• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemotongan PPh Pasal 24

N/A
N/A
Husna Luqyana

Academic year: 2024

Membagikan "Pemotongan PPh Pasal 24"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan materi Pajak Penghasilan Pemotongan dan Pemungutan yang membahas tentang “Pemotongan PPh Pasal 24”.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Penulis memyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan ucapan terima kasih.

Jambi, 24 Mei 2024

Penulis

(2)

DAFTAR ISI

PPH PASAL 24...1

KATA PENGANTAR...2

DAFTAR ISI...3

BAB 1...4

PENDAHULUAN...4

1.1 Latar Belakang...4

1.2 Rumusan Masalah...5

1.3 Tujuan...5

BAB II...6

PEMBAHASAN...6

2.1 Definisi PPh pasal 24...6

2.2 Subjek dan Objek PPh pasal 24...7

2.3 Yang dikecualikan pada PPh pasal 24...8

2.4 Pemotongan/Pemungutan PPh pasal 24...8

2.5 Saat terhutang PPh pasal 24...10

2.6 Tarif...11

2.7 Cara dan Contoh menghitung PPh pasal 24...13

2.8 SPT...14

BAB III...16

PENUTUPAN...16

3.1 Kesimpulan...16

DAFTAR PUSTAKA...17

(3)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perkembangan ekonomi global yang pesat telah membawa perubahan signifikan dalam lanskap bisnis dan perpajakan di seluruh dunia. Salah satu implikasi dari globalisasi ekonomi adalah semakin tingginya interaksi dan transaksi lintas batas yang melibatkan entitas bisnis dan individu dari berbagai negara. Hal ini menimbulkan tantangan baru dalam sistem perpajakan, terutama terkait dengan pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari luar negeri. Di Indonesia, tantangan ini diakomodasi melalui ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), yang mengatur tentang kredit pajak luar negeri.

Pasal 24 PPh dirancang untuk menghindari pajak berganda internasional yang bisa terjadi ketika penghasilan yang sama dikenakan pajak di lebih dari satu negara.

Dengan adanya ketentuan ini, wajib pajak yang memperoleh penghasilan dari luar negeri dapat mengkreditkan pajak yang telah dibayarkan di negara sumber terhadap pajak yang terutang di Indonesia. Ini bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi wajib pajak dan meningkatkan kepatuhan serta efisiensi dalam administrasi perpajakan.

Namun, implementasi Pasal 24 PPh tidak luput dari berbagai permasalahan dan tantangan. Perbedaan sistem perpajakan antar negara, tarif pajak yang bervariasi, serta kendala teknis dan administrasi sering kali menjadi hambatan dalam penerapan kredit pajak luar negeri. Selain itu, masalah interpretasi hukum dan bukti dokumentasi yang diperlukan untuk mengklaim kredit pajak juga menjadi isu yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Makalah ini akan mengkaji secara komprehensif tentang ketentuan Pasal 24 PPh, dengan menyoroti berbagai aspek penting yang meliputi prinsip dasar kredit pajak luar negeri, prosedur administrasi, serta tantangan dan solusi praktis dalam penerapannya. Kajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas dan mendalam mengenai bagaimana ketentuan ini berfungsi dalam praktik dan dampaknya terhadap wajib pajak.

(4)

Melalui analisis ini, diharapkan dapat ditemukan pendekatan yang lebih efektif dalam mengimplementasikan Pasal 24 PPh, sehingga dapat meminimalkan hambatan yang ada dan meningkatkan keadilan serta efisiensi sistem perpajakan di Indonesia.

Makalah ini juga akan memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat membantu otoritas pajak dan pembuat kebijakan dalam menyempurnakan regulasi dan mekanisme penghindaran pajak berganda, guna mendukung iklim investasi yang lebih kondusif dan kompetitif di era globalisasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud PPh paal 24?

2. Apa saja subjek dan objek PPh pasal 24?

3. Apa saja yang dikecualikan pada PPh pasal 24?

4. Bagaimana pemotongan atau pemungutan PPh pasal 24?

5. Bagaimana mengetahui saat terhutangnya PPh pasal 24?

6. Bagaimana tarif pph pasal 24?

7. Bagaimana cara menghitung PPh pasal 24?

8. Apa itu SPT?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu PPh pasal 24

2. Untuk mengetahui subjek dan objek PPh pasal 24 3. Untuk mengetahui pengecualian pada PPh pasal 24

4. Untuk mengetahui pemotongan atau pemungutan PPh pasal 24 5. Untuk mengetahui saat terhutang PPh pasal 24

6. Untuk mengetahui tarif pph pasal 24

7. Untuk mengetahui cara menghitung PPh pasal 24 8. Untuk mengetahui apa itu SPT

(5)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi PPh pasal 24

Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah peraturan yang mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia. Tercantum dalam Pasal 24 ayat 1 UU PPh bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008) dalam tahun pajak yang sama. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 ayat 2 UU PPh, besarnya kredit pajak adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008 ).

Ketentuan Pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri . Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia agar wajib pajak tidak terkena pajak ganda.

Pasal 24 PPh memainkan peran penting dalam konteks globalisasi ekonomi, di mana perusahaan dan individu semakin sering memperoleh penghasilan dari berbagai yurisdiksi. Dengan adanya ketentuan ini, Indonesia berusaha menciptakan iklim perpajakan yang lebih kompetitif dan adil, mendukung wajib pajak yang beroperasi secara internasional, dan memastikan bahwa pendapatan mereka tidak dikenakan pajak lebih dari sekali oleh berbagai yurisdiksi. Pasal ini juga mencerminkan upaya Indonesia untuk mengikuti standar internasional dalam penghindaran pajak berganda dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional di kancah global. Dengan demikian, Pasal 24 PPh bukan hanya instrumen teknis dalam peraturan perpajakan, tetapi juga strategi penting dalam kebijakan ekonomi dan perpajakan Indonesia.

(6)

2.2 Subjek dan Objek PPh pasal 24

• Yang menjadi subjek PPh Pasal 24 yaitu wajib Pajak dalam negeri yang terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.

• Yang menjadi objek PPh Pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri.

Adapun Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong hutang pajak Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya.

2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda bergerak.

3. Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak bergerak.

4. Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.

5. Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.

6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan pertambangan.

7. Keuntungan dari pengalihan aset tetap.

8. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha tetap (BUT).

Jika nilai pajak di luar negeri yang telah Anda gunakan sebagai kredit pajak di Indonesia, telah berkurang atau dikembalikan kepada Anda, sehingga nilai kredit Anda kurang untuk menutup pajak terhutang Anda di sini, maka Anda harus membayar jumlah terhutang tersebut ke kantor pelayanan pajak Indonesia.

Apabila penghasilan luar negeri mengalami perubahan, maka wajib pajak diharuskan melakukan pembetulan SPT tahun pajak yang bersangkutan.

(7)

2.3 Yang dikecualikan pada PPh pasal 24

Pasal 24 dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur mengenai mekanisme kredit pajak luar negeri untuk mencegah terjadinya pajak berganda internasional, namun terdapat beberapa pengecualian yang perlu diperhatikan oleh wajib pajak. Salah satu pengecualian penting adalah bahwa pajak yang dibayarkan atau terutang di luar negeri hanya dapat dikreditkan jika penghasilan tersebut juga dikenakan pajak di Indonesia. Ini berarti bahwa jika suatu penghasilan dari luar negeri tidak dikenakan pajak di Indonesia, maka pajak yang dibayarkan di luar negeri atas penghasilan tersebut tidak dapat dikreditkan. Selain itu, kredit pajak luar negeri tidak berlaku untuk pajak yang dikenakan oleh negara luar yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia atau yang dikenakan atas dasar yang tidak adil dan tidak wajar.

Pengecualian lainnya mencakup pajak yang dikenakan di luar negeri yang tidak bersifat langsung, seperti pajak tidak langsung atau pajak yang tidak terkait langsung dengan penghasilan yang diperoleh. Hanya pajak langsung atas penghasilan yang diperoleh yang memenuhi syarat untuk dikreditkan. Pajak luar negeri yang dibayarkan atas penghasilan dari usaha tetap atau cabang di luar negeri juga mungkin tidak selalu dapat dikreditkan, tergantung pada perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang berlaku antara Indonesia dan negara tersebut. Selain itu, terdapat batas maksimum kredit pajak yang dapat diklaim, yaitu tidak boleh melebihi jumlah pajak yang terutang di Indonesia atas penghasilan yang bersumber dari luar negeri tersebut.

Dengan demikian, wajib pajak harus memastikan bahwa mereka memenuhi semua persyaratan dan tidak termasuk dalam pengecualian yang ditetapkan dalam Pasal 24 PPh. Pemahaman yang jelas mengenai ketentuan dan pengecualian ini sangat penting untuk menghindari masalah perpajakan dan memaksimalkan manfaat dari mekanisme kredit pajak luar negeri.

2.4 Pemotongan/Pemungutan PPh pasal 24

Mengetahui pemotongan atau pemungutan PPh Pasal 24 melibatkan beberapa langkah penting yang harus diikuti oleh wajib pajak yang memiliki penghasilan dari luar negeri. Berikut adalah cara-cara untuk mengetahui dan mengelola pemotongan atau pemungutan PPh Pasal 24:

(8)

a. Memahami Sumber Penghasilan dari Luar Negeri:

Identifikasi semua sumber penghasilan yang diperoleh dari luar negeri. Ini bisa termasuk pendapatan dari bisnis, investasi, atau pekerjaan di negara lain.

b. Memeriksa Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B):

Periksa apakah Indonesia memiliki P3B dengan negara tempat penghasilan diperoleh. P3B biasanya mengatur bagaimana pajak akan dikenakan dan memberikan panduan tentang penghindaran pajak berganda. P3B dapat ditemukan di situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

c. Mengumpulkan Dokumen Pajak dari Negara Asal Penghasilan:

Kumpulkan bukti pembayaran pajak yang telah dibayarkan di negara asal penghasilan. Dokumen ini bisa berupa sertifikat pajak, bukti potong pajak, atau dokumen resmi lainnya yang dikeluarkan oleh otoritas pajak negara tersebut.

d. Menghitung Jumlah Pajak yang Dibayar di Luar Negeri:

Tentukan jumlah pajak yang telah dibayarkan atau terutang di luar negeri atas penghasilan yang diperoleh. Pastikan untuk mengonversi jumlah tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs yang berlaku pada saat pembayaran pajak.

e. Membandingkan dengan Pajak yang Terutang di Indonesia:

Hitung pajak yang terutang di Indonesia atas penghasilan luar negeri tersebut.

Bandingkan jumlah ini dengan pajak yang telah dibayarkan di luar negeri. Kredit pajak yang dapat diklaim di Indonesia adalah jumlah yang lebih rendah antara pajak yang dibayarkan di luar negeri dan pajak yang terutang di Indonesia.

f. Mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT):

Laporkan penghasilan dari luar negeri beserta kredit pajak yang diklaim dalam SPT Tahunan. Pastikan untuk melampirkan bukti pembayaran pajak dari luar negeri dan dokumen pendukung lainnya.

g. Mengajukan Klaim Kredit Pajak:

Saat mengisi SPT, masukkan jumlah kredit pajak luar negeri di bagian yang sesuai. DJP akan memeriksa dan memverifikasi klaim tersebut berdasarkan bukti yang disediakan.

h. Mengikuti Pedoman dan Aturan DJP:

(9)

Selalu ikuti pedoman dan aturan yang dikeluarkan oleh DJP terkait dengan penghitungan dan pelaporan kredit pajak luar negeri. DJP sering mengeluarkan peraturan atau surat edaran yang memberikan panduan tambahan.

Contoh Proses Pemotongan/Pemungutan:

Misalkan Anda adalah seorang wajib pajak yang memperoleh penghasilan sebesar USD 10,000 dari negara X, dan Anda telah membayar pajak sebesar USD 1,000 di negara tersebut.

Dengan kurs USD 1 = IDR 14,000, penghasilan Anda dalam rupiah adalah IDR 140,000,000, dan pajak yang dibayarkan di negara X adalah IDR 14,000,000. Jika pajak yang terutang di Indonesia atas penghasilan tersebut adalah IDR 18,000,000, maka Anda dapat mengklaim kredit pajak sebesar IDR 14,000,000 (jumlah yang lebih rendah antara pajak yang dibayar di negara X dan pajak yang terutang di Indonesia).

2.5 Saat terhutang PPh pasal 24 Saat Terutangnya PPh Pasal 24 1. Pada Saat Penghasilan Diperoleh:

PPh Pasal 24 terutang ketika wajib pajak memperoleh penghasilan dari sumber luar negeri. Penghasilan tersebut bisa berasal dari berbagai jenis pendapatan seperti dividen, bunga, royalti, atau penghasilan dari usaha dan pekerjaan yang dilakukan di luar negeri.

2. Pada Saat Penghasilan Dilaporkan dalam SPT Tahunan:

Wajib pajak diharuskan melaporkan seluruh penghasilan, termasuk yang berasal dari luar negeri, dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh Orang Pribadi atau Badan. Penghasilan dari luar negeri tersebut dilaporkan pada tahun pajak saat penghasilan itu diterima atau diperoleh.

3. Saat Pembayaran Pajak di Luar Negeri:

Kredit pajak luar negeri berdasarkan Pasal 24 dapat diklaim ketika wajib pajak telah membayar atau terutang pajak di negara asing atas penghasilan yang sama.

Ini berarti bahwa pajak yang dibayar di luar negeri harus sudah dilakukan pada saat atau sebelum pelaporan dalam SPT di Indonesia.

4. Pada Saat Penghitungan Kredit Pajak:

(10)

Penghitungan kredit pajak luar negeri dilakukan pada saat pengisian SPT Tahunan. Wajib pajak harus menghitung jumlah pajak yang terutang di Indonesia atas penghasilan dari luar negeri dan membandingkannya dengan pajak yang telah dibayarkan di luar negeri. Kredit pajak yang dapat diklaim adalah jumlah yang lebih rendah antara pajak yang terutang di Indonesia dan pajak yang dibayarkan di luar negeri.

5. Pada Saat Penyetoran Kekurangan Pajak:

Jika setelah penghitungan ternyata masih ada kekurangan pajak yang harus dibayar di Indonesia setelah dikurangi dengan kredit pajak luar negeri, maka wajib pajak harus menyetor kekurangan tersebut. Saat ini juga merupakan saat terutang pajak yang harus dipenuhi.

Contoh Kasus

Misalkan seorang wajib pajak memperoleh penghasilan sebesar USD 20,000 dari dividen di luar negeri pada tahun 2023. Negara tempat penghasilan tersebut berasal mengenakan pajak sebesar 10%, sehingga wajib pajak membayar pajak sebesar USD 2,000 di negara tersebut. Dengan kurs USD 1 = IDR 14,000, penghasilan dalam rupiah adalah IDR 280,000,000, dan pajak yang dibayar di luar negeri adalah IDR 28,000,000.

Di Indonesia, penghasilan tersebut juga dikenakan pajak, misalnya dengan tarif 15%, sehingga pajak yang terutang di Indonesia adalah 15% dari IDR 280,000,000, yaitu IDR 42,000,000. Pada saat mengisi SPT Tahunan untuk tahun 2023, wajib pajak dapat mengklaim kredit pajak luar negeri sebesar IDR 28,000,000 (jumlah yang dibayar di luar negeri, karena lebih rendah daripada pajak yang terutang di Indonesia). Oleh karena itu, pajak yang masih harus dibayar di Indonesia adalah IDR 42,000,000 - IDR 28,000,000 = IDR 14,000,000. Jumlah ini harus disetor sebagai kekurangan pajak saat mengajukan SPT Tahunan 2023.

2.6 Tarif

Tarif PPh Pasal 24 sebesar 15% dari jumlah penghasilan bruto yang diterima oleh pihak yang bukan wajib pajak. Jumlah penghasilan bruto adalah jumlah penghasilan sebelum dipotong PPh Pasal 24. Contoh, jika kamu membayar honor

(11)

sebesar Rp 10 juta kepada seorang dokter spesialis, maka PPh Pasal 24 yang harus kamu bayarkan sebesar Rp 1,5 juta (15% x Rp 10 juta).

Mekanisme Kredit Pajak Pasal 24

A. Identifikasi Sumber Penghasilan dari Luar Negeri:

Wajib pajak harus mengidentifikasi semua penghasilan yang diperoleh dari luar negeri, seperti dividen, bunga, royalti, penghasilan dari usaha, atau pekerjaan yang dilakukan di luar negeri.

B. Pengumpulan Bukti Pembayaran Pajak di Luar Negeri:

Wajib pajak harus memperoleh bukti pembayaran pajak yang sah dari otoritas pajak di negara asal penghasilan. Bukti ini bisa berupa sertifikat pajak, bukti potong pajak, atau dokumen resmi lainnya.

C. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak di Indonesia:

Hitung total Penghasilan Kena Pajak (PKP) di Indonesia, termasuk penghasilan dari luar negeri yang telah dikonversi ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs yang berlaku pada saat penghasilan tersebut diperoleh.

D. Penghitungan Pajak yang Terutang di Indonesia:

Hitung pajak yang terutang di Indonesia atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan dari luar negeri, sesuai dengan tarif PPh yang berlaku (tarif progresif untuk orang pribadi atau tarif tunggal untuk badan).

E. Penghitungan Pajak yang Dibayar di Luar Negeri:

Konversi pajak yang telah dibayarkan di luar negeri ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs yang berlaku pada saat pajak tersebut dibayarkan.

F. Pembatasan Kredit Pajak:

 Kredit pajak yang dapat diklaim adalah jumlah yang lebih rendah antara pajak yang dibayarkan di luar negeri dan pajak yang terutang di Indonesia atas penghasilan yang sama.

(12)

 Jika pajak yang dibayar di luar negeri lebih besar daripada pajak yang terutang di Indonesia, kelebihan tersebut tidak dapat diklaim sebagai kredit pajak tambahan.

G. Pelaporan dalam SPT Tahunan:

 Wajib pajak harus melaporkan penghasilan dari luar negeri dan jumlah kredit pajak yang diklaim dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh.

 Sertakan bukti pembayaran pajak luar negeri dan dokumen pendukung lainnya sebagai bagian dari laporan.

2.7 Cara dan Contoh menghitung PPh pasal 24

Katakanlah PT ABC tahun 2017 memperoleh pendapatan neto di dalam negeri sebesar Rp 25.000.000.000 dan dari luar negeri sebesar Rp 10.000.000.000. Asumsi pajak di luar negeri sebesar 20%.

Total penghasilan yang tercatat adalah sebesar Rp 35.000.000.000 (Penghasilan dalam negeri + penghasilan luar negeri)

Total PPh Terutang:

25% × Rp 35.000.000.000=Rp 8.750.000.000 PPh Maksimum yang dapat dikreditkan:

(Penghasilan Luar Negeri/Total Penghasilan) ×Total PPh Terutang

(Rp 10.000.000.000/Rp 35.000.000.000) × Rp 8.750.000.000=Rp 2.500.000.000

Jadi, PPh terutang yang sudah dibayarkan di luar negeri adalah sebesar Rp 2.500.000.000. Nah, nominal ini yang akhirnya digunakan sebagai pengurang pajak dalam negeri.

Namun ingat, apabila wajib pajak hendak mengkreditkan PPh terutang yang sudah dibayarkan pada pajak dalam negeri, terlebih dahulu Anda harus melapor kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan melaporkannya pada saat melapor SPT Tahunan.

Pelaporannya dilengkapi dengan tax return yang dilaporkan di luar negeri dan dokumen-dokumen pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak di luar negeri.

(13)

Adanya koreksi di luar negeri, yang menyebabkan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri dilaporkan lebih besar dalam SPT Tahunan, dan menyebabkan pajak di luar negeri tertera kurang bayar, maka akan berakibat kemungkinan PPh yang di Indonesia menjadi kurang bayar. Wajib pajak bisa melakukan koreksi sendiri dengan melakukan pembetulan atas SPT. Jika pembetulan sudah dilakukan, maka bunga terutang atas pajak yang kurang dibayar tidak akan ditagih.

Jika koreksi yang terjadi menyebabkan penghasilan terutang luar negeri lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam SPT, maka akan menyebabkan laporan pajak luar negeri lebih bayar. Adanya koreksi ini mengakibatkan PPh terutang di Indonesia juga menjadi lebih kecil. Akibatnya PPh kelebihan bayar. Kelebihan ini bisa dikembalikan setelah dilakukan perhitungan dengan utang pajak yang lain.

2.8 SPT

SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) dalam konteks PPh Pasal 24 merupakan formulir yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan seluruh penghasilan mereka kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) setiap tahun. SPT PPh adalah alat pelaporan yang penting dalam sistem perpajakan Indonesia dan digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai penghasilan wajib pajak serta penghitungan pajak yang terutang atau kredit pajak yang dapat diklaim. Dalam konteks PPh Pasal 24, wajib pajak yang memiliki penghasilan dari luar negeri harus melaporkan penghasilan tersebut di dalam SPT Tahunan. Hal ini termasuk penghasilan yang telah dikenakan pajak di luar negeri, yang kemudian dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 24.

Beberapa hal yang biasanya dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 24 meliputi:

 Rincian Penghasilan: Wajib pajak harus melaporkan semua penghasilan yang diterima atau diperoleh baik dari dalam maupun luar negeri. Ini termasuk penghasilan dari berbagai sumber seperti gaji, dividen, bunga, royalti, dan penghasilan lainnya.

 Kredit Pajak Luar Negeri: Wajib pajak harus menyertakan informasi tentang pajak yang telah dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang sama. Ini meliputi jumlah pajak yang dibayarkan, negara tempat pembayaran dilakukan, serta bukti pembayaran pajak yang sah.

(14)

 Penghitungan Pajak Terutang: Berdasarkan penghasilan yang dilaporkan dan kredit pajak yang diklaim, wajib pajak harus menghitung jumlah pajak yang masih terutang di Indonesia. Jika kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang, wajib pajak mungkin memiliki kelebihan kredit pajak yang dapat diklaim di tahun berikutnya atau dikembalikan.

SPT PPh Pasal 24 merupakan dokumen penting yang harus disiapkan dengan cermat dan akurat oleh wajib pajak. Ketepatan dalam pelaporan penghasilan dan penghitungan pajak dapat membantu mencegah sanksi pajak dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

(15)

BAB III PENUTUPAN 3.1 Kesimpulan

Pasal 24 dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) Indonesia mengatur mekanisme kredit pajak luar negeri untuk mencegah terjadinya pajak berganda internasional. Mekanisme ini memungkinkan wajib pajak mengkreditkan pajak yang telah dibayarkan di luar negeri terhadap pajak yang terutang di Indonesia atas penghasilan yang sama. Dalam proses ini, wajib pajak harus melaporkan seluruh penghasilan mereka, termasuk yang berasal dari luar negeri, dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh. Mereka juga harus menyertakan bukti pembayaran pajak dari luar negeri dan menghitung jumlah pajak yang masih terutang di Indonesia setelah memperhitungkan kredit pajak yang dapat diklaim.

Mekanisme kredit pajak Pasal 24 mengharuskan wajib pajak untuk mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku dan menyediakan dokumen pendukung yang diperlukan. Dengan demikian, wajib pajak dapat menghindari pajak berganda, memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan, dan mencegah kemungkinan sanksi pajak. Penting bagi wajib pajak untuk memahami dengan baik ketentuan Pasal 24 dan prosedur yang terkait dengan pelaporan dan penghitungan kredit pajak luar negeri agar dapat mengelola pajak mereka dengan efisien dan efektif.

Dengan kesadaran dan pemahaman yang baik tentang mekanisme kredit pajak Pasal 24, wajib pajak dapat memanfaatkan peluang untuk mengoptimalkan pengelolaan pajak mereka, menghindari pajak berganda, dan mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pemahaman dan kepatuhan terhadap peraturan Pasal 24 merupakan hal yang sangat penting bagi setiap wajib pajak yang memiliki penghasilan dari luar negeri di Indonesia.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, Budi. (2020). "Pajak Penghasilan Indonesia: Teori dan Praktik." Penerbit Andalan.

Putra, Adi. (2018). "Panduan Lengkap Pajak Penghasilan: Teori dan Aplikasi." Penerbit Cerdas.

Suryanto, A. (2020). "Analisis Kredit Pajak Luar Negeri dalam Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan di Indonesia." Jurnal Pajak dan Perpajakan, 5(2), 45-58.

Utomo, B., & Susilo, C. (2019). "Penerapan Kredit Pajak Luar Negeri terhadap Penghasilan Dividen: Studi Kasus Pasal 24 Pajak Penghasilan Indonesia." Jurnal Keuangan dan Perbankan, 12(3), 112-125.

Wijaya, D., & Nugroho, E. (2021). "Dampak Penerapan Kredit Pajak Luar Negeri terhadap Penerimaan Pajak Negara: Tinjauan atas Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan." Jurnal Ekonomi dan Keuangan, 8(1), 30-45.

Limbong, F. A., & Setiawan, G. (2018). "Perbandingan Mekanisme Kredit Pajak Luar Negeri dalam Pasal 24 Pajak Penghasilan Indonesia dan Pasal 902A KUHPerdata Belanda." Jurnal Hukum Pajak, 3(2), 78-89.

Susanto, H., & Riyadi, I. (2017). "Efektivitas Kebijakan Kredit Pajak Luar Negeri: Studi Kasus Implementasi Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan." Jurnal Manajemen Keuangan, 4(1), 15-28.

Referensi

Dokumen terkait

Objek dan Subjek Pajak PPh Pasal 21 Pada Pegawai Biro Pusat Administrasi Universitas Sumatera Utara.. Objek pajak penghasilan PPh Pasal 21 pada Pegawai Biro

E.Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong atas Gaji PNS pada KPP Pratama Lubuk Pakam Tahun 2014. Rincian PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan PNS pada tahun

PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengann PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,

Definisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Menurut PER-31/PJ/2012 pasal 1 ayat 2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pungutan resmi yang ditujukan kepada

Apakah perhitungan Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 21 terhadap gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara telah sesuai dengan

Pajak penghasilan pasal 23, selanjutnya disingkat PPh pasal 23, adalah pajak yang di potong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri

Sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (2), karena SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Masa Pajak Februari 2018 telah disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik, maka Bukti

Sedangkan objek PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang dipotong oleh pemotong pajak untuk dikenakan pajak penghasilan Pasal 21 yang terdiri dari penghasilan yang diterima atau diperoleh