• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENANGGULANGAN OLEH KEPOLISIAN DALAM MENANGANI ANAK YANG MELAKUKAN KEJAHATAN KLITIH DI WILAYAH HUKUM POLRES BANTUL - Repository UMY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "UPAYA PENANGGULANGAN OLEH KEPOLISIAN DALAM MENANGANI ANAK YANG MELAKUKAN KEJAHATAN KLITIH DI WILAYAH HUKUM POLRES BANTUL - Repository UMY"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan merupakan sebuah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, setiap orang dapat melakukan tindak pidana dimana akan dikenai sanksi bagi siapa saja yang melakukannya. Permasalahan kejahatan selama ini banyak dilakukan oleh orang dewasa, namun tidak menutup kemungkinan kejahatan juga dapat dilakukan oleh anak-anak. Telah banyak kasus kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Salah satu tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak adalah klitih, istilah lain kejahatan klitih ini adalah tindakan kekerasan atau penganiayaan yang terjadi di jalanan. Klitih adalah sebutan lain di daerah tertentu terutama di Yogyakarta. Anak-anak sering terlibat dalam aksi tindak pidana pelaku kejahatan klitih. Selain terlibat sebagai pelaku kejahatan klitih, anak juga dapat terlibat sebagai korban dari kejahatan klitih yang terjadi dalam sebuah kenakalan remaja.

Penyebab anak melakukan kejahatan klitih antara lain karena anak mencari jati diri atau bentuk pemuasan diri terhadap lingkungan yang dapat mempengaruhinya. Lingkungan bermain dan lingkungan sekolah juga dapat mempengaruhi sehingga anak menjadi pelaku kejahatan klitih, karena lingkungan bermain dan lingkungan sekolah jauh dari jangkauan orang tua

(2)

2

sehingga orang tua tidak dapat mengontrol tingkah laku dan kegiatan yang dilakukannya.

Selain pengaruh dari lingkungan bermain dan lingkungan sekolah, penyebab anak dapat melakukan kejahatan yaitu faktor dari orang tua.

Orang tua menjadi pendidikan pertama yang didapatkan oleh seorang anak sejak usia dini. Saat memasuki usia remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa, emosinya bersifat negatif dan temperamental.1

Sebagai orang tua, psikis anak juga harus tetap diperhatikan.

Kondisi tersebut merupakan hal mendasar bagi setiap orang tua untuk memperhatikan pola berkembang dan mengontrol emosi anak. Orang tua harus lebih mendalam dalam dan memperhatikan dalam mendidik anak, agar anak tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik (negatif).2

Tidak semua anak yang melakukan tindak pidana berasal dari keluarga yang tidak harmonis atau anak broken home. Namun tidak sedikit anak yang berbuat kejahatan berasal dari keluarga yang harmonis. Hal tersebut merupakan faktor lingkungan anak yang sangat berpengaruh dalam pembentukan perilaku anak.3 Lingkungan yang positif dapat menyebabkan

1 Irna Dwi Septiani dan Mukhtar Zuhdy, “Penegakan Hukum Pidana terhadap Perbuatan Klitih yang Disertai Kekerasan di Wilayah Hukum Kabupaten Bantul”. IJCLC, Vol 1, No. 2, (2020), hlm. 108.

2 Malina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, hlm 36.

3 Khalid bin Abdurrahman, dkk, 2006, Cara Islam Mendidik Anak, Yogyakarta, Ad Dawa, hlm. 99.

(3)

3

anak berperilaku positif, sebaliknya lingkungan yang memberikan efek negatif juga menyebabkan anak dapat berperilaku negarif. Anak dapat melakukan kejahatan klitih melalui banyak askes atau kesempatan yang mereka inginkan.

Kejahatan klitih merupakan tindak kenakalan remaja yang sudah melampaui batas. Remaja yang melakukan kejahatan klitih di jalan tidak hanya satu dua orang saja tetapi bisa mencapai empat orang atau bahkan lebih yang disebut dengan geng. Para remaja ini bahkan tidak segan-segan untuk melukai siapapun yang menjadi korbannya.4

Kejahatan kitih saat ini sudah menjadi model baru dalam kenakalan anak yang berhadapan dengan hukum. Klitih saat ini bentuk kenakalan atau kekerasan yang terjadi di jalanan pada malam hari. Bentuk kenakalan klitih terjadi hampir di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di wilayah Kabupaten Bantul.5

Sebelum menjadi model kenakalan anak, klitih juga dianggap sebagai aksi konvoi untuk memutari kota-kota, biasanya geng klitih ini memiliki tujuan untuk memprovokasi. Anggota-anggota yang ikut dalam aksi konvoi ini adalah pelajar Sekolah Menangah Atas (SMA) dan Sekolah

4 R. Sugiharto, Rina Lestari, “Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Kejahatan Perampasan Sepeda Motor Di Jalan Raya”, Pembaharuan Hukum, Vol. 11, No. 2 (2015), hlm. 342.

5 Adi Wibowo, 2019, “Upaya Mewujudkan Keadilan Subtansial Yang Dilakukan Polda DIY Dalam Menindak Kenakalan Anak Yang Berbentuk Tindak Pidana PenganiayaanDengan Cara “Klitih””, (Thesis, Fakultas Hukum UISA Semarang), hlm. 15.

(4)

4

Menengah Kejuruan (SMK). Anak-anak sekolah ini tidak lagi memiliki tujuan memprovokasi, tetapi sebuah syarat untuk masuk kedalalam keanggotaan geng dan tidak menggunakan identitas asal sekolah.

Motif kejahatan jalanan klitih ini dengan cara membacok secara asal kepada seseorang atau korban tanpa mengetahui alasan mereka melakukan tindak kejahatan tersebut. Aksi pembacokan dilakukan saat malam hari dan ditempat-tempat sepi yang tidak diketahui oleh banyak orang. Tidak menutup kemungkinan aksi pembacokan ini dapat dilakukan pada siang hari. Para pelaku melakuakn aski pembacokan atau melukai korban yang tidak dikenal menggunakan senjata tajam.

Banyaknya kasus klitih yang marak terjadi membuat masyarakat di Kabupaten Bantul menjadi kurang nyaman. Masyarakat ingin hidup dengan aman tanpa adanya kejahatan klitih di Kabupaten Bantul. Masyarakat terus mendesak agar ditegakkannya sikap tegas terhadap kejahatan klitih dari pihak yang berwenang. Sangat jelas bahwa penanganan kasus klitih harus ditangani dengan serius tanpa membeda-bedakan dan memberikan efek jera bagi pelaku. Permasalahan tentang klitih ini tidak semakin berkurang, justru kasusnya semakin bertambah banyak hingga dapat menyebabkan korban meninggal dunia.

Masyarakat memerlukan penyelesaian klitih dengan keadilan tanpa harus memihak manapun, maka penegakan hukum harus memberikan penanganan yang tegas. Kejahatan tidak mungkin dihilangkan tetapi dapat

(5)

5

diminimalisir dan membutuhkan dorongan dari aparat pemerintah.6 Upaya yang dilakukan oleh Polres Bantul dalam menangani kejahatan klitih yang dilakukan anak dijerat dengan menggunakan KUHP.

Bahwa setiap anak yang masuk ke dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai pelaku harus memenuhi prinsip-prinsip non diskriminasi, yang terbaik untuk kepentingan anak, kelangsungan hidup dan pengembangan anak serta penghargaan terhadap pendapat anak.7 Adanya peraturan yang telah menentukan perlindungan terhadap hak-hak anak, tetapi belum mendapatkan perlakuan yang terbaik bagi kepentingan anak.

Upaya yang dilakukan oleh penegak hukum dalam menangani tindak pidana yang dilakukan anak yaitu menggunakan pendekatan keadilan restoratif dengan proses diversi. Menurut Pasal 1 angka 1, diversi adalah “pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses luar pidana” yang didalamnya melibatkan pelaku, korban, keluarga dari korban dan pelaku, masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan untuk proses penyelesaian masalah klitih.

Diversi dapat dikatakan sebagai pengalihan tanpa syarat dalam kasus-kasus anak yang melakukan tindak pidana. Program diversi merupakan upaya terbaik bagi anak. Hal ini tentu melibatkan aparat

6 David Pratama Purba, “Pemolisian Masyarakat Dalam Pencegahan Kejahatan Jalanan”, Ilmu Kepolisian, Vol. 15, No. 1, (2021), hlm. 46.

7Yul Ernis, “Diversi Dan Keadilan Restoratif Dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Anak Di Indonesia”, Ilmiah Kebijakan Hukum, Vol. 10, No. 2, (2016), hlm. 164.

(6)

6

penegak hukum untuk mengatakan kepada anak, bahwa apa yang diperbuatnya salah dan mengingatkan nya untuk tidak mengulangi lagi.8 Oleh karena itu, penegakan hukum yang benar dan tepat adalah penegakan hukum yang dapat memberikan keadilan bagi kepentingan seluruh elemen masyarakat termasuk disini anak sebagai pelaku kejahatan klitih.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana upaya Kepolisian melakukan penanggulangan kejahatan klitih yang dilakukan anak di Wilayah Hukum Polres Bantul?

2. Bagaimana penegakan hukum terhadap anak yang melakukan kejahatan klitih di Wilayah Hukum Polres Bantul?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui upaya Kepolisian melakukan penanggulangan kejahatan klitih yang dilakukan anak di Wilayah Hukum Polres Bantul.

2. Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap anak yang melakukan kejahatan klitih di Wilayah Hukum Polres Bantul.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

8 Bambang Hartono, “Penyelesaian Perkara Melalui Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana”, Pranata Hukum, Vol. 10, No.1, (2015), hlm. 76.

(7)

7

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan keilmuan terutama dalam bidang hukum pidana yang dapat mengembangkan disiplin ilmu hukum. Khususnya untuk memberikan pemahaman, menambah referensi, gambaran yang jelas khususnya yang berkaitan dengan upaya penanggulangan oleh Kepolisian dalam menangani anak yang melakukan kejahatan klitih di Wilayah Hukum Polres Bantul.

2. Secara Praktis

Untuk memberikan pengetahuan terhadap pihak yang terkait khususnya para anggota Kepolisian di wilayah hukum Polres Bantul dalam menjalankan tugas penegakan hukum dalam menanganani kasus kejahatan klitih yang dilakukan oleh anak. Diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat dan memberikan pikiran mengenai tindak pidana kejahatan klitih yang dilakukan oleh anak.

E. Tinjauan Pustaka

a. Pengertian Anak Sebagai Pelaku Kejahatan

Menurut Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) menggunakan istilah anak yang berkonflik dengan hukum. Anak yang berkonflik dengan hukum merupakan anak yang berhadapan dengan hukum atau anak sebagai pelaku kejahatan dimana anak menjadi korban tindak pidana dan saksi tindak pidana. Dalam Undang-Undang dinyatakan

(8)

8

bahwa anak berkonflik dengan hukum adalah anak berumur minimal 12 (dua belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun yang masih memerlukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.9

Menurut KBBI anak sebagai seorang pelaku tindak pidana adalah manusia yang masih kecil selaku orang yang melakukan perbuatan pidana (perbuatan kejahatan).10 Dari pengertian tersebut, anak sebagai tindak pidana adalah seseorang yang memenuhi aspek bahwa secara umur masih anak-anak dan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan di dalam sosial masyarakat atau yang bisa dikenal dengan perbuatan kejahatan.

Perbuatan yang berupa pelanggaran atau berupa kejahatan yang diatur didalam perundang-undangan merupakan kualifikasi dari perbuatan anak sebagai pelaku kejahtan. Istilah anak bermasalah dengan hukum sifatnya subyektif, artinya ditujukkan kepada anak secara individu.

Sedangkan anak nakal secara objektif ditujukan kepada perilaku seorang anak.11

b. Pengertian Klitih

9 Maulana Hasan Wadong, 2000, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Gramedia Widiasarana, hlm. 3.

10 Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 85.

11 Nandang Sambas, 2010, Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak Di Indonesia, Yogyakarta, Graha Ilmu, hlm. 31.

(9)

9

Klitih (klitihan/nglitih) secara bahasa dapat diartikan sebagai “kegiatan seseorang yang keluar rumah tanpa tujuan atau keluyuran”. Klitih dapat diidentifikasikan sebagai aktivitas sekelompok remaja yang sedang berkeliling kota menggunakan kendaraan bermotor.12 Fenomena klitih biasanya dilakkukan oleh anak Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan terjadi pada usia 14-19 tahun.

Klitih adalah sebuah kegiatan yang dilakukan seseorang baik sendiri maupun secara kelompok pada malam hari di luar rumah atau mencari angin, serta tidak memiliki tujuan yang jelas.13 Target dari pelaku klitih adalah secara asal. Biasanya aksi klitih dilakukan ditempat sepi dan melakukan perundungan (bullying) secara fisik terhadap korban yang telah ditargetkan.

Sebelum melakukan aksi klitih secara brutal, biasanya mereka sedang terpengaruh oleh obat-obatan terlarang dan minuman keras yang menjadikan anak melakukan pembacokan tanpa adanya perasaan bersalah.

Klitih di Kabupaten Bantul diartikan sebagai perbuatan anak atau remaja yang identik dengan melukai seseorang tanpa ada tujuan yang jelas menggunakan senjata tajam. Memungkinkan bagi pelaku untuk mengambil

12 Zulfikar Pamungkas, 2018, “Fenomena Klitih Sebagai Bentuk Kenakalan Remaja Dalam Perspektif Budaya Hukum di Kota Yogyakarta”, (Skripsi, Fakultas Hukum UII Yogyakarta), hlm. 3.

13 Mukhtar Zuhdi, Bagus Sarnawa, 2020 “pendampingan Pelajar/Remaja Dalam Penanggulangan Klitih Di Kabupaten Kulonprogo”, (Artikel, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), hlm. 1380.

(10)

10

barang-barang yang dimiliki korban saat dilakukannya aksi klitih tersebut.

Karena pelaku klitih ini menggunakan senjata tajam saat melakukan aksinya, kemungkinan dapat menyebabkan korban meninggal dunia. Biasanya klitih sering dilakukan ketika memasuki waktu dini atau tengah malam hari dan di tempat yang sepi.

c. Upaya Penanggulangan Kepolisian

Kepolisian merupakan aparat pemerintahan yang diberi wewenang untuk mengawasi. Kata lain mengawasi meliputi memelihara keamanan dan ketertiban umum, sehingga dapat tercipta rasa aman pada pihak yang diawasi.

Semua tindakan yang dilakukan oleh kepolisian harus berdasarkan pada hukum. Kepolisian memiliki dua makna yang pertama adalah kepolisian sebagai organ yang terorganisasi dan terstruktur dalam organisasi negara, sedangkan sebagai fungsi ialah tugas dan wewenang serta tanggung jawab lembaga atas kuasa undang-undang untuk melaksanakan fungsinya. Fungsi kepolisian diantaranya adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, pengayom, pelindung penegak hukum, dan pelayanan masyarakat.

14

Tujuan dilakukannya upaya penanggulangan yang dilakukan oleh kepolisian dalam menangani kejahatan klitih untuk mewujudkan ketertiban dan keamanan pada masyarakat. Secara umum upaya yang dapat dilakukan oleh

14 Irfandy Budiman, “Upaya Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Perjudian Balap Liar”, Ilmiah Ilmu Hukum, Vol. 26, No. 12 (2020), hlm. 1435.

(11)

11

Kepolisian dalam menanggulangi kejahtan dibagi melalui dua pendekatan yaitu:

1. Upaya Penanggulangan Menggunakan Penal

Penanggulangan suatu kejahatan dilakukan dengan menggunakan kebijakan hukum pidana (penal policy/criminal law policy) yaitu, “usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa yang akan datang”. Artinya, hukum pidana difungsikan sebagai sarana pengendali sosial, yaitu dengan sanksinya yang berupa pidana untuk dijadikan sarana menanggulangi kejahatan.15

Roeslan Shaleh menegaskan penghapusan hukum pidana yang dikemukakan tersebut keliru. Ada 3 alasam penanggulangan kejahatan yang masih diperlukannya pidana, yaitu: 16

1) Perlu atau tidaknya Hukum Pidana tidak terletak pada persoalan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, tetapi terletak pada seberapa jauh untuk untuk mencapai tujuan yang persoalannya bukan terletak pada hasil yang dicapai, namun pertimbangan antara nilai dari hasil itu dan nilai dari batas- batas kebebasan pribadi masing-masing.

15 Barda Nawawi Arief, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 1.

16 Abintoro Prakoso, 2013, Kriminologi dan Hukum Pidana, Yogyakarta, Laksbang Grafika, hlm. 157.

(12)

12

2) Adanya usaha-usaha untuk perbaikan atau perawatan yang tidak mendapatkan hasil sama sekali bagi si terhukum.

Disamping itu harus tetap ada suatu dampak atas pelanggaran norma yang telah dilakukannya.

3) Pengaruh Pidana atau Hukum Pidana tidak ditujukan kepada si penjahat tetapi juga untuk mempengaruhi orang-orang yang tidak jahat yaitu warga masyarakat yang mematuhi norma- norma dalam masyarakat.

2. Upaya Penanggulangan Menggunakan Non Penal

Non penal merupakan penyatuan pendidikan sosial dalam rangka penggarapan jiwa masyarakat melalui pendidikan agama dan moral, serta mengedepankan tanggungjawab sosial masyarakat.

Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Kepolisian bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anak dan remaja demi terwujudnya masyarakat yang aman.

Menurut G.P Hoefnagels kebijakan pidana dapat meliputi ruang lingkup yang luas dan upaya yang dilakukan oleh Kepolisian dapat menggunakan:17

1) Penerapan Hukum Pidana (criminal law application) 2) Pencegahan Tanpa Pidana (prevention without application)

17 Hoefnagels, Gerardus Petrus, ed, 2013, The other side of criminology: An inversion of the concept of crime. Springer Science & Business Media, hlm. 70.

(13)

13

3) Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan melalui media masa (influencing views of society on crime and punishment mass media)

Perbedaan antara penanggulangan kejahatan dengan menggunakan penal dan non penal dapat dilihat dari jalur penal yang lebih mengutamakan pada sifat represif (pemberantasan dan penumpasan) sesudah kejahatan itu terjadi. Sedangkan jalur non penal lebih mengutamakan sifat preventif (pencegahan, penangkalan dan pengendalian) sebelum kejahatan itu terjadi.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian menggunakan penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif yang nama lainnya adalah penelitian hukum doktrinal yang disebut juga sebagai penelitian perpustakaan karena penelitian ini dilakukan atau ditunjukan peraturan yang tertulis atau bahan hukum lainnya.18 Pendekatan ini mengkaji suatu konsep hukum atas asas-asas hukum, kaidah, teori hukum, peraturan undang-undangan, dan pendapat para ahli yang dapat menjawab permasalahan yang terjadi.19

18 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif Cet.4, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm. 14.

19 Mukti Fajar, Yulianto Achmad, 2009, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 34.

(14)

14 2. Sumber Bahan Hukum

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum sekunder yaitu sumber bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan terhadap bahan-bahan hukum yang dibagi menjadi:

a. Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas yaitu terdiri dari20:

1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

4. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 5. Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia

6. Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Sistem Peradilan Pidana Anak

b. Bahan Hukum Sekunder, berupa pendapat atau penjelasan hukum terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder diperoleh dari :

20 Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, hlm. 181.

(15)

15 1. Media internet

2. Buku-buku hukum terkait dengan upaya penanggulangan kepolisian dalam menangani kejahatan klitih.

3. Jurnal atau artikel terkait dengan dengan upaya penanggulangan kepolisian dalam menangani kejahatan klitih.

4. Pendapat para ahli terkait dengan upaya penanggulangan kepolisian dalam menangani kejahatan klitih.

5. Hasil penelitian yang berkaitan dengan kejahatan klitih.

c. Bahan Hukum Tersier, merupakan bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa :

1. Kamus Hukum

2. Kamus Besar Bahasa Indonesia 3. Ensiklopedia

3. Pengumpulan Bahan Hukum a. Studi Pustaka

Penulis melakukan pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian didapat melalui studi pustaka dengan literatur yang akurat. Pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan cara melihat, membaca,

(16)

16

mendengarkan melalui media internet yang berhubungan dengan upaya penanggulangan oleh kepolisian dalam menangani kejahatan klitih yang dilakukan anak di wilayah hukum Polres Bantul.

b. Wawancara

Wawancara adalah melakukan tanya jawab secara langsung dengan narasumber Aiptu Musthafa Kamal, S.H selaku penyidik unit PPA Sat Reskrim Polres Bantul yang dimintai keterangan atau pendapat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Tujuan dari wawancara yaitu untuk memperoleh informasi yang tepat dari narasumber terpercaya. Adapun pihak yang akan dijadikan narasumber yaitu pihak Kepolisian Polres Bantul yang pernah menangani kasus kejahatan klitih.

4. Analisis Bahan Hukum

Analisis yang penulis gunakan di dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif-kualitatif, dengan cara menerangkan dan menjelaskan bahan hukum dalam bentuk kalimat yang disusun dengan pokok bahasan, mengkaji konsep dan tujuan yang berkaitan dengan hal tersebut secara sistematis. Analisis dengan pendekatan kualitatif akan menghasilkan data deskriptif analisis, kemudian mendapatkan kesimpulan sebagai pemahaman atas masalah yang ada dalam penelitian.

(17)

17

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan ini terdiri atas 5 (lima) bab, masing-masing bab mempunyai keterkaitan antara satu bab dengan bab lainnya.

Sistematika penulisan skripsi ini memilliki tujuan agar penulisan skripsi ini dapat sistematis dan terarah. Sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas:

BAB I Pendahuluan, berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Skripsi BAB II Tinjauan Pustaka, berisi tentang tinjauan umum tentang

Kejahatan Yang Dilakkukan Oleh Anak, Fakor Terjadinya Kejahatan Klitih Pada Anak, Bentuk Pertanggungjawaban dan Pemidanaan Terhadap Anak Pelaku Kejahatan Klitih

BAB III Tinjauan Teori, berisi tentang Tugas dan Wewenang Kepolisian, Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Kejahatan, Penanggulangan Kejahatan Yang Dilakukan Anak Oleh Kepolisian

BAB IV Hasil Penelitian, berisi tentang pembahasan yang berpedoman pada BAB I, II, dan III yang mengambil permasalahan mengenai Bagaimana upaya Kepolisian melakukan penanggulangan kejahatan klitih yang dilakukan anak di Wilayah Hukum Polres

(18)

18

Bantul dan Bagaimana penegakan hukum terhadap anak yang melakukan kejahatan klitih di Wilayah Hukum Polres Bantul.

BAB V Penutup, berisikan Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

BAB I PENDAHULUAN ... Latar Belakang Masalah ... Pembatasan dan Rumusan Masalah ... Tujuan dan Manfaat Penelitian ... Tinjauan Pustaka ... Kerangka Pemikiran ... Metode

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, keaslian tugas akhir, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

BAB I PENDAHULUAN ... Latar Belakang Masalah... Identifikasi Masalah ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Penjelasan Istilah ... Sistematika

Bab I Pendahuluan, berisikan tentang : Latar belakang masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode

Bab pertama, pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan metodologi penelitian yang

Bab I berisi pendahuluan. Bab ini mencakup latar belakang masalah, identifikasi, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,

KATA PENGANTAR ... LATAR BELAKANG ... PERUMUSAN MASALAH ... TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... Tujuan Penulisan ... Manfaat Penelitian ... KEASLIAN PENULISAN ... TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, sistematika skripsi. Tinjauan