• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENDEKATAN KONSTRUKTIF DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR: KONSEP TEORI, STRATEGI, DAN MODEL BELAJAR TERINTEGRATIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of PENDEKATAN KONSTRUKTIF DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR: KONSEP TEORI, STRATEGI, DAN MODEL BELAJAR TERINTEGRATIF"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN KONSTRUKTIF DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR: KONSEP TEORI, STRATEGI, DAN

MODEL BELAJAR TERINTEGRATIF Umar1 , Ichwan P. Syamsuddin2, Abdussahid3

IAI Muhammadiyah Bima, Indonensia1,2,3 Corresponding Author: Umar, [email protected]

ARTICLE INFO Article history:

Received 12 April 2023

Revised 18 Mei 2023

Accepted 6 Juni 2023

ABSTRAK

Penelitian ini secara teori menguraikan konsep pendekatan konstruktif dalam pembelajaran IPS khususnya di Sekolah Dasar. Umumnya pendekatan kontruktif dipahami sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mendorong siswa agar mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam dirinya.

Pendekatan kontruktif juga dimaknai sebagai pendekatan pembelajaran yang memposisikan seorang orang siswa secara aktif membangun atau membuat pengetahuan mereka sendiri.

Dalam konteks inilah pengembangan pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dengan pendekatan kontruktif, dapat dilakukan dengan beberapa strategi dan model antra lain; 1) Strategi pembelajaran kemampuan berfikir, 2) strategi pembelajaran kemampuan proses, 3) Strategi pembelajaran berbasis kooperatif, 4) Strategi pembelajaran berdasarkan nilai, 5) Strategi pembelajaran dengan peta dan globe, dan 6) Strategi pembelajaran berbasis pada aksi sosial. Dengan menggunakan ragam strategi pembelajaran dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar bidang studi IPS bagi siswa di Sekolah Dasar.

Kata Kunci: Pendekatan Konstruktif, Strategi, Pembelajaran IPS.

How to Cite : Umar, Ichwan, P. Syamsuddin, Abdussahid, “Pendekatan Kontruktif Dalam Pembelajaran IPS Di Sekolah Dasar: Konsep Teori, Strategi, Dan, Model Belajar Terintgeratif ", Vol. 7, No. 1 (2023): 83-98.

DOI : https://doi.org/https://doi.org/10.52266/

Journal Homepage : https://ejournal.iaimbima.ac.id/index.php/

This is an open access article under the CC BY SA license

: https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/

PENDAHULUAN

andekatan pembelajaran merupakan bagian penting mesti dipahami para guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran bagi para siswa di lingkup satuan pendidikan. Pemilihan pendekatan pembelajaran akan berdampak pada efektivitas proses pembelajaran yang hendak dilaksanakan oleh seorang guru. Bila dicermati pengembangan paradigma pembelajaran terdapat beragam pendekatan pembelajaran memiliki segmentasi yang beragam mulai dari pendekatan pembelajaran bersifat tradisional dan modern.

Pengembangan pendekatan pembelajaran di lingkup sekolah, seringkali dipengarui paradigma idiolologi, semisalnya pendekatan pembelajaran

P

(2)

tradisional cedenrung dipengaruhi idiologi klasik seperti halnya sosialis, paragmatis, materialis, dan utilitarialisme yang cenderung konfervatif dalam membangun pendekatan pembelajaran. Sementara pendekatan pembelajaran mutakhir saat ini juga dihadapkan dengan paradigma idiologis modern seperti halnya sinticim, progressive, democrat, dan constructivism. Keempat term pendekatan ini, pendekatan konstruktif yang dianggap paling banyak diaposi dalam proses pengembangan strategi pembelajaran modern di lembaga pendidikan pada abad 21 (Paul Ernest, 1995).

Seiring dengan adanya inovasi pembelajaran pada abad 21 ini yang berbasis digital dan penggunaan platform teknologi informasi yang pesat, sejumlah instansi pendidikan di seluruh dunia berupaya berlomba-lomba dalam mengembangkan keterampilan siswa melalui pendekatan pembelajaran yang mutakhir. Pendekatan pembelajaran ini diadopsi untuk memfasitasi kemapuan dan keterapilan bberpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Sejalan dengan usaha tersebut, para prakrisi pendidikan memiliki inisiatif untuk menggunakan pendekatan pembelajaran yang mampu mengakomodir terpenuhinya keterampilan abad 21. Salah satunya adalah dengan menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis pada pada paradigma konstruktivisme (Maulana, 2018; Sujarwanto, 2016).

Paradigma pembelajaran kosntruktif, domain menekankan pada upaya peningkatan kemampuan personal siswa dalam proses pembelajaran. Dalam tahapan ini, pendekatan konkstruktif sangat menghendaki adannya kemampuan dalam diri peserta didik di lingkungan sekolah dalam membangun pengetahuan dalam dirinya melalui berbagai proses pembelajaran secara aktif dan mandiri. Dengan kata lain siswa mengkonstruksi pengetahuan yang telah dipelajari dan merumuskan gagasan dan menfasirkan makna terkait pokok permasalahan yang dipelajari. Sehingga posisi guru memainkan peran sebagai pendamping, namun upaya aplikatifnya memberikan ruang optimal bagi para siswa dalam proses pembelajaran di lingkungan sekolah (Sujarwanto, 2016; Suoth et al., 2022).

Penggunaan pendekatan pembelajaran konstruktif, ini sangat mungkin dilakukan dilingkup satuan pendidikan. Hal ini dikarenakan konsep pendekatan pembelajaran konstruktif juga memberikan kesempatan eksploratif bagi siswa untuk mengemukakan ide kreatif dan inovatif, membangun pengetahuan, mengemukakan pengalaman belajar dan mengespresikan gagasan pengetahuan yang telah didapat secara maksimal, tanpa dibatasi dengan adannya sentralistis pengetahuan dari para guru (Idaresit Akpan et al., 2020). Sehinnga implementasi pendekatan konstruktif dalam kegiatan pembelajaran dinilai akan berdampak signifikan terhadap capaian hasil belajar

(3)

dan terbentukan kemandirian belajar dalam diri siswa di lingkungan sekolah (Kumar Shah, 2019; Supriatna, 2005).

Sehubungan dengan hal tersebut, pembelajaran berbabsis pendekatan kontrukstif juga dapat dilakukan dalam kegiatan pembelajaran IPS di sekolah dasar. Hal ini dikarenakan, muatan pembelajaran IPS dari muatannya juga berorentasi pada pembentukan sikap kristis, perilaku sosial siswa, dan mampu menyelesaikan masalah di lingkungan sekitar. Konstruksi pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dari sisi konsepstual juga diarakan untuk mengembangan kemampuan sosial setiap individu dalam tatana kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Nasution, 2018; Parni, 2020; Rahayu, 2020).

Pelaksanaan pembelajaran IPS juga dimaksudkan untuk mempersiapkan potensi siswa agar siaap dengan perubahan zaman dan masa depan. Sehinga penting untuk membentuk kompetensi siswa mulai dari lingkup keluarga, sekolah hingga lingkungan masyarakat. Dalam hal inilah, posisi lingkungan sekolah sebagai unit sosila formil masyarakat berupaya melatih, membimbing, mengajarkan dan mempersiapkan mereka agar dapat bersosialisasi dalam kehidupan masyarakat yang akan datang dan mampu bersaiang dan beradaptasi dengan segala bentuk perubahan zaman (Hopeman et al., 2022;

Ilmi et al., 2022; Nasution, 2018)

Meski demikan, pengembangan pembelajaran berbasis pada pendekatan kontruktif dalam proses pembelajaran IPS, belum banyak di lakukan, termasuk pada lembaga pendidikan di Indonesia, termasuk lingkup sekolah dasar.

Kondisi ini dapat dilihat dari pengembangan pembelajaran dengan pendekatan konstruktif terintegrasi dengan berbagai mata pelajaran dinilai masih minim di lakukan oleh para guru di lingkup satuan pendidikan. Padahal terdapat penelitian sebelumnya menggambarkan tentang pentingnya penggunaan pendekatan pembelajaran kontrukutif diantarnya; Sukirno dalam artikel penelitiannya menguraikan konsep bahwa pembelajaran berbasis portofolio sebagai sala satu pendekatan konstruktivisme yang dapat menjadi ruang interaktif para siswa di luar kelas (Sukirno, 2015). Pandangan senada juga diungkap Nana Supriatna, yang memnadang dengan mengguankan pendekatan pembelajaran konstruktif dalam membangun keterampilan sosial dan sikap interaktif siswa di lingkungan sekolah (Supriatna, 2005).

Berdasarkan fakta dan uraian di atas, penting bagi para guru mata pelajaran di lingkup satuan pendidikan termasuk jenjang sekokah dasar agar memahami konsep pengembangan pembelajaran IPS berbasis pada pendekatan kontruktivisme sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang dinilai mampu memfasilitasi kemandirian pembelajaran siswa dilingkup satuan pendidikan. Meskipun, disadari bahwa selama ini penggunaan pendekatan

(4)

pembelajaran konstruktifistik belum sepenuhnya masif dilakukan para guru dan para guru lebih dominan mengadopsi pendekatan konvensional yang berbasis pada konsep teacher center approach dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Berangkat dari hal tersebut, penulis akan menguraikan artikel teoritis ini dengan judul “Desain Pendekatan Konstruktif Pembelajaran IPS Di Sekolah Dasar: Konsep Teori, Strategi, Dan Model Belajar Terintegratif” Dengan harapan uraian artike ini, memberikan manfaat terhadap penembangan pengetahuan terutama dalam kajian terkait dengan pengembangn pendekatan pembelajaran konstruktif pada bidang studi IPS di tingkat satuan pendidikan sekolah dasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini, merupakan penelitain kualitatif dengan metode studi pustaka(Adlini et al., 2022; Fadli, 2021). Basis analisis penelitian ini bersifat naratif yang menekankan sisi kajian theoritical research yang berkaitan dengan pendekatan kontruktif pembelajaran IPS di sekolah Dasar. Data penelitiai ini diperoleh dari berbagai sumber literatur review seperti; Jurnal, Buku, laporan hasi penelitian, skripsi, tesis, disertasi, dan medi cetak lainnya. penelitian dimaksudkan untuk menelaah dan mengungkapkan aspek teortis yang berkaitan dengan konsep pembelajaran konstruktif pada pembelajaran IPS khususnya di sekolah dasar.Teknik analisis dan uraian data penilitian ini menggunanakan model analisis Miles & Huberman (dalam Sugiyono) dengan tahapan: (1) collecting data; (2) data reduction (3) display data; dan (4) conclution ( Sugiyono, 2009;Assyakurrohim et al., 2022).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Teoritis Pendekatan Konstruktif Dalam Pembelajaran IPS Di Sekolah Dasar

Pengembangan pembelajaran IPS dengan pendekatan konstrukstif, secara teortis mengacu pada domain konsepsional filsafat constructivism sebagai landasan idiologis dan basis kajian epistemik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran bagi siswa dilingkup lembaga pendidikan, termasuk pendidikan sekolah dasar. Secara umum filsafat constructivism memiliki muatan eksplisit yang memandang bahwa kosnsep ilmu pada prinsipnya menyangkut konstruksi cara berfikir dalam diri seseorang manusia itu seindiri (Handayani

& Sujatmiko, 2019; Martini, 2017). Pada makna yang lain, filsafat constructivism menekankan paradigma bahwa manusia dapat menkonstrusikan potensi pengetahuan baik secara rasio dan emperik dalam dirinya. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam konteks pendidikan maka untuk memahami pendekatakan

(5)

pembelajaran konstruktuvisme dalam pembelajaran IPS di Sekolah dasar dapat dijelaskan beberapa poin utama, sebagai berikut:

1) Terminologi Pendekatan Konstruktif

Istilah pendekatan konstruktif juga tidak dapat dipisahkan dari makna kata “Konstruktivisme” yang dilekatkan dengan padanan kata “Kontruktif”

dan “Isme”. Kedaua term ini, bila mmerujuk pada jabaran Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana diungkap oleh Ari, bahwa makna dari kata Konstruktif berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme cenderung dimaknai sebagai paham atau aliran (Ari & Pekawinan, 2015).

Konsep konstruktivisme bila dihubungkan dengan fisafat, diartikan sebagai filafat pengetahuan, yang memposiskan manusia secara personal dapat membangun pengetahuanya sendiri. Dengan kata lain, aliran konstruktivisme memandang pembentukan pengetahuan manusia sebagai suatu proses independensi pengetahuan secara mendiri dalam diri. (Ari & Pekawinan, 2015;

Suoth et al., 2022; Supriatna, 2005).

Konstruktivisme juga dimaknai sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang berpendapat bahwa orang secara aktif membangun atau membuat pengetahuan mereka sendiri tentang yang ada dan kenyataan itu ditentukan oleh pengalaman pembelajar. Lingkungan kelas yang konstruktif akan memfasilitasi siswa untuk memeriksa secara kritis setiap informasi baru yang mereka terima (Kirthika, 2022). Sedangkan pamaknaan terhadap konsepsi konstrukivisme dalam perspektif teori pembelajaran memiliki muatan yang sama dengan definisi filsafat constructivism, bahwa teori konstruktivisme sebagaimana dikemukaan Hidayati dalam Mentari Hanyani didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Teori konstruktivisme memahami bahwa belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sessuai dengan pengalamannya tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru (Handayani & Sujatmiko, 2019).

Konsep teori konstuktivisme, secara komperehensif juga dikemukakan oleh Vera Idaresit Akpan dengan merujuk sejumlah padangan dianatara; 1) Menurut Jerome Bruner, menyatakan teori konstuktivisme sebagai upaya seseorang dalam membangun pemahaman dan pengetahuan mereka sendiri tentang dunia, melalui mengalami hal-hal dan dengan merenungkan

(6)

pengalaman tersebut. Teori ini didasarkan pada prinsip-prinsip teori kognitif yang disebut sebagai konstruktivisme kognitif. 2) Munurut Wnet konstuktivisme menjelaskan posisi manusia dapat menemukan sesuatu yang baru, berasal ide dan pengalaman sebelumnya, mungkin dengan mengubah apa diyakini, atau membuang informasi baru karena tidak relevan. Pandangan ini berpendapat bahwa orang secara aktif membangun pengetahuan baru saat mereka berinteraksi dengan lingkungannya (Idaresit Akpan et al., 2020).

2) Prinsip-Prinsip Pendekatan Pembelajaran Konstruktif

Pelaksanaan Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, boal dielaah darai pengerian di atas eraka kaita dengan penggunaan berbagagi pendekatan pembejaran yang mengarakan siswa agara maupun membangun pengetahuan secara aktif dan mandiri selama proses pembelajaaran berlangsung. Dalam hal ini Vera Idaresit melihat konstruktivisme sebagai teori belajar dan implikasinya terhadap pengembangan metode pengajaran, motivasi belajar siswa dan seluruh proses belajar mengajar. Konstruktivisme sosial adalah bentuk pembelajaran kolaboratif berdasarkan interaksi, diskusi, dan berbagi pengetahuan di antara siswa. Peran guru adalah menggunakan metode pengajaran yang berpusat pada siswa dan bersifat kolaboratif (Idaresit Akpan et al., 2020). Sebuhungan dengan hal ini terdapat sejumlah prinsip pendekatan pembelajaran yang mesti diperhatikan oleh para guru dalam melakukan desain pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktif sebagai berikut:

a. Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran;

b. Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting dari pada informasi verbalistis;

c. Siswa mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan menerapkan idenya sendiri;

d. Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar;

e. Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri;

f. Pengalaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru;

g. Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi maupun akomodasi (Agus, 2012).

Menurut Trianto dalam Agus, mengungkapan teori konstruktif menekankna satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa.

Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan siswa-siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan

(7)

mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Agus, 2012). Menurut Suparno sebagaiman dikuti oleh Handayani secara garis besar prini pembelajaran konstruktivisme melekat dengan ciri-ciri konstruktivisme yakni: 1) Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya. 2) Belajar merupakan penafsiran personal tentang dunia. 3) Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman. 4) Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan makna melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain (Handayani & Sujatmiko, 2019)

3) Langkah-Langkah Pendekatan Pembelajaran Konstruktif

Secara aplikatif pendekatan pembelajaran konstruktif, teramsuk menjadi pendekatan pembelajaran yang dinilai tepat guna mendorong pembentukan kemampuan berfikir kritis dan kemanadirian siswa dalam proses pembelajaran terutama di lingkungan sekolah. Menurut Kumar Shah, menganggap bahwa pendekatan konstruktivisme telah menjadi model yang sangat kuat untuk menjelaskan bagaimana pengetahuan diproduksi di dunia serta bagaimana siswa belajar. Selain itu, praktik pengajaran konstruktif menjadi lebih umum dalam program pendidikan guru, sambil menunjukkan keberhasilan yang signifikan dalam meningkatkan pembelajaran siswa. Ia juga memandang melihat secara serius praktik pengajaran konstruktivis yang menyoroti janji dan potensi masalah dari praktik ini. Ia juga berpendapat bahwa pengajaran konstruktivis sering disalahtafsirkan dan disalahgunakan, menghasilkan praktik pembelajaran yang tidak menantang siswa dan belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan pengetahuan mereka, termasuk dalam melakakan kegiatan pembelajaran di runag kelas (Kumar Shah, 2019). Dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendektan konstruktif, terdapat sejumlah langkah-langkah pembelajaran yang mesti diperhatikan. Dalam hal ini, menurut Jusumayanti terdapat beberapa langkah pembelajaran konstruktif sebagai berikut:

a. Tahap appersepsi, ini berguna untuk mengungkapkan konsep awal siswa, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan pertanyaan- pertanyaan problematis tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-hari oleh siswa dan mengkaitkannya dengan konsep;

b. Tahap eksporasi, mengkomunikasikan dan mengilustrasikan pemahaman- ya tentang konsep:

c. Tahap pengembangan dan aplikasi konsep. Guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan

(8)

pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun melalui pemunculan masalahmasalah yang berkaitan dengan isu-isu dalam lingkungan siswa tersebut (Jasumayanti, 2011:4).

Menurut Riyanto (2010:151) langkah-langkah pembelajaran konstruktif sebagai berikut: 1) Fase Eksplorasi. Dalam fase ini seorang guru memancing pengetahuan awal siswa mengenai materi yang akan dipelajari pada saat itu. 2) Fase Klarifikasi. Pada fase ini informasi berupa pengetahuan awal siswa diperdalam agar bisa menambah pengetahuan siswa mengenai materi yang dipelajari. 3) Fase Aplikasi. Pada fase ini guru mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dipelajari agar bisa mengetahui apakah perencanaan sesuai dengan pelaksanaan. Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Kumar Shah bahwa pembelajaran konstruktivis atau berpusat pada siswa mengajukan pertanyaan kepada siswa, yang kemudian bekerja sama dalam kelompok kecil untuk menemukan satu atau lebih solusi dengan menekanlan beberapal hal dinatarannya; 1) Siswa berperan aktif dalam melakukan percobaan dan mencapai kesimpulan mereka sendiri. 2) Guru mendampingi siswa mengemba- ngkan wawasan baru dan menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya. 3) siswa bekerja sama untuk berdiskusi dan mencapai kesepakatan atas jawaban mereka, yang kemudian dibagikan ke seluruh kelas. 4) Siswa mampu mengembangkan pemahaman mereka sendiri tentang materi pelajaran berdasarkan pengetahuan sebelumnya, dan dapat memperbaiki miskonsepsi yang mereka miliki (Kumar Shah, 2019).

Karakteristik Pendekatan Konstruktif Dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar

Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kosntruktivisme juga melekat dengan karakteristik pembelajaran dengan pendekatan lainnya, termasuk dalam pengembangan pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Terdapat beberapa karakteristik pendekatan konstruktif dalam pembelajaran IPS sebagai berikut:

1) Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik;

2) Proses pembelajaran merupakan proses integrasi pengetahuan baru dan pengetahuan lama yang dimiliki peserta didik;

3) Pandangan yang berbeda antara peserta didik dihargai sebagai tradisi dalam proses pembelajaran;

4) Dalam proses pembelajaran peserta didik didorong untuk menemukan berbagai kemungkinan dan menyintesiskan secara terintegritas;

5) Proses pembelajaran berbasis masalah dalam rangka mendorong peserta didik dalam proses pencarian (inquiry) yang dialami;

(9)

6) Proses pembelajaran mendorong terjadinya kooperatif dan kompetitif di kalangan peserta didik secara aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan; dan 7) Proses pembelajaran dilakukan secara kontekstual, yaitu peserta didik

dihadapkan ke dalam pengalaman nyata (Wardoyo (2013:39).

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran konstruktivistik adalah: (1) memberikan penekanan pada pembelajaran yang memiliki relevansi dalam konteks nyata, (2) memberikan penekanan pada proses pembelajaran, (3) menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, (4) pembelajaran dilakukan dengan tujuan untuk membangun pengalaman belajar. Menurut Ari & Pekawinan (2015), Nana Supriatna juga sejalan dengan pandangan Lee dan Honebein dalam hal pembelajaran konstruktivistik dalam mata pelajaran IPS, yang berfokus pada masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh siswa sehari-hari. Dalam pendekatan ini, pembelajaran IPS di SD dapat dimulai dari pengalaman langsung dan konteks sosial materi yang akan dipelajari, sesuai dengan pengalaman para siswa. Nana Supriatna juga menjelaskan bahwa ada beberapa dasar yang kuat dalam pembelajaran IPS yang bersifat konstruktivistik, yaitu:

(1) mengembangkan pengalaman menjadi pengetahuan, (2) mengembangkan pengalaman dengan perspektif yang beragam, (3) mengembangkan pembelajaran dalam konteks nyata, (4) mendorong rasa memiliki terhadap materi yang dipelajari, (5) menjadikan proses belajar sebagai proses sosial, (6) mendorong penggunaan berbagai metode pembelajaran sesuai dengan kebiasaan masing-masing individu, dan (7) mendorong kesadaran diri dalam proses konstruksi pengetahuan (Supriatna, 2005).

Strategi Dan Model Belajar Terintegratif Dalam Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar

Pelaksaanaan pembelajaran IPS di sekolah dasar, umumnya diarahkan untuk membentuk pengalaman sosial siswa di lingkungan sekolah dengan mempersiapkan diri sebagai indvidu masyarakat, agar memiliki kompetesi dan perilaku sosial yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Pembelajaran IPS di sekolah dasar berupata memfasilitasi siswa sedari diri sebgai individu agar memilki mental berdaya saing dan siapa menerima dari segala perubahan situasi zaman yang semakin berkembang (Parni, 2020). Pada akhirnya, hasil dari proses pembelajaran IPS di dilingp sekolag termamsuk jenjang sekolah dasar akan membentuk karakter sosial siswa sebagai pribadi yang tangguh, berbudaya, nasionalis, dan senantasisa peka terhadap lingkungan sosial dan berdaya saing global di masa depan (Rahayu, 2020;

Rohmatilahi et al., 2022). Sehubungan dengan, dalam pelaksanaan pembelajaran IPS di sekolah, terdapat beberapa strategi belajar terintegratif

(10)

dalam pengembangan pembelajaran IPS yang dapat diadopsi oleh para guru di lingkup sataun pendidikan, termasuk pada janjang sekolah dasar, antara lain:

1) Strategi Pembelajaran Kemampuan Berfikir

Kegiatan pembelajaran IPS dengan strategi peningkatan kemampuan berpikir, fokusnya adalah untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir mereka dalam memahami isu atau fenomena yang ada di sekitar lingkungan hidup mereka, seperti gunung, sungai, cuaca, dan lain sebagainya. Konsep strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) menitikberatkan pada proses pembelajaran yang berpusat pada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui analisis dan pengamatan terhadap fakta atau pengalaman siswa sebagai dasar untuk memecahkan masalah (Tohri, 2011). Terdapat dua indikator penting dalam merumuskan pembelajaran IPS yang didasarakan pada dua pendekatan yakni; induktif dan deduktif. Kedua pendekatan ini menjadi domain penting dalam melakasanakan pembelajaran IPS. Pendekatan induktif, erat kaitannya dengan cara berifikir yang dilakukan untuk memagami berbagai fenomena sosial yang terjadi dilingkungan masyarakat. Sementara pendekatan deduktif dimaksudkan untuk menguraikan konsep tertentu dan mengungkapkan berbagai fakta emperis.

Secara aplikatif pengembangan strategi pembelajaran kemampuan berfikir siswa terutama dalam pemebelajaran IPS pada jenjang pendidikan sekolah dasar dapat dilakukan dengan beberapa model pembelajaran seperti;

model studi kasus, model isu kontroversial, dan model pengajaran konsep (Septian Aji Permana, 2017). Model pembelajaran inilah yang menjadi bagai integrative dalam melakukan kegiatan pembelajra dengan menggunaakn strategi kemampaun berfikir bagai siswa lingkup satuan penddikan, termasuk pada jejanja pendidikan sekolah dasar. Pada sisi lain, dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran IPS dengan mencakup 6 (Enam) langkah-langkah pembelajaran, antara lain:

a. Tahan Orientasi. Seorang guru melakukan orientasi kegiatan pembelajaran bersama dengan para murit dan saling mengenal satau dengan yang lain sebelum memulaia kegiatan pembelajaran;

b. Tahap Pelacakan. Seorang guru bersama siswa membahas satu isu atau berdasarkan hasil observasi, fakta, dan masalah yang akan dibahas dalam proses pembelajaran;

c. Tahap konfrontasi. Seorang guru bersama dengan siswa di lingkungan sekolah, menelaah suatu konflik dan diskursus masalah berdasarkan fata di lapangan;

d. Tahap Inkuiri. Seorang guru mengarahkan untuk mengumpulkan berbagai informasi agar dianalisis dan dipahami berdasarkan fakta dan pengalaman;

(11)

e. Tahap akomodasi. Seorang guru menjelaskan hubungan dan keterkaitan dengan masalah serta fakta, sehingga mampu menyelesaikan masalah;

f. Tahap Transfer. Seorang guru dengan siswa di sekolah, menemukan penyelesaian akhir masalah yang ada. Kemudian memberikan kesimpulan sebagai hasil dari analisis teori, fakta, dan pengalaman (Tohri, 2011).

2) Strategi Pembelajaran Kemampuan Proses

Pada bagian ini kegiatan pembelajaran IPS di sekola dasar dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran berbasis pada kemampuan proses.

Pengembangan strategi kemmampuan proses menekankan aktivitas siswa selama berlangsungnya pembelajaran yang dilakukan para guru dan siswa dilingkup satuan pendidikan. Pengembagan pembelajaran dengan strategi ini, seorang guru dapat mendorong para siswa melakukan kegiataan pembelajaran pemecahan masalah. Dengan harapan konsep strategi kemampun proses, akan memberika menciptaka kemampuan komunikatif yang baik antara guru denagan para siswa selama berlangsungn proses pembelajaran.

Dilihat dari segi pengembangan model belajara berbasis pada strategi kemampuan proses terdapaat model yang dapat diadopsi oleh para guru diantaranya; model pemecahan masalah, model inquiri, dan model portofolio.

Ketiga model belajar ini, menjadi bagai pengembangan stategi pembelajaran yang mengakomodir kemampuan proses dalam diri siswa di lingkup sataun pendidikan. Sehingga pada akahirnya, kegiatan pembelajaran terintegratif dengan model belajar tersebut, dapat membentuk pemahan dan pengalaman langung bagi seorang siswa (Septian Aji Permana, 2017).

3) Strategi Pembelajaran Berbasis Kooperatif

Pada bagian ini, seorang guru dapat melakukan pengembangan kegiatan pembelaara dengan menggunakn model kooperatif untuk meningkatan komptensi dalam diri seorang siswa. Pelakasanaan teknis, dari strategi kooperatif ini menekankan proses pembelajaran yang mendorong kemampun kolaboratif diantara siswa dalam suatu proses pembelajaran (Panjaitan, 2018).

Keberadaan stratgei kooperatif juga dimaksudkan untuk memdentik perilaku sosial interaktif dalam diri setiap siswa dengan teman sabayanya, melalui serangka kegatan pembelajaran dalam bentuk kelompok baik dalam bentuk group skala kecil yang memungkinkan siswa untuk saling menyapa dan bertukar ide, merefleksikan pandangan kritisnya terkait dengan topik pembelajaran yang sedang dipelajari dalam kelompoknya. Dan sebagai proyeksi akhir dari pelaksaaan pembelajaran dengan strategi koopperatif sangat menginginkan terbnetuknya sikap sosial seperti saling membantu antara satau dengan yang lainnya, sekaligus dapat membentuk sikap tanggung jawab (Hopeman et al., 2022; Nasti et al., 2022)

(12)

Dalam pengembangan startegi pembelajaran bebasis koorperatif, terdapat sejumlah model belajar yang dapat doadopsi oleh para guru untuk digunakan dalam proses pembelajaran IPS di sekolah dasara dinataranya; model jigsaw, model roundrobin, model group investigation, model think pair share dan lain sebagainya. Kesemua model pembelajara ini, sangat mungki diadopsi da digunaakn oleg para guru dalam kegiatan pembelajaran IPS di lingkup sekolah dasar. Sehingga kegiatan pembelajaran pada akahirnya para guru tidak hannya menggunakan model konvensional sepertinnya halnya ceramah dan tanya jawab semata, melaikan dengan model inovatif guna meningkatakan minat dan motivasi siswa dakam mengikuti proses pembelajaran IPS (Septian Aji Permana, 2017).

4) Strategi Pembelajaran Berdasarakan Nilai

Sebagaiman dikemukan di awal, bahwa domain pembelajaran IPS identik dengan upaya pembentukan nilai dan budaya dalam bentuk perilaku sosial dalam diri seorang siswa. Bahkan proses pembelajaran IPS di lingkup satuan pendidikan juga menharuskan dan kemampuan para guru merumuskan pembelajarkan pada nilai, yang mengendaki pamahaman dan pembentukan komptensi sosial dalam diri setiap siswa termasuk pada jenjang sekolah dasar Dalam konteks inilah perlunya pengembangan strategi pembelajaran berdasarkan nilai berkembangan dalam kehidupan sosial masyarakat.

Pemaknaan lain, memandang bahwa strategi pembelajaran berdasarkan nilai termasuk bagain dari startegi yang digunakan untuk mengintegrasikan nilai- nilai sosial dalam kehidupan ke dalam proses pembelajaran terutama pada penyajian mata pelajaran termasuk pada bidang studi IPS (Wening, 2010).

Seiring dengan pentingan pengembnagan nilai-nilai kehidupan bagai siswa di lingkuap satuan pendidkan, maka dalam kegiatan pembelajaran berdarsaja nilai terdapat terutama guru dapat menerapkan berbagai model pembelajaran untuk menerapkan strategi pembelajaran nilai, terutama dalam pembelajaran IPS. Beberapa model yang dapat digunakan dianataranya: 1) Value Identification. Guru dapat memfasilitasi diskusi dan refleksi untuk membantu siswa mengidentifikasi nilai-nilai yang terkait dengan materi IPS yang sedang dipelajari. Misalnya, melalui pembahasan kasus atau studi kasus yang memunculkan pertanyaan etis atau moral. 2) Activity. Guru dapat merancang kegiatan yang melibatkan siswa dalam situasi nyata atau simulasi yang menggali nilai-nilai dalam konteks IPS. Misalnya, permainan peran tentang pengambilan keputusan dalam konteks sosial atau politik. 3) Learning Aids: Guru dapat menggunakan bantuan visual atau multimedia untuk memperkuat pemahaman siswa tentang nilai-nilai dalam IPS. Misalnya, penggunaan gambar, video, atau sumber informasi yang menggambarkan

(13)

nilai-nilai dalam konteks sosial. 4) Unit Interaction: Guru dapat mengorganisir kegiatan kolaboratif antara siswa untuk mendorong diskusi, pertukaran ide, dan pemahaman nilai-nilai yang terkait dengan topik IPS. Misalnya, proyek kelompok tentang isu-isu sosial yang mengharuskan siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. 4) Evaluation Segment: Guru dapat melibatkan siswa dalam proses evaluasi yang mencakup pemahaman nilai-nilai yang terkait dengan pembelajaran IPS. Misalnya, tugas atau penugasan yang menilai pemahaman siswa tentang implikasi moral atau sosial dari suatu topik. Dalam penerapannya, guru dapat memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan tahapan pendidikan karakter. Penting bagi guru untuk menerapkan strategi ini secara kolaboratif, melibatkan siswa dalam proses pembelajaran nilai, dan memfasilitasi refleksi untuk memperkuat pemahaman nilai-nilai dalam konteks IPS. Pada sisi yang lain, pelaksanaan strategi berdasarak nilai jufa dapaidlekuka dengan menggunakan beragam model belajar lainnya seperti; model value clarification technique, model bermani peran, dan model sosiodrama. Ketiga model ini, dinilai tepat untuk diadopdi oleh para guru dalam merumuskan statgei pembelajaran ynag beursaaha menanamnkan dan mengenalkan nilai kehidpuan dalam diri siswa khususnya di lingkungan sekolah dasar (Septian Aji Permana, 2017; Wening, 2010).

5) Strategi Pembelajaran Dengan Peta dan Globel

Konsep pembelajaran dengan menggunakan peta dan globel teramsukan ciri strategi pembelajaran yang merepresentasika ciri utama dari bidang studi IPS yang memiliki domain studi geografi sebagai bagian dari disiplin ilmu yang terintegrasi dalam pembelajaran IPS khusus di lingkup satuan pendidikan sekolah dasar. Meski demikan, secara apliktaif konsep dari stratgei pembelajaran dengan peta dan globe, bukan hanya menjelaskan masalah geografi semata, tetapi juga menjabarkan pokok pembelajaran yang terkait dengan pembelajaran sejarah, pendidikan kewarganegaraan, pembelajaran sosiologi, bahkan pembelajaran bahsa Indonesia (Sudarta, 2016). Dalam proses pembelajaran dengan strategi ini para siswa diharapkan mampu membaca dan menunjukkan tempat serta analisa dalam menggunakan peta dan globe pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pada capaian akhir siswa mampu menunjukkan lokasi daerah, dan dengan peta para siswa dapat menghimpun berbagai informasi mengenai penduduk, batas anntar negara, tempat wisata, pertambangan dan lain-lain (Alwi, 2002; Septian Aji Permana, 2017). Menurut hemtan penulis, strategi pembelajara denga menggunakan peta dan globe ini, sangat menarik agar diadopsi oleh para guru, guna memberikan pengalaman langsung bagi siswa, terutama yang berkaitan dengan pembelajaran yang berkaaitan dengan batas-batas negara, guna membentuk sikap nasionalis sedari

(14)

dini dan sekaligus memberika pemahaman bahwa keberadaanya sebagai individu juga melekas dengan keberadaan orang lain maupun bangsa lainnya.

6) Strategi Pembelajaran Berbasis Pada Aksi Sosial

Pengembangan pembelajaran dengan strategi pembelajaran ynag berbasis pada aksi sosial yang dilakakan oleh sorang siswa dari lingkungan keluarga, sekolah, hingga lingkungan masyarakat. Prinsinya pengembangan strategi berbasis aksi sosial menjadi rangkaian pembelajaran IPS bertumpu pada rencana aksi dan tindakan yang merepresentasikan nilai moral dalam diri seorag anak. menegaskan hal tersebut, Newmann dalam Septian menjelaskan bahwa pembelajaran aksi sosial merupakan bentuk aktivitas pembelajaran secara invidu maupun kelompok siswa dengan melibatkan lingkungan masyarakat dengan memberikan runag bagi siswa untu mendemonstrasikan bentuk kepdulian sosialnya terhadap masalah sosial dilingkunagn sekitarnya.

Salah satu contohnya adalah melaksanakan studi lapangan, ikut serta dalam kegiatan sosial, secara aktif terlibat dalam pembinaan di dalam atau di luar lingkungan sekolah, dan melakukan kegiatan nyata yang memengaruhi kebijakan publik dalam masyarakat di luar lingkungan sekolah. Dengan kata lain, pengembangan strategi pembelajaran melalui aksi sosial digunakan sebagai teknik pengajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan kompetensi sosial atau kewarganegaraan, sehingga mereka dapat terlibat secara aktif dalam upaya perbaikan masyarakat (Septian Aji Permana, 2017).

SIMPULAN

Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan di atas, terkait dengan pendekatan konstruktif dalam pembelajaran IPS, terdapat beberap hal yang disimpulakan antara lain: 1) Pendekatan konstruktif umumnya dimaknai sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang berpendapat bahwa orang secara aktif membangun atau membuat pengetahuan mereka sendiri tentang yang ada dan kenyataan itu ditentukan oleh pengalaman pembelajar.

2) Pelaksaanaan pembelajaran IPS di sekolah dasar, umumnya diarahkan untuk membentuk pengalaman sosial siswa di lingkungan sekolah dengan mempersiapkan diri sebagai indvidu masyarakat, agar memiliki kompetesi dan perilaku sosial yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Pembelajaran IPS di sekolah dasar berupata memfasilitasi siswa sedari diri sebgai individu agar memilki mental berdaya saing. 3) Pengembangan pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dengan pendekatan kontruktif, dapat dilakukan dengan beberapa strategi dan model antra lain; Strategi pembelajaran kemampuan berfikir, Strategi pembelajaran kemampuan proses, Strategi pembelajaran berbasis kooperatif, Strategi pembelajaran berdasarkan

(15)

nilai, Strategi pembelajaran dengan peta dan globe, dan Strategi pembelajaran berbasis pada aksi sosial. Dengan menggunakan ragam strategi pembelajaran diharapakan dapat meningkatkan minat dan motivasi belajaran IPS bagi siswa di Sekolah Dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Adlini, M. N., Dinda, A. H., Yulinda, S., Chotimah, O., & Merliyana, S. J. (2022).

Metode Penelitian Kualitatif Studi Pustaka. Edumaspul: Jurnal Pendidikan.

Agus. (2012). Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sains Konstruktivisme.

Universiats Islam Riau, Pekanbaru, 3(September), 1–47.

Alwi, E. (2002). Penggunaan Peta Dan Globe Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan. https://docplayer.info/32637470- Penggunaan-peta-dan-globe-untuk-meningkatkan-prestasi-belajar-ips-di-sekolah- dasar.html

Ari, S. A.-Z., & Pekawinan, A. (2015). Model Pembelajaran Konstruktivistik-Saintifik Dan Pengaruhnya Terhadap Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran Pai Di Sdn Kebon Baru Vii Kota Cirebon 35. 22–52.

Assyakurrohim, D., Ikhram, D., Sirodj, R. A., & Afgani, M. W. (2022). Metode Studi Kasus dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal Pendidikan Sains Dan Komputer.

Fadli, M. R. (2021). Memahami desain metode penelitian kualitatif.

Handayani, M. D., & Sujatmiko, W. (2019). Filsafat konstruktivisme wadah implementasi kurikulum 2013. Seminar Nasional Pendidikan Dan Call for Papers (SNDIK) I 2019, 106–111. https://publikasiilmiah.um s.ac.id/handl e/11617/11187%0Ahttp://hdl.handle.net/11617/11187%0Ahttps://publikasiilmi ah.ums.ac.id/b itstream/handle/11617/11187/16.pdf?sequence=1&isAllowed=y Hopeman, T. A., Hidayah, N., & Anggraeni, W. A. (2022). Hakikat, Tujuan Dan

Karakteristik Pembelajaran Ips Yang Bermakna Pada Peserta Didik Sekolah Dasar.

Jurnal Kiprah Pendidikan, 1(3), 141–149. https://doi.org/10.33578/kpd.v1i3.25 Idaresit Akpan, V., Angela Igwe, U., Blessing Ijeoma Mpamah, I., & Onyinyechi Okoro,

C. (2020). Social Constructivism: Implications on Teaching and Learning. British Journal of Education, 8(8), 49–56.

Ilmi, M., Alistiana, A., Risalah, I., Shofiyah, D. S., & Azizah, L. (2022). Pembelajaran IPS Untuk Melatih Sikap Sosial Anak SD / MI. 3(1), 26–32.

Kirthika. (2022). Constructive Approach in Assessment / Changing Assessment Practice. 1–3.

Kumar Shah, R. (2019). Effective Constructivist Teaching Learning in the Classroom.

Shanlax International Journal of Education, 7(4), 1–13. https://doi.org/ 10.34293/

education.v7i4.600

Martini, S. (2017). Landasan Filsafat Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Sains.

Mangifera EDU: Jurnal Biologi and Pendidikan Biologi, 1(2), 35–45.

Maulana, I. (2018). Pendekatan Konstruktivisme Dengan Strategi Pembelajaran Tugas Dan Paksa. Seminar Nasional Dan Diskusi Panel Multidisiplin Hasil Penelitian &

Pengabdian Kepada Masyarakat, Jakarta, 2 Agustus 2018, 4(1), 1.

https://doi.org/10.31851/kalpataru.v4i1.2443

(16)

Nasti, B., Putri, A. R., & Fitria, Y. (2022). Pembelajaran IPS dengan Menggunakan Model Cooperative Learning dengan Tipe Think Pair Share di Sekolah Dasar.

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(4), 5874–5882. https://doi.org/ 10.31004 /edukatif.v4i4.3548

Nasution, T. (2018). Konsep Dasar IPS. Penerbit Samudra Biru.

Panjaitan, M. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Script Untukmeningkatkan Prestasi Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Ips Di Kelas Iiisdn 106162 Medan Estate. Elementary School Journal Pgsd Fip Unimed, 8(1), 127–

131. https://doi.org/10.24114/esjpgsd.v8i1.10356

Parni. (2020). Pembelajaran Ips Di Sekolah Dasar. Cross-Border: Jurnal Kajian Perbatasan Antarnegara, Diplomasi Dan Hubungan Internasional, 3(2), 96–105.

Rahayu, G. D. S. (2020). KONSEP DASAR IPS SD (Vol. 2, Issue 4, pp. 9–10).

Rohmatilahi, L., Kholisah, N., Arifin, M. H., & Wahyuningsih, Y. (2022). Urgensi Pembelajaran IPS dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Budaya Indonesia pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(1), 4270–4276.

Septian Aji Permana. (2017). Strategi Pembelajaran IPS Kontemporer. 87.

Sudarta, G. K. (2016). Penggunaan Media Peta, Atlas Dan Globe Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Ips Siswa Kelas 6 Sd Negeri 3 Sepang Kelod Semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017. E-Journal Universitas Panji Sakti, 2(1), 1–118.

Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta.

Sujarwanto. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Pada Materi Ciri- Ciri Mahluk Hidup Di Kelas Iii a Sd Negeri Keputran. Mimbar Sekolah Dasar, 3(1), 69–80. https://doi.org/10.17509/mimbar-sd.v3i1.2357

Sukirno. (2015). Pembelajaran Ips Dengan Pendekatan Konstruktivisme. Jurnal Seuneubok Lada, 2(1), 24. https://ejurnalunsam.id /index.php/jsnbl/article /download/555/409/

Suoth, L., Mutji, E. J., & Balamu, R. (2022). Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Vygotsky Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia. Journal for Lesson and Learning Studies, 5(1), 48–53. https://doi.org/10.23887/jlls.v5i1.40510

Supriatna, N. (2005). Nana Supriatna Bahan Belajar Mandiri Pendidikan IPS SD. 1–30.

Tohri, A. (2011). Metode Sppkb ( Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir ) Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa. Educational, 6(1), 105–128.

Wening, S. (2010). Pendekatan Strategi Pembelajaran Nilaikehidupan Konsumen Berbasis Pendidikan Karakter Melalui Kurikulumsekolah Sri. Seminar Nasional, 431–439.

https://syahyerman.wordpress.com/2012/12/10/strategi-pembelajaran-ips-sd-kelas- awal/

Referensi

Dokumen terkait

Model tematik pada pembelajran IPS khususnya di Sekolah Dasar dilaksanakan dengan cara mengambil tema dan dikembangkan menjadi beberapa konsep berdasarkan

Pada dasarnya peran strategi, model, media dan teknologi pembelajaran di sekolah dasar dalam pembelajaran khususnya di Sekolah Dasar sangatlah berperan penting, kerena

Dalam konteks pendidikan agama Is- lam di Sekolah Dasar, maka mata pelajaran PAI merupakan satu mata pelajaran yang juga diajarkan dengan pendekatan tematik

Pelaksanaan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD agar dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada murid kelas V Sekolah Dasar Negeri 15 Sungai Laur

Karakteristik lain yang juga merupakan ciri matapelajaran IPS adalah digunakan pendekatan pengembangan bahan pembelajaran IPS dalam rangka menjawab permasalahan yang

Artikel, jurnal dan skripsi yang diambil juga harus memenuhi kriteria penelitian yaitu pembahasan model pembelajaran jigsaw, hasil belajar IPS pada tingkat Sekolah Dasar yang relevan

Pembelajaran Inovatif Dengan Pendekatan Model Pembelajaran Quantum Learning Di Sekolah Dasar Dalam Peningkatan Kreativitas Berpikir Dan Hasil Belajar Siswa 52 JPBB - Vol.2, No.4

Selama ini dalam mengimplemantasikan pembelajaran IPS di sekolah dasar, guru lebih menekankan pada aspek pengetahuan kognitif, sedangkan untuk menjadikan siswa sebagai warga negara