• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Rumah Sakit Tipe A Sebagai Tugas Praktikum Aplikasi Lingkungan

N/A
N/A
gerak surya abadi

Academic year: 2024

Membagikan "Pembangunan Rumah Sakit Tipe A Sebagai Tugas Praktikum Aplikasi Lingkungan"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT TIPE A

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Laporan Tugas Besar

Praktikum Aplikasi Lingkungan Semester 5 Tahun Akademik 2016/2017

Hari Praktikum: Senin Shift 1/ Kelompok A

Nadia Putri Pratiwi 10070314034

Rifayani Rizkita R 10070314035

Muhammad Dera P 10070314038

Baskara Aji M 10070314042

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2016 M/1438 H

(2)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal penting yang harus dijaga, diupayakan dan disadarkan. Selain itu, kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UU RI no. 36 tahun 2009).

Dalam ajaran Islam tentu saja diajarkan agar setiap muslimnya harus bisa menjaga kesehatan dan mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Qalam ayat 43

Artinya: "Pandangan mereka tertunduk ke bawah, diliputi kehinaan. Dan sungguh, dahulu (di dunia) mereka telah diseru untuk bersujud waktu mereka sehat (tetapi mereka tidak melakukan).”

Ayat ini menjelaskan tentang mereka menyesali perbuatan buruk selama di dunia yang lupa akan bersyukur atas nikmat kesehatan yang telah diberikan Allah SWT semasa hidup.

Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Kegiatan yang terkait dengan peningkatan kesehatan yaitu rumah sakit sebagai salah satu hasil pembangunan dan upaya penunjang pembangunan dalam bidang kesehatan merupakan sarana pelayanan umum, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan dapat menjadi tempat penularan penyakit. Untuk itu telah dilakukan berbagai upaya penanggulangan dampak lingkungan.

Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki jumlah penduduk yang padat. Setiap penduduk memerlukan sarana dan prasarana yang dapat menunjang kehidupannya sehari-hari. Sarana yang dibutuhkan salah satunya

(3)

adalah sarana kesehatan seperti Rumah Sakit. Rumah Sakit ini merupakan suatu sarana yang dapat melayani masyarakat dalam skala regional, nasional, hingga internasional. Rumah sakit ini terbagi menjadi beberapa tipe yaitu Tipe A, B, C, dan D. Rumah Sakit Tipe A di Indonesia ini masih sangat jarang keberadaannya, sedangkan rujukan rumah sakit dengan tipe lebih kecil banyak merujuk terhadap Rumah Sakit Tipe A.

Pada kesempatan kali ini, peneliti akan membahas analisis mengenai dampak lingkungan dari perencanaan pembangunan Rumah Sakit Tipe A di Kota Bandung tepatnya di Jalan Tamansari no.1, Kelurahan Tamansari. Pembangunan rumah sakit tersebut perlu dianalisis terlebih dahulu agar pembangunan yang dilakukan tidak menimbulkan penurunan kualitas lingkungan tingkat tinggi. Maka dari itu, analisis ini diteliti agar mendapatkan hasil yang dapat dipertimbangkan untuk langkah ke depannya.

1.2 Tujuan dan Sasaran 1.2.1 Tujuan

 Mengidentifikasikan dampak besar dan penting dari kegiatan rumah sakit tipe A.

 Mengidentifikasikan komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting dari kegiatan rumah sakit tipe A.

 Memprakirakan dan mengevaluasi kegiatan rumah sakit tipe A yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.

1.2.2 Sasaran

Sasaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kelayakan rumah sakit tipe A yang akan dibangun di Kelurahan Tamansari.

1.3 Ruang Lingkup

1.3.1 Ruang Lingkup Materi 1. Pendahuluan

 Penetapan kegiatan pembangunan pada suatu lokasi pembangunan

 Kerangka pemikiran dari kegiatan yang akan dilaksanakan

 Sistem kegiatan dari rencana kegiatan yang akan memberikan dampak pada kawasan sekitarnya

(4)

2. Pelingkupan

 Batasan studi, batasan ekologi, batasan proyek dan batasan administrasi

 Melakukan deliniasi (batasan) baik secara ekologis, administrasi, fisik, proyek, atau gabungan.

 Menafsirkan dampak yang terjadi pada kegiatan pra konstruksi, konstrusi, dan pasca konstruksi bagi lingkungan

3. Fisik dan Klimatologi

 Data klimatologi, udara, dan tanah

 Korelasi pembangunan fisik terhadap kehidupan manusia pada kegiatan pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi

 Menafsirkan dampak yang terjadi pada kegiatan pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi bagi kehidupan manusia

4. Air dan Biotis

 Kualitas air dan biotis

 Korelasi pembangunan fisik terhadap kehidupan manusia pada kegiatan pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi

 Menafsirkan dampak yang terjadi pada kegiatan pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi bagi kehidupan manusia.

5. Sosekbud dan KesMas

Analisis lingkungan di bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat.

6. Perumusan Dampak

 Memahami dan mengupayakan pengelolaan lingkungan yang baik

 Pertimbangan dan penanganan terhadap dampak yang terjadi di lokasi

 Matrik dampak yang terjadi pada kegiatan pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi.

(5)

1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah

1.3.2.1Ruang Lingkup Wilayah Makro

Pada pembahasan berikut, pembangunan rumah sakit tipe A akan dibangun di lingkup Kelurahan Tamansari, yang memiliki batasan berikut:

 Sebelah Timur : Jl. Purnawarman

 Sebelah Selatan : Jl. Padjajaran

 Sebelah Barat : Jl. Linggawastu

 Sebelah Utara : Jl. Sulanjana

Untuk lebih jelasnya mengenai ruang lingkup makro dapat dilihat pada Gambar 1.1 Peta Wilayah Makro.

1.3.2.2Ruang Lingkup Wilayah Mikro

Pembangunan rumah sakit tipe A akan dibangun pada kavling Universitas Islam Bandung yang mempunyai batasan wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Gg. Karya Laksana

Sebelah Timur : Jalan Tamansari

Sebelah Selatan : Jalan Tamansari Bawah

Sebelah Barat : RW 14 Kelurahan Tamansari

Untuk lebih jelasnya mengenai ruang lingkup makro dapat dilihat pada Gambar 1.2 Peta Wilayah Mikro.

1.3.2.3Ruang Lingkup Waktu

Pada ruang lingkup waktu dibahas mengenai berapa lama atau jadwal yang dilakukan pada pembangunan proyek rumah sakit tipe A baik pada saat pra kontruksi, kontruksi, dan pasca kontruksi.

Tabel 1.1 Ruang Lingkup Waktu

Kegiatan No Progres Bulan (Tahun Pertama)

September Oktober November Desember

Pra- kontruksi

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengadaan Tanah dan Pemindahan Penduduk 2 Pembebasan Lahan 3 Penerimaan Tenaga Kerja

No Progres Bulan (Tahun Pertama)

September Oktober November Desember

Kontruksi

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan Mobilitas peralatan dan Material

(6)

2 Pembangunan sarana dan prasarana

3 Pembangunan kontruksi sipil

4 Pemasangan Instalasi Elektro

5 Kegiatan Uji Coba

No Progres Bulan (Tahun Kedua)

Januari Februari Maret April

Kontruksi

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Mobilitas peralatan dan Material

2 Pembangunan sarana dan prasarana

3 Pembangunan kontruksi sipil

4 Pemasangan Instalasi Elektro

5 Kegiatan Uji Coba

No Progres Bulan (Tahun Kedua)

Mei Juni Juli Agustus

Kontruksi

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Mobilitas peralatan dan Material

2 Pembangunan sarana dan prasarana

3 Pembangunan kontruksi sipil

4 Pemasangan Instalasi Elektro

5 Kegiatan Uji Coba

No Progres Bulan (Tahun Kedua)

September Oktober November Desember

Kontruksi

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Mobilitas peralatan dan Material

2 Pembangunan sarana dan prasarana

3 Pembangunan kontruksi sipil

4 Pemasangan Instalasi Elektro

5 Kegiatan Uji Coba

No Progres Bulan (Tahun Ketiga)

Januari Februari Maret April

Pasca Kontruksi

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Demobilisasi Peralatan 2 Pengopraisan dan

perawatan fasilitas 3 Rehabilitasi lahan 4 Pemulihan hubungan

kerja

Sumber: Hasil Diskusi Kelompok, 2016

(7)

1.4 Acuan / Landasan Hukum

Adapun landasan hukum yang digunakan dalam kegiatan kajian adalah sebagai berikut:

1. UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

2. Per Men Kesehatan No. 340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit.

3. Per Men Kesehatan RI No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup

6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.

7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

8. Per Men LH No. 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengendalian Pencemaran Udara

9. Kep Bappedal No. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

10.Kep Bappedal No. 299 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

11.Kep Bappedal No. 105 Tahun 1997 tentang Panduan Pemantau Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Dan Rencana Pemantau Lingkungan (RPL)

(8)

7

(9)

8

(10)

1.5 Kerangka Berfikir

Gambar 1.2 Kerangka Berfikir Sumber: Hasil diskusi Kelompok 2016

(11)

1.6 Sistematika Pembahasan

Dalam Penyusunan Tugas Besar kegiatan kajian analisis dampak lingkungan ini untuk mempermudah dalam penalaran dan pemahaman mengenai menganalisis atau mengidentifikasi suatu kegiatan, maka dalam pembahasannya menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan tentang Latar Belakang Studi, Tujuan dan Manfaat, Ruang Lingkup, Landasan Hukum, Kerangka Berfikir, dan Sistematika Pembahasan Studi.

BAB 2 KAJIAN TEORI

Pada bab ini menjelaskan tentang kajian teori dari berbagai literatur yang terkait dengan penelitian.

BAB 3 GAMBARAN UMUM

Pada bab ini menjelaskan tentang keadaan Wilayah Administrasi, Fisik, Air dan Biotis, serta Sosial, Ekonomi, Budaya dan Kesehatan Masyatakat.

BAB 4 PERUMUSAN DAMPAK

Pada bab ini memaparkan tahapan melaksanakan pembangunan yaitu Pra Konstruksi, Konstruksi, dan Pasca Konstruksi.

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bab ini berisi tentang Kesimpulan dan Rekomendasi yang terbentuk dari hasil analisis yang telah di interpretasi pada bab sebelumnya

(12)

11

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Kesehatan

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Kesehatan menurut Undang – undang adalah sebagai berikut :

1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.

3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

4. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

5. Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berguna.

(13)

Data akhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang.

Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri (Sulastomo, 2000).

2.2 Rumah Sakit Tipe A

Rumah Sakit Kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat. Kita mengenal pelayanan BPJS menggunakan sistem berjenjang, ika tidak bisa ditangai di faskes tk1 (puskesmas, poliklinik, doktr pribadi) maka akan dirujuk ke fasks tk 2 (rumah sakit kabupaten), jika di faskes tingkat 2 masih belum juga bisa ditangani maka pasien akan di rujuka ke faskes tinggak 3 yaitu rumah sakit tipe A.

Setiap kategori Rumah Sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum, gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah, pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, dan ambulance,pemeliharaan sarana rumah sakit, serta pengolahan limbah.

Persyaratan mengenai kategori rumah sakit memang sudah diatur dengan jelas oleh peraturan menteri kesehatan No 340/MENKES/PER/III/2010. Adapun untuk Rumah sakit dengan kategori Rumah Sakit Umum Tipe A harus memenuhi persayaratan khusus. Berikut ini merupakan Syarat Rumah Sakit Umum Tipe A yang terdapat pada pasal 6 :

(14)

1. Rumah Sakit Umum Kelas A harus memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik minimal 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan Medik Sub Spesialis.

2. Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas A meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik, dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.

3. Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.

4. Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.

5. Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.

6. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik dan Patologi Anatomi.

7. Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya terdiri dari Pelayanan Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik.

8. Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah Mulut, Konservasi/Endodonsi, Periodonti, Orthodonti, Prosthodonti, Pedodonsi dan Penyakit Mulut.

9. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan.

10. Pelayanan Medik Subspesialis terdiri dari Subspesialis Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi, Mata, Telinga Hidung

(15)

Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Jiwa, Paru, Orthopedi dan Gigi Mulut.

11. Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif, Pelayanan Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.

12. Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga/ Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih.

13. Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat pelayanan.

14. Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 18 orang dokter umum dan 4 orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.

15. Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal 6 orang dokter spesialis dengan masing-masing 2 orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.

16. Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-masing minimal 3 (orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.

17. Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masing-masing minimal 3 orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.

18. Untuk Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut harus ada masing-masing minimal 1 rang dokter gigi spesialis sebagai tenaga tetap.

19. Pada Pelayanan Medik Subspesialis harus ada masing-masing minimal 2 orang dokter subspesialis dengan masing-masing 1 orang dokter subspesialis sebagai tenaga tetap.

20. Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.

21. Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.

22. Sarana prasarana Rumah Sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri.

(16)

23. Peralatan yang dimiliki Rumah Sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri.

24. Peralatan radiologi dan kedokteran nuklir harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

25. Jumlah tempat tidur minimal 400 buah.

26. Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana.

27. Struktur organisasi yang ada minimal terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.

28. Tata laksana rumah sakit meliputi tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional prosedur(SPO), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS),hospital by laws dan Medical Staff by laws.

2.3 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Rumah Sakit Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pertama kali diperkenalkan pada tahun oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999, disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL didefinisikan sebagai kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha/kegiatan.

(17)

Bentuk hasil kajian AMDAL berupa dokumen AMDAL terdiri dari lima dokumen, yaitu:

1. Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KAANDAL). KA-ANDAL adalah suatu dokumen yang berisi tentang ruang lingkup serta kedalaman kajian ANDAL. Ruang lingkup kajian ANDAL meliputi penentuan dampak-dampak penting yang akan dikaji secara lebih mendalam dalam ANDAL dan batas-batas studi ANDAL, sedangkan kedalaman studi berkaitan dengan penentuan metodologi yang akan digunakan untuk mengkaji dampak. Penentuan ruang lingkup dan kedalaman kajian ini merupakan kesepakatan antara Pemrakarsa Kegiatan dan Komisi Penilai AMDAL melalui proses yang disebut dengan proses pelingkupan.

2. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL).

ANDAL adalah dokumen yang berisi telaahan secara cermat terhadap dampak penting dari suatu rencana kegiatan. Dampak-dampak penting yang telah diidentifikasi di dalam dokumen KAANDAL kemudian ditelaah secara lebih cermat dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati. Telaah ini bertujuan untuk menentukan besaran dampak.

Setelah besaran dampak diketahui, selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak penting yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tahap kajian selanjutnya adalah evaluasi terhadap keterkaitan antara dampak yang satu dengan yang lainnya. Evaluasi dampak ini bertujuan untuk menentukan dasar-dasar pengelolaan dampak yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif.

3. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL).

Mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup yang bersifat negatif serta memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat rencana suatu kegiatan. Upaya-upaya tersebut dirumuskan berdasarkan hasil arahan dasar-dasar pengelolaan dampak yang dihasilkan dari kajian ANDAL.

(18)

4. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).

RPL adalah dokumen yang memuat program-program pemantauan untuk melihat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh dampak-dampak yang berasal dari rencana kegiatan. Hasil pemantauan ini digunakan untuk mengevaluasi efektifitas upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan, ketaatan pemrakarsa terhadap peraturan lingkungan hidup dan dapat digunakan untuk mengevaluasi akurasi prediksi dampak yang digunakan dalam kajian ANDAL.

5. Dokumen Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif adalah dokumen yang meringkas secara singkat dan jelas hasil kajian ANDAL. Hal-hal yang perlu disampaikan dalam ringkasan eksekutif biasanya adalah uraian secara singkat tentang besaran dampak dan sifat penting dampak yang dikaji di dalam ANDAL dan upaya-upaya pengelolaan dan pemantuan lingkungan hidup yang akan dilakukan untuk mengelola dampak-dampak tersebut.

Hal–hal yang dikaji dalam proses AMDAL adalah aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif. Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai :

1. Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan.

2. Luas wilayah penyebaran dampak.

3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung.

4. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak.

(19)

5. Sifat kumulatif dampak.

6. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

Dasar dari diadakannya AMDAL adalah (PP 27/1999 dan PP 51/1993), pembangunan berkelanjutan, kegiatan yg menimbulkan dampak perlu dianalisa sejak awal perencanaan untuk langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif, AMDAL diperlukan untuk proses pengambilan keputusan dalam pelaksanaan kegiatan yang menimbulkan dampak, AMDAL bagian dari kegiatan studi kelayakan rencana usaha/kegiatan, komponen AMDAL meliputi Kerangka Acuan (KA), ANDAL, RKL, RPL. Menurut PP No. 27/1999 Pasal 3 ayat 1, usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :

1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.

2. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharu.

3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya.

4. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya.

5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya.

6. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik.

Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dengan demikian AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadaplingkungan hidup. Untuk proses pelaksanaan AMDAL dapat dilihat dibawah ini.

(20)

Gambar 2.1 Proses AMDAL Sumber : AMDAL_PDF

 Pelingkupan adalah proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang berkaitan dengan dampak penting.

 Kerangka acuan (KA ANDAL) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup y ang merupakan hasil pelingkupan.

 Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

 Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

 Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

AMDAL sebagai alat pengelolaan lingkungan hidup, bertujuan untuk menghindari dampak, meminimalisasi dampak, dan melakukan mitigasi/kompensasidampak. AMDAL sebagaienvironmental“ safe guard”

bermanfaat u pengembangan wilayah, sebagai pedoman pengelolaan lingkungan, pemenuhan prasyarat utang (loan), dan rekomendasi dalam proses perijinan.

Prinsip-prinsip AMDAL antara lain:

1. AMDAL bagian integral dari Studi Kelayakan Kegiatan Pembangunan.

2. AMDAL bertujuan menjaga keserasian hubungan antara berbagai kegiatan agar dampak dapat diperkirakan sejak awal perencanaan.

(21)

3. AMDAL berfokus pada analisis: Potensi masalah, Potensi konflik, Kendala sumber daya alam, Pengaruh kegiatan sekitar terhadap proyek.

4. Dengan AMDAL, pemrakarsa dapat menjamin bahwa proyeknya bermanfaat bagi masyarakat, aman terhadap lingkungan.

Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan.

Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.

Prosedur pelaksanaan AMDAL menurut PP. No. 27 tahun 1999 adalah sebagai berikut.

Gambar 2.2 Prosedur Pelaksanaan AMDAL Sumber : AMDAL_PDF

Keterangan:

 ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan Hidup) adalah telaah cermat dan mendalam dampak besar dan penting suatu rencana usaha/kegiatan.

(22)

 RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang diakibatkan dari rencana usaha/kegiatan.

 RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat rencana usaha/kegiatan.

 Komisi Penilai adalah komisi yang menilai dokumen AMDAL.

Komisi Penilai AMDAL terdiri dari:

1. Ketua Komisi

Ketua Komisi dijabat oleh Deputi untuk Komisi penilai AMDAL Pusat, Kepala BAPEDALDA atau pejabat lain yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat propinsi untuk Komisi Penilai AMDAL Propinsi, Kepala BAPEDALDA atau pejabat lain yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota.

2. Sekretaris Komisi.

Sekretaris Komisi dijabat oleh seorang pejabat yang menangani AMDAL baik dari Pusat maupun Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota).

3. Anggota Komisi

Anggota Komisi terdiri dari: wakil instansi/dinas teknis yang mewadahi kegiatan yang dikaji, wakil daerah, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli di bidang yang berkaitan dengan rencana kegiatan yang dikaji, wakil masyarakat, wakil organisasi lingkungan, dan anggota lain yang dianggap perlu.

Terdapat 3 hal utama yang perlu diperhatikan dalam pembentukan Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/Kota yaitu: Kelembagaan, Sumber Daya Manusia dan Dana. Dari segi kelembagaan, Komisi Penilai AMDAL Daerah dapat dibentuk jika:

1. Memiliki sekretariat komisi penilai yang berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota. Komisi penilai AMDAL akan berfungsi secara efektif jika lembaga yang menaungi komisi penilai mempunyai eselon yang

(23)

cukup tinggi sehingga dapat melakukan koordinasi antar dinas dan instansi lain yang berkaitan dengan AMDAL.

2. Adanya organisasi lingkungan/lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup yang telah lulus mengikuti pelatihan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dalam fungsinya sebagai salah satu anggota komisi penilai.

3. Adanya kemudahan akses ke laboratorium yang memiliki kemampuan menguji contoh uji kualitas sekurang-kurangnya untuk parameter air dan udara baik laboratorium yang berada di Kabupaten/Kota maupun di ibukota propinsi terdekat.

Dari segi sumber daya manusia, Komisi Penilai AMDAL Daerah dapat dibentuk dengan persyaratan:

1. Tersedianya sumber daya manusia yang telah lulus mengikuti pelatihan Dasar-dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan/atau Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan/atau Penilaian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup khususnya di instansi pemerintah untuk melaksanakan tugas dan fungsi komisi penilai.

2. Tersedianya tenaga ahli sekurang-kurangnya di bidang biogeofisik-kimia, ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, perencanaan pembangunan wilayah/daerah, dan lingkungan sebagai anggota komisi penilai dan tim teknis.

Dari segi dana, pemerintah Kabupaten / Kota harus menyediakan dana yang memadai dalam APBD untuk pelaksanaan tugas Komisi Penilai AMDAL.

Perlu ditegaskan bahwa Komisi Penilai AMDAL dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada publik, sehingga pendanaan untuk kegiatan komisi perlu disediakan oleh pemerintah. Tata cara pembentukan komisi Penilai AMDAL di daerah Kabupaten/Kota telah diatur melalui Kep MENLH nomor 41 tahun2000 tentang Pedoman Pembentukan Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/Kota.

Prosedur AMDAL terdiri dari:

1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL

Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib

(24)

menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah. Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.

2. Proses pengumuman

Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan. Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.

3. Proses pelingkupan (scoping)

Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan. Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah dokumen KA- ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.

4. Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL

Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di

luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk

memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya. e. Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL

(25)

dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai.

Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

2.4. Dampak yang ditimbulkan Rumah Sakit Tipe A 2.4.1. Penggolongan Limbah Rumah Sakit

Berdasarkan Depkes RI 1992, sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Bentuk limbah atau sampah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya dapat dikelompokkan sebagai berikut: (Anshar, 2013)

1. Limbah Benda Tajam

Limbah benda tajam adalah objek atau alat yangmemiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet Pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.Semua benda tajam ini memiliki bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.

2. Limbah Infeksius

Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif).Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/ isolasi penyakit menular.Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, sampah mikrobiologis, limbah pembedahan, limbah unit dialysis dan peralatan terkontaminasi (medical waste).

(26)

3. Limbah Jaringan Tubuh

Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsy. Limbah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.

4. Limbah Citotoksik

Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik.Limbah yang terdapat limbah citotoksik harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000ºC.

5. Limbah Farmasi

Limbah farmasi berasal dari obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan limbah hasil produksi oabt-obatan.

6. Limbah Kimia

Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, vetenary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi limbah farmasi dan limbah citotoksik.

7. Limbah Radio Aktif

Limbah radio aktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotope yang berasal dari penggunaan medis dan riset radionucleida. Asal limbah ini antara lain dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang dapat berupa padat, cair atau gas.

8. Limbah Plastik

Limbah plastic adalah bahan plastic yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastic dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

(27)

Selain sampah klinis dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/

administrasi (kertas), unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruangan pasien, sisa makanan buangan, sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/ bahan makanan, sayur dll). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung dari jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat pathogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organic dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik dan lainnya. (Arifin, 2008)

2.4.2. Pengolahan Limbah Rumah Sakit

Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.

Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun.

Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak,

(28)

AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia.

1. Pengumpulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )

Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.

2. Penampungan

Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”

3. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.

(29)

4. Pengolahan dan Pembuangan

Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :

Incinerasi

Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)°

Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde)

Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan)

Inaktivasi suhu tinggi

Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60

Microwave treatment

Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)

Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

5. Incinerator

Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran. Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat

(30)

digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.

Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain.

Sementara limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk. Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam yang dapat melukai / merobek permukaan tubuh.

Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti:

1. Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.

2. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.

3. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.

4. Gangguan genetik dan reproduksi.

(31)

30

BAB 3

GAMBARAN UMUM

3.1 Wilayah Administrasi

Kelurahan Tamansari salah satu kelurahan di Kecamatan Bandung Wetan di Kota Bandung. Sejak tahun 2004, sebagian wilayah Kelurahan berkurang dengan adanya peroyek jalan layang Pasupati yang menghubungkan Jalan Pasteur dan Jalan Surapati, Kelurahan Tamansari terdiri dari 20 RW dengan 123 Rukun Tetangga (RT). Sebagian besar masyarakatnya berada di Sebelah Barat dari kampus Unisba dan disebelah timurnya didominasi oleh perdagangan dan jasa serta pendidikan. Wilayah Kelurahan ini dilalui oleh dua sungai yaitu; Sungai Cikapayang dan Sungai Cikapundung. Sungai Cikapayang mengalir dibagian wilayah Kelurahan Tamansari bagian atas, sedangkan Sungai Cikapundung mengalir di wilayah Kelurahan Tamasari bagian bawah.

Kelurahan Tamansari sendiri memiliki kegiatan kawasan seperti perdagangan, jasa, pendidikan, permukiman dan lain – lain. Kelurahan Tamansari memiliki Luas 102 Ha yang berada pada koordinat 6°53'28"S - 107°37'01"E.

3.1.1 Batas Ekologi

Batas ekologi merupakan batasan yang digunakan untuk menentukan beberapa sampel mulai dari udara, kebisingan, air, dan udara. Sampel tersebut digunakan untuk menggambarkan bagaimana kondisi sampel yang diuji. Berikut merupakan batas ekologi dari proyek pembangunan rumah sakit tipe A:

• Bagian Utara : Jalan Sulanjana

• Bagian Selatan : Jalan Wastukencana

• Bagian Barat : Jalan Linggawastu

• Bagian Timur : Jalan Purnawarman dan Jalan Ranggamalela Untuk lebih jelasnya mengenai batasan ekologi dapat dilihat pada Gambar 3.1 Peta Batas Ekologi.

(32)

3.1.2 Batas Proyek

Batas proyek merupakan batasan yang digunakan untuk menentukan lokasi terluar dari kegiatan proyek tertentu. Daerah yang diidentifikasi berupa kawasan Rumah Sakit Tipe A yang berada di antara padatnya kawasan permukiman Kelurahan Tamansari. Dimana wilayah deliniasi ini dibatasi oleh:

• Bagian Utara : Gg. Karya Laksana

• Bagian Selatan : Jl. Tamansari Bawah

• Bagian Barat : RW 14

• Bagian Timur : Jl. Tamansari

Untuk lebih jelasnya mengenai batasan proyek dapat dilihat pada Gambar 3.2 Peta Batasan Proyek dan Gambar 3.3 Peta Batasan Kegiatan Proyek.

3.2 Fisik 3.2.1 Topografi

Topografi Wilayah deliniasi memiliki ketinggian sekitar 720 - 750 meter di atas permukaan laut. Dapat terlihat dari kontur wilayah deliniasi ini yang cukup bergelombang. Sebagian wilayah berada di dataran yang lebih tinggi seperti pada bagian wilayah batasan timur yaitu Jl. Purnawarman dan bagian wilayah batasan barat yang berdekatan dengan sungai cikapundung memiliki wilayah dataran yang lebih rendah. Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan topografi di wilayah pengamatan, dapat dilihat pada Gambar 3.4 Peta Kontur Kelurahan Tamansari

3.2.2 Kemiringan

Kemiringan wilayah deliniasi ini berkisar antara 0 – 8% di hampir seluruh wilayahnya dan 15% di batas utara. Kelurahan Tamansari itu sendiri memiliki lahan yang cukup miring, dapat dilihat dari jalan yang sedikit menanjak dari arah utara ke selatan maupun dari barat ke timur. Untuk lebih jelasnya mengenai kemiringan pada wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.5 Peta Kemiringan Kelurahan Tamansari

.

(33)

3.2.3 Curah Hujan

Curah hujan di wilayah deliniasi maupun di Kelurahan Tamansari sendiri berkisar antara 1500 – 2000 mm/tahun dan jumlah hari dengan curah hujan sebanyak 50 hari. Kisaran curah hujan tersebut terbilang menengah, hal ini dapat dilihat dari volume air sungai yang kadang naik dan turun tergantung lamanya hujan.

3.2.4 Jenis Tanah

Jenis tanah di wilayah deliniasi maupun di Kelurahan Tamansari sendiri yaitu Latosol. Tanah latosol atau tanah insepticol merupakan tanah yang mempunyai lapisan solum. Lapisan solum yang dimiliki oleh tanah latosol ini cenderung tebal dan bahkan sangat tebal. Lapisan solum tanah ini antara 130 cm hingga 5 meter dan bahkan lebih. Batas horison dari tanah ini tidaklah begitu terlihat jelas. Adapun ciri – ciri dari tanah latosol sebagai berikut:

 Memiliki solum tanah yang agak tebal hingga tebal, yakni mulai sekitar 130 cm hingga lebih dari 5 meter.

 Tanahnya berwarna merah, coklat, hingga kekuning- kuningan

 Tekstur tanah pada umumnya adalah liat

 Struktur tanah pada umumnya adalah remah dengan konsistensi gembur

 Memiliki pH 4,5 hingga 6,5, yakni dari asam hingga agak asam

 Memiliki bahan organik sekitar 3% hingga 9%, namun pada umumnya hanya 5% saja

 Mengandung unsur hara yang sedang hingga tinggi. unsur hara yang terkandung di dalam tanah bisa dilihat dari warnanya. Semakin merah warna tanah maka unsur hara yang terkandung adalah semakin sedikit.

 Mempunyai infiltrasi agak cepat hingga agak lambat

 Daya tanah air cukup baik

 Lumayan tahan terhadap erosi tanah

Ciri- ciri tersebut merupakan ciri khas dari tanah latosol yang kemungkinan besar tidak akan dimiliki oleh jenis tanah yang lainnya. Dari ciri- ciri tersebut maka kita sudah bisa membedakan bagaimana rupa tanah latosol jika kita menemui di sekitar lingkungan kita.

(34)

3.2.5 Geologi

Kelurahan Tamansari hanya memiliki satu jenis batuan/geologi yaitu sedimen klasik. Batuan Sedimen Klastik (Mekanik) adalah salah satu jenis batuan Sedimen (Endapan) yang berasal dari proses pengendapan batuan beku atau zat padat lain yang mengalami penghancuran secara mekanik. Berdasarkan lahan yang memiliki lapisan dasar batuan sendimen. Lahan tersebut cukup mudah menyerap air dan hanya sedikit genangan pada permukaan dan juga memiliki kontur yang cukup terjal maka tidak mudah menyebabkan banjir.

3.2.6 Hidrologi

Kelurahan Tamansari dilalui 2 sungai, yaitu sungai Cikapayang di sebelah timur dan sungai Cikapundung di sebelah barat. Kedua sungai tersebut mengalir dari utara ke selatan karena dilihat dari konturnya yang menurun ke arah selatan.

Namun, sebagian masyarakat tidak memanfaatkan air sungai tersebut karena dilihat dari warnanya yang keruh dan kandungannya terdapat bakteri yang membahayakan.

Kelurahan Tamansari pun memiliki sumur baik sumur bor maupun sumur galian untuk digunakan sebagai sumber air minum dan kegiatan lainnya. Selain itu, sebagian warga di Kelurahan Tamansari menggunakan PDAM untuk kegiatan sehari-harinya seperti mandi, mencuci, memasak, dan kebutuhan yang lain.

3.2.7 Fisik dan Klimatologi (Survey Primer)

Survey Primer yang dilakukan meliputi survey terhadap komponen lingkungan khususnya terkait fisik dan klimatologi yang didalamnya terdapat perolehan data suhu, debu, kebisingan, dan tanah. Lokasi tempat perolehan sample data sesuai dengan ruang lingkup (scooping) yang telah ditentukan.

Perolehan data mengenai kondisi lapangan dapat dilihat pada Tabel 3.1

(35)

Tabel 3.1 Fisik dan Klimatologi

Sumber : Hasil Pengolahan Lapangan, 2016

Dalam tabel diatas dapat diketahui bahwa setiap sudut atau titik lokasi yang menjadi ruang lingkup memiliki karakteristik yang berbeda – beda. Lokasi yang memiliki karakteristik berbeda tentu dipengaruhi oleh fungsi lokasi dan keadaan lingkungan sekitarnya. Kondisi kelembaban yang paling tinggi terdapat di titik lokasi bagian timur karena terdapat banyak vegetasi. Kebisingan tertinggi terdapat di wilayah selatan tepatnya di jalan wastukencana yang memiliki status jalan kolektor.

Jenis Data Alat Pengukuran

Utara Timur Selatan Barat Suhu (°C) Ling Psikometer Wet: 22,5

Dry: 30

%: 42

Wet: 24 Dry: 29,5

%: 65

Wet: 23 Dry: 29

%: 57

Wet: 23 Dry: 28

%: 50,7

Debu Dust Sampler Dalam Ruangan

Berat awal = 0,96 gram Berat akhir = 0,96 gram

Luar Ruangan

Berat awal = 0,96 gram Berat akhir = 0,98 gram

Kebisingan Sound Level Meter

79,66 dBA 81,50dBA 82,87dBA 79,00dBA

Tanah Tekstur Liat, Basah Kasar Liat Liat

Konsisten Gembur Kasar,

Berdebu, Gembur

Gembur Kasar

pH 5,2 6,25 5,9 4

Kelembaban 66 25 35 86

(36)

35

(37)

36

(38)

37

(39)

38

(40)

39

(41)

3.3 Air dan Biotis

Komponen Air dan biotis dilakukan dengan menguji atau menggunakan media jenis air sebagai objek penelitian yang diperoleh dari berbagai sudut dari ruang lingkup yang telah ditentukan. Data yang menjadi fokus pada objek air meliputi warna, rasa, bau, kekeruhan, salinity, pH, daya hantar listrik, mikroba, dan oksigen terlarut. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Lembar Observasi Air dan Biotis

No Pengukuran Alat Pengukuran / Sampel

PDAM Sungai Solokan Genangan

1 Warna Pancaindra Bening Coklat

Muda

Kubing Muda

Coklat Tua

2 Rasa Pancaindra Besi Pait Asam Tidak

Berasa

3 Bau Pancaindra Bau Besi Tidak

Berbau

Bau Menyengat

Bau Tanah 4 Kekeruhan Pancaindra Tidak

Keruh

Keruh Aga Keruh Sangat Keruh

5 Salinity Salinity

Tester

0,01% 0,01% 0,05% 0,05%

6 Asam & Basa Ph Paper Test

6 6 7 6

7 Daya Hantar Listrik

Conductivity Meter

0,22/20 mS 0,26/20 mS

0,63/20mS 0,61/20 mS

8 Mikroba Mikroskop

9 Oksigen Terlarut Dissolved Oxygen Meter

104,7 mg/l 36,4 mg/l 84,1 mg/l 74,5 mg/l

Sumber : Hasil Observasi, 2016

3.4 Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Kesehatan Masyarakat

Aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kesehatan masyarakat dilakukan pencarian data dengan metode wawancara kepada beberapa responden dari berbagai sudut dari ruang lingkup yang telah ditentukan sebelumnya. Responden yang menjadi objek pencarian data kali ini berasal dari berbagai profesi mulai dari mantan ketua RW, pedagang, IRT, dll. Data mengenai sosial, ekonomi, budaya, dan kesehatan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 3.3, Tabel 3.4, dan Tabel 3.5

(42)

Tabel 3.2 Kondisi Sosial

Data Kriteria Pengukuran Prosentase (%) Implementasi

Partisipasi dalam kegiatan gotong royong

1. Tidak pernah 2. 1 kali setahun 3. 2 kali setahun 4. 3 kali setahun 5. >3 kali setahun

1: 5 2:2 3:

4:

5:6

1 : 38,46 % 2 : 15,38 % 5 : 46,16 %

Partisipasi masyarakat cukup baik.

Kriminaitas

1. Tinggi

2. Kadang-kadang terjadi

3. Jarang terjadi 4. Kriminalitas,

pertentangan hampir tidak ada

1:

2: 3 3: 7 4:3 5:

2 : 23,1%

3 : 53,8%

4 : 23,1 %

Kriminalitas yang terjadi di masyarakat masih

mengkhawatirk an.

Komunikasi antar penduduk

1. Tidak ada 2. Kurang lancar 3. Lancar 4. Lancar 5. Sangat lancar

1:

2:1 3:5 4:4 5:2

2 : 8,33 % 3 : 41,67 % 4 : 33,33 % 5 : 16,67%

Komunikasi antar masyarakat cukup baik.

Perbaikan got

1. Tidak pernah ada

2. Jarang 3. Agak sering 4. Sering 5. Sangat sering

1:2 2:2 3:4 4:4 5:1

1 : 15,38 % 2 : 15, 38 % 3 : 30,76 % 4 : 30,76%

5 : 7,72 %

Perbaikan saluran air sering dilakukan.

Norma sosial

1. Terjadi perubahan sangat besar terhadap norma sosial

2. Terjadi perubahan terhadap norma sosial

3. Terjadi

perubahan agak besar terhadap norma sosial 4. Hanya terjadi

sedikit perubahan terhadap norma sosial

5. Tidak terjadi perubahan norma sosial

1:

2:

3:5 4:2 5:2

3 : 55,56 % 4 : 22,22 % 5 : 22,22 %

Perubahan norma akibat sesuatu hal kerap terjadi

Kepuasan terhadap pekerjaan

1. Sangat tidak puas 2. Tidak puas

1:

2:1 3:7

2 : 8,33 % 3 : 58,33 % 4 : 8,33 %

Tingkat kepuasan masyarakat

Gambar

Tabel 1.1  Ruang Lingkup Waktu
Gambar 1.2 Kerangka Berfikir  Sumber: Hasil diskusi Kelompok 2016
Gambar 2.2 Prosedur Pelaksanaan AMDAL  Sumber : AMDAL_PDF
Tabel 3.1 Fisik dan Klimatologi
+6

Referensi

Dokumen terkait

APLIKASI PENCARIAN RUMAH SAKIT DAN DOKTER DI SURAKARTA BERBASIS ANDROID.

Puji dan syukur yang sebesar – besar nya saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat Nya saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Redesain Rumah

Dokumen tersebut berisi tugas analisis konversi energi terbarukan, khususnya perancangan kolektor surya tipe plat datar untuk pemanas air rumah

Laporan praktikum konseling rumah sakit yang diajukan oleh Tina Ayu Rahma, mahasiswa bimbingan konseling Islam UIN Sunan Ampel

Dokumen ini menerangkan definisi, tugas, dan fungsi rumah sakit berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 serta menekankan pentingnya manajemen profesional untuk efisiensi rumah

Dokumen ini membahas definisi, tugas, dan fungsi rumah sakit menurut berbagai organisasi dan undang-undang di

Laporan praktikum Sistem Informasi Laboratorium Rumah Sakit, membahas dashboard pengelolaan pesanan bahan dan transaksi persetujuan serta penolakan