• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Pakan Ternak Unggas Menggunakan Non-dominated Sorting Genetic Algorithm II [dokumentasi lengkap]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Formulasi Pakan Ternak Unggas Menggunakan Non-dominated Sorting Genetic Algorithm II [dokumentasi lengkap]"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI PAKAN TERNAK UNGGAS MENGGUNAKAN

NON-DOMINATED SORTING GENETIC ALGORITHM II

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Komputer

Disusun oleh:

Eko Kurniawan Subha

NIM. 105060801111067

PROGRAM STUDI INFORMATIKA/ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

(2)

PENGESAHAN

FORMULASI PAKAN TERNAK UNGGAS MENGGUNAKAN NON-DOMINATED SORTING GENETIC ALGORITHM II

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Komputer

Disusun oleh:

Eko Kurniawan Subha

NIM. 105060801111067

Skripsi ini telah diuji dan dinyatakan lulus pada 20 Januari 2016

Telah diperiksa dan disetujui oleh: Dosen Pembimbing I

Imam Cholissodin, S.Si., M.Kom. NIK. 850719 16 1 1 0422

Dosen Pembimbing II

Edy Santoso, S.Si., M.Kom. NIP. 19740414 200312 1 004 Mengetahui

Ketua Program Studi Informatika/Ilmu Komputer

Drs. Marji, M.T. NIP: 19670801 199203 1 001

(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang saya peroleh (sarjana) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan Pasal 70).

Malang, 8 Januari 2016 Mahasiswa

Eko Kurniawan Subha NIM. 105060801111067

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wata'ala atas berkah dan anugerah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “FORMULASI PAKAN TERNAK UNGGAS MENGGUNAKAN NON-DOMINATED SORTING GENETIC ALGORITHM II”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Informatika Fakultas Ilmu Komputer (FILKOM) Universitas Brawijaya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini selesai bukan semata-mata upaya penulis sendiri melaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Imam Cholissodin, S.Si., M.Kom. dan Edy Santoso, S.Si., M.Kom., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Eko Widodo, M.Agr.Sc., selaku pakar dalam penelitian skripsi ini, yaitu tentang formulasi pakan ternak unggas.

3. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan doa untuk penulis.

4. Drs. Marji, M.T., selaku Ketua Program Studi Informatika/Ilmu Komputer Fakultas Ilmu komputer Universitas Brawijaya.

5. Segenap Dosen yang telah mendidik dan menyampaikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya.

6. Segenap karyawan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya yang telah membantu penulis selama mengerjakan skripsi.

7. Teman-teman yang telah memberikan saran dan dorongan kepada penulis selama mengerjakan skripsi.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis selama mengerjakan skripsi, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa saran yang membangun dari semua pihak demi penyempurnaan selanjutnya. Semoga Allah ridho terhadap upaya pengerjaan skripsi ini, mencatatnya sebagai amal ibadah, dan menjadikan skripsi ini bermanfaat kepada semua pihak.

Malang, 8 Januari 2016 Penulis

(5)

ABSTRAK

Eko Kurniawan Subha. 2016. Formulasi Pakan Ternak Unggas Menggunakan Non-dominated Sorting Genetic Algorithm II. Skripsi Program Studi Informatika/Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya. Pembimbing: Imam Cholissodin, S.Si., M.Kom. dan Edy Santoso, S.Si., M.Kom.

Pakan merupakan salah satu sendi dalam usaha peternakan unggas yang di sebagian besar usaha peternakan unggas, biaya pakan mencapai 60-75%. Untuk meminimalkan biaya produksi peternakan, salah satu cara yang dapat digunakan adalah meramu pakan sendiri. Meramu sendiri untuk mendapatkan pakan yang murah harus memperhatikan kebutuhan nutrisi unggas. Kandungan fosfor dan nitrogen dalam protein pada pakan yang tidak dicerna oleh unggas akan terbuang bersama ekstreta. Terbuang kedua unsur ini ke lingkungan dapat memberikan dampak negatif pada lingkungan. Penambahan senyawa nitrogen pada lingkungan dapat mengubah keseimbangan alami nitrat dan nitrit yang pada akhirnya dapat menyebabkan efek negatif kesehatan pada manusia dan hewan. Masalah ini mendorong peternak untuk menyusun formula pakan yang murah, ramah lingkungan, namun kebutuhan nutrisi ternak tetap terpenuhi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengoptimasi permasalahan multitujuan adalah Non-dominated Sorting Genetic Algorithm II (NSGA-II). Dalam penelitian ini, NSGA-II digunakan untuk mengotimasi formula pakan ternak unggas untuk menghasilkan pakan yang murah, ramah lingkungan, namun tetap memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Evaluasi fitness digunakan untuk membantu memilih solusi (formula pakan) berbaik dari beberapa solusi tak terdominasi yang dihasilkan metode NSGA-II. Berdasarkan hasil pengujian, formulasi pakan ternak terbaik diperoleh dengan menggunakan parameter genetika yaitu, jumlah generasi 50; ukuran populasi 450; probabilitas crossover 0,8; probabilitas mutasi 0,2; indeks distribusi crossover 20; dan indeks distribusi mutasi 50. Dengan parameter optimal ini, pemenuhan kebutuhan nutrisi ternak mencapai 100% dengan efisiensi biaya mencapai 65,44% (tanpa menghitung faktor biaya pengolahan bahan pakan menjadi pakan dan aktifitas produksi pakan lainnya). Kandungan fosfor dan protein dalam pakan sangat kecil, mendekati kebutuhan minimal fosfor dan protein.

Kata kunci: formulasi pakan ternak unggas, permasalahan optimasi multitujuan, NSGA-II.

(6)

ABSTRACT

Eko Kurniawan Subha. 2016. Bird Feed Formulation Using Non-dominated Sorting Genetic Algorithm II. Minor Thesis of Informatics/Computer Science Study Program, Faculty of Computer Science of Universitas Brawijaya.

Advisors: Imam Cholissodin, S.Si., M.Kom. and Edy Santoso, S.Si., M.Kom.

Feed is one of the factor in a poultry farm businesses which in most poultry farm reaches 60-75%. To minimize the cost of livestock production, one of the ways that can be used are mix feed ingredient for their own poultry farm. Feed self-mixing to get a less cost feed must pay attention to the nutritional needs of poultry. The content of phosphorus and nitrogen in the proteins in the feed that is not digested by birds will be wasted together ekstreta. Wasted these two elements into the environment can have a negative impact on the environment. The addition of nitrogen compounds in the environment can alter the natural balance of the nitrate and nitrite, which in turn can cause negative health effects in humans and animals. This problem pushing breeder to formulate less cost feed formula, environmentally friendly, but the nutritional needs of cattle remain unfulfilled. One method that can be used to optimize multi-objective problem is Non-dominated Sorting Genetic Algorithm II (NSGA-II). In this study, NSGA-II is used to optimize poultry feed formula to produce less cost feed, environmentally friendly, but still meet the nutritional needs of cattle. Fitness evaluation is used to choose best solution (feed formula) from non-dominated solutions produced by NSGA-II. Based on the results of testing, the best feed formula obtained by using genetic parameters, namely, generation number 50, the population size of 450, the probability of crossover 0.8, mutation probability of 0.2, distribution index crossover 20, and the mutation distribution index 50. With these optimal parameters, meeting the nutritional needs of cattle reach 100% by the cost efficiency reached 65.44% (without counting the cost factor feedstuff processing into feed and other feed production activities). The content of phosphorus and protein in the diet is very small, approaching the minimum requirement of phosphorus and protein.

(7)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS... iii

KATA PENGANTAR... iv

ABSTRAK... v

ABSTRACT... vi

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan... 3 1.4 Manfaat... 4 1.5 Batasan Masalah... 4 1.6 Sistematika Pembahasan... 4

BAB 2 LANDASAN KEPUSTAKAAN... 5

2.1 Kajian Pustaka... 5

2.2 Pakan Ternak Unggas... 8

2.2.1 Nutrisi Pakan Ternak Unggas... 9

2.3 Formulasi Pakan Ternak Unggas... 11

2.4 Permasalahan Optimasi Multitujuan... 14

2.4.1 Dominasi... 16

2.5 Algoritma Genetika... 19

2.5.1 Struktur Umum Algoritma Genetika... 19

2.6 Non-dominated Sorting Genetic Algorithm II... 21

2.6.1 Operator Genetika... 25

2.7 Pengambilan Keputusan... 27

BAB 3 METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN... 28

3.1 Metode Penelitian... 28

3.1.1 Studi Literatur... 28

(8)

3.1.3 Desain dan Perancangan Perangkat Lunak... 28

3.1.4 Implementasi... 29

3.1.5 Pengujian dan Analisis... 29

3.1.6 Pengambilan Kesimpulan... 29

3.2 Perancangan... 29

3.2.1 Pemodelan Permasalahan... 29

3.2.2 Pengambilan Keputusan... 31

3.2.3 Perancangan Perangkat Lunak... 31

3.2.4 Perhitungan Manual... 68

3.2.5 Perancangan Uji Coba dan Evaluasi... 87

BAB 4 IMPLEMENTASI... 91

4.1 Lingkungan Implementasi... 91

4.1.1 Lingkungan Implementasi Perangkat Keras... 91

4.1.2 Lingkungan Implementasi Perangkat Lunak... 91

4.2 Implementasi Algoritma... 91

4.2.1 Proses Utama NSGA-II... 92

4.2.2 Pembangkitan Populasi... 93

4.2.3 Evaluasi Fungsi Tujuan dan Fungsi Kendala... 94

4.2.4 Binary Tournament Selection... 96

4.2.5 Simulated Binary Crossover... 97

4.2.6 Polymonial Mutation... 99

4.2.7 Penggabungan Populasi Induk dan Populasi Offspring... 100

4.2.8 Fast Non-dominated Sort... 101

4.2.9 Crowding Distance Assignment... 103

4.2.10 Pemilihan Solusi Terbaik... 104

4.3 Implementasi Antarmuka... 104

4.3.1 Antarmuka Utama (FanT)... 104

4.3.2 Antarmuka Gudang Bahan Pakan... 105

4.3.3 Antarmuka Batasan Penggunaan Bahan... 106

4.3.4 Antarmuka Kandang Ternak... 106

BAB 5 PENGUJIAN DAN ANALISIS... 108

(9)

5.1.1 Hasil dan Analisis Uji Coba Jumlah Generasi... 108

5.1.2 Hasil dan Analisis Uji Coba Kombinasi Probabilitas Crossover dan Probabilitas Mutasi... 111

5.1.3 Hasil dan Analisis Uji Coba Ukuran Populasi... 114

5.2 Hasil dan Analisis Efisiensi dan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Ternak... 117 BAB 6 PENUTUP... 119 6.1 Kesimpulan... 119 6.2 Saran... 119 DAFTAR PUSTAKA... 120 LAMPIRAN... 124

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Sebelumnya dengan Skripsi Penulis... 6

Tabel 3.1 Kandungan Zat Makanan Bahan Pakan... 68

Tabel 3.2 Batas Penggunaan Bahan Pakan untuk Ayam Petelur Starter... 69

Tabel 3.3 Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur Starter... 69

Tabel 3.4 Populasi Awal... 70

Tabel 3.5 Hasil Evaluasi Fungsi Tujuan dan Fungsi Kendala Populasi Awal... 72

Tabel 3.6 Kromosom Induk... 74

Tabel 3.7 Offspring Hasil Crossover... 76

Tabel 3.8 Offspring Hasil Mutasi... 77

Tabel 3.9 Populasi Offspring... 78

Tabel 3.10 Populasi Intermediate... 78

Tabel 3.11 Hasil Evaluasi Populasi Intermediate... 79

Tabel 3.12 Pengurutan Individu Berdasarkan Non-domination... 79

Tabel 3.13 Pencarian Anggota Front Selanjutnya... 80

Tabel 3.14 Individu yang Telah Diurut Berdasarkan Non-domination... 81

Tabel 3.15 Hasil Pemilihan N Individu Terbaik... 85

Tabel 3.16 Hasil Evaluasi Fitness... 87

Tabel 3.17 Skenario Uji Coba Jumlah Generasi... 88

Tabel 3.18 Skenario Uji Coba Kombinasi Probabilitas Crossover dan Probabilitas Mutasi... 89

Tabel 3.19 Skenario Uji Coba Ukuran Populasi... 90

Tabel 4.1 Kode Sumber Proses Utama NSGA-II... 92

Tabel 4.2 Kode Sumber Pembangkitan Kromosom Individu... 94

Tabel 4.3 Kode Sumber Evaluasi Fungsi Tujuan dan Fungsi Kendala... 94

Tabel 4.4 Kode Sumber Binary Tournament Selection... 96

Tabel 4.5 Kode Sumber Simulated Binary Crossover... 97

Tabel 4.6 Kode Sumber Polynomial Mutation... 99

Tabel 4.7 Kode Sumber Penggabungan Populasi... 100

Tabel 4.8 Kode Sumber Fast Non-dominated Sort... 101

Tabel 4.9 Kode Sumber Crowding Distance Assignment... 103

(11)

Tabel 5.1 Nilai Rerata Hasil Pengujian Jumlah Generasi... 108

Tabel 5.2 Nilai Rerata Hasil Pengujian Kombinasi pc dan pm... 111

Tabel 5.3 Nilai Rerata Hasil Pengujian Ukuran Populasi... 114

Tabel 5.4 Hasil Formulasi Menggunakan Parameter Genetika Optimal... 117

Tabel 5.5 Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur Starter dan Kandungan Nutrisi dalam Formula Pakan Hasil Formulasi... 118

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Representasi Ruang Variabel Keputusan (kiri) dan Ruang Tujuan

(kanan)... 15

Gambar 2.2 (a) Himpunan Titik dan (b) Non-dominated Front... 18

Gambar 2.3 (a) Solusi Pareto-optimal Global dan (b,c) Solusi Pareto-optimal Lokal... 18

Gambar 2.4 Mencari Solusi dengan Algoritma Genetika... 19

Gambar 2.5 Pseudocode Algoritma Genetika... 20

Gambar 2.6 Pseudocode NSGA-II untuk Selain Generasi Awal... 22

Gambar 2.7 Pseudocode Fast Non-dominated Sort... 23

Gambar 2.8 Perhitungan Crowding Distance... 24

Gambar 2.9 Pseudocode Crowding Distance Assignment... 25

Gambar 2.10 Pseudocode Binary Tournament Selection... 25

Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian... 28

Gambar 3.2 Diagram Alir Penyelesaian Permasalahan Formulasi Pakan Ternak Unggas Menggunakan NSGA-II... 32

Gambar 3.3 Diagram Alir Subproses Set Batasan Penggunaan Bahan Terpilih, Bagian 1... 33

Gambar 3.4 Diagram Alir Subproses Set Batasan Penggunaan Bahan Terpilih, Bagian 2... 34

Gambar 3.5 Diagram Alir Subproses NSGA-II, Bagian 1... 35

Gambar 3.6 Diagram Alir Subproses NSGA-II, Bagian 2... 36

Gambar 3.7 Diagram Alir Subproses NSGA-II, Bagian 3... 37

Gambar 3.8 Diagram Alir Subproses NSGA-II, Bagian 4... 38

Gambar 3.9 Diagram Alir Subproses Evaluasi Fitness, Bagian 1... 38

Gambar 3.10 Diagram Alir Subproses Evaluasi Fitness, Bagian 2... 39

Gambar 3.11 Diagram Alir Subproses Membangkitkan Individu... 40

Gambar 3.12 Diagram Alir Subproses Konfirmasi Pemenuhan Nutrisi, Bagian 1... 41

Gambar 3.13 Diagram Alir Subproses Konfirmasi Pemenuhan Nutrisi, Bagian 2... 42

Gambar 3.14 Diagram Alir Subproses Menghitung Total Kandungan Zat Makanan, Bagian 1... 42 Gambar 3.15 Diagram Alir Subproses Menghitung Total Kandungan Zat

(13)

Makanan, Bagian 2... 43

Gambar 3.16 Diagram Alir Subproses Mengevaluasi Fungsi Tujuan, Bagian 1. 43 Gambar 3.17 Diagram Alir Subproses Mengevaluasi Fungsi Tujuan, Bagian 2. 44 Gambar 3.18 Diagram Alir Subproses Mengevaluasi Fungsi Tujuan, Bagian 3. 45 Gambar 3.19 Diagram Alir Subproses Mengevaluasi Fungsi Kendala, Bagian 1... 45

Gambar 3.20 Diagram Alir Subproses Mengevaluasi Fungsi Kendala, Bagian 2... 46

Gambar 3.21 Diagram Alir Subproses Mengevaluasi Fungsi Kendala, Bagian 3... 47

Gambar 3.22 Diagram Alir Subproses Pemenuhan Zat Makanan... 48

Gambar 3.23 Diagram Alir Subproses Pemenuhan Bahan... 49

Gambar 3.24 Diagram Alir Subproses Binary Tournament Selection... 50

Gambar 3.25 Diagram Alir Subproses Simulated Binary Crossover, Bagian 1.. 51

Gambar 3.26 Diagram Alir Subproses Simulated Binary Crossover, Bagian 2.. 52

Gambar 3.27 Diagram Alir Subproses Simulated Binary Crossover, Bagian 3.. 53

Gambar 3.28 Diagram Alir Subproses Simulated Binary Crossover, Bagian 4.. 54

Gambar 3.29 Diagram Alir Subproses Polynomial Mutation, Bagian 1... 54

Gambar 3.30 Diagram Alir Subproses Polynomial Mutation, Bagian 2... 55

Gambar 3.31 Diagram Alir Subproses Polynomial Mutation, Bagian 3... 56

Gambar 3.32 Diagram Alir Subproses Fast Non-dominated Sort, Bagian 1... 57

Gambar 3.33 Diagram Alir Subproses Fast Non-dominated Sort, Bagian 2... 58

Gambar 3.34 Diagram Alir Subproses Fast Non-dominated Sort, Bagian 3... 59

Gambar 3.35 Diagram Alir Subproses Fast Non-dominated Sort, Bagian 4... 60

Gambar 3.36 Diagram Alir Subproses Pembanding Penalti, Bagian 1... 60

Gambar 3.37 Diagram Alir Subproses Pembanding Penalti, Bagian 2... 61

Gambar 3.38 Diagram Alir Subproses Pembanding Dominasi... 62

Gambar 3.39 Diagram Alir Subproses Crowding Distance Assignment, Bagian 1... 63

Gambar 3.40 Diagram Alir Subproses Crowding Distance Assignment, Bagian 2... 64

Gambar 3.41 Mock Up Antarmuka Utama (FanT)... 65

Gambar 3.42 Mock Up Antarmuka Gudang Bahan Pakan... 66

(14)

Gambar 3.44 Mock Up Antarmuka Kandang Ternak... 67

Gambar 4.1 Antarmuka Utama (FanT)... 105

Gambar 4.2 Antarmuka Gudang Bahan Pakan... 106

Gambar 4.3 Antarmuka Batasan Penggunaan Bahan... 106

Gambar 4.4 Antarmuka Kandang Ternak... 107

Gambar 5.1 Grafik Hasil Pengujian Jumlah Generasi terhadap Fitness... 109

Gambar 5.2 Grafik Hasil Pengujian Jumlah Generasi terhadap Harga (f1)... 110

Gambar 5.3 Grafik Hasil Pengujian Jumlah Generasi terhadap Kandungan Fosfor (f2)... 110

Gambar 5.4 Grafik Hasil Pengujian Jumlah Generasi terhadap Kandungan Protein (f3)... 111

Gambar 5.5 Grafik Hasil Pengujian Jumlah Kombinasi pc dan pm terhadap Fitness... 112

Gambar 5.6 Grafik Hasil Pengujian Kombinasi pc dan pm terhadap Biaya (f1)... 113

Gambar 5.7 Grafik Hasil Pengujian Kombinasi pc dan pm terhadap Kandungan Fosfor (f2)... 113

Gambar 5.8 Grafik Hasil Pengujian Kombinasi pc dan pm terhadap Kandungan Protein (f3)... 114

Gambar 5.9 Grafik Hasil Pengujian Ukuran Populasi terhadap Fitness... 115

Gambar 5.10 Grafik Hasil Pengujian Ukuran Populasi terhadap Biaya (f1)... 116

Gambar 5.11 Grafik Hasil Pengujian Ukuran Populasi terhadap Kandungan Fosfor (f2)... 116

Gambar 5.12 Grafik Hasil Pengujian Ukuran Populasi terhadap Kandungan Protein (f3)... 117

(15)

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan (2.1)... 13 Persamaan (2.2)... 13 Persamaan (2.3)... 13 Persamaan (2.4)... 13 Persamaan (2.5)... 13 Persamaan (2.6)... 13 Persamaan (2.7)... 14 Persamaan (2.8)... 14 Persamaan (2.9)... 17 Persamaan (2.10)... 17 Persamaan (2.11)... 17 Persamaan (2.12)... 24 Persamaan (2.13)... 24 Persamaan (2.14)... 26 Persamaan (2.15)... 26 Persamaan (2.16)... 26 Persamaan (2.17)... 27 Persamaan (2.18)... 27 Persamaan (2.19)... 27 Persamaan (2.20)... 27 Persamaan (2.21)... 27 Persamaan (2.22)... 27 Persamaan (3.1)... 30 Persamaan (3.2)... 30 Persamaan (3.3)... 30 Persamaan (3.4)... 30 Persamaan (3.5)... 31 Persamaan (3.6)... 31

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A KOMPOSISI BAHAN PAKAN TERNAK UNGGAS... 124

LAMPIRAN B BATAS MAKSIMAL PENGGUNAAN BAHAN PAKAN TERNAK AYAM DAN ITIK... 126

LAMPIRAN C KEBUTUHAN NUTRISI UNGGAS PEDAGING DAN PETELUR... 127

LAMPIRAN D TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN PAKAR... 128

LAMPIRAN E HASIL UJI COBA JUMLAH GENERASI... 130

LAMPIRAN F HASIL UJI COBA KOMBINASI PROBABILITAS CROSSOVER DAN PROBABILITAS MUTASI... 145

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu sendi dalam usaha peternakan yang mendapatkan alokasi dana terbesar. Di sebagian besar usaha peternakan unggas, biaya pakan mencapai 65-75% dari biaya total produksi (Poultry Hub, 2015); dalam usaha peternakan ayam maupun itik, biaya pakan mencapai 60-75% dari biaya total produksi (Widodo, 2010); sedangkan dalam usaha peternakan babi, biaya pakan mencapai 55-70% dari biaya total produksi (Peña, Lara, dan Castrodeza, 2009). Besarnya biaya pakan mejadi faktor penentu utama biaya produksi peternakan yang perlu mendapatkan perhatian khusus.

Faktor pakan memiliki peranan penting dalam pencapaian salah satu tujuan usaha peternakan. Pakan yang baik dapat memaksimalkan hasil produksi ternak seperti daging, telur, dan susu. Untuk meningkatkan produktivitas ternak, upaya yang dapat dilakukan adalah memperbaiki kualitas formula pakan. Akan lebih baik jika peternak menggunakan pakan buatan sendiri untuk peternakan mereka seperti yang dilakukan oleh peternakan berskala menengah dan besar. Peternakan berskala menengah dan besar memilih untuk membentuk model peternakan self-mix yang memiliki mini feed mill untuk memproduksi pakan bagi ternak dalam peternakan mereka (Toriq, 2008). Dengan menggunakan pakan buatan sendiri, peternak dapat menentukan tingkat produktivitas yang ingin dicapai dan hal ini dapat membantu peternak agar mandiri.

Di sisi lain, peternak harus menanggung resiko kenaikan biaya produksi dengan margin keuntungan yang semakin kecil bahkan mengalami kerugian. Salah satu penyebab kenaikan biaya produksi adalah kenaikan harga pakan. Kenaikan harga pakan sulit dihindari karena harga bahan baku pakan seperti jagung dan bungkil kedelai yang sebagian besar masih mengimpor juga tinggi. Untuk menekan biaya produksi, banyak peternak membuat pakan sendiri.

Formulasi pakan adalah penerapan pengetahuan tentang gizi, bahan pakan, dan ternak di dalam pengembangan pakan yang bergizi yang akan diberikan dan dikonsumsi oleh ternak unggas dalam jumlah tertentu, dan cukup memenuhi kebutuhan (Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2014). Formulasi pakan juga diartikan sebagai proses mengukur sejumlah bahan baku pakan yang perlu dikombinasikan untuk membentuk campuran tunggal yang seragam (ransum) untuk unggas, yang memasok semua kebutuhan gizi unggas (Poultry Hub, 2015).

Dalam usaha peternakan, hal-hal yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan, yaitu meminimalkan biaya pakan dan memaksimalkan hasil produksi ternak. Penggunaan pakan berkualitas rendah untuk meminimalkan biaya pakan merupakan tindakan yang tidak benar karena pakan yang tidak memiliki nutrisi cukup dapat mengurangi produktivitas ternak. Namun, penggunaan pakan dengan nutrisi berlebih dapat memicu kegemukan berlebih yang sebenarnya tidak diperlukan, terbuangnya zat makanan tertentu (misalnya lisin) secara sia-sia

(18)

karena tidak bisa disimpan dalam tubuh, bahkan memicu peningkatan polusi yang diakibatkan oleh forsor (Castrodeza, Lara, dan Peña, 2005) dan nitrogen dalam protein (Lampiran D) dari hasil ekskresi ternak. Kandungan fosfor dan nitrogen dalam protein pada pakan yang tidak dicerna oleh unggas akan terbuang bersama ekstreta. Terbuang kedua unsur ini ke lingkungan dapat memberikan dampak negatif pada lingkungan; penambahan senyawa nitrogen pada lingkungan dapat mengubah keseimbangan alami nitrat dan nitrit yang pada akhirnya dapat menyebabkan efek negatif kesehatan pada manusia dan hewan (Amazine, 2013). Realitas formulasi pakan ternak unggas tidak terbatas pada satu tujuan pencapaian. Adanya tuntutan di bidang-bidang yang berhubungan dengan usaha peternakan, memunculkan tujuan baru seperti di bidang lingkungan, yaitu meminimalkan kandungan fosfor dan protein untuk mengurangi polusi lingkungan. Permasalahan formulasi pakan ternak unggas yang memiliki lebih dari satu kriteria atau memiliki lebih dari satu tujuan yang ingin dicapai merupakan permasalahan multitujuan (multi-objective problem).

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan optimasi adalah algoritma genetika. Algoritma genetika merupakan metode optimasi paling populer yang banyak digunakan di berbagai bidang, yang sering menghadapi masalah optimasi dengan model matematika kompleks atau bahkan sulit dibangun (Mahmudy, 2013). Beberapa contoh aplikasi algoritma genetika dalam beberapa bidang, yaitu algoritma genetika untuk kompresi citra (Ciptayani, Mahmudy, dan Widodo, 2009), penyusunan rute dan jadwal kunjungan wisata (Widodo dan Mahmudy, 2010), optimasi penjadwalan ujian (Mawaddah dan Mahmudy, 2006), dan optimasi penugasan mengajar bagi dosen (Mahmudy, 2006). Algoritma genetika standar sering digunakan untuk menyelesaikan permasalahan optimasi satu tujuan. Karena formulasi pakan ternak unggas dalam skripsi ini merupakan permasalahan multitujuan, maka metode yang akan digunakan adalah versi algoritma genetika yang mendukung optimasi multitujuan.

Penyelesaian masalah optimasi multitujuan pernah dilakukan pada formulasi pakan ternak ikan air tawar (Wardani, Safrizal, dan Chairi, 2011). Dalam penelitian tersebut, pendekatan weighted-sum (Multi-Objective Genetic Algorithm, MOGA) digunakan untuk mengoptimasi komposisi bahan pakan ikan. Pendekatan weighted-sum termasuk pendekatan tradisional, yang dilakukan dengan cara memberikan bobot pada masing-masing fungsi tujuan dan menggabungkan semua fungsi tujuan menjadi satu fungsi tujuan. Solusi yang diperoleh melalui pendekatan ini sangat sensitif terhadap bobot yang digunakan dalam proses agregasi, menuntut pengambil keputusan untuk memiliki pengetahuan yang tepat tentang permasalahan yang ingin diselesaikan (Srinivas dan Deb, 1994).

Non-dominated Sorting Genetic Algorithm II (NSGA-II) merupakan algoritma genetika berbasis non-domination yang diperkenalkan setelah versi sebelumnya (NSGA) mendapatkan kritikan (Deb et al., 2002). NSGA-II dapat membangkitkan solusi yang lebih baik dengan kalkulasi yang sedikit (Hozairi et al., 2014);

(19)

menggunakan pendekatan elitism; tidak ada parameter niching tambahan (seperti σshare dalam MOGAs, NSGAs, atau NPGAs) (Deb, 2001). NSGA-II menjadi salah satu Multiobjective Evolutionary Algorithm (MOEA) yang paling populer karena kesederhanaannya, efektivitas, dan minimumnya keterlibatan pengguna didalamnya (Ghiasi, Pasini, dan Lessard, 2011).

NSGA-II sering digunakan dalam penelitian untuk menyelesaikan masalah optimasi multitujuan, seperti dalam pendistribusian kapal perang angkatan laut Indonesia (Hozairi et al., 2014). Dalam penelitian tersebut, NSGA-II digunakan untuk memaksimalkan area cakupan patroli daerah maritim dan untuk meminimalkan biaya operasional. Hasil optimasi dalam pendistribusian kapal perang menunjukkan bahwa area partoli pada teritorial laut Armada Kawasan Timur (ARMATIM) yang bisa dijangkau meningkat 2% dengan penghematan biaya operasional sebesar 10%.

Penelitian lain dilakukan dalam pemodelan Reactive Power Market Clearing (RPMC) (Saini dan Saraswat, 2012). Di dalam pemodelan RPMC ini, NSGA-II digunakan untuk meminimalkan fungsi pembayaran total (TPF) dan meminimalkan indeks peningkatan stabilitas voltase (VSEI). Dari penelitian RPMC ini, diperoleh kesimpulan bahwa NSGA-II memberikan hasil yang baik dan membantu mengambil keputusan untuk pasar kliring yang lebih baik.

Berdasarkan kebutuhan akan teknologi yang mampu membantu peternak dalam penyusun formula pakan, maka dibutuhkan perangkat lunak (program aplikasi) yang akan dikembangkan dalam skripsi ini. Program aplikasi yang dikembangkan dalam skripsi ini adalah formulator pakan ternak unggas menggunakan NSGA-II.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan representasi kromosom untuk menyelesaikan masalah formulasi pakan ternak unggas.

2. Seberapa besar ukuran populasi, probabilitas crossover, probabilitas mutasi, dan jumlah generasi yang optimal untuk menyelesaikan permasalahan formulasi pakan ternak unggas.

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk membuat program aplikasi formulator pakan ternak unggas menggunakan metode NSGA-II.

2. Untuk mengetahui ukuran populasi, probabilitas crossover, probabilitas mutasi, dan jumlah generasi paling optimal yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan formulasi pakan ternak unggas.

(20)

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempermudah peternak dalam memformulasikan pakan ternak.

2. Memberikan kontribusi dalam memberikan pengetahuan tentang penerapan NSGA-II untuk menyelesaikan permasalahan formulasi pakan ternak unggas.

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi oleh hal-hal berikut ini:

1. Bahasan dalam penelitian ini difokuskan pada formulasi pakan ayam dan itik. 2. Data komposisi bahan pakan, batasan penggunaan bahan pakan, dan

kebutuhan zat makanan unggas yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari artikel yang ditulis oleh Widodo (2010).

1.6 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bab 1 Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab 2 Landasan Kepustakaan

Bab ini berisi teori yang berhubungan dengan nutrisi pakan, formulasi pakan, optimasi mutitujuan, algoritma genetika, NSGA-II, dan pengambilan keputusan.

3. Bab 3 Metode Penelitian dan Perancangan

Bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian meliputi studi literatur, metode pengumpulan data, desain dan perancangan perangkat lunak, dan skenario pengujian.

4. Bab 4 Implementasi

Bab ini membahas proses implementasi dari perancangan perangkat lunak untuk memformulasikan pakan menggunakan NSGA-II.

5. Bab 5 Pengujian dan Analisis

Bab ini memuat proses pengujian dan hasil pengujian terhadap perangkat lunak tentang formulasi pakan ternak unggas dan analisis dari pengujian tersebut.

6. Bab 6 Penutup

Bab ini memuat kesimpulan yang diperoleh dari pembuatan dan pengujian perangkat lunak yang dikembangkan dalam memformulasikan pakan ternak unggas dengan NSGA-II dan saran untuk pengembangan selanjutnya.

(21)

BAB 2 LANDASAN KEPUSTAKAAN

Bab ini berisi pembahasan tentang kajian pustaka dan dasar teori yang berhubungan dengan implementasi Non-dominated Sorting Genetic Algorithm II (NSGA-II) dalam formulasi pakan ternak unggas.

2.1 Kajian Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini, dilakukan kajian terhadap beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian tersebut meliputi formulasi pakan dan implementasi NSGA-II. Kajian pertama dilakukan terhadap penelitian yang dilakukan oleh Wardhani, Safrizal, dan Chairi (2011). Dalam penelitian ini, metode Multi-objective Genetic Algorithms (MOGA) digunakan untuk mengoptimasi komposisi bahan pakan ikan. MOGA merupakan algoritma genetika yang menggunakan pendekatan weighted-sum untuk menyelesaikan masalah optimasi multitujuan, yaitu dengan cara memberikan bobot pada masing-masing fungsi tujuan dan menggabungkan semua fungsi tujuan menjadi satu fungsi tujuan. Parameter masukan individu yang digunakan adalah jenis ikan, jenis kelamin, dan jumlah pakan yang akan dihasilkan. Penelitian ini menggunakan skema penyandian bilangan bulat, metode seleksi roulette whele, dan metode one-point crossover. Dengan jumlah individu = 200; panjang kromosom = 5; probabilitas crossover = 0,01; probabilitas mutasi = 0,2; dan jumlah generasi = 5, rata-rata keberhasilan penghitungan pemenuhan kebutuhan nutrisi ikan mencapai 100% dan tingkat efisiensi biaya pakan sekitar 46,5%.

Kajian kedua dilakukan terhadap penelitian yang dilakukan oleh Hozairi et al. (2014) dalam penyelesaian permasalahan distribusi kapal perang angkatan laut Indonesia menggunakan NSGA-II untuk pengawasan teritorial maritim Indonesia. NSGA-II dipilih oleh peneliti karena metode ini bisa menghasilkan solusi yang lebih baik dengan proses perhitungan yang sedikit, pendekatan elitism, dan penggunaan parameter yang lebih sedikit dibandingkan NSGA. Dalam penelitian tersebut, NSGA-II digunakan untuk memaksimalkan area cakupan patroli daerah maritim dan untuk meminimalkan biaya operasional. Kapal perang angkatan laut yang ada sejumlah 27 unit dengan 7 sektor di teritorial laut Armada Kawasan Timur (ARMATIM). Dengan 100 iterasi, dihasilkan bahwa 23 unit kapal perang terpilih dalam pendistribusian sedangkan 4 unit lainnya masuk dok. Distribusi ke-23 unit kapal (K) yang dioperasikan dalam ke-7 sektor yaitu, sektor 1 (K17 dan K23), sektor 2 (K9, K11, K14, K16, K19, K20, dan K20), sektor 3 (K2, K4, K6, K8, K12, dan K15), sektor 4 (K1 dan k3), sektor 5 (K5, K8, dan K26), sektor 6 (K10 dan K13), dan sektor 7 (K7). Dengan menggunakan NSGA-II, area partoli pada teritorial laut ARMATIM yang bisa dijangkau meningkat 2% dengan penghematan biaya operasional sebesar 10%.

Penelitian ketiga dilakukan terhadap penelitian yang dilakukan oleh Saini dan Saraswat (2012), tentang penyelesaian model multitujuan Reactive Power Market Clearing (RPMC) menggunakan NSGA-II. Di dalam RPMC, NSGA-II digunakan untuk meminimalkan fungsi pembayaran total (TPF) untuk layanan

(22)

pendukung daya reaktif yang disediakan oleh generator dan kondensor synchronous untuk mengatasi pasar daya reaktif. Dalam penelitian ini, NSGA-II juga digunakan untuk meminimalkan indeks peningkatan stabilitas voltase (VSEI) untuk menyertakan perkembangan stabilitas voltase dalam skema RPMC. Dari penelitian pemodelan RPMC ini, diperoleh kesimpulan bahwa NSGA-II memberikan hasil yang baik dan membantu mengambil keputusan untuk pasar kliring yang lebih baik.

Persamaan dan perbedaan dari ketiga penelitian dengan skripsi yang diajukan berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan, dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Sebelumnya dengan Skripsi Penulis

Judul Objek Metode Keluaran

Masukan Proses Hasil Penelitian

Optimasi komposisi bahan pakan ikan air tawar menggunakan metode

multi-objective genetic algorithm

Formulasi pakan ikan

air tawar MOGA Komposisi bahan pakan ikan

- Komposisi bahan pakan

- Kebutuhan nutrisi ikan

- Jumlah pakan yang akan dibuat - Ukuran populasi - Jumlah generasi - Probabilitas crossover - Probabilitas mutasi - Probabilitas elitism - Panjang kromosom - Inisialisasi populasi - Perhitungan fitness • Penentuan Pareto optimality • Tahapan elitism - Seleksi - Crossover - Mutasi - Replacement - Pengecekan kondisi berhenti MOGA memberikan hasil yang baik dalam formulasi pakan ikan air tawar dengan jumlah individu = 200; panjang kromosom = 5; pc = 0,01; pm = 0,2;

dan generasi maksimal = 5 Implementation of nondominated sorting genetic algorithm-II (NSGA-II) for multiobjective optimization problems on distribution of Indonesian navy warship

Distribusi kapal perang angkatan laut

Indonesia

NSGA-II Kombinasi

penempatan kapal perang pada setiap sektor operasi patroli laut Indonesia

- Data kapal perang - Memasukkan data Area partoli pada teritorial laut

(23)

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Sebelumnya dengan Skripsi Penulis

Judul Objek Metode Keluaran

Masukan Proses Hasil Penelitian

angkatan laut - Data area setiap

sektor yang akan diamankan - Data pangkalan pendukung setiap sektor - Data wilayah kerentanan dan kondisi geografis - Data biaya operasional dan model penugasan - Inisialisasi populasi - Evaluasi fungsi tujuan

populasi - Fast non-dominated sort - Seleksi - Crossover - Mutasi

- Evaluasi fungsi tujuan populasi offsring - Kombinasi populasi

induk dan populasi

offspring - Fast non-dominated sort - Pemberian nilai crowding distance - Replacement - Pengecekan kondisi berhenti

- Memilih satu solusi terbaik

ARMATIM yang bisa dijangkau meningkat 2% dengan penghematan biaya operasional sebesar 10% Solving a multi-objective reactive power market clearing model using NSGA-II

Reactive Power Market Clearing

(RPMC)

NSGA-II Satu solusiterbaik

berupa market

clearing

- Data sistem daya - Jumlah variabel - Ukuran populasi - Jumlah generasi - Probabilitas crossover - Probabilitas mutasi - Memasukkan data sistem daya - Inisialisasi populasi - Perhitungan fitness dan crowding distance - Seleksi - Crossover - Mutasi - Replacement NSGA-II memberikan hasil yang superior dibandingkan hasil yang diberikan oleh algoritma genetika berbasis real-coded, dan membantu mengambil keputusan untuk pasar kliring yang lebih baik

(24)

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Sebelumnya dengan Skripsi Penulis

Judul Objek Metode Keluaran

Masukan Proses Hasil Penelitian

- Pengecekan kondisi berhenti Usulan: Formulasi pakan ternak unggas menggunakan Non-dominated Sorting Genetic Algorithm II Formulasi pakan ternak unggas

NSGA-II Formula pakan ternak

unggas - Data komposisi bahan pakan - Data kebutuhan nutrisi unggas - Data batasan penggunaan bahan pakan

- Jumlah pakan yang akan dibuat - Jumlah variabel - Ukuran populasi - Jumlah generasi - Probabilitas crossover - Probabilitas mutasi - Memasukkan data komposisi bahan pakan, kebutuhan nutrisi unggas, batasan penggunaan bahan pakan, dan jumlah pakan yang akan dibuat - Inisialisasi populasi - Seleksi - Crossover - Mutasi - Penggabungan populasi induk dan populasi offspring - Fast non-dominated sort - Crowding distance - Replacement - Pengecekan kondisi berhenti

Sumber: (Wardani, Safrizal, dan Chairi, 2011; Hozairi et al., 2014; Saini dan Saraswat, 2012)

2.2 Pakan Ternak Unggas

Di dalam usaha peternakan unggas, pakan menjadi salah satu faktor penentu produktivitas ternak. Secara teori, pakan yang baik akan meningkatkan produktivitas ternak. Pakan (ransum) yang baik dibuat dengan kombinasi bahan-bahan pakan yang baik pula. Ransum dibuat dengan memperhatikan kandungan zat makanan pada bahan pakan penyusunnya. Contoh kandungan zat makanan dari beberapa bahan pakan ternak dapat dilihat pada Lampiran A. Berdasarkan (Lanjutan)

(25)

panduan pembuatan pakan ternak ayam dan itik (Widodo, 2010), zat makanan bahan pakan ternak yang digunakan dalam penyusunan ransum untuk unggas adalah Energi Metabolis (EM), Protein Kasar (PK), Lemak Kasar (LK), Serat Kasar (SK), Kalsium (Ca), Fosfor (P), Lisin (Lis), dan Metionin (Met).

2.2.1 Nutrisi Pakan Ternak Unggas

Nutrisi diartikan sebagai proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh; bisa juga diartikan sebagai makanan bergizi; dan ilmu tentang gizi (Tim Pusat Bahasa Depdiknas, 2008). Anti nutrisi adalah istilah zat-zat makanan yang ada dalam tanaman yang apabila dikonsumsi hewan ataupun manusia menyebabkan kekurangoptimalan fungsi hidup, produksi, dan reproduksi hewan ataupun manusia tersebut. Menurut Anggorodi dalam Syafar (2014), zat makanan yang harus ada dalam ransum adalah energi, protein, lemak, kalsium, fosfor, dan air.

1. Energi

Istilah energi berasal dari Yunani, yang terdiri atas kata "en" berarti di dalam dan "ergon" berarti kerja, sehingga energi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan; energi dalam pakan disebut energi biologis (Widodo, n.d.). Energi yang terdapat dalam makanan tidak seluruhnya dapat digunakan oleh tubuh; setidaknya ada empat energi dalam setiap bahan yang digunakan, yaitu energi bruto, energi tercerna, energi termetabolis, dan energi neto (Wahju, 1992). Energi yang digunakan dalam formulasi pakan ternak unggas adalah Energi termetabolis atau energi metabolis (Metabolizable Energy, ME). Energi termetabolis adalah energi kotor dari pakan yang dapat digunakan oleh tubuh.

Menurut Wahju (1992), zat-zat makanan yang menjadi sumber energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Karena ayam tidak mampu mencerna selolosa, hemiselulosa, atau lignin, maka kebutuhan energi ayam harus dipenuhi dengan pemberian dengan kandungan polisakarida yang mudah dicerna (pati), disakarida (sukrosa dan maltosa), monosakarida (glukosa, fruktosa, manosa, dan galaktosa), pentosa dengan jumlah terbatas, lemak, dan protein.

2. Protein

Protein berasal dari kata “proteios” yang berarti “pertama” atau “kepentingan primer”. Protein merupakan senyawa organik yang sebagian besar unsurnya terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, dan fosfor. Ciri khusus protein adalah adanya kandungan nitrogen. Menurut Rasyaf (2003), manfaat protein adalah untuk membangun dan membentuk jaringan tubuh; membentuk enzim-enzim dan/atau bagian dari enzim; untuk kebutuhan reproduksi; dan dalam keadaan kekurangan energi, protein akan diubah menjadi bentuk energi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan akan protein adalah umur ayam, tingkat pertumbuhan, iklim, dan penyakit (Rasyaf, 2003).

Protein merupakan gabungan asam-asam amino melalui ikatan peptida, yaitu suatu ikatan antara gugus amino (NH2) dari suatu asam amino dengan gugus

(26)

karboksil dari asam amino yang lain, dengan membebaskan satu molekul air (H2O). Protein dibentuk dari 22 jenis macam asam amino, tetapi dari ke-22 jenis

asam amino tersebut yang berfungsi sebagai penyusun utama protein hanya 20 macam. Dari 20 macam asam amino tersebut ternyata ada sebagian yang dapat disintesis dalam tubuh ternak, sedangkan sebagian lainnya tidak dapat disintesis dalam tubuh unggas sehingga harus didapatkan dari pakan. Asam amino yang harus ada atau harus didapatkan dari pakan disebut asam amino esensial. Asam amino yang termasuk dalam kelompok ini adalah metionin dan fenilalanin. Asam amino yang dapat disintesis dalam tubuh disebut asam amino nonesensial, tetapi apabila esensial untuk metabolisme maka disebut pula sebagai asam amino esensial metabolik. Contohnya adalah alanin, glisin, prolin dan serin. Di samping itu ada pengelompokan asam amino setengah esensial karena asam amino ini hanya dapat disintesis dalam tubuh dalam jumlah yang terbatas dari substrat tertentu. Asam amino yang termasuk dalam kelompok ini adalah tirosin, sistin dan hidroksilisin (Widodo, n.d.). Kandungan nitrogen dalam protein yang tidak dicerna oleh unggas akan dikeluarkan melalui proses ekskresi. Penambahan senyawa nitrogen pada lingkungan dapat mengubah keseimbangan alami nitrat dan nitrit yang pada akhirnya dapat memberikan efek negatif pada kesehatan manusia dan hewan (Amazine, 2013).

3. Lemak

Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang masih berkaitan, baik secara aktual maupun potensial dengan asam lemak. Lipid mempunyai sifat umum yang relatif tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar seperti eter, kloroform dan benzena. Dalam tubuh, lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien secara langsung dan secara potensial bila disimpan dalam jaringan adiposa. Lemak berfungsi sebagai penyekat panas dalam jaringan subkutan dan sekeliling organ-organ tertentu, dan lipid nonpolar bekerja sebagai penyekat listrik yang memungkinkan perambatan cepat gelombang depolarisasi sepanjang syaraf bermielin (Widodo, n.d.).

4. Mineral

Mineral adalah padatan senyawa kimia homogen, nonorganik, yang memiliki bentuk teratur dan terbentuk secara alami (Wikipedia, 2015). Mineral berperan dalam memelihara kondisi ionik dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa tubuh, memelihara tekanan osmotik cairan tubuh, menjaga kepekaan otot dan syaraf, mengatur transport zat makanan dalam sel, mengatur permeabilitas membran sel dan kofaktor enzim, dan mengatur metabolisme (Widodo, n.d.).

Kebutuhan ternak akan mineral merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kepentingan produksi ternak itu sendiri. Kebutuhan tersebut menyangkut antara lain untuk perbaikan dan pertumbuhan jaringan seperti dalam paruh dan tulang. Komposisi mineral dari tulang segar adalah kalsium 36%, fosfor 17%, dan magnesium 0,8%. Juga untuk perbaikan dan pertumbuhan bulu, tanduk dan kuku, jaringan lunak, dan sel darah. Kebutuhan akan mineral juga menyangkut kepentingan untuk regulator tubuh seperti proses regulasi dalam bentuk ion,

(27)

molekul, komponen vitamin, dan pembentukan enzim dan hormon. Selain itu juga untuk kebutuhan produksi seperti produksi telur, daging, susu, dll (Widodo, n.d.).

Kalsium erat sekali hubungannya dengan pembentukan tulang. Sumber utama kebutuhan segera tulang baru, terdapat dalam cairan tubuh dan sel. Kalsium juga sangat penting dalam pengaturan sejumlah besar aktivitas sel yang vital, fungsi syaraf dan otot, kerja hormon, pembekuan darah, motilitas seluler, dan khusus pada ayam petelur berguna untuk pembentukan kerabang telur (Widodo, n.d.).

Fosfor berfungsi sebagai pembentuk tulang, persenyawaan organik, metabolisme energi, karbohidrat, asam amino dan lemak, transportasi asam lemak, dan bagian koenzim. Fosfor sebagai fosfat memainkan peranan penting dalam struktur dan fungsi semua sel hidup. Oleh karena itu, kekurangan fosfor akibat defisiensi makanan biasa tidak terjadi. Fosfat terdapat dalam sel-sel sebagai ion bebas pada konsentrasi beberapa miliekuivalen per liter dan juga merupakan bagian penting asam-asam nukleat, nukleotida, dan beberapa protein (Widodo, n.d.). Namun, kandungan forfor berlebih dapat penyebabkan pencemaran lingkungan yang dikeluarkan melalui proses ekskresi (Castrodeza, Lara, dan Peña, 2005).

2.3 Formulasi Pakan Ternak Unggas

Pakan merupakan salah satu sendi1 dalam usaha peternakan. Tidak kurang

dari 50% dari total biaya produksi usaha peternakan digunakan untuk mengadaan pakan. Bibit dan manajemen yang baik harus didukung oleh pakan yang baik juga, sehingga potensi bibit bisa muncul dan menjadi ternak yang mampu menghasilkan produk yang maksimal. Pakan juga perlu diperhatikan karena memiliki persentase terbesar dalam menentukan biaya produksi ternak; jika dikelola dengan baik maka, dapat mengurangi biaya produksi ternak dan mampu memaksimalkan produktivitas ternak. Namun jika sebaliknya, salah satu atau semua kemungkinan-kemungkinan berikut dapat terjadi, yaitu biaya produksi melambung tinggi; kebutuhan ternak tidak terpenuhi; kualitas pakan jauh melebihi kebutuhan ternak; dan lingkungan tercemar oleh fosfor dan nitrogen dalam protein yang dikeluarkan melalui proses ekskresi. Oleh karena itu, peramu pakan perlu memperhatikan formula pakan yang digunakan.

Formulasi pakan adalah penerapan pengetahuan tentang gizi, bahan pakan, dan ternak di dalam pengembangan pakan yang bergizi yang akan diberikan dan dikonsumsi oleh ternak unggas dalam jumlah tertentu, dan cukup memenuhi kebutuhan (Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, 2014). Formulasi pakan juga diartikan sebagai proses mengukur sejumlah bahan baku pakan yang perlu dikombinasikan untuk membentuk campuran tunggal yang seragam (ransum) untuk unggas, yang memasok semua kebutuhan gizi unggas (Poultry Hub, 2015). Kedua definisi ini berkaitan dengan manfaat formulasi pakan, yaitu tersalurkannya pengetahuan tentang zat makanan dan bahan makanan dalam pakan (ransum) sehingga keinginan peternak untuk memenuhi kebutuhan gizi

(28)

ternak terealisasi (Parakkasi, 1998).

Ada tiga faktor utama yang harus diperhatikan agar kualitas dan kuantitas pakan tetap terjaga, yaitu harga bahan makanan penyusun pakan, ketersediaan bahan makanan, dan kandungan zat makanan dalam bahan makanan dan kebutuhan zat makanan ternak. Batasan penggunaan bahan pakan dalam penyusunan pakan juga perlu diperhatikan karena bahan-bahan tertentu mengandung anti nutrisi (Widodo, n.d.). Contoh kandungan zat makanan dari beberapa bahan pakan, batas maksimal penggunaan beberapa bahan pakan, dan kebutuhan zat makanan ayam dan itik secara berurutan dapat dilihat pada Lampiran A, Lampiran B, dan Lampiran C.

Batasan penggunaan bahan pakan tergantung pada jenis dan fase/periode pemeliharaan unggas. Ada beberapa fase dalam pemeliharaan unggas, yaitu starter (awal), grower (pertumbuhan), layer (produksi), dan finisher (akhir). Pengelompokan fase pemeliharaan itu sendiri tergantung pada jenis unggas dan pengelola peternakan. Dalam fase pemeliharaan unggas, fase layer merupakan fase produksi ternak, biasanya untuk unggas petelur, fase ini merupakan masa-masa bagi ternak untuk menghasilkan telur. Dalam (Widodo, 2010), fase pemeliharaan ayam dan itik dibagi sebagai berikut:

1. Masa pemeliharaan ayam pedaging (broiler) dibagi ke dalam dua fase, yaitu starter (umur 0-3 minggu) dan finisher (umur 3-6 minggu).

2. Masa pemeliharaan ayam petelur (layer) dibagi ke dalam lima fase, yaitu starter (umur 0-8 minggu), grower (8-22 minggu), layer 1 (22-52 minggu), layer 2 (lebih dari 52 minggu), dan fase untuk ayam layer jantan (1 hari-dipotong).

3. Masa pemeliharaan ayam buras dibagi ke dalam dua fase, yaitu starter (umur 0-3 minggu) dan finisher (umur 3-8 minggu).

4. Masa pemeliharaan itik petelur (layer) dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase 1 (umur 0-2 minggu), fase 2 (umur 2-7 minggu), dan fase layer.

5. Masa pemeliharaan itik pedaging jantan dibagi ke dalam dua fase, yaitu starter (umur 0-3minggu) dan finisher (umur 3-7 minggu).

Berkaitan dengan kandungan zat makanan dalam bahan makanan dan kebutuhan zat makanan ternak, ada dua poin yang perlu ditekankan ketika memformulasi pakan. Pertama, ketika memformulasi pakan, banyak zat makanan yang perlu diperhitungkan, tidak hanya dalam hal konsentrasi yang sebenarnya, tetapi juga dalam hal rasio dengan zat makanan lainnya. Kedua, saat ini formulasi harus mengejar tidak hanya tujuan ekonomi, tetapi juga lingkungan yang berkaitan dengan minimalisasi polusi yang disebabkan oleh pakan (Castrodeza, Lara, dan Peña, 2005).

Self mixing merupakan teknik meramu pakan yang pencampuran bahan pakannya dilakukan sendiri oleh peternak. Self mixing biasanya dilakukan untuk menghemat biaya pakan, walau sebenarnya self mixing memiliki banyak manfaat selain penghematan biaya, seperti keleluasaan dalam menentukan komposisi

(29)

pakan (pengawasan mutu pakan) dan formulasi pakan bisa dibuat sesuai kebutuhan. Pada dasarnya, ada dua sistem peracikan pakan, yaitu semi self mixing dan total self mixing. Terkadang, peternak memilih untuk mencampur konsentrat buatan pabrik dengan bahan pakan lain, sistem peracikan ini disebut dengan semi self mixing. Bahan pakan yang biasa digunakan dalam semi self mixing adalah jagung dan bekatul. Total self mixing adalah sistem peracikan yang dalam prosesnya, peternak benar-benar mencampur sendiri berbagai macam bahan pakan menjadi ransum (Info Medion, 2013).

Dalam memformulasi pakan, peternak menghitung harga yang akan dikeluarkan dan kandungan nutrisi yang ada pada pakan. Hal ini dilakukan sebelum mengimplementasikan formula pakan dalam proses pencampuran bahan pakan. Harga dan total kandungan setiap zat makanan dalam pakan digunakan sebagai indikator pemenuhan kebutuhan zat makanan. Nilai ini dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.1) (Widodo, 2010).

kti=

j=1 n aijxj (2.1) dengan xj= bj

j =1 n bj (2.2) kti adalah kriteria ke-i dalam pakan yang akan dihitung nilai totalnya. kti dapat berupa harga pakan, kandungan EM, PK, LK, SK, Ca, P, Lis, dan Met. aij adalah nilai kriteria ke-i dalam bahan ke-j dan bj adalah proporsi bahan ke-j. n adalah jumlah bahan yang akan digunakan dalam pakan.

Dalam proses seleksi formula pakan, nilai penalti dibutuhkan untuk menentukan kualitas formula. Penalti menyatakan tingkat pemenuhan suatu formula. Semakin kecil nilai penalti suatu formula pakan, maka formula pakan tersebut semakin memenuhi batasan-batasan dalam memformulasikan pakan. Nilai penalti dapat dihitung menggunakan Persamaaan (2.3) (Lampiran D).

pt=(

i=1 k pai)+(

j =1 n pbj) (2.3)

pt adalah nilai penalti formula pakan; pai digunakan dalam konteks kebutuhan nutrisi, yaitu nilai penalti untuk pemenuhan zat makanan ke-i; dan pbj digunakan dalam konteks batasan penggunaan bahan pakan, yaitu nilai penalti untuk pemenuhan batasan penggunaan bahan pakan ke-j. Nilai pai dan pbj didapatkan dengan mematuhi pola aturan pada Persamaan (2.4), Persamaaan (2.5), dan Persamaaan (2.6).

pmt<lbt, pct=pmtlbt (2.4)

pmt>ubt, pct=ubtpmt (2.5)

lbtpmtubt, pct=0 (2.6)

(30)

minimal dan batas maksimal kriteria pembatas ke-t yang harus dipenuhi; dan pct adalah nilai pemenuhan kriteria pembatas. Dalam konteks kebutuhan nutrisi, pmt adalah kti; lbt dan ubt adalah Li (batas minimal zat makanan ke-i dalam pakan) dan Ui (batas maksimal zat makanan ke-i dalam pakan); dan pct adalah pai. Sedangkan dalam konteks batasan penggunaan bahan pakan, pmt adalah bj; lbt dan ubt adalah rj dan sj (batas minimal dan maksimal penggunaan bahan pakan ke-j dalam pakan); dan pct adalah pbj.

2.4 Permasalahan Optimasi Multitujuan

Dalam kehidupan sehari-hari, memiliki beberapa tujuan dalam suatu masalah merupakan hal yang lazim begitu juga dalam permasalahan formulasi pakan ternak unggas. Selain meminimalkan biaya yang dikeluarkan, formulator pakan bisa memiliki tujuan untuk meminimalkan kandungan zat makanan tertentu seperti fosfor. Permasalahan semacam ini biasa disebut masalah multitujuan (multi-objective problem). Aktivitas atau upaya pencarian solusi masalah multitujuan disebut optimasi multitujuan (Multi-Objective Optimization Problem, MOOP).

Secara sederhana, masalah optimasi tujuan tunggal dapat dinyatakan dalam model matematis seperti pada Persamaaan (2.7) (Caramia dan Dell’Olmo, 2008).

Min/Maks f (x) (2.7)

dengan x∈S ,

S ={x ∈Rm: g ( x)≥0, h(x )=0}

f adalah fungsi tujuan, x adalah variabel keputusan (parameter), dan S adalah himpunan kendala yang harus dipenuhi oleh fungsi tujuan yang juga berarti ruang pencarian.

Secara umum, masalah multitujuan berkendala dapat dinyatakan dalam model matematis seperti pada Persamaan (2.8) (Deb, 2001).

Min/ Maks fm(x ), m=1, 2, ... , M ; (2.8) subject to gj(x )≥0, j=1,2, ... , J ; hk(x )=0, k =1,2, ... , K ; x(iL)xixi(U ) , i=1, 2,... , n .

Berdasarkan Persamaan (2.8), ada M fungsi tujuan f(x) = (f1(x), f2(x), …, fM(x))T. Solusi x merupakan vektor yang terdiri dari n variabel keputusan: x = (x1, x2, …,

xn)T. Fungsi tujuan ini terikat pada sejumlah J kendala pertidaksamaan dan K kendala persamaan. Notasi gj(x) ≥ 0 dan hk(x) ≥ 0 masing-masing merupakan fungsi kendala pertidaksamaan dan fungsi kendala persamaan. Kendala terakhir merupakan batasan variabel, untuk membatasi masing-masing nilai variabel keputusan xi antara batas bawah xi(L) dan batas atas xi(U). Batasan ini merupakan

(31)

ruang variabel keputusan D (atau ruang keputusan). Terminologi titik (point) dan solusi dapat digunakan bergantian untuk menunjukkan solusi vektor x. Solusi yang tidak memenuhi semua kendala (J + K) dan batasan variabel disebut solusi infeasible (tidak layak). Sebaliknya, jika ada solusi x memenuhi semua kendala dan batasan variabel, maka solusi x disebut solusi feasible (layak). Oleh karena itu, dengan adanya kendala, seluruh ruang variabel keputusan D tidak perlu feasible. Himpunan semua solusi feasible disebut feasible region atau ruang pencarian (search space, S) (Deb, 2001).

Dalam optimasi multitujuan, masing-masing fungsi tujuan bisa berupa fungsi minimalisasi atau maksimalisasi. Dalam konteks optimasi, berdasarkan prinsip dualitas, disarankan agar mengonversikan masalah maksimalisasi ke dalam masalah minimalisasi dengan mengalikan fungsi tujuan dengan -1. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam mengatasi fungsi-fungsi tujuan yang berbeda (minimalisasi dan maksimalisasi) dalam suatu masalah optimasi multitujuan (Deb, 2001).

Optimasi tujuan tunggal berbeda dengan optimasi multitujuan. Salah satu perbedaan mencolok antara keduanya adalah bahwa dalam optimasi multitujuan, fungsi tujuan membentuk ruang multidimensi, sebagai tambahan selain adanya ruang variabel keputusan. Ruang tambahan ini disebut objective space (ruang tujuan), Z. Ilustrasi kedua ruang ini dan pemetaan antara keduanya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Untuk setiap solusi x dalam ruang variabel keputusan, terdapat titik di ruang tujuan, dilambangkan dengan f(x) = z = (z1, z2,

…, zM)T. Pemetaan berlangsung antara vektor solusi berdimensi n dengan vektor tujuan berdimensi M.

Gambar 2.1 Representasi Ruang Variabel Keputusan (kiri) dan Ruang Tujuan (kanan)

(32)

2.4.1 Dominasi

Dalam optimasi multitujuan, tujuan yang diinginkan sering bersaing antara tujuan yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dalam optimasi multitujuan, solusi optimal didefinisikan dalam terminologi “solusi tak terdominasi” (Non-dominated Solutions).

Ruang pencarian multitujuan menggunakan konsep dominasi dalam arti bahwa dua solusi berhubungan satu sama lain dengan dua kemungkinan, yaitu salah satu dari solusi tersebut mendominasi solusi yang lain atau tidak mendominasi. Misal ada sejumlah M fungsi tujuan. Untuk menangani fungsi tujuan minimalisasi dan maksimalisasi, operator digunakan antara dua solusi ⊲ i dan j, yaitu i ⊲ j untuk menyatakan bahwa solusi i lebih baik dari pada solusi j pada tujuan tertentu. Demikian pula, i ⊳ j memiliki arti, solusi i lebih buruk dari pada solusi j pada tujuan tertentu. Solusi x(1) dikatakan mendominasi solusi x(2)

lainnya (x(1) ≼ x(2)) jika kedua kondisi berikut bernilai benar, yaitu (Deb, 2001):

1. Solusi x(1) tidak lebih buruk dari pada solusi x(2) di semua fungsi tujuan, yang

dapat dimodelkan dengan notasi: fj(x(1)) ⋫ fj(x(2)) di semua j = 1, 2, ..., M. 2. Solusi x(1) benar-benar lebih baik dari pada solusi x(2), paling tidak di satu

fungsi tujuan, yang dapat dimodelkan dengan notasi: fj(x(1)) ⊲ fj(x(2)) paling tidak di satu fungsi tujuan j∊ {1, 2, ..., M}.

Jika solusi x(1) mendominasi solusi x(2), maka dapat dikatakan bahwa solusi x(1)

lebih unggul dari pada solusi x(2).

Definisi dominasi di atas menyatakan hubungan dominansi antara dua solusi. Ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi dalam dominansi antara solusi 1 dan solusi 2, yaitu (i) solusi 1 mendominasi solusi 2, (ii) solusi 1 didominasi oleh solusi 2, atau (iii) solusi 1 dan solusi 2 tidak saling mendominasi. Hubungan dominansi antara dua solusi memiliki sifat-sifat berikut ini (Deb, 2001):

Reflektif: Hubungan dominansi tidak reflektif, karena solusi p tidak mendominasi dirinya sendiri sehingga kondisi kedua dalam definisi dominasi tidak dapat terpenuhi.

Simetris: Hubungan dominansi tidak juga simetris, karena p ≼ q tidak berarti q ≼ p. Namun, kebalikannya benar, bahwa jika p mendominasi q, maka q tidak mendominasi p, sehingga hubungan dominansi bersifat asimetris.

Antisimetris: Karena hubungan dominansi tidak simetris, maka pasti tidak antisimetris.

Transitif: Hubungan dominansi bersifat transitif karena jika p ≼ q dan q ≼ r, maka p ≼ r.

Hal penting lainnya yang harus diperhatikan dalam dominansi adalah, jika solusi p tidak mendominasi solusi q, bukan berarti q mendominasi p (Deb, 2001).

Hubungan dominansi yang dijelaskan sebelumnya terkadang mengacu pada dominansi “lemah”. Hubungan dominansi dikatakan “lemah” jika solusi x(1)

(33)

mendominasi solusi x(2), paling tidak di satu fungsi tujuan hingga M−1 tujuan.

Hubungan dominansi solusi x(1) dan solusi x(2) dikatakan “kuat” atau solusi x(1)

dikatakan benar-benar mendominasi solusi x(2) (x(1) ≺ x(2)), jika solusi x(1)

benar-benar lebih baik dari pada solusi x(2) di semua M tujuan (Deb, 2001).

Dalam masalah optimasi multitujuan minimalisasi dengan m variabel keputusan dan n tujuan dapat dimodelkan secara matematis seperti pada Persamaan (2.9) (Zitzler, Deb, dan Thiele, 2000).

Min y =f (x )=(f1(x ),... , fn(x)); (2.9)

dengan

x=(x1,... , xm)∈X ,

y=( y1,... , yn)∈Y ,

Pada Persamaan (2.9), variabel x adalah vektor keputusan, X adalah ruang parameter, y adalah vektor fungsi tujuan, dan Y adalah ruang fungsi tujuan. Vektor keputusan a ∊ X dikatakan mendominasi (dominansi kuat) vektor b ∊ X (a ≺ b) jika dan hanya jika kondisi pada Persamaan (2.10) terpenuhi.

i∈{1,... , n}: fi(a)≤fi(b) ∧ ∃i∈{1,. .. , n}: fi(a)<fi(b). (2.10) Secara global (optimasi minimalisasi/maksimalisasi), vektor keputusan a ∊ X mendominasi vektor b ∊ X jika dan hanya jika a lebih baik dari pada b di semua fungsi tujuan dan a lebih baik dari pada b paling sedikitnya pada satu fungsi tujuan (Zitzler, Deb, dan Thiele, 2000).

Dengan a ∊ X, vektor keputusan a dikatakan solusi yang tidak terdominasi, berhubungan dengan himpunan X' ⊆ X, jika dan hanya jika tidak ada vektor keputusan di X' (anggota solusi yang ada) yang mendominasi a. Secara formal, hal ini dapat dinyatakan dalam model matematis seperti pada Persamaan (2.11) (Zitzler, Deb, dan Thiele, 2000).

a '∈X ' :a '≺a (2.11)

a dikatakan solusi Pareto-optimal jika dan hanya jika a tidak terdominasi dalam X. Dengan himpunan solusi yang ada (atau titik dalam ruang fungsi tujuan), apakah suatu titik mendominasi titik yang lain dapat dilihat pada Gambar 2.2(a). Semua titik yang tidak didominasi oleh anggota lain disebut sebagai “titik tak terdominasi” (non-dominated points), yaitu titik 3, 5, dan 6 (Deb, 2011a). Vektor keputusan Pareto-optimal tidak bisa ditingkatkan di fungsi tujuan manapun tanpa mengorbankan paling tidak di satu tujuan, sehingga menghasilkan trade-off yang terbaik (Deb, 2011a; Zitzler, Deb, dan Thiele, 2000). Pada Gambar 2.2(a), titik 6 mengorbankan tujuan ke-2 untuk mendapatkan trade-off yang baik pada tujuan ke-1. Kumpulan titik yang tidak terdominasi ini membentuk front jika diperhatikan secara bersama dalam ruang fungsi tujuan, sehingga kumpulan titik ini sering divisualisasikan untuk representasi non-domination front seperti pada Gambar 2.2(b) (Deb, 2011a).

(34)

Gambar 2.2 (a) Himpunan Titik dan (b) Non-dominated Front

Sumber: (Deb, 2011a)

Dengan konsep pada Gambar 2.2, akan lebih mudah untuk mendefinisikan solusi Pareto-optimal dalam MOOP. Jika himpunan titik pada Gambar 2.2(a) berisi semua titik dalam ruang pencarian (dengan asumsi tercacahkan), titik yang ada di non-dominated front, secara definisi, tidak didominasi oleh titik lain dalam ruang fungsi tujuan, sehingga titik ini disebut titik optimal (atau front optimal) dan vektor variabel keputusan yang berkaitan disebut solusi Pareto-optimal (Deb, 2011a).

Seperti halnya dalam optimasi tujuan tunggal, dalam optimasi multitujuan ada solusi optimal lokal dan global, yaitu solusi Pareto-optimal lokal dan solusi Pareto-optimal global. P dikatakan solusi Pareto-optimal lokal jika untuk setiap anggota x dalam himpunan P, tidak ada solusi y (di sekitar x sedemikian hingga ∥ y − x ∞ ≤ ε∥ , dimana ε adalah bilangan kecil positif) yang mendominasi anggota P. P dikatakan solusi Pareto-optimal global jika tidak ada solusi dalam seluruh ruang pencarian S feasible yang mendominasi anggota P, dengan kata lain, solusi tak terdominasi dari seluruh ruang pencarian S feasible merupakan sulusi Pareto-optimal global (Deb, 2011a). Perbedaan antara solusi Pareto-Pareto-optimal lokal dan solusi Pareto-optimal global dapat diperhatikan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 (a) Solusi Pareto-optimal Global dan (b,c) Solusi Pareto-optimal Lokal

(35)

Menurut Deb (2001), ada dua sasaran dalam optimasi multitujuan, yaitu: 1. Menemukan himpunan solusi yang sedekat mungkin dengan front

Pareto-optimal.

2. Menemukan himpunan solusi yang berbeda sebisa mungkin.

2.5 Algoritma Genetika

Algoritma genetika (Genetic Algorithm, GA) merupakan algoritma pencarian dan optimasi meta-heuristic, subkelas dari algoritma evolusi. Algoritma genetika bekerja dengan cara merepresentasikan permasalahan yang dihadapi ke dalam proses evolusi makhluk hidup. Sebagaimana diungkapkan oleh Basuki (2003) tentang proses evolusi pada algoritma genetika, yaitu

“Dalam proses evolusi, individu secara terus-menerus mengalami perubahan gen untuk menyesuaikan dengan lingkungan hidupnya. 'Hanya individu-individu yang kuat yang mampu bertahan'. Proses seleksi alamiah ini melibatkan perubahan gen yang terjadi pada individu melalui proses perkembangbiakan. Dalam algoritma genetika ini, proses perkembangbiakan ini menjadi proses dasar yang menjadi perhatian utama, dengan dasar berpikir: 'Bagaimana mendapatkan keturunan yang lebih baik'”.

Algoritma genetika merupakan metode optimasi paling populer yang banyak digunakan di berbagai bidang, yang sering menghadapi masalah optimasi dengan model matematika kompleks atau bahkan sulit dibangun (Mahmudy, 2013). Di bidang ekonomi-bisnis, algoritma genetika digunakan untuk mengoptimasi portofolio saham (Mahmudy dan Rahman, 2011). Algoritma genetika juga bisa digunakan untuk kompresi citra (Ciptayani, Mahmudy, dan Widodo, 2009), penyusunan rute dan jadwal kunjungan wisata (Widodo dan Mahmudy, 2010), optimasi penjadwalan ujian (Mawaddah dan Mahmudy, 2006), dan penugasan mengajar bagi dosen (Mahmudy, 2006).

2.5.1 Struktur Umum Algoritma Genetika

Untuk menyelesaikan permasalahan dengan algoritma genetika, masalah akan disandikan menjadi kromosom (individu) yang disusun oleh sejumlah gen (pembawa sifat/variabel). Fungsi fitness digunakan untuk menilai kualitas suatu individu dan menjadi penentu kelayakan untuk dapat bertahan menjadi generasi selanjutnya. Ilustrasi pemecahan masalah dengan algoritma genetika dan dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Mencari Solusi dengan Algoritma Genetika

(36)

Algoritma genetika memiliki populasi yang terdiri dari kumpulan individu, yaitu P(t) pada generasi ke-t dan C(t) yang merupakan individu baru hasil reproduksi individu sebelumnya. Secara umum, alur algoritma genetika dideskripsikan pada Gambar 2.5.

begin t ← 0

inisialisasi P(t) evaluasi P(t)

while (bukan kondisi berhenti) do reproduksi C(t) dari P(t)

evaluasi C(t)

seleksi P(t + 1) dari P(t) dan C(t) t ← t + 1

end while end

Gambar 2.5 Pseudocode Algoritma Genetika

Sumber: Diadaptasi dari Gen dan Cheng (2000); Mahmudy (2013)

Proses awal algoritma genetika adalah inisialisasi, yaitu penciptaan individu-individu awal secara acak. Tahap selanjutnya adalah evaluasi, yaitu untuk menghitung nilai fitness setiap individu awal. Untuk kelangsungan hidup populasi, maka harus melakukan reproduksi dengan menghasilkan individu baru. Dalam proses reproduksi ada dua operator genetika yaitu crossover (perkawinan silang) dan mutasi. Individu baru akan dievaluasi untuk mengetahui nilai fitness-nya. Setelah itu, akan dilakukan pemilihan individu yang akan ada dalam populasi generasi selanjutnya. Proses reproduksi hingga seleksi akan terus diulang hingga terpenuhinya kondisi yang mengijinkan iterasi ini berhenti.

Di dalam algoritma genetika ada beberapa terminologi yang harus dipahami untuk menyelesaikan permasalahan. Berikut ini adalah beberapa terminologi dalam algoritma genetika (Basuki, 2003):

1. Gen (genotype) adalah sebuah nilai yang menyatakan satuan dasar yang membentuk suatu arti tertentu dalam satu kesatuan gen (kromosom). Dalam algoritma genetika, gen bisa disandikan dalam bilangan biner, float, integer, maupun karakter.

2. Alel (Allele) adalah nilai gen.

3. Kromosom adalah gabungan dari beberapa gen yang membentuk nilai tertentu.

4. Individu adalah suatu nilai atau keadaan yang menyatakan salah satu solusi yang mungkin dari permasalahan yang diangkat.

5. Populasi adalah sekumpulan individu yang akan diproses bersama dalam satu siklus evolusi.

6. Generasi adalah satuan siklus evolusi.

7. Fitness adalah kualitas individu yang menyatakan seberapa baik nilai dari suatu individu atau solusi yang didapatkan.

Gambar

Gambar 2.7 Pseudocode Fast Non-dominated Sort Sumber: Diadaptasi dari Deb et al. (2002)
Gambar 2.9 Pseudocode Crowding Distance Assignment Sumber: Diadaptasi dari Deb et al. (2002)
Gambar 3.2 Diagram Alir Penyelesaian Permasalahan Formulasi Pakan Ternak Unggas Menggunakan NSGA-II
Gambar 3.3 Diagram Alir Subproses Set Batasan Penggunaan Bahan Terpilih, Bagian 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini yang menjadi batasan masalah adalah pembuatan dan karakterisasi bahan keramik berpori dengan komposisi Clay Banjarnegara 70% , PVA bervariasi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan. Suci Fajriati 2016© Universitas

“Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan

Pengunjung pusat perbelanjaan diminta pendapatnya mengenai kualitas pelayanan parkir yang berupa kemudahan parkir, kinerja petugas parkir, geometrik ruang parkir, keamanan,

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL PADA KINERJA ; PERAN MEDIASI KEPERCAYAAN PADA PIMPINAN DAN KEPUASAN KERJA

Sumber: Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ngawi Source: Cooperative, Industrial and Trade Services of Ngawi Regency. Tabel/Table 7.2.1 Number of New

Korelasi empiris yang diperoleh sangat bermanfaat untuk meramalkan kondisi proses di dalam pembuatan microsphere berdiameter sesuai yang diinginkan, misalnya sebagai

Garut TAROGONG KIDUL ENENG ZASIYAH ZULKISTI P - 1999-04-08 YANI IRNANTI... Jawa