saluran kemih, batu saluran kemih dapat ditemukan pada sistem saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian bawah.5 Berdasarkan lokasinya batu saluran kemih ini dapat dibagi menjadi empat, yaitu batu ginjal, batu ureter, batu kandung kemih dan

(16)

batu uretra.2 Pembentukan batu dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi, non-infeksi, kelainan genetik, dan obat-obatan. Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan.11

Batu saluran kemih merupakan penyebab paling sering dari hematuria dan nyeri pada abdomen, daerah flank atau kelamin. Penyakit ini terjadi pada 11 orang pada beberapa waktu pada masa hidupnya dan laki-laki lebih sering mengalami daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Perkembangan batu berhubungan dengan menurunnya volume urin atau meningkatnya ekskresi komponen pembentuk batu seperti kalsium, oksalat, asam urat, sistin, santin dan fosfat. Batu saluran kemih dapat disebabkan oleh kadar sitrat urin yang rendah atau keasaman urin yang berlebihan.12

2.3.2.

Etiologi

Batu saluran kemih terjadi ketika zat terlarut mengkristal dari urin membentuk batu. Urolithiasis dapat terjadi akibat kelainan anatomis yang menyebabkan stasis urin, volume urin sedikit, faktor diet (contoh tinggi oksalat atau tinggi natrium), infeksi traktus urinarius, asidosis sistemik, obat-obatan atau faktor genetik yang langka seperti sistinuria. Penyebab paling sering penyakit batu ialah hidrasi yang tidak adekuat sehingga membuat volume urin sedikit. Empat faktor lain yang berkontribusi pada pembentukan batu urin adalah hiperkalsiuria, hiperoksaluria, hiperurikosuria dan hipositraturia.13

Terdapat empat jenis batu saluran kemih berdasarkan pembentuknya :14

 Batu kalsium (akibat hiperparatiroid, kebocoran kalsium ginjal, hiperoksaluria, hipomagnesemia dan hipositraturia).

 Batu asam urat berhubungan dengan pH kurang dari 5, asupan tinggi makanan mengandung urin (ikan, kacang-kacangan, daging) atau kanker. Batu- batu ini berhubugan dengan penyakit gout.

 Batu struvit (disebabkan oleh organisme urease gram negatif yang memecahkan urea menjadi amonia. Organisme yang sering menyebabkan hal ini ialah pseudomonas, proteus dan klebsiella)

(17)

 Batu sistin terbentuk akibat defek metabolik intrinsik yang

menyebabkan kegagalan tubula ginjal dalam mereabsorbsi sistin, lisin, orniyin dan arginin.

Secara umum, sekitar 80% batu saluran kemih terbuat dari kalsium oksalat (CaOx) yang tercampur dengan kalsium fosfat (CaP). Urin dapat menjadi jenuh akibat beberapa obat tidak terlarut atau metabolitnya yang menyebabkan kristalisasi pada duktus kolektikus ginjal (batu iatrogenik). Sebagai contoh, pasien dengan HIV diterapi dengan penghambat protease seperti indinavir dan atazanavir yang dimetabolisme di hati, dengan beberapa proporsi obat dieksresika di urin sehingga menyebabkan kristalisasi dan pembentukan batu saluran kemih. Meskipun diberikan sebagai bagian regimen obat multipel, atazanavir dapat mengkristalisasi pada urin dan membentuk batu saluran kemih.15

2.3.3.

Epidemiologi

Penyakit batu saluran kemih merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi setelah infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.2 Setiap tahun nya banyak yang menderita batu sauran kemih seperti di Amerika Serikat sekitar

250.000 sampai 750.000 penduduknya yang menderita batu saluran kemih setiap tahun, di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12%.5 Prevalensi batu saluran kemih pada Britania Raya meningkat sebanyak 63% pada tahun 2000-2010.

Insidensi dan prevalensi BSK di setiap negara bervariasi, tertinggi terutama negara kawasan Asia dan Afrika.16

Di Indonesia, masalah batu saluran kemih masih menduduki kasus tersering di antara seluruh kasus urologi. Belum terdapat data angka prevalensi batu saluran kemih nasional di Indonesia. Di beberapa negara di dunia berkisar antara 1-20%. Laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan perempuan yaitu 3:1 dengan puncak insiden terjadi pada usia 40-50 tahun. Prevalensi Batu saluran kemih bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin, dan letak batu saluran kemih sendiri.

Batu saluran kemih menyerang dari segala usia tetapi batu Saluran Kemih lebih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur 30-60 tahun.17

Pada pasien dengan riwayat batu saluran kemih sebelumnya memiliki rasio rekurensi sekitar 50% dalam 10 tahun. Terdapat insidensi tinggi batu saluran kemih

(18)

pada Amerika Serikat Tenggara sehingga muncul istilah “Stone Belt” yang menunjukkan iklim cuaca panas yang mengakibatkan dehidrasi pada area tersebut.

Sebelum adanya perkembangan teknik urologi modern untuk terapi, mortalitas dari batu saluran kemih yang tidak ditangani sebanyak 27%. Saat ini, mortalitas akibat penyakit ini sangat langka meskipun terdapat rasio signifikan.14

Mayoritas batu saluran kemih terbuat dari kalsium dan kristal urat.

Supersaturasi urin merupakan penyebab paling sering pada seluruh kasus batu saluran kemih. Batu fosfat kalsium biasanya terbuat pada membran dasar lengkungan Henle dan dapat mengikis ke interstisium. Nyeri kolik biasanya diakibatkan dilatasi dan spasme ureter.14

2.3.4.

Diagnosis

Pasien dengan batu saluran kemih sering mengeluh nyeri flank akut dan parah yang seringnya menyebar ke area abdomen dan khususnya hingga area kelamin. Nyeri ini bersifat tajam, memberat dan kolik. Nyeri ini sering berhubungan dengan mual dan muntah yang diakibatkan hubungan embriologis dari traktus urogenital.

Nyeri kolik renal biasanya memuncak dalam 90 hingga 120 menit dan nyeri menjalar mengikuti dermator T10 hingga S4. Fase pertama dapat membuat pasien terbangun dari tidur dan ketika nyeri menetap, hal ini akan diikuti oleh gelombang rasa sakit yang memberat. Fase kedua bersifat konstan dan dapat bertahan 3 hingga 4 jam. Fase ketiga berhubungan dengan nyeri ringan yang mulai mereda namun gelombang nyeri tetap terasa. Fase ini dapat bertahan 4 hingga 16 jam. Jika terinfeksi, pasien dapat mengalami demam, menggigil, atau tanda infeksi sistemik. Kondisi ini dikenal sebagai pionefrosis atau pyelonefritis obstruktif yang berpotensi memberat dan mengancam jiwa, membutuhkan pembedahan dekompresi darurat. Selain itu, hematuria atau minimal hematuria pada urinalisis sering dialami oleh 85% pasien.14

Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok kostovertebrae dan suara usus hipoaktif. Area testis dan pubik juga mengalami nyeri tekan. Demam jarang ditemukan pada kolik renal namun adanya demam, pyuria dan leukositosis dapat mengindikasikan adanya pyelonefritis.14

(19)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan batu saluran kemih antara lain pemeriksaan laboratorium dan pencitraan. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah dan urinalisa. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, dan hitung jenis darah, apabila pasien akan direncanakan untuk diintervensi, maka perlu dilakukan pemeriksaan darah berupa, ureum, kreatinin, uji koagulasi (activated partial thromboplastin time/aPTT, international normalised ratio/INR), natrium, dan kalium.

Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan kalsium dan atau C-reactive protein (CRP).11 Hematuria sering didapatkan namun sekitar 15% pasien batu saluran kemih tidak menunjukkan adanya hematuria walaupun dilihat secara mikroskopis. Adanya kristal urin dapat mengarah ke diagnosis batu saluran kemih. Nitrit, leukosit dan bakteri positif dapat mengarah ke infeksi sehingga harus dikultur dan diobati segera.17

Pemeriksaan penunjang berupa urinalisis dapat dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai mengalami batu saluran kemih. Pemeriksaan urine rutin digunakan untuk melihat eritrosuria, leukosuria, bakteriuria, nitrit, pH urine, dan atau kultur urine. Hanya pasien dengan risiko tinggi terjadinya kekambuhan, maka perlu dilakukan analisis spesifik lebih lanjut.11

Diagnosis klinis sebaiknya dilakukan dengan pencitraan yang tepat untuk membedakan yang dicurigai batu ginjal atau batu ureter. Pasien dengan batu ureter biasanya mengeluh adanya nyeri, muntah, kadang demam, namun dapat pula tidak memiliki gejala. Pencitraan rutin antara lain, foto polos abdomen (kidney- ureter- bladder/KUB radiography). Pemeriksaan foto polos dapat membedakan batu radiolusen dan radioopak serta berguna untuk membandingkan saat follow- up.11

Pemeriksaan ultrasound merupakan pencitraan yang awal dilakukan dengan alasan

aman, mudah diulang, dan terjangkau. USG juga dapat mengidentifikasi batu yang berada di kaliks, pelvis, dan UPJ. Menurut pedoman EAU (European Association of Urology), USG adalah tes pilihan, yang harus mencakup ginjal, kandung kemih yang terisi dengan baik, dan bagian ureter (terutama proksimal dan distal).

Jika pemeriksaan ultrasonografi tidak meyakinkan, tes pencitraan lebih lanjut harus

(20)

dipertimbangkan. CT-Scan non kontras menjadi standar diagnostik pada nyeri pinggang akut.18

Uji paling sensitif dan reliabel untuk mendiagnosis urolithiasis adalah CT scan abdomen dan pelvis non kontras. Pemeriksaan ini menungkapkan informasi mengenai obstruksi dengan hidronefrosis atau infeksi. CT-Scan non kontras dapat menentukan ukuran dan densitas batu. CT-Scan dapat mendeteksi batu asam urat dan xantin. Pemeriksaan CT-Scan non kontras pada pasien dengan IMT

<30, dapat menggunakan dosis rendah dengan sensitivitas 86% pada batu ureter <3 mm dan 100% pada >3 mm. Pemeriksaan urografi intravena (IVP) dapat dipakai sebagai pemeriksaan diagnostik apabila CT-Scan non kontras tidak memungkinkan.11

Penggunaan awal kontras intravena untuk CT scan pada pasien dengan nyeri perut tidak direkmonedasikan. Jika hasil pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya darah atau kemungkinan infeksi, CT abdomen dan pelvis non-kontras harus dilakukan sebelum menggunakan kontras karena penggunaan kontras akan membuat identifikasi batu saluran kemih lebih sulit.

Pemeriksaan dengan kontras dapat dilakukan bila direncanakan penatalaksanaan BSK yang memerlukan anatomi dan fungsi ginjal. CT-Scan non kontras juga memberikan informasi cepat secara 3D termasuk ukuran dan densitas batu, jarak antara kulit dan batu, serta anatomi sekitarnya, namun dengan kon- sekuensi adanya paparan radiasi. Pemeriksaan dengan zat kontras tidak anjurkan pada pasien dengan alergi kontras dan penurunan fungsi ginjal, konsumsi metformin, dan mielomatosis.19

2.3.5.

Tatalaksana

Tata laksana batu pada saluran kemih bagian atas dapat berdasarkan komposisi batu, ukuran batu, dan gejala pasien. Terapi umum untuk mengatasi gejala batu saluran kemih adalah pemberian analgesik harus diberikan segera pada pasien dengan nyeri kolik akut. Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan parasetamol dengan memperhatikan dosis dan efek samping obat merupakan obat pilihan pertama

(21)

pada pasien dengan nyeri kolik akut dan memiliki efikasi lebih baik dibandingkan opioid. Terdapat beberapa data yang berkaitan dengan pengeluaran batu secara spontan bergantung pada ukuran batu, diperkirakan 95% batu dapat keluar spontan dalam waktu 40 hari dengan ukuran batu hingga 4 mm. Observasi juga dapat dilakukan pada pasien yang tidak memiliki komplikasi (infeksi, nyeri refrakter, penurunan fungsi ginjal, kelainan anatomi saluran ureter).11

Terapi ekspulsi medikamentosa (medical expulsive therapy/MET), perlu diinformasikan kepada pasien jika pengangkatan batu tidak diindikasikan. Apabila timbul komplikasi seperti infeksi, nyeri refrakter, penurunan fungsi ginjal, dan kelainan anatomi di ureter maka terapi perlu ditunda. Penggunaan α-blocker sebagai terapi ekspulsi dapat menyebabkan efek samping seperti ejakulasi retrograd dan hipotensi. Manajemen akut meliputi resusitasi intravena, analgesia dan antiemetik.

Penelitian menunjukkan bahwa desmopressin dapat menurunkan nyeri batu saluran kemih. Adapun laporan anekdotal menunjukkan penggunaan penghambat kanal kalsium atau Calcium Channel Blockers (CCB) dapat menghilangkan nyeri akibat relaksasi ureter dan membantu pengeluaran batu secara distal. Studi lain menunjukkan penggunaan penghambat alfa.11

Obat α-blocker menunjukkan secara keseluruhan lebih superior dibandingkan nifedipin untuk batu ureter distal. Terapi ekspulsi medikamentosa memiliki efikasi untuk tata laksana pasien dengan batu ureter, khususnya batu ureter distal ≥5 mm.

Beberapa studi menunjukkan durasi pemberian terapi obat-obatan selama 4 minggu, namun belum ada data yang mendukung untuk interval lama pemberiannya.

Indikasi untuk pengeluaran batu ureter secara aktif antara lain:3 a. Kemungkinan kecil batu keluar secara spontan;

b. Nyeri menetap walaupun sudah diberikan analgesik adekuat;

c. Obstruksi persisten;

d. Insufisiensi ginjal (gagal ginjal, obstruksi bilateral, atau solitary kidney);

atau e. Kelainan anatomi ureter

Teknik yang tersedia saat batu aliran kemih tidak dapat melewati traktus urinarius secara spontan meliputi:

(22)

1. Penempatan stent 2. Nefrostomi perkutan

3. Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) 4. Ureteroskopi (URS)

5. Nephrostolithotomi Perkutan (PCNL) 6. Open nephrostomy

7. Anatrophic nephrolithotomy

Beberapa faktor harus dipertimbangkan dalam memilih terapi atau tindakan pada anak. Jika dibandingkan dengan dewasa, pada pasien anak pengeluaran pecahan batu lebih cepat setelah SWL. Komposisi batu harus dinilai terlebih dahulu terkait dengan pemilihan prosedur pengangkatan batu yang sesuai pada anak (misal, batu sistin sangat sulit pecah dengan SWL). SWL masih menjadi prosedur yang paling minimal invasif pada tata laksana batu pada anak.

Beberapa studi menunjukkan bahwa kondisi bebas batu dalam jangka pendek sekitar 67-93% dan jangka panjang sekitar 57-92%. Pada anak, dibandingkan dengan dewasa, SWL dapat mencapai disintegrasi yang lebih baik pada batu yang besar. Untuk prosedur endourologi, organ yang lebih kecil pada anak harus dipertimbangkan dalam penggunaan alat untuk prosedur PNL atau URS. Prosedur PNL dapat dilakukan pada anak dengan adanya ukuran ins- trumen yang sesuai dan dibantu oleh USG merupakan prosedur yang aman dimana paparan radiasi yang rendah, bahkan untuk batu berukuran besar dan kompleks.

Pada anak-anak, pengobatan pilihan, baik untuk batu ureter proksimal dan batu ginjal adalah ESWL dengan anestesi umum. Sayangnya, menemukan batu selama prosedur terkadang menjadi sulit atau batu tidak merespon pengobatan ekstrakorporeal. jika batu terletak di bagian bawah ureter atau jika urolitiasis tidak terlihat jelas menggunakan sonografi, kami menawarkan kepada orang tua pilihan operasi URS-L. Khususnya ketika batu terletak di ureter distal, kami percaya prosedur URS-L harus selalu direkomendasikan sebagai pengobatan pilihan.20

(23)

BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Pasien

Nama : T. S No. CM : 1-35-97-45 Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 42 tahun Suku : Aceh Agama : Islam

Alamat : Jati Rejo, Kuala Pesisir, Nagan Raya Tanggal Pemeriksaan : 07/01/2024

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri pinggang sebelah kanan Keluhan Tambahan : Mual dan demam

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang mengeluhkan nyeri pinggang yang sudah dirasakan  1 bulan lalu dan memberat 2 hari SMRS. Nyeri pinggang dirasakan sebelah kanan dan menjalar ke paha dan perut, Nyeri dirasakan seperti ditusuk benda tajam dan terus menerus. Pasien sudah mengonsumsi obat pereda nyeri namun keluhan tidak berkurang. Pasien juga mengeluhkan tidak lampias dan lama ketika BAK. Pasien tidak memiliki riwayat kencing berdarah maupun berpasir, nyeri saat BAK disangkal. Pasien juga mengeluhkan mual tapi tidak sampai muntah. Nafsu makan menurun dalam 3 hari terakhir. BAB dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien memiliki riwayat operasi ESWL sebanyak 3 x di RSUD Teuke Pekan pada bulan Januari, Maret, dan Agustus 2023 dengan diagnosis batu saluran kemih.

Pasien pernah dipasang DJ Stent post operasi ESWL Agustus namun mengalami demam yang hilang timbul bahkan setelah mengonsumsi paracetamol sehingga DJ Stent dilepaskan.

Pasien juga menyangkal riwayat DM dan hipertensi.

Pasien memiliki riwayat asam urat High pada glucocheck.

(24)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal Riwayat Pemakaian Obat :

Pasien mengonsumsi obat pereda nyeri sebelumnya Riwayat Kebiasaan Sosial :

Pasien merupakan seorang pegawai sipil. Pasien sering beraktivitas di dalam ruangan dan pasien mengaku jarang mengkonsumsi air putih, yaitu hanya  800 ml/hari. Pasien sangat jarang berolahraga.

3.3 Pemeriksaan Fisik Tanda Vital

Keadaan umum : Sakit sedang Kesadaran : Compos Mentis Tekanan darah : 113/77 mmHg Nadi : 99 kali/menit Pernafasan : 18 kali/menit Suhu : 36,7 oC Sekala Nyeri : 3 NRS Status General

 Kepala dan leher Ukuran : Normocephali

Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut Wajah : Simetris, deformitas (-), edema (-)

Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil bulat Isokor 3mm/3mm, RCL (+/+), dan RCTL (+/+)

Telinga : Normotia, sekret (-/-), massa (-/-) Hidung : NCH (-/-), sekret (-/-)

Mulut : Bibir tidak pucat, mukosa bibir tidak sianosis Leher : Massa (-), pembesaran KGB (-)

(25)

 Thorax

Paru Depan Belakang

Inspeksi Statis & dinamis : Simetris, normochest, retraksi (-)

Statis & dinamis : Simetris, normochest, retraksi (-)

Palpasi Nyeri (-), SF kanan SF kiri Nyeri (-), SF kanan SF kiri Perkusi Sonor di seluruh lapangan

paru

Sonor di seluruh lapangan paru Auskultasi Vesikuler (+/+), Rhonki (-

/-), Wheezing (-/-)

Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra

Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen

Inspeksi : Simetris, ikterik (-) Palpasi : Nyeri tekan (+), undulasi (-) Perkusi : Nyeri ketok (+), Pekak (+)

Auskultasi : Peristaltik normal Genetalia : Normal

Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Ekstremitas

Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Sianosis (-) (-) (-) (-)

Edema (-) (-) (-) (-)

Pucat (-) (-) (-) (-)

 Jantung

Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Pulsasi kordis teraba pada ICS V, midclavicula sinistra

Perkusi : Batas jantung atas ICS II linea parasternal dextra

(26)

Status Lokalisata

 Ar flank dextra et sinistra : Perabaan ginjal (+/-), Nyeri tekan (+/-), Nyeri ketok CVA (+/-)

 Ar suprapubik : Buli kesan kosong, nyeri tekan (-)

 Ar genetalia : Meatal stenosis (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang a.

Laboratorium

Tanggal 21 September 2023 (Pre Operasi)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

HEMATOLOGI DARAH RUTIN

Hemoglobin 15,2 12,0-15,0 g/dL

Hematokrit 44 37-47 %

Eritrosit 5,3 4,2-5,4 106/mm3

Leukosit 10,03 4,5-10,5 103/mm3

Trombosit 245 150-450 103/mm3

MCV 84 80-100 fL

MCH 29 27-31 Pg

MCHC 34 32-36 %

RDW 12,7 11,5-14,5 %

MPV 9,7 7,2-11,1 fL

PDW 11,1 fL

Hitung Jenis:

• Eosinofil 2 0-6 %

• Basofil 0 0-2 %

• Netrofil Batang 0 2-6 %

• Netrofil Segmen 78 50-70 %

• Limfosit 15 20-40 %

• Monosit 5 2-8 %

FAAL HEMOSTASIS

PT 13,3 12,0-16,5 detik

Kontrol 14,0 de

INR 0,93 <1,5 tikde

APTT 27,50 26-37 tikde

Kontrol 30,4 tikde

IMUNOSEROLOGI tik HEPATITIS HBsAg KIMIA KLINIK HATI & EMPEDU

(27)

Albumin DIABETES

GDS

GINJAL-HIPERTENSI

Ureum 31 13-43 mg/dL

Kreatinin 1,56 0,51-0,95 mg/dL

ELEKTROLIT-SERUM

Natrium (Na) 136 132-146 mmol/L

Kalium (K) 3,8 3,7-5,4 mmol/L

Klorida ( Cl) 104 98-106 mmol/L

Tanggal 12 Juli 2023

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

HEMATOLOGI DARAH RUTIN

Hemoglobin 14,7 12,0-15,0 g/dL

Hematokrit 44 37-47 %

Eritrosit 5,1 4,2-5,4 106/mm3

Leukosit 12,03 4,5-10,5 103/mm3

Trombosit 398 150-450 103/mm3

MCV 85 80-100 fL

MCH 29 27-31 Pg

MCHC 34 32-36 %

RDW 12,5 11,5-14,5 %

MPV 9,0 7,2-11,1 fL

PDW 9,7 fL

Hitung Jenis:

• Eosinofil 1 0-6 %

• Basofil 0 0-2 %

• Netrofil Batang 1 2-6 %

• Netrofil Segmen 76 50-70 %

• Limfosit 14 20-40 %

• Monosit 8 2-8 %

(28)

b. Radiologis

Tanggal 25 September 2023

c. CT – Scan

Tanggal 25 September 2023

(29)

d. USG

Hasil Pemeriksaan

Pemeriksaan Radiologis Foto Thoraks PA (15/1/2024) Inspirasi kurang

Jantung kesan tidak membesar

Aorta dan mediastinum superor tidak melebar Trakea di tengah. Kedua hillus tidak menebal.

Corakan bronkovaskular paru baik

Tidak tampak infiltrat maipun nodul di kedua lapangan paru Kedua hemidiafragma licin. Kedua sinus konstofrenikus lancip Jaringan lunak dinding dada terlihat baik

Kesimpulan :

Cor dan pulmo dalam batas normal

(30)

CT Scan Abdomen Tanpa Kontras 9/1/24

 Hepar besar dan bentuk normal, densitas parenkim normal, tidak tampak lesi fokal.Vena Porta dan vene-vena hepatica normal.

 Sistem biliar intrahepatik tidak melebar.

 Kandung empedu bentuk normal, dinding tidak menebal, tidak tampak lesi fokal. Vena lienalis normal

 Lien bentuk dna ukuran normal, densitas parenkim normal, tidak tampak lesi fokal. Vena lienalis normal

 Pankreas (caput, corpus, dan cauda) bentuk dan ukuran normal, parenkim homogen, tidak tampak lesi fokal. Ductus pancreaticus tidak melebar

CT Scan Abdomen Dengan Kontras 9/1/24

 Ginjal kanan bentuk normal, sistem pelviokalises tampak melebar (flattening dan

clubbing type), tampak lesi hyperdense (433HU) single ukuran sekitar 0,8 cm x 0,7cm di calyx inferior. Ginjal kiri bentuk normal, sistem pelviokalises tidak melebar, tidak tampak lesi fokal, tampak lesi hyperdense (965 HU) single, diamter 0,8 cm di calyx inferior.

 Ureter kanan tampak lesi hyperdense (519 HU) multiple dengan ukuran terbesar 1,2x1,1 cm di ureter proksimal kanan menyebabkan dilatasi ureter proksimal kanan

 Ureter kiri diameter normal, tidak tampak lesi fokal CT Scan Pelvis tanpa kontras 19/1/2024

 Klinis : Nefrolithiasis dextra post URS

 MSCT Scan Abdomen Pelvis tanpa dan dengan kontras, hasil sbb :

 Tidak tampak asites

CT Scan Pelvis Dengan Kontras 9/1/24

(31)

 Aorta normal

 Tampak dilatasi usus halus di hemiabdomen kiri (proyeksi jejunum)

 Tidak tampak pembesaran lymph node

 Vesica urinaria bentuk normal, dinding tidak menebal, tidak tampak lesi fokal

 Prostat ukuran 4,0x3,6x3,8 cm, mengindentasi dinding posteroinferior vesica urinaria, tampak kalsifikasi, tak tampak lesi fokal

 Tampak osteofit pada vertebra thoracolumbal Kesan :

 Nefrolithiasis bilateral, disertai hydronefrosis kanan grade II-III

 Ureterolithiasis multiple proksimal kanan, menyebabkan hydroureter proksimal kanan dan hydronefrosis kanan

 Cholelithiasis multiple

 Spondylosis thoracolumbalis

 Hypertrofi prostat dengan kalsifikasi

 Focal ileus

Pemeriksaan Radiologis BNO 17/1/2024

 Terpasang DJ stent kanan dengan ujung cranialmelingkar di hemiabdomen kanan setinggi VL2 dan ujung caudal melingkar pada cavum pelvis sisi kanan

 Preperitoneal fat line kanan kiri baik

 Psoas line kanan kiri dan kontur kedua ginjal superposisi udara usus

 Tak tampak opasitas patologis pada cavum abdomen maupun cavum pelvis

 Distribusi udara usus tak meningkat

 Tak tampak distensi maupun dilatasi loop-loop usus

 Tak tampak gambaran coiled spring maupun herring bone

 Udara minimal pada cavum pelvis Kesimpulan :

(32)

 Terpasang DJ stent kanan, kedudukan optimal

 Tak tampak gambaran batu opaq pada x-foto BNO

3.5 Diagnosa

Hidronefrosis Dextra ec nephrolithiasis + ureterolithiasis Dextra 3.6 Tatalaksana Operatif (27 September 2023)

URS (Ureteroscopy) + Litotripsi batu ureter + insersi DJ stent dextra 3.7 Tatalaksana Post Operatif

- IV Ceftriaxone 2gr/24 jam - IV Omeprazole 40mg/12 jam - IV Ketorolac drip/8 jam 3.8 Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam

(33)

32

BAB IV

ANALISA MASALAH

Pasien merupakan seorang laki-laki yang datang dengan keluhan nyeri pinggang yang sudah dirasakan ± 1 bulan lalu dan memberat 2 hari SMRS. Nyeri pinggang dirasakan sebelah kanan dan menjalar ke paha dan perut, Nyeri dirasakan seperti ditusuk benda tajam dan terus menerus. Pasien sudah mengonsumsi obat pereda nyeri namun keluhan tidak berkurang. Pasien juga mengeluhkan sering BAKdengan frekuensi 5-6x sehari namun tidak lampias. Pasien tidak memiliki riwayat kencing berdarah maupun berpasir, nyeri saat BAK disangkal. Pasien juga mengeluhkan mual tapi tidak sampai muntah. Nafsu makan menurun dalam 3 hari terakhir. BAB dalam batas normal.

Berdasarkan dari hasil anamnesis, penulis mencurigai adanya permasalahan pada ginjal pasien dikarenakan adanya nyeri pinggang disalah satu sisi. Namun nyeri di area pinggang maupun perut sebelah kiri dapat merupakan manifestasi dari gangguan sistem digestif, sistem urinaria dan sistem musculoskeletal. Terdapat keluhan gastrointestinal pada pasien, namun hanya merupakan manifestasi tambahan dari klinis pasien.21

Nyeri yang dirasakan biasanya tergantung pada letak terjadinya obstruksi, misalnya batu yang terletak pada proksimal ureter dapat menimbulkan nyeri tipikal kolik dengan intensitas meningkat sesuai dengan aktivitas peristaltik ureter, menjalar sampai dengan umbilikus.Kolik didefinisikan sebagai nyeri tajam yang disebabkan oleh sumbatan, spasme otot polos, atau terputarnya organ berongga.22 Kolik renal berarti nyeri tajam yang disebabkan sumbatan atau spasme otot polos pada saluran ginjal atau saluran kencing (ureter). Nyeri kolik ginjal adalah gejala umum yang sering muncul saat pasien berobat ke dokter umum atau unit gawat darurat, terhitung sekitar 75% dari seluruh gejala penyakit pada sistem genitourinari. 23

Berdasarkan pemeriksaan fisik status generalisata didapatkan penderita tampak sakit sedang, tanda vital dalam batas normal, pupil isokor dengan refleks cahaya positif. Lainnya didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik pada region flank ditemukan adanya nyeri ketok CVA di sebelah kanan yangmenandakan adanya gangguan pada ginjal. Ginjal merupakan sepasang organ dengan ukuran panjang 10 cm, 5,5 cm pada sisi lebar, dan 3 cm pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 g. Saat fungsi ginjal terganggu dapat terjadi beragam komplikasi seperti anemia, gangguan elektrolit dan juga menyebabkan penumpukan racun. Penyakit batu ginjal dapat terjadi karena ketidakseimbangan kimiawi

(34)

33

urin antara zat-zat kimia dengan air sebagai pelarutnya dalam urin. Ketidakseimbangan ini akan memunculkan presipitasi yang kemudian akan mengkristal, kristal tersebut akan berlanjut membentuk batu dalam saluran kemih.

BSK merupakan permasalahan yang paling sering dihadapi oleh ahli urologi.

Insidensi batu sangat dipengaruhi oleh keadaan geografis, musim, etnis, diet, dan faktor genetis. Angka prevalensi dari BSK yaitu 1% sampai 20%. Angka ini terus meningkat seiring dengan keadaan sosial, ekonomi, nutrisi dan perubahan lingkungan yang terjadi pada negara maju maupun negara berkembang. 24

Pada pemeriksaan CT-Scan ditemukan adanya perbesaran pada ginjal kanan sistem pelviokalises tampak melebar (flattening dan clubbing type), tampak lesi hyperdense (433HU) single ukuran sekitar 0,8 cm x 0,7cm di calyx inferior. Ginjal kiri bentuk normal, sistem pelviokalises tidak melebar, tidak tampak lesi fokal, tampak lesi hyperdense (965 HU) single, diameter 0,8 cm di calyx inferior. Ureter kanan tampak lesi hyperdense (519 HU) multiple dengan ukuran terbesar 1,2x1,1 cm di ureter proksimal kanan menyebabkan dilatasi ureter proksimal kanan.

Berdasarkan hasil CT Scan ini dapat ditegakkan adanya nefrolithiasis dan ureterolithiasis. Nephrolithiasis adalah istilah yang digunakan untuk batu ginjal, juga dikenal sebagai kalkulus ginjal, dan mereka adalah konkresi kristal yang terbentuk secara khas di ginjal. Kalkulu biasanya terbentuk di ginjal dan idealnya meninggalkan tubuh melalui uretra tanpa rasa sakit. Pembentukan batu ginjal melibatkan perubahan fisikokimia dan supersaturasi urin. Dalam pengaturan supersaturasi, zat terlarut mengendapkan dalam urin yang mengarah ke nukleasi dan konkresi kristal. PH dan konsentrasi spesifik dari zat berlebih mempengaruhi transformasi cairan menjadi padatan. Sehubungan dengan nefrolitiasis, supersaturasi konstituen pembentuk batu seperti kalsium, fosfor, asam urat, oksalat, sistin, dan volume urin rendah adalah faktor risiko untuk kristalisasi. Nefrolitiasis dapat dicegah dengan menghindari supersaturasi. 26

Ureterolithiasis merupakan batu yang terdapat pada saluran ureter. Ureter merupakan dua saluran seperti pipa yang masing masing terhubung dari ginjal ke kandung kemih, memiliki panjang 35 – 40 cm dan diameter 1 – 1,5 cm. Batu yang terbentuk disebabkan oleh penumpukan molekul yang mengalami pengendapan. 22

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ureterolithiasis, yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instriksik meliputi faktor genetik, riwayat batu saluran kemih sebelumya ( pasien memiliki riwayat batu saluran kemih) usia 30-60 tahun (pasien

(35)

34

berusia 42 tahun), jenis kelamin laki-laki 3 kali lebih sering terkana daripada perempuan (pasien berjenis kelamin laki-laki), kelainan anatomi ginjal dan gangguan metabolik. Faktor ekstrinsik diantaranya yaitu kurang minum, kurang olahraga, konsumsi banyak purin, oksalat dan kalsium. Pada pasien ini didapatkan faktor risiko berupa pasien kurang mengkonsumsi air minum. Pasien hanya mengkonsumsi air putih sebanyak 800 ml/hari dan jarang mengkonsumsi sayuran dan buah. Seharusnya seseorang mengkonsumsi minuman sebanyak 2 liter per hari dan juga mendapat asupan cairan dari buah dan sayur sebanyak 20%. Pasien sehari harinya berkerja didalam ruangan dan penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life (pekerjaan pasien sebagai PNS yang menghabiskan sebagian besar waktunya di duduk di komputer dengan riwayat kebiasaantidak suka berolahraga).

Ureterolithiasis terbentuk dari batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltic ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke kandung kemih. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar sering kali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan, serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidronefrosis. Seperti pada kasus ini, di mana nefrolithiasis dan ureterolithiasis dapat menyebabkan hidronefrosis. 23

Hidronefrosis terjadi pada ginjal kanan pasien. Hidronefrosis merupakan pembengkakan ginjal akibat adanya sumbatan pada saluran kemih. Dalam keadaan normal tekanan aliran urine sangat rendah menuju ke ginjal. Jika terjadi penyumbatan pada saluran urine artinya urine akan mengalir kembali ketabung tabung kecil yang berada di ginjal kemudian jika terus menerus tidak dilakukan tindakan medis akan terjadi pembengkakan ginjal. Hidronefrosis merupakan pembengkakan ginjal akibat adanya sumbatan pada saluran kemih. Dalam keadaan normal tekanan aliran urine sangat rendah menuju ke ginjal. Jika terjadi penyumbatan pada saluran urine artinya urine akan mengalir kembali ketabung

tabung kecil yang berada di ginjal kemudian jika terus menerus tidak dilakukan tindakan medis akan terjadi pembengkakan ginjal. Hidronefrosis dapat terjadi unilateral ataupun bilateral. Obstruksi pada salah satu sisi saluran kemih pada umumnya disebabkan oleh proses patologik yang letaknya proksimal terhadap kandung kemih. Keadaan ini berakibat hidronefrosis dan dapat menyebabkan atrofi serta kehilangan fungsi salah satu ginjal tanpa menyebabkan gagal ginjal. Durasi dan tingkat keparahan obstruksi menentukan tingkat hilangnya fungsi ginjal. Jika obstruksi tidak dihilangkan, dapat menyebabkan jaringan parut

(36)

35

ginjal dan kerusakan ginjal permanen dengan gangguan fungsi glomerulus dan tubular. Oleh karena itu hidronefrosis dapat dianggap akut jika fungsi ginjal pulih sepenuhnya saat obstruksi dihilangkan. 25

Penatalaksanaan batu bergantung pada beberapa faktor penting seperti: lokasi dari batu, ukuran, komposisi, dan gejala dari pasien. BSK dapat di kelompokan berdasarkan ukuran, lokasi, karakteristik radiologis, etiologi, komposisi dan risiko kejadian ulang. Tujuan dari tindakan operasi pada pasien penderita batu ureter adalah untuk membebaskan obstruksi ginjal dan mencapai kondisi bebas batu dengan morbiditas minimal. 28

Berikut merupakan indikasi pengangkatan batu ureter secara aktif: (1) Batu dengan kemungkinan rendah untuk keluar secara spontan, (2) nyeri persisten setelah terapi analgesik adekuat, (3) nyeri persisten setelah terapi analgesik adekuat, (3) nyeri persisten setelah terapi analgesik adekuat, (4) insufisiensi ginjal (gagal ginjal, obstruksi bilateral, atau ginjal soliter), (5) kelainan anatomi ureter, dan (6) batu tidak keluar setelah 4 - 6 minggu MET/farmakologi.

26

Perkembangan teknologi di bidang kedokteran telah mengubah pendekatan intervensi bedah terutama pada kasus batu ginjal, mulai dari operasi terbuka hingga menjadi operasi minimal invasif. Berbagai jenis operasi minimal invasif sebagai tata laksana kasus batu ginjal, antara lain Ureteroskopi, Bedah Laparoskopi, Percutaneous Nephrolithotripsy (PCNL), dan Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL).

Pada pasien ini memiliki riwayat ESWL yang telah dilakukan sebanyak 3 kali sebelum dirujuk ke RSUDZA. ESWL bekerja menggunakan energi tinggi dengan getaran akustik (gelombang kejut) yang bekerja di luar tubuh untuk memecah batu di dalam ginjal dan ureter.

Lebih dari 90% batu pada usia dewasa terutama berukuran <1 cm dan 1-2 cm dapat ditatalaksana dengan ESWL. Tingkat kesuksesan prosedur ESWL sebagai tata laksana batu dengan ukuran <2 cm adalah 80-90%. Akan tetapi, tingkat kesuksesan tersebut juga ditentukan oleh komposisi batu dan tahapan prosedur ESWL yang dilakukan. Tidak semua batu saluran kemih dapat dilakukan prosedur ESWL. Pasien dengan perdarahan, infeksi saluran kemih yang belum diatasi, kehamilan, obstruksi distal oleh batu, obesitas, aneurisma, penggunaan alat pacu jantung, malformasi skeletal dankalsifikasi arteri menjadi kontraindikasi dilakukannya prosedur ESWL.Keberhasilan ESWL dapat diukur dalam hal fragmentasi batu dan stone free rate. Sedangkan ESWL dinilai gagal bila terjadi trauma pada

(37)

36

parenkim ginjal yang seharusnya tidak terjadi akibat penggunaan gelombang kejut dan terjadinya komplikasi.

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain steintstrase 4-7%, pertumbuhan fragmen residu 21-59%, kolik ginjal 2-4%, dan bakteriuria pada pasien batu non-infeksi serta kerusakan jaringan berupa hematom ginjal, disritmia pembuluh darah, gangguan jantung, perforasi gaster, hematom hepar dan lien. Akibat dari kegagalan tersebut diperlukannya pengobatan alternatif sehingga biaya medis akan bertambah. 26

Penelitian lain juga menyebutkan stone free rate pascaprosedur ESWL batu yang berlokasi pada kaliks inferior lebih rendah bila dibandingkan dengan batu yang terletak pada lokasi lainnya. Dilaporkan stone free rate sebesar 25-95% pada batu kaliks inferior. ESWL lebih menunjukkan hasil yang memuaskan pada batu dengan lokasi kaliks superior, media dan pyelum memiliki stone free rate yang tinggi. Pada penelitian lainnya

disebutkan bahwa prosedur ESWL memiliki stone free rate yang cukup baik pada batu dengan ukuran <2 cm. Secara umum kesuksesan ESWL dipengaruhi oleh ukuran batu, lokasi batu, komposisi batu, habitus pasien dan performance dari prosedur ESWL sehingga batu tidak dapat keluar dari ginjal sehingga pasien kembali mengeluhkan keluhan yang sama.

Pada pasien ini diberikan tatalaksana berupa Ureteroscopic Lithotripsy (URS). URS atau ureterorenoskopy adalah tindakan yang menggunakan gelombang kejut dan endoskopi untuk menghancurkan batu saluran kemih. Tindakan ini dilakukan dengan memasukkan alat melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk menghancurkan batu buli atau ke dalam ureter untuk menghancurkan batu ureter. Alat yang digunakan dalam penanganan medis ini antara lain rigid scopes, flexibel scope, ataupun digital scope.

Pada pasien ini juga dilakukan post operasi pemasangan DJ Stent dimana dapat dipasang sebelum atau sesudah intervensi pengobatan batu, karena alasan yang berbeda.

Secara keseluruhan, tindakan ini bertujuan untuk meminimalkan risiko obstruksi akibat pecahan, bekuan darah, atau edema setelah manipulasi ureter.

Sebelum shock wave lithotripsy (SWL), stent ureter mencoba mencegah penyumbatan ureter akibat keluarnya pecahan batu atau pembentukan steinstrasse setelah perawatan.

Meskipun sangat umum di masa lalu, telah dibuktikan bahwa praktik ini tidak meningkatkan tingkat pengobatan bebas batu dan pengobatan tambahan. Pemasangan stent umumnya direkomendasikan untuk batu yang berdiameter lebih dari 1,5–2 cm, karena SWL dalam situasi ini akan menghasilkan lebih banyak fragmen yang mungkin menyebabkan obstruksi ureter. Saat ini, beban batu ini lebih efisien ditangani dengan ureteroskopi fleksibel atau

(38)

37

bedah perkutan mini, yang biasanya tidak memerlukan stent praoperasi. Namun, kapan pun SWL merupakan pengobatan pilihan dalam kasus ini, pemasangan stent J ganda dan morbiditasnya harus didiskusikan dengan pasien, serta kemungkinan perlunya sesi litotripsi lebih lanjut. 25

Sebelumnya pasien juga dengan riwayat pemasangan DJ Stent post ESWL namun pasien menunjukkan tanda-tanda infeksi 1 bulan post pemasangan. Kerentanan stent terhadap kolonisasi bakteri mendorong perkembangan ISK, yang dalam beberapa kasus dapat memicu komplikasi signifikan seperti pielonefritis akut, bakteriuria, dan gagal ginjal. Peningkatan risiko kolonisasi stent terkait gender telah diamati, dengan risiko yang jelas lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria, namun tidak ada risiko terkait gender dalam munculnya ISK.

Pada pasien ini diberikan terapi post operasi berupa ceftriaxone sebagai antibiotik, omeprazole sebagai pencegah perdarahan saluran cerna atas, dan ketorolac sebagai anti nyeri pada pasien ini. Prognosis pada pasien ini adalah kemungkinan baik dalam menjalani kehidupannya sehari hari.

(39)

38

BAB V KESIMPULAN

Telah dilakukan pemeriksaan terhadap pasien Tn S, laki-laki, berusia 42 tahun, Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang yang sudah dirasakan ± 1 bulan lalu dan memberat 2 hari SMRS. Nyeri pinggang dirasakan sebelah kanan dan menjalar ke paha dan perut, Nyeri dirasakan seperti ditusuk benda tajam dan terus menerus. Pasien sudah mengonsumsi obat pereda nyeri namun keluhan tidak berkurang. Pasien juga mengeluhkan sering BAKdengan frekuensi 5-6x sehari namun tidak lampias. Pasien tidak memiliki riwayat kencing berdarah maupun berpasir, nyeri saat BAK disangkal. Pasien juga mengeluhkan mual tapi tidak sampai muntah. Nafsu makan menurun dalam 3 hari terakhir. BAB dalam batas normal.

Pemeriksaan juga didukung dengan darah rutin dan pemeriksaan radiologi berupa CT Scan pelvis dan abdomen dan pemeriksaan USG abdomen yang menunjukkan adanya pembengkakan pada ginjal kanan dan terdapat adanya batu pada ginjal kaliks inferior dan 1/3 proksimal ureter kanan. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang maka didapatkan diagnosis pada pasien ini berupa Hidronefrosis

Dextra ec Nefrolithiasis + Ureterolithiasis Dextra.Tindakan yang dilakukan pada pasien yaitu Ureteroscopic Lithotripsy(URS). Tujuan dari tindakan operasi pada pasien penderita batu ureter adalah untuk membebaskan obstruksi ginjal dan mencapai kondisi bebas batu dengan morbiditas minimal.

(40)

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Fathin FH, Dewi PP. Radiograph Based Discussion Hidronefrosis Et Causa Nefrolithiasis. 2016;

2. Alshoabi SA, Alhamodi DS, Alhammadi MA, Alshamrani AF. Etiology of Hydronephrosis in adults and children. Pak J Med Sci 2021;37(5):1326–30.

3. Leslie SW, Sajjad H, Murphy PB. Renal Calculi. In Treasure Island (FL);

2021.

4. Barreto L, Jung JH, Abdelrahim A, Ahmed M, Dawkins GPC, Kazmierski M.

Reprint - Medical and surgical interventions for the treatment of urinary stones in children: A Cochrane review. Can Urol Assoc J. 2019;13:334–41.

5. Noegroho BS, Daryanto B, Soebhali B, Kadar DD, Soebadi DM, Hamiseno DW, et al. Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih. Ikatan Ahli Urologi ndonesia (IAUI). 2018. 1–13 hal.

6. BM Dayrit MW, Siswadi Y. Klien gangguan ginjal. Jakarta: EGC; 2009.

7. Mary Baradero. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal.

Jakarta: EGC; 2008.

8. Basuki B purnomo. Anatomi Sistem Urogenital dalam Dasar-dasar Urologi. 3rd ed. Jakarta: Sagung Seto; 2011.

9. Patel K, Batura D. An overview of hydronephrosis in adults. Br J Hosp Med. 2020;81(1).

10. Krajewski W, Wojciechowska J, Dembowski J, Zdrojowy R.

Hydronephrosis in the course of ureteropelvic junction obstruction: An underestimated problem? Current opinions on the pathogenesis, diagnosis and treatment. Adv Clin Exp Med 2017;26(5):857–64.

11. Onen A (2020) Grading of Hydronephrosis: An Ongoing Challenge. Front.

Pediatr. 8:458.

12. Wardana ING. Urolithiasis. Urolithiasis. 2017;28.

13. Aune D, Mahamat-Saleh Y, Norat T, Riboli E. Body fatness, diabetes, physical activity and risk of kidney stones: a systematic review and meta- analysis of cohort studies. Eur J Epidemiol. 2018 Nov;33(11):1033–47.

14. Leslie SW, Sajjad H, Murphy PB. Renal Calculi. In Treasure Island (FL);

2021.

15. Izzedine H, Lescure FX, Bonnet F. HIV medication-based urolithiasis. Clin Kidney J. 2014 Apr;7(2):121–6.

16. Haryadi H, Kaniya TD, Anggunan A, Uyun D. Ct-Scan Non Kontras Pada

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal 8
Tabel 1. Etiologi hidronefrosis 9
Gambar 2.2 Grade Hidronefrosis 10

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Diagnosa ini diprioritaskan sebagai prioritas pertama karena didasarkan pada keluhan yang dirasakan pasien saat itu yaitu subyektif pasien mengatakan nyeri pada

Latarbelakang: Keluhan yang disampaikan oleh pasien batu ureter tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan

Pasien mengaku sering merasakan keluhan mual dan nyeri pada ulu hati, yang dirasakan sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit, muntah disangkal oleh pasien..

- Tingkat keluhan gejala klinik nyeri wajah: merupakan keluhan berupa rasa sakit atau rasa tertekan pada daerah pipi, dahi dan sekitar mata yang dirasakan oleh pasien

Pasien dengan keluhan perut nyeri pada kanan atas sejak 5 tahun yang lalu, nyeri seperti ditusuk-tusuk menjalar sampai ke pinggang, nyeri dirasakan hilang

36 5.2.2 Saran Praktis Pada hasil ringkasan pemeriksaan radiologis sebaiknya dicantumkan mengenai keadaan klinis pasien seperti keluhan utama dan keluhan tambahan disertai dengan

Pedoman Diagnostik Manifestasi Klinis 4 Riwayat pasien  Dry eye questioner menilai derajat keluhan ringan- sedang-berat Fluorescein tear break up time  menilai stabilitas air

Dalam hal ini, keluhan utama yang ditimbulkan oleh pasien hipertensi bersifat subjektif tergantung pada keluhan pertama yang dirasakan saat pasien datang ke rumah sakit dan juga