PERSILANGAN DIHIBRID MENGGUNAKAN METODE KANCING GENETIKA
LAPORAN
Dosen Pengampu: Fuad Hasan S. Pt., M. Si
Disusun oleh:
KELOMPOK 6
Amanda Jihan Neila 230306011 Galang Helvian 230306013
Siti Maryam 230306019
Fahrul Amrozi Nasution 230306025 Mhd. Yahya Habibi 230306029 Lamhot Marques G Barus 230306047 Boy Putra Manullang 230306065 Hans Arsendha Girsang 230306069
LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK PROGRAM STUDI PETERNAKAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2024
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat Nya kami dapat menyelesaikan praktikum genetika ternak persilangan dihidrid mengunakan metode kancing ini dengan tepat waktu. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pewarisan 2 sifat beda ini selalu menghasilkan sifat anakan yang sama kayak induknya atau tidak.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan praktikum ini, terutama kepada Bapak Fuad Hasan S. Pt., M. Si. selaku dosen pengampu mata kuliah genetika ternak serta abang dan kakak asisten laboratorium yang sudah membimbing kami. Kami berharap praktikum ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa yang sedang mempelajari persilangan dihibrid. Kami juga menerima saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan praktikum ini di masa mendatang.
Akhir kata, kami berharap praktikum ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih mendalam tentang persilangan dihidrid mengunakan metode kancing. Sekian dan terimakasih.
Medan, Mei 2024
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii LATAR BELAKANG ... 1 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ... 3 Pembahasan ... 6 KESIMPULAN ... 12 DAFTAR PUSTAKA
1
LATAR BELAKANG
Persilangan dihibrid merupakan suatu persilangan yang melibatkan dua pasang sifat beda (dua gen) secara bersamaan. Konsep ini dikembangkan oleh Gregor Mendel dalam penelitiannya tentang pewarisan sifat pada tanaman kacang polong (Pisum sativum). Dalam persilangan dihibrid, terdapat dua karakter yang diamati, masing-masing dikendalikan oleh sepasang gen yang terpisah dan bersegregasi secara independen sesuai dengan Hukum Pemisahan Mendel.
Misalnya, dalam kacang polong, Mendel mengamati bentuk biji (bulat atau keriput) dan warna biji (hijau atau kuning). Setiap karakter dikendalikan oleh sepasang gen yang berbeda. Dengan melakukan persilangan dihibrid, Mendel dapat mempelajari pewarisan dua sifat secara bersamaan dan menguji apakah sifat-sifat tersebut diwariskan secara independen atau terkait.
Dalam persilangan dihibrid, organisme parental disilangkan untuk menghasilkan generasi F1 yang merupakan individu hibrida untuk kedua karakter yang diamati. Kemudian, individu F1 disilangkan sendiri (persilangan diri) untuk menghasilkan generasi F2. Pada generasi F2 inilah, Mendel mengamati rasio fenotipe yang berbeda untuk kombinasi sifat yang muncul.
Persilangan dihibrid menjadi dasar untuk memahami prinsip-prinsip pewarisan sifat secara lebih kompleks dan menunjukkan bahwa gen dapat bersegregasi dan berpindah secara independen selama pembentukan gamet. Ini juga menunjukkan bahwa setiap gen dapat memiliki dua atau lebih alel yang berbeda, dan alel-alel ini dapat bersegregasi secara bebas selama pembentukan gamet.
Studi Mendel tentang persilangan dihibrid menjadi landasan bagi pemahaman kita tentang pewarisan sifat dan prinsip-prinsip genetika modern. Ini juga memberikan dasar untuk memahami konsep seperti segregasi independen, rekombinasi genetik, dan pola pewarisan yang lebih kompleks dalam organisme hidup.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
HasilGambar 1. Kancing
Sampel yang digunakan pada praktikum persilangan dihibrid dengan kancing, terdapat 4 warna kancing yaitu, warna merah, putih, kuning, dan hijau.
Tabel 1. Metode Praktikum
No Gambar Keterangan
1
Persiapkan kancing
Pertama siapkan kancing sebanyak 200 keping, 50 warna merah, 50 warna putih, 50 warna kuning, dan 50 warna hijau
2
Campurkan kancing
Campurkan kancing warna putih dengan warna merah dan warna kuning dengan warna hijau, setelah itu setiap anggota mengambil kancing warna merah dengan putih dan warna hijau dengan kuning.
3
Mengambil kancing
Setelah itu setiap anggota mengambil kancing warna merah dengan putih dan warna hijau dengan kuning dengan mata tertutup.
4
Hasil kancing dominan
Diperoleh hasil kancing dominan (AABB), (AABb), (AaBB), (AaBb) sebanyak 28 keping
5
Hasil kancing dominan resesif
Diperoleh hasil kancing dominan resesif (AAbb), (Aabb) sebanyak 11 keping
6
Hasil kancing resesif dominan
Diperoleh hasil kancing resesif dominan (aaBB), (aaBb) sebanyak 9 keping.
7
Hasil resesif
Diperoleh hasil kancing resesif (aabb) sebanyak 2 keping.
Parental 1 (P1) Kancing Putih Kuning >< KancingMerah hijau Genotipe aaBB >< AAbb
Fenotipe Putih Kuning Merah Hijau
Gamet aB >< Ab
Filial 1 (F1) AaBb
Fenotipe 100% Merah Kuning (Heterozigot)
5
Parental 2 (P2) Kancing Merah Kuning >< Kancing Merah Kuning Genotipe AaBb >< AaBb
Gamet AB, Ab, aB, ab >< AB, Ab, aB, ab F2:
Tabel 2. Punnet Square Dihibrid
♂
♀
AB Ab aB abAB AABB
(Merah Kuning)
AABb (Merah Kuning)
AaBB (Merah Kuning)
AaBb (Merah Kuning)
Ab AABb
(Merah Kuning)
AAbb (Merah Hijau)
AaBb (Merah Kuning)
Aabb (Merah Hijau)
aB AaBB
(Merah Kuning)
AaBb (Merah Kuning)
aaBB (Putih Kuning)
aaBb (Putih Kuning)
ab AaBb
(Merah Kuning)
Aabb (Merah Hijau)
aaBb (Putih Kuning)
aabb (Putih Hijau)
Perbandingan F2:
Genotipe:
AABB : AABb : AaBB : AaBb : AAbb : Aabb : aaBB : aaBb : aabb 7 : 2 : 4 : 15 : 2 : 9 : 2 : 7 : 2
Fenotipe:
AB : Ab : aB : ab 28 : 11 : 9 : 2 56% : 22% : 18% : 4%
Cara hitung persentase:
28 ÷ 50 × 100% = 58%
11 ÷ 50 × 100% = 22%
9 ÷ 50 × 100% = 18%
2 ÷ 50 × 100% = 4%
Pembahasan
Hukum II Mendel adalah hukum pembebasan gen. Hukum II mendel hanya terjadi pada persilangan dihibrid. Hukum II Mendel merupakan persilangan buatan.
Jika Hukum I Mendel adalah ilmu yang mempelajari sebelumnya. Hukum II mendel mempelajari sesudahnya (Maulidi et al., 2014). Percobaan persilangan dihibrid akan dipelajari tentang prinsip segregasi independen yaitu pemisahan 2 alel heterozigot F1 menjadi gamet-gamet berbeda dan gen sealel secara bebas pergi ke kutub masing-masing ketika meiosis yang menghasilkan kombinasi 4 macam gamet dengan proporsi sama, yang setiap gametnya membawa gen 1 alel. Persilangan dihibrid melibatkan parental yang memiliki 2 pasang karakter yang berbeda kontras. Persilangan dihibrid merupakan persilangan antara keturunan murni (F1) dengan 2 jenis karakter (Novel et al., 2010). Seperti yang telah kita ketahui bahwa suatu individu tidak hanya mewarisi satu sifat dari induknya saja tetapi dapat beberapa sifat sekaligus yang diperoleh dari ayah dan ibunya. Persilangan dihibrid adalah persilangan dengan menggunakan dua sifat yang berbeda (Nio, 1991).
Persilangan dihibrid yang merupakan pewarisan 2 pasang sifat itu diawasi oleh 2 pasang gen yang yang terletak pada 2 kromosom yang berlainan. Contohnya pada percobaan yang dilakukan oleh Mendel pada tanaman ercis yang menggunakan 2 pasang sifat beda. Mendel mengambil kesimpulan bahwa anggota dari sepasang gen itu memisah secara bebas (artinya tidak saling mempengaruhi) ketika berlangsung meiosis selama pembentukan gamet-gamet. Dan hal ini di rumuskan dalam Hukum Mendel II yakni “the law of independent assortment of genes” atau hukum pengelompokan gen secara bebas (Suryo, 2011).
Persilangan dihibrida menghasilkan individu keturunan 9 : 3 : 3 : 1. Dalam prakteknya, hasil persilangan Mendel dapat menghasilkan perbandingan individu
7
tidak tepat. Persilangan dihibrida dapat dihasilkan perbandingan yang merupakan variasi dari perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 yaitu 12 : 3 : 1 : 9 : 7 atau 15 : 1. Meskipun demikian, perbandingan tersebut tetap mengikuti aturan Hukum Mendel oleh karena itu, hasil perbandingan tersebut dikatakan sebagai penyimpangan semu Hukum Mendel. Penyimpangan tersebut terjadi karena adanya beberapa gen yang saling memengaruhi dalam menghasilkan fenotip. Penyimpangan semu Hukum Mendel menurut Goodenough (1984), meliputi: interaksi gen, kriptomeri, polimeri, epistasis-hipostasis, gen-gen komplementer, gen dominan rangkap dan gen penghambat.
1. Interaksi gen (Interaksi beberapa pasangan gen).
Pada interaksi gen ini, suatu sifat tidak ditentukan oleh satu gen tunggal pada autosom tetapi alel-alel dari gen yang berbeda dapat berinteraksi atau saling memengaruhi dalam memunculkan sifat fenotip. Misalnya, pada ayam dijumpai 4 macam bentuk pial (jengger), antara lain: jengger berbentuk ercis atau biji (pea) dengan genotip rrP-; jengger dengan belah atau tunggal (single) dengan genotip rrpp, jengger berbentuk mawar atau gerigi (rose) dengan genotip Rpp, dan jengger berbentuk sumpel (walnut), dengan genotip R-P-. Pada persilangan ayam berpial rose (mawar) dengan ayam berpial pea (biji), semua keturunan F1nya berpial walnut. Dari persilangan ayam berpial rose dan pea, dihasilkan fenotip baru yaitu walnut. Pial walnut muncul karena interaksi 2 pasang alel (gen) yang dominan.
Sementara itu, persilangan antara sesama ayam berpial walnut dihasilkan 4 macam pial yaitu walnut, rose, pea, dan 1 pial yang baru yaitu single dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Pial tunggal terjadi karena adanya 2 pasang alel (gen) yang resesif.
2. Kriptomeri
Kriptos (Yunani) berarti tersembunyi, sehingga kriptomeri dikatakan sebagai gen dominan yang seolah-olah tersembunyi jika berdiri sendiri dan akan tampak pengaruhnya apabila bersama-sama de ngan gen dominan yang lainnya.
Peristiwa kriptomeri ini pertama kali ditemukan oleh Correns Tahun 1912 setelah menyilangkan bunga Linaria marocanna berwarna merah (Aabb), dengan bunga Linaria maroccana berwarna putih (aaBB). Keturunan F1 nya adalah bunga berwarna ungu (AaBb) yang berbeda dengan warna dari bunga kedua induknya (yaitu merah dan putih). Rasio fenotip F2 nya adalah 9 ungu : 3 merah : 4 putih.
Faktor A, apabila mengandung pigmen antosianin dalam plasma sel dan faktor a jika tidak ada antosianin dalam plasma sel. Faktor B, apabila kondisi basa dan b dalam kondisi asam. Sifat A dominan terhadap a dan sifat B dominan terhadap sifat b. Sehingga, tanaman berbunga merah disimbolkan dengan Aabb atau AAbb, sedangkan tanaman berbunga putih disimbolkan dengan aaBB atau aabb.
3. Polimeri
Polimerasi atau karakter kuantitatif adalah persilangan heterozigot dengan banyak sifat beda yang berdiri sendiri, tetapi memengaruhi bagian yang sama dari suatu organisme. Percobaan dengan menyilangkan gandum berbiji merah dengan gandum berbiji putih. Persilangan itu menghasilkan keturunan heterozigot berwarna merah lebih muda bila dibandingkan dengan induknya yang homozigot (merah). Oleh karena itu, biji merah bersifat dominan tidak sempurna terhadap warna putih. Setelah generasi F1 disilangkan sesama, pada generasi F2 diperoleh perbandingan fenotip 3 merah : 1 putih.Peristiwa ini terjadi pada pewarisan, warna kulit manusia. Warna kulit disebabkan oleh zat warna kulit (pigmen). Jika faktor pigmen kulit manusia dilambangkan dengan P, genotip orang berkulit putih p1p1
9
p2p2 p3p3. Apabila pria kulit putih menikah dengan wanita kulit hitam (negro), maka keturunan F1 akan mempunyai kulit coklat sawo matang, yang berfenotip P1p1P2p2P3p3. Derajat kehitaman kulit bergantung pada banyaknya faktor pigmen P.
4. Epistasis-hipostasis
Epistasis adalah sebuah atau sepasang gen yang menutupi atau mengalahkan ekspresi gen lain yang tidak selokus (sealel). Hipostasis adalah gen yang tertutupi oleh sebuah atau sepasang gen lain yang tidak selokus (yang bukan alelnya).
Epistasis dibedakan menjadi tiga, yaitu epistasis dominan, epistasis resesif, dan epistasis dominan resesif.
a. Epistasis dominan;
Epistasis dominan terjadi bila sebuah gen dominan mengalahkan pengaruh gen lain yang bukan alelnya. Rumusnya adalah gen A bersifat epistasis terhadap gen B dan b. Oleh karena itu, meskipun dalam genotip terdapat gen B atau b, gen A tetap menutup ekspresi dari gen B dan b. Fenotip F2 tersebut adalah 12 : 3 : 1. Angka perbandingan tersebut merupakan variasi atau modifikasi dari perbandingan dihibrida 9:3:3:1.
b. Epistasis resesif;
Peristiwa ini terjadi jika gen resesif mengalahkan pengaruh gen dominan dan resesif yang bukan alelnya. Rumusnya adalah gen aa epistasis terhadap B dan b.
Contohnya pada persilangan antara anjing berambut emas dan anjing berambut coklat, dihasilkan keturunan F1 berambut hitam. Beberapa gen yang berperan adalah gen B (menentukan warna hitam), gen b (menentukan warna coklat), gen E (menentukan keluarnya warna), dan gen e (menghambat keluarnya warna).
Peristiwa persilangannya dapat dilihat sebagai berikut. Dari hasil penyilangan tersebut menunjukkan perbandingan fenotip 9 hitam: 4 emas: 3 coklat. Oleh karena itu, rumus epistasis resesif adalah aa epistasis terhadap B dan b. Dalam contoh ini, aa adalah ee (menghambat keluarnya warna).
c. Epistasis dominan resesif;
Epistasis dominan resesif merupakan peristiwa suatu gen menghambat ekspresi fenotip yang disebabkan oleh gen mutan yang bukan alelnya. Gen mutan tersebut bersifat menghambat, sehingga disebut gen penghalang atau inhibitor atau gen suspensor. Epistasis dominan resesif terjadi pada persilangan lalat buah (Drossophila melanogaster). Gen P menentukan warna mata merah, gen p menentukan warna mata ungu, gen S merupakan gen non-suspensor, dan s merupakan gen suspensor. Berikut ini peristiwa persilangannya. Perbandingan fenotipnya adalah 13 merah : 3 ungu. Rumus epistasis dominan resesif adalah A epistasis terhadap B dan b serta bb epistasis terhadap A dan a.
5. Gen-gen komplementer.
Gen-gen komplementer merupakan interaksi antara gen-gen dominan yang berbeda, sehingga saling melengkapi. Jika kedua gen tersebut terdapat bersama- sama dalam genotip, maka akan saling membantu dalam menentukan fenotip. Jika salah satu gen tidak ada, maka pemunculan fenotip menjadi terhalang. Rasio fenotip yang dihasilkan adalah 9 : 7 .
6. Gen Dominan Rangkap
Gen dominan rangkap merupakan dua gen dominan yang memengaruhi bagian tubuh makhluk hidup yang sama. Kedua gen itu berada bersama-sama dan
11
fenotipnya gabungan dari kedua sifat gen-gen dominan tersebut. Rasio fenotip yang dihasilkan adalah 15 : 1.
Karakter lalat yang digunakan pada percobaan persilangan dihibrid adalah karakter pada sayap dan warna tubuhnya. Jenis lalat yang digunakan adalah lalat tipe dumpy dan ebony. Lalat dumpy merupakan mutan lalat yang memiliki sayap lebih pendek hingga ⅔ panjang normal dengan ujung sayap tampak seperti terpotong. Bulu pada dada tampak tidak sama rata. Sayap pada sudut 90o dari tubuh dalam posisi normal mereka, mutan ini adalah mutasi yang resesif yang dibawa oleh kedua lalat parental. Lalat ebony merupakan lalat mutan yang memiliki warna tubuh lebih gelap karena mengalami mutasi pada kromosom nomor 3, lokus 70 dan 7 serta memiliki panjang sayap yang lebih panjang dari ukuran badannya (Russell, 1994).
12
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat di ambil dari praktikum persilangan dihidrid genetika ternak dengan menggunakan 4 jenis warna pada kancing genetika yaitu merah dominan (A), putih resesif (a), kuning dominan (B), hijau resesif (b). Pada hasil praktikum didapat Fileal 1 (F1) yaitu sebesar 100% Merah Kuning (AaBb) dan pada Fileal 2 (F2) didapat perbandingan AABB : AABb : AAbb : AaBB : AaBb : Aabb : aaBB : aaBb : aaBb : aabb sebesar 7 : 2 : 2 : 4 : 15 : 9 : 2 : 7 : 2 atau Merah Kuning : Merah Hijau : Putih Kuning : Putih Hijau sebesar 28 : 11 : 9 : 2. Persilangan dihibrid mempelajari tentang pemisahan 2 alel heterozigot F1 menjadi gamet-gamet berbeda dan gen sealel secara bebas pergi ke kutub masing-masing ketika meiosis yang menghasilkan kombinasi 4 macam gamet dengan proporsi sama, yang setiap gametnya membawa gen 1 alel. Persilangan dihibrid melibatkan parental yang memiliki 2 pasang karakter yang berbeda kontras. Perbandingam F2 sebesar 9:3:3:1 membuktikan bahwa berlakunya Hukum Mendel II atau hukum pembebasan gen.
Dengan menggunakan kancing genetika, praktikum persilangan dihibrid pada pewarisan sifat pada makhluk hidup, termasuk prinsip-prinsip hukum Mendel yang berlaku pada persilangan monohibrid dan dihibrid. Kancing genetika mempresentasikan gen yang mengkodekan sebuah ciri mahluk hidup, dengan setiap ciri dikodekan oleh sepasang gen yang berasal dari induk jantan dan betina. Dengan demikian, kancing genetika dapat digunakan untuk menggambarkan persilangan monohibrid dan dihibrid pada pewarisan sifat mahluk hidup, sehingga mahasiswa dapat belajar melalui praktik menggunakan kancing genetika.
DAFTAR PUSTAKA
Goodenough., 1984. Genetika. Jakarta: Erlangga.
Maulidi, A., Ariyati, E. and Mardiyyaningsih, A.N., 2014. Deskripsi Konsepsi Siswa pada Materi Hereditas di MAN. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 3(9), pp. 1-17.
Nio, T.W., 1991. Genetika Dasar. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press.
Novel, S.S., Nuswantara, S. & Syarif, S., 2010. Genetika Laboratorium. Jakarta:
Trans Info Media.
Russell, P.J., 1994. Foundamental of Genetics. New York: Harper Collins College Publishers.
Suryo., 2011. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.