• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

N/A
N/A
sabil bs

Academic year: 2023

Membagikan "SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Modul Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi|

7

MODUL 1

I. PEMBELAJARAN

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

A. Kegiatan Pembelajaran 1

1. Tujuan Materi Pembelajaran

Setelah mempelajari materi Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia ini Anda diharapkan mampu untuk:

1) Menjelaskan sejarah perkembangan, fungsi, dan kedudukan bahasa Indonesia.

2) Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai fungsi dan kedudukannya.

3) Menghargai bahasa Indonesia sebagai jatidiri bangsa Indonesia 2. Uraian Materi Pembelajaran

a. Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia

Bahasa merupakan salah satu unsur identitas suatu bangsa. Begitu pula bahasa Indonesia merupakan salah satu identitas nasional bagi bangsa dan negara Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, bersamaan dengan mulai berlakunya Undang- undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Ragam yang dipakai sebagai dasar bagi bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu Riau. Pada Abad ke-19, bahasa Melayu merupakan bahasa penghubung antaretnis dan suku-suku di kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung antaretnis dan suku-suku, dulu bahasa Melayu juga menjadi bahasa penghubung dalam kegiatan perdagangan internasional di wilayah nusantara. Trasaksi antarpedagang, baik yang berasal dari pulau-pulau di wilayah

(2)

nusantara maupun orang asing, menggunakan bahasa pengantar bahasa Melayu. Bahasa melayu kala itu adalah Lingua Franca (bahasa pengantar dalam pergaulan) antarwarga nusantara dan dengan pendatang dari manca negara.

Selain karena fungsinya sebagai Lingua Franca (bahasa penghubung antarsuku), bahasa Indonesia juga memiliki peran penting dalam mengawal perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Saat itu—mulai dari 28 Oktober 1928 sejak dikumandangkannya “menjungjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” semangat anak bangsa semakin berkobar besar sehingga kemerdekaan Indonesia pun dapat direbut dalam waktu 17 tahun setelah peristiwa Sumpah Pemuda itu.

Berkaitan dengan penamaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional bagi bangsa Indonesia, tentunya kita harus bersyukur. Pasalnya, tidak semua bangsa (negara) setelah mendapatkan kemerdekaannya memiliki bahasa nasional. Sebut saja beberapa negara tetangga kita seperti Malaysia, Filiphina, Singapura, India, dll. yang sangat menginginkan bahasa nasional, tetapi sampai sekarang masih menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa mayoritas yang digunakan penduduknya dalam berkomunikasi di dalam negeri mereka.

Selanjutnya, bab ini menjelaskan tentang sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Bab ini menjelaskan sejarah bahasa Indonesia ke dalam dua periode. Pertama, sejarah perkembangan bahasa Indonesia sebelum Sumpah Pemuda dan kedua, sejarah perkembangan bahasa Indonesia setelah Sumpah Pemuda.

1) Sejarah Bahasa Indonesia Sebelum Sumpah Pemuda

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Hal ini sejalan dengan fakta sejarah (dari temuan peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan terdahulu) dan pernyataan resmi Keputusan Seksi A butir 8 dalam Kongres Bahasa Indonesia kedua di Medan yang berlangsung 28 Oktober s.d. 2 November 1954 yang berbunyi, “Bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan pertumbuhannya dalam masyarakat Indonesia sekarang”.

Penggunaan bahasa Melayu di Indonesia telah lama dipakai, bahkan sebelum adanya nama “Indonesia” dan masih sebutan Nusantara. Bahasa Melayu sudah lama dipakai sebagai bahasa penghubung dan bahasa perniagaan yang penyebarannya pun telah melewati wilayah Nusantara. Bahkan, menurut Kees Groeneboer (dalam Mahayana: 2) orang-orang Portugis yang hendak berniaga, menekankan pentingnya pengetahuan bahasa Melayu jika ingin mencapai hasil yang baik dalam perniagaannya. Bahasa Melayu yang disebutnya sebagai bahasa Latin dari Timur, digunakan untuk kepentingan praktis, yaitu menyampaikan misi agama, perdagangan dan

(3)

Modul Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi|

7

niaga, serta pendidikan yang berhubungan dengan itu. Begitu tingginya marwah bahasa Melayu pada saat itu, hingga Teeuw (1994) juga mengatakan bahwa, “Setiap orang yang ingin ikut serta dalam kehidupan antarbangsa di kawasan itu (kawasan Nusantara) mutlak perlu mengetahui bahasa Melayu.”

Berdasarkan fakta sejarah, pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu sudah dipakai sebagai bahasa penghubung antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa yang digunakan dalam perdagangan antarpedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara. Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu pada saat itu tampak jelas dari berbagai peninggalan-peninggalan, misalnya:

(1) Tulisan yang terdapat pada batu Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380 (2) Prasasti Kedudukan Bukit, di Palembang pada tahun 683.

(3) Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada tahun 684.

(4) Prasasti kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686.

(5) Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688.

(4)

Gambar 1. Batu prasasti Kedukan Bukit dan isinya (sumber: pict:

indocropcircles.wordpress.com)

Gambar 2. Batu prasasti Talang Tua dan isi terjemahannya (sumber: pict:

michele4u.blogspot.com)

(5)

Modul Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi|

9

Gambar 3. Prasasti Karang Berahi (sumber:

pict: hanaruhanaru.blogspot.com)

Gambar 4. Prasasti Kota Kapur (Sumber: pict:

hendri-noviyarto.blogspot.com)

Pada saat itu bahasa Melayu menjalankan perannya dengan baik sebagai: 1) bahasa kebudayaan; bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra. 2) bahasa perhubungan (Lingua Franca) antarsuku di Indonesia (baca: Nusantara), 3) Bahasa perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang berasal dari luar Indonesia, dan 4) bahasa resmi kerajaan.

(6)

Pada masa penjajahan Belanda—di Batavia, yang saat itu menjadi pusat pemerintahan penjajahan Belanda, bahasa Melayu sudah menjadi bahasa utama sehari-hari dalam interaksi antarsuku bangsa di tengah pusat pemerintahan kolonial. Stavorinus (dalam Collin, J T, 2005: 71) menarasikan eksistensi bahasa Melayu pada saat itu.

... Sydney Parkinson, seorang juru gambar, mengunjungi batavia selama 77 hari pada 1770 (meninggal karena disentri), meninggalkan catatan bahasa Melayu yang berkembang di sana yang merupakan campuran bahasa Melayu, Jawa, dan Cina. Hampir pada waktu yang bersamaan, Karl Thunberg, ahli botani bangsa Swedia yang terkenal, merekam kosakata yang meluas dan percakapan panjang dalam koine Batavia (1775). Di Sulawesi Tengah, pelaut Amerika Serikat , David Woodard, ditahan di Sulawesi Tengah lebih dari dua tahun (1793-1795), memberikan kosakata bahasa Melayu yang dipengaruhi bahasa Bugis, Makassar, dan bahasa-bahasa lokal di Sulawesi Tengah, yakni bahasa Melayu sebagai bahasa yang digunakan di daerah yang jauh dari pengendalian kolonial.

Kutipan panjang di atas, sesungguhnya membuktikan bahwa bahasa Melayu sudah lama memiliki eksistensi yang tinggi di daerah Nusantara (yang nantinya disebut Indonesia). Bahkan varian bahasa Melayu sudah menggantikan bahasa daerah yang digunakan di daerah terpencil seperti Ambon karena digunakan oleh pemuka agama Kristen, istri para pejabat Belanda dan kalangan penting lainnya yang membuat prestise bahasa Melayu menjadi semakin baik saat itu.

2) Sejarah Bahasa Indonesia Setelah Sumpah Pemuda

Berawal dari peristiwa sejarah Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 yang lahir saat Kongres Pemuda kedua, di Jakarta, saat itu diputuskanlah pernyataan politik sebagaimana yang tertuang dalam tiga butir Sumpah Pemuda yakni:

SOEMPAH PEMOEDA Pertama :

- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA

(7)

20|Tim Dosen UMSU

Kedua :

- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA

Ketiga :

- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA

Djakarta, 28 Oktober 1928 Lahirnya bahasa Indonesia merupakan sebuah proses panjang.

Kelahirannya tidaklah secara tiba-tiba sebagai sesuatu yang jatuh dari langit.

Oleh karena itu, kita tidak dapat melepaskan diri dari masa lalu yang melatarbelakanginya, sebagaimana yang disebutkan pada subbab sebelumnya bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.

Dalam hubungan dengan itu, mengapa bahasa Melayu yang diangkat menjadi bahasa nasional? Mengapa bukan bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang jumlah penutumya lebih besar, dan hasil kesusastraannya pun lebih maju bila dibandingkan dengan bahasa Melayu? Menjawab pertanyaan tersebut, Prof. Dr.

Slamet Muljana (1965), menyebutkan paling tidak, ada empat alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Keempat alasan itu dijelaskan sebagai berikut.

1) Faktor Sejarah. Bahasa Melayu sudah lama menjadi lingua franca di kepulauan Nusantara, yakni sebagai bahasa pergaulan, bahasa perdagangan, dan bahasa perhubungan umum. Dengan demikian, persebaran pemakaian bahasa Melayu diperkirakan lebih luas daripada bahasa daerah yang besar itu (bahasa Jawa dan Sunda).

2) Bahasa Melayu mempunyai sistem yang lebih sederhana dan tidak mengenal tingkatan-tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa atau bahasa Bali, atau perbedaan pemakaian bahasa kasar dan halus seperti dalam bahasa Sunda atau bahasa Jawa. Dengan demikian, bahasa Melayu relatif lebih mudah dipelajari oleh suku-suku bangsa lain di Nusantara.

3) Faktor Psikologis. Yaitu suku Jawa, Sunda, dan suku-suku lain

(8)

dengan sukarela bersedia menerima bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia, yang notabene merupakan bahasa nasional. Hal ini sekaligus juga menunjukkan kesadaran suku-suku bangsa tersebut akan perlunya sarana komunikasi nasional yang dapat mempersatukan seluruh bangsa tanpa menonjolkan sikap kedaerahannya.

4) Kesanggupan bahasa itu sendiri juga menjadi salah satu faktor penentu. Jika bahasa itu tidak mempunyai kesanggupan untuk dapat dipakai menjadi bahasa kebudayaan dalam arti yang luas, tentulah bahasa itu tidak akan dapat berkembang menjadi bahasa yang sempurna. Pada kenyataannya dapat dibuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang dapat dipakai untuk merumuskan pendapat secara tepat dan mengutarakan perasaan secara jelas.

Berkaitan dengan faktor psikologis yang disebutkan di atas, kita wajib bersyukur atas kerelaan mereka membelakangkan bahasa ibunya demi cita- cita yang lebih tinggi, yakni cita-cita nasional. Tiga bulan menjelang Sumpah Pemuda, tepatnya 15 Agustus 1926, Sukarno dalam pidatonya menyatakan bahwa perbedaan bahasa di antara suku bangsa Indonesia tidak akan menghalangi persatuan, tetapi makin luas bahasa Melayu (Indonesia) itu tersebar, makin cepat kemerdekaan Indonesia terwujud.

Sehari sesudah proklamasi kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus 1945, ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya terdapat pasal 36, yang menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.” Dengan demikian, di samping kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam semua urusan yang berkaitan dengan pemerintahan dan agama.

Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Setiap tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia bertambah.

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan negara juga semakin kuat. Perhatian terhadap bahasa Indonesia, baik dari pemerintah maupun masyarakat sangat besar. Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru menaruh perhatian yang besar terhadap perkembangan bahasa Indonesia, di antaranya melalui pembentukan lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang

(9)

20|Tim Dosen UMSU

sekarang menjadi pusat bahasa dan penyelenggaraan kongres Bahasa Indonesia. Perubahan ejaan bahasa Indonesia dari Ejaan Van Ophuijsen ke ejaan Soewandi hingga ejaan yang disempurnakan, dan saat ini menjadi ejaan bahasa Indonesia selalu mendapat tanggapan dari masyarakat.

Pada pembahasan selanjutnya, walaupun tidak lengkap menggambarkan sejarah bahasa Indonesia, paling tidak bagian ini membantu Anda mengingat kembali beberapa peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan bahasa Indonesia sampai saat ini.

Ada peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia. Peristiwa ini tentu saja tidak boleh diabaikan. Kita—sebagai penerus generasi wajib mengetahuiya sehingga mata rantai generasi dari zaman dahulu hingga yang akan datang tidak putus. Coba Anda bayangkan, kalau hanya akibat keegoisan salah satu dari Anda yang malas untuk mempelajarinya, generasi yang akan datang menjadi buta informasi tentang sejarah bahasa Indonesia. Inilah satu-satunya alasan betapa pentingnya Anda semua mempelajari sejarah—sejarah apapun itu. Finoza L (2010) telah merangkum peristiwa-peristiwa penting itu sebagai berikut:

1) Pada tahun 1901 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch.

A. Van Ophuijsen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu.

2) Pada tahun 1908 pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.

3) Peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 merupakan momentum yang paling menentukan perkembangan bahasa Indonesia karena saat itu lah para pemuda pilihan memancangkan tonggak yang kokoh untuk perjalanan bahasa Indonesia.

(10)

4) Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin ileh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan- kawan.

5) Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia ke-1 di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan saat itu.

6) Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

7) Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.

8) Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 02 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

9) Pada tanggal 16 Agustus 1972, H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia kedua, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan dihadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.

10) Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentuka Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara)

11) Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta

(11)

20|Tim Dosen UMSU

pada tanggal 28 Oktober s.d. 02 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadaka dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

12) Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang mewajibkan kepada semua warga Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.

13) Kogres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 30 November 1988. Kegiatan ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesa dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Pada kongres ini dipersembahkan karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pecinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

14) Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 02 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

Kongres megusulkan agar usat Pembinaan dan Pengembangan

(12)

Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.

15) Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut:

(a) Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yag mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.

(b) Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan pengingkatan status kelembagaan Pusat Pembianaan dan Pengembangan Bahasa.

(c) Sejalan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat, tahun demi tahun bahasa Indonesia terus berkembang.

Bahkan, laju perkembangan itu demikian pesat sehingga unsur-unsur yang dulu bernama bahasa Melayu kini hampir tidak dapat lagi diidentifikasi kemelayuannya.

b. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Kedudukan bahasa Indonesia harus benar-benar dipahami oleh semua warga negara Indonesia. Pemahaman ini tentunya dalam rangka menumbuhkan jiwa patriotisme dan rasa mencintai tanah air. Semakin memudarnya nilai-nilai kebangsaan dalam waktu belakangan ini dapat diatasi (salah satunya) dengan semakin mencintai bahasa Indonesia. Dalam hal ini, kita perlu berterima kasih kepada pemerintah yang telah ikut menggalakkan usaha untuk penyebarluasan bahasa Indonesia melalui dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia.

Bagian ini, selanjutnya akan menguraikan ikhwal kedudukan bahasa Indonesia, yang terdiri dari: 1) Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional, dan 2) Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara. Selain menguraikan kedudukan Bahasa Indonesia, bagian subbab ini juga menjelaskan

(13)

20|Tim Dosen UMSU

fungsi Bahasa Indonesia.

1) Kedudukan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional didasarkan pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, terutama butir ketiga. Butir ketiga dalam ikrar Sumpah Pemuda itu selengkapnya berbunyi, "Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, 'bahasa Indonesia", bukan seperti yang selama ini kita dengar atau kita baca, yakni "Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia".

Bunyi ikrar yang disebut terakhir itu sebenarnya merupakan suatu kekeliruan. Sayangnya kekeliruan itu sudah terlanjur dikenal secara luas dalam masyarakat sehingga pemahaman tentang ikrar itu menjadi salah kaprah.

Timbulnya kekeliruan itu besar kemungkinan disebabkan oleh penganalogian yang kurang tepat terhadap butir ikrar sebelumnya. Seperti diketahui, dua butir ikrar sebelumnya masing-masing menyatakan mengaku bertumpah darah yang satu (bukan bertanah air satu), tanah air Indonesia dan mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Atas dasar itu, orang, lalu dengan mudahnya (tanpa mengecek sumber aslinya) menggantikan ikrar ketiga dengan mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia.

Kalau kita mengkaji lebih lanjut, ada perbedaan yang sangat mendasar antara pernyataan "mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia" dengan

"menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia", Pernyataan yang disebut pertama mengandung arti bahwa kita hanya mengakui adanya satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia, Pernyataan ini tentu dapat menyesatkan karena dengan demikian kita tidak mengakui adanya bahasa-bahasa lain, yaitu bahasa-bahasa daerah. Padahal, kita mengetahui bahwa bahasa daerah yang terdapat di wilayah Indonesia jumlahnya mencapai ratusan buah. Jika bahasa-bahasa daerah itu tidak diketahui, hal ini tentu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Penjelasan Pasal 36, yang menegaskan agar bahasa- bahasa daerah itu terus dibina dan dikembangkan. Itulah sebabnya mengapa para pemuda kita pada masa Sumpah Pemuda itu tidak merumuskan ikrarnya dengan “mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia", tetapi “Menjunjung bahasa

(14)

persatuan, bahasa Indonesia”. "Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia", Jika dilihat dari sisi rumusan itu, kita dapat membayangkan betapa para pemuda pada masa itu telah mempunyai pandangan yang kritis dan wawasan yang luas, menjangkau jauh kedepan.

Pernyataan "menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia"

mencerminkan kebulatan tekad bangsa Indonesia untuk mengangkat bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional tanpa harus mengorbankan bahasa-bahasa daerah. Bahasa Indonesia, dalam hal ini, dijunjung artinya dihormati dan diberi kedudukan yang lebih linggi daripada bahasa daerah.

Seperti kita ketahui, bahasa daerah hanya dapat digunakan sebagai sarana komunikasi antarwarga dalam lingkup daerah tertentu saja, sedangkan bahasa Indonesia dapat mengatasi lingkup kedaerahan itu sehingga menjadi sarana komunikasi antardaerah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia dapat menjembatani kesulitan komunikasi antardaerah dan sekaligus mempersatukan masyarakatnya ke dalam satu kesatuan nasional. Berkat sarana komunikasi yang dapat dipahami secara nasional itulah para pemuda pada masa itu dapat bersatu mengusir penjajah dan mendirikan negara merdeka yang berdaulat.

Pernyataan tekad kebahasaan, sebagaimana yang terungkap pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda itu, mempunyai arti yang sangat penting dan strategis bagi masa depan bangsa Indonesia umumnya dan bahasa Indonesia pada khususnya. Bagi bangsa Indonesia, pernyataan tekad kebahasaan tersebut merupakan modal dasar yang sangat strategis dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Sementara itu, bagi bahasa Indonesia, tekad kebahasaan tersebut menempatkan kedudukan bahasa Indonesia sejajar dengan tanah air dan bangsa seperti yang tercermin dalam ikrar Sumpah Pernuda tersebut. Selain itu, tekad yang telah dikrarkan itu sekaligus juga merupakan keputusan politik yang pertama mengenai bahasa Indonesia; kemudian penamaan bahasa Indonesia itu pun mengandung pengertian yang politis karena nama itu disesuaikan dengan nama negara merdeka yang dicita-citakan, yaitu Indonesia.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas

(15)

20|Tim Dosen UMSU

Suatu pagi, di kelas yang multikultural (terdiri dari siswa dari berbagai suku bangsa) Ibu Andin—guru bahasa Indonesia mengajarkan keterampilan berbahasa fokus keterampilan membaca. Siswa pada kelas multikultural itu terdiri dari enam orang, yakni Ucok (siswa asal Medan), Karyo (siswa asal Jawa), Kardi (siswa asal Cimahi), Epen (siswa asal Papua), Rini (siswa asal NTT) dan Kadir (siswa asal Madura). Mengawali kegiatan pembelajaran, Ibu Andin menuliskan sepenggal kalimat di papan tulis “INI BAPAK BUDI, INI IBU BUDI, INI KAKAK BUDI”. Kemudian, Instruksi selanjutnya, Ibu Andin menugaskan masing-masing siswanya untuk membaca tulisan tersebut. Berikut ini adalah rekaman pembicaraan mereka.

Ucok : “Bapaknya Budi, Mamaknya Budi, Kakaknya Budi”. Ucok berujar dengan logat Medan.

Rini : Budi depe Ibu, Budi depe bapak, Budi depe kakak. (NTT)

Karyo : saya bu, NIKI IBU BUDI, NIKI BAPAK BUDI, NIKI MASE BUDI, NIKI ADIK E BUDI. (Jawa) Kardi : ieu mamah budi, ieu papah budi, ieu Aa' budi, ieu adik budi. (Sunda)

Kadir : ini ibune budi ta yek, ini bapakne budi ta yek, ini kakake budi ta yek, ini adike budi ta yek. (Madura)

Epen: NI BUDI PU MAMA INI BUDI PU PAPA, INI BUDI PU KAKA, INI BUDI PU ADE, BUDI PU NENEK BUDI PU NENEK DI MANA,???

nasional, (3) alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berlatar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda, dan (4) alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.

Dengan adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, maka hambatan komunikasi antarsuku bangsa yang berbeda latar belakang sosial, budaya, dan bahasa daerahnya dapat dijembatani, dan segenap anggota masyarakat dari berbagai suku bangsa itu dapat dipersatukan ke dalam satu kesatuan bangsa. Kenyataan itulah yang melatarbelakangi bahasa Indonesia diberi kedudukan sebagai bahasa nasional. Untuk memperjelas kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, Anda dapat mencermati isi anekdot berikut ini.

Situasi pembelajaran di kelas tersebut menunjukkan pentingnya bahasa

(16)

Indonesia sebagai bahasa persatuan. Dasar hukum penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dapat dirujuk kepada Undang-Undang Kebahasaan (UU Nomor 24 Tahun 2009); bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pernyataan itu, tentunya berimplikasi kepada pemakaian bahasa Indonesia oleh penutur yang berbeda bahasa ibu (bahasa daerah). Mereka yang memiliki latar belakang bahasa ibu yang berbeda-beda, berasal dari kampong kelahiran yang berbeda, berkomunikasi dengan bahasa pemersatu, yakni bahasa Indonesia.

2) Kedudukan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang tinggi bagi bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki nilai historis, politis, nilai sosiologis, dan nilai estetis yang tidak dapat dilepaskan dari keberadaan bangsa Indonesia.

Dalam Pasal 25, ayat (3) UUD 1945, disebutkan bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) Bahasa resmi kenegaraan, (2) Bahasa pengantar di lembaga pendidikan, (3) Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk pembangunan dan pemerintahan, serta (4) Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia kecuali di daerah-daerah bahasa seperti Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Makasar. Di daerah-daerah bahasa ini bahasa daerah yang bersangkutan dipakai sebagai bahasa pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.

Sebagai alat perhubungan tingkat nasional, bahasa Indonesia dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, dan juga sebagai alat perhubungan dalam masyarakat yang latar belakang sosial budaya dan bahasa yang sama.

Sebagai alat pengembang kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan

(17)

20|Tim Dosen UMSU

teknologi, bahasa Indonesia adalah satu-satunya bahasa yang digunakan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional yang memiliki ciri-ciri dan identitas diri. Di samping itu, bahasa Indonesia juga dipakai untuk memperluas ilmu pengetahuan dan teknologi modern baik melalui penulisan buku-buku teks, penerjemahan, penyajian pelajaran di lembaga-lembaga pendidikan umum maupun melalui sarana-sarana lain di luar lembaga pendidikan.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara, pemakaiannya diatur dalam UUD 1945 Pasal 36. Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia digunakan di dalam pidato resmi, dokumen resmi negara, pelaksanaan upacara kenegaraan juga harus menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia dalam forum resmi kenegaraan bersifat mutlak karena telah diatur dalam UUD 1945.

Adapun yang dimaksud dokumen resmi negara adalah antara lain surat keputusan, surat berharga, ijazah, surat keterangan, surat identitas diri, akta jual beli, surat perjanjian, dan putusan pengadilan. Sedangkan yang dimaksud pidato resmi adalah pidato yang disampaikan dalam forum resmi oleh pejabat negara atau pemerintahan, kecuali forum resmi Internasional di luar negeri yang menetapkan penggunaan bahasa tertentu. Selanjutnya, yang dimaksud dengan ‘perjanjian’ adalah termasuk perjanjian internasional, yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh pemerintah dan negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain. Perjanjian internasional ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa negara lain, dan/atau bahasa Inggris. Khusus dalam perjanjian dengan organisasi internasional yang digunakan adalah bahasa- bahasa organisasi internasional.

Sebagai bahasa resmi di lembaga-lembaga pendidikan, bahasa Indonesia bukan hanya untuk menyampaikan ilmu pengetahuan secara lisan namun juga untuk penulisan bahan ajar dan dokumen pendidikan yang lain, tetapi juga dapat menjembatani siswa yang berasal dari berbagai suku bangsa. Sebagai alat perhubungan tingkat nasional, digunakan untuk berkomunikasi dalam hubungannya dengan pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor, sosialisasi

(18)

program dan kebijakan pemerintah ke daerah-daerah yang memiliki berbagai macam bahasa akan menghadapi kendala apabila tidak ada satu bahasa yang sama.

Sebagai bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan, pemanfaatan ilmu pengetahuan, dan pemanfaatan teknologi modern, bahasa Indonesia dapat menjadi wahana untuk mengembangkan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi kepada masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Book Title ISBN Co-Author Edition Number of Pages Book Language PublicationDate 1 2 3 4 5 6 ScientificPublication: publisher year title Journal of Advanced Research in

setuju / abstain / tidak setuju * serta pada umumnya melakukan segala sesuatu yang dianggap perlu oleh Penerima Kuasa untuk melaksanakan hak-hak Pemberi Kuasa lainnya sebagai pemegang