• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Opsi Pemanfaatan Air Daur Ulang dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus: DKI Jakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Penentuan Opsi Pemanfaatan Air Daur Ulang dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus: DKI Jakarta)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

6371

Penentuan Opsi Pemanfaatan Air Daur Ulang dengan Metode Analytical Hierarchy Process

(Studi Kasus: DKI Jakarta)

Qurrata Laraiba Tidri1*, Dyah Wulandari Putri2, Sri Maryati3

1Program Magister Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Bandung Indonesia

2Kelompok Keahlian Rekayasa Air dan Limbah Cair, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Bandung Indonesia

3Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan, Kebijakan, Institut Teknologi Bandung, Bandung Indonesia

*Koresponden email: [email protected]

Diterima: 15 Juni 2023 Disetujui: 12 Juli 2023

Abstract

Rapid population growth causes pressure on water sources. This condition is exacerbated by the phenomenon of climate change which drives the water crisis. The use of recycled water has the potential to be a new source of groundwater replacement. However, the exact form of utilization of recycled water is not well known in DKI Jakarta. The purpose of this study is to identify the factors considered in the selection of recycled water utilization options in DKI Jakarta. The assessment of factors and options for utilization DKI Jakarta recycled water was analyzed using the Focus Group Discussion (FGD) and Analytical Hierarchy Process (AHP) method with a pairwise comparison questionnaire based on the perceptions of experts and stakeholders involved in DKI Jakarta wastewater treatment. The results of the AHP analysis show that environmental factors are the factors with the highest weight, followed by social factors and economic factors (0.20), technical factors (0.19), and institutional factors (0.16). There are nine subfactors that have a high influence on the selection of options for utilizing recycled water in DKI Jakarta. The most suitable utilization option in DKI Jakarta is for general purposes such as for flushing, firefighting water, and Air Conditioning (AC).

Keywords: analytical hierarchy process, recycled water, focus group discussion, water crisis, stakeholder

Abstrak

Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan adanya tekanan terhadap sumber air. Kondisi ini diperburuk dengan adanya fenomena perubahan iklim yang mendorong terjadinya krisis air. Penggunaan air daur ulang menjadi potensi sebagai sumber baru pengganti air tanah. Namun belum diketahui bentuk pemanfaatan air daur ulang yang tepat digunakan di DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor pertimbangan dalam pemilihan opsi pemanfaatan air daur ulang di DKI Jakarta. Penilaian faktor dan opsi pemanfaatan air daur ulang DKI Jakarta dianalisis menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD) dan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan kuesioner perbandingan berpasangan berdasarkan persepsi dari para pakar dan stakeholder yang terlibat dalam pengolahan air limbah DKI Jakarta. Hasil analisis AHP menunjukkan faktor lingkungan (0,25) menjadi faktor dengan bobot yang paling tinggi, diikuti dengan faktor sosial (0,20) dan ekonomi (0,20), faktor teknis (0,19), serta faktor institusi (0,16). Hasil penelitian menunjukkan terdapat sembilan subfaktor yang memiliki pengaruh tinggi dalam pemilihan opsi pemanfaatan air daur ulang di DKI Jakarta. Kemudian opsi pemanfaatan yang paling cocok digunakan di DKI Jakarta adalah untuk keperluan umum seperti untuk flushing, air pemadam kebakaran, dan air pendingin udara (AC).

Kata kunci: analytical hierarchy process, air daur ulang, focus group discussion, krisis air, stakeholder

1. Pendahuluan

Krisis air sudah menjadi masalah global sebagai dampak dari pertumbuhan penduduk yang pesat serta adanya fenomena perubahan iklim akan semakin memperburuk masalah ini [1]. Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan air terbesar kelima di dunia. Namun, hanya 17% air yang dapat diolah dan hanya 25%

dari jumlah tersebut yang berhasil didistribusikan ke masyarakat [2]. Di DKI Jakarta, perkembangan cakupan

(2)

6372

pelayanan perpipaan air bersih masih terbatas, semenjak tahun 1998 dengan cakupan pelayanan 44,5%, hanya meningkat ke 65,9% di tahun 2021 atau naik 21,4% selama 23 tahun [3]. Hal ini menandakan masih besarnya kesenjangan (gap) antara kebutuhan (demand) air bersih terhadap ketersediaan (supply) air bersih di DKI Jakarta. Untuk memenuhi gap ini, kebanyakan masyarakat yang menggunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari. Eksploitasi air tanah menyebabkan penurunan muka tanah, polusi, dan salinitas akuifer, serta peningkatan level air laut di Jakarta. Penurunan muka tanah di Jakarta rata-rata adalah 20-28 cm/tahun sehingga diprediksi 110,5 Km2 Wilayah Jakarta akan tenggelam di tahun 2050 [4]. Berdasarkan hasil uji kualitas air tanah, 80,1% air sumur masyarakat di Wilayah Utara Jakarta tidak layak dikonsumsi dikarenakan salinitasnya yang tinggi. Selain itu, 45% air tanah di Jakarta sudah tercemar e. coli dan hanya 4%

penduduk yang memiliki akses ke jaringan perpipaan air limbah. Kondisi ini mengindikasikan bahwa air tanah di Jakarta tidak aman digunakan untuk keperluan air minum ataupun air bersih [5].

Untuk mengatasi eksploitasi air tanah, pemerintah DKI Jakarta membuat Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 93 tahun 2021 tentang zona bebas air tanah yang berisi bahwa bangunan dengan luas lantai 5000 m2 atau lebih dan jumlah lantai delapan atau lebih perlu dilakukan pengetatan pemantauan dan pelarangan pengambilan/pemanfaatan air tanah [6]. Penggunaan air daur ulang bisa menjadi potensi sebagai sumber baru pengganti air tanah di DKI Jakarta [7]. Penggunaan air daur ulang merupakan bagian dari implementasi infrastruktur ramah lingkungan yang digunakan sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan sosial dengan memperhatikan daya dukung lingkungan [8].

Penggunaan air daur ulang memberikan keuntungan jangka panjang bagi kehidupan masyarakat antara lain: (a) mengurangi ketergantungan dalam pemakaian air PAM dan air tanah; (b) menghemat biaya dan pengeluaran untuk pengadaan air bersih; dan (c) mengurangi jumlah air limbah yang dibuang ke badan penerima sehingga ikut melestarikan lingkungan [9]. Kendala dalam pengimplementasian air daur ulang di Indonesia adalah faktor ekonomi yaitu apakah biaya pengolahan atau harga air daur ulang bisa lebih murah dibandingkan air PAM. Selain itu, faktor sosial yaitu aspek penerimaan publik atas risiko yang ditimbulkan dari pemakaian air daur ulang [10]. Sebenarnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan Fatwa MUI nomor 02 tahun 2010 tentang air daur ulang yang menjelaskan status kehalalan dari air daur ulang sepanjang diproses sesuai dengan ketentuan fikih [11]. Namun belum ada peraturan di Indonesia yang menjelaskan spesifik standar kualitas dari air daur ulang [7]. Oleh karena itu air daur ulang yang paling mungkin saat ini diterapkan di Indonesia adalah untuk penggunaan yang bukan air minum (non potable reuse).

Air daur ulang sudah diimplementasikan oleh beberapa negara di dunia. Contohnya di Pakistan dimana air daur ulang 96% digunakan untuk keperluan irigasi pertanian. Singapura sudah menggunakan 51% air daur ulang untuk keperluan industri dan 45% untuk keperluan air minum (potable water). Amerika juga sudah menggunakan 69% air daur ulang untuk keperluan industri [12]. Berdasarkan Kajian pada Handayani dkk (2017) didapatkan potensi pemanfaatan air daur ulang untuk keperluan non potable reuse yang cocok diterapkan di DKI Jakarta dibagi menjadi tiga diantaranya: (a) irigasi landscape untuk siram taman, halaman, dan jalur hijau; (b) penggunaan untuk industri untuk pendingin, umpan boiler, air proses, dan pekerjaan konstruksi; serta (c) keperluan umum untuk air pemadam kebakaran, air pendingin udara (air conditioning), dan air bilas toilet (flushing) [7]. Handayani dkk (2017) juga menganalisis faktor pendorong penggunaan air daur ulang pada delapan sektor bisnis di DKI Jakarta adalah terkait potensi dalam menghemat pengeluaran mereka daripada membeli air bersih ke PAM. Sedangkan faktor penghalang utama air daur ulang diimplementasikan yaitu faktor sosial, terutama kekhawatiran adanya dampak kesehatan, sehingga disarankan penggunaan air daur ulang digunakan tanpa ada kontak langsung dengan manusia.

Halangan lain dari pengimplementasian air daur ulang ini juga adalah belum adanya aturan pemerintah yang jelas tentang standar kualitas penggunaan air daur ulang di Indonesia [7]. Studi pustaka juga dilakukan terhadap opsi penggunaan air daur ulang di DKI Jakarta. Said (2018) menjelaskan bahwa penggunaan air daur ulang yang cocok digunakan di Indonesia adalah untuk kebutuhan air bukan minum (non potable reuse) dikarenakan kendala dari faktor ekonomi yaitu apakah biaya pengolahan bisa lebih murah dibandingkan biaya air bersih dari PAM dan air tanah serta kendala dari faktor penerimaan masyarakat dalam penggunaan air daur ulang untuk diminum [10].

Perumda Paljaya selaku operator air limbah DKI Jakarta memiliki rencana untuk mengembangkan air daur ulang di DKI Jakarta yang bertujuan untuk meningkatkan pemasukan (revenue) dari perusahaan. Perumda Paljaya memiliki dua Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) eksisting yaitu IPAL MBBR Setiabudi dan IPAL MBBR Krukut yang mengolah air limbah menjadi air yang layak untuk dibuang ke badan air, kemudian

(3)

6373

melakukan pengolahan lanjutan sehingga air tersebut layak untuk digunakan kembali sebagai sumber air untuk keperluan non potable reuse. Produksi air daur ulang untuk IPAL MBBR Setiabudi saat ini sebesar 5.400 m3/hari dan IPAL MBBR Krukut sebesar 4.320 m3/hari, namun sampai saat ini dua IPAL ini belum dilengkapi infrastruktur pipa distribusi air daur ulang, sehingga pemanfaatan air daur ulang ini belum dimanfaatkan maksimal dan masih terbatas untuk dijual ke dinas pertamanan dan dinas pemadam kebakaran untuk IPAL MBBR Setiabudi dan menyiram tanaman dan flushing toilet di kantor Perumda Paljaya untuk IPAL MBBR Krukut. Rencana kedepannya Perumda Paljaya akan memasang pipa distribusi air daur ulang untuk memenuhi kebutuhan non potable reuse ke calon pelanggan niaga besar di area layanan jaringan perpipaan yang diolah IPAL MBBR Setiabudi dan IPAL MBBR Krukut [13].

Pada penelitian terdahulu, maka didapatkan faktor dan subfaktor yang berpengaruh terhadap keberlanjutan air daur ulang. Faktor teknis dinilai sebagai aspek yang vital dalam memastikan keberlanjutan suatu sistem dan sumber daya [14]. Terkait dengan air daur ulang, faktor teknis penentu keberlanjutan sistem air daur ulang meliputi subfaktor yaitu (1) kuantitas air limbah (sumber air daur ulang), (2) kualitas air hasil olahan, (3) kemudahan pengoperasian & pemeliharaan, dan (4) ketersediaan suku cadang [15]. Faktor selanjutnya adalah faktor institusi, didasari oleh degradasi sumber daya juga potensi tidak berjalannya suatu sistem jika tanpa pengelolaan yang baik. Fenomena ini biasa disebut sebagai tragedi milik bersama (tragedy in commons) [16]. Secara khusus, kelembagaan disyaratkan sebagai adanya sebuah struktur, rencana organisasi, penetapan aturan, pengambilan keputusan, dan kerjasama antar pemangku kepentingan secara terintegrasi [14].

Faktor lingkungan terkait keberlanjutan air daur ulang didasarkan pada potensi positif penggunaan air daur ulang pada pencegahan degradasi (reduksi polutan) pada air dan tanah, yang juga akan menunjang keanekaragaman hayati di dalamnya [14][15][17].

Faktor ekonomi berkaitan dengan sumber pendanaan untuk mengelola infrastruktur air daur ulang, termasuk dana untuk operasi, pemeliharaan, dan investasi untuk menjalankan dan memelihara infrastruktur air daur ulang [14][15]. Faktor sosial berkaitan dengan penerimaan publik, partisipasi publik, kesehatan manusia, dan aturan pemerintah. Penerimaan publik merupakan wujud kekhawatiran (persepsi) publik atas risiko kesehatan, kegagalan sistem, persyaratan pemeliharaan, kualitas air, dan kualitas layanan. Karakteristik penerimaan publik menentukan kelayakan skema sistem dengan indikator berupa masyarakat yang mampu dan mau menggunakan air daur ulang [14][15]. Lingkup sosial terkait dengan keberlanjutan sistem air daur ulang erat kaitannya dengan potensi terhadap kesehatan manusia apabila terjadi kegagalan sistem atau pemantauan yang kurang memadai [10].

Penggunaan air daur ulang di DKI Jakarta sebagai potensi sumber baru untuk keperluan non potable reuse sangat mungkin dilakukan. Namun demikian, faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam pengimplementasian air daur ulang masih belum diketahui serta opsi pemanfaatan potensi air daur ulang yang tepat masih belum diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor pertimbangan dalam pemilihan opsi pemanfaatan air daur ulang di DKI Jakarta.

2. Metode Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed methods yaitu data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data yang dikumpulkan untuk penelitian merupakan data primer dan data sekunder. Metode yang digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD), dan Analytichal Hierarchy Process (AHP).

2.1. Focus Group Discussion (FGD)

FGD atau diskusi kelompok terfokus merupakan suatu metode pengumpulan data yang lazim digunakan pada penelitian kualitatif. Metode ini mengandalkan perolehan data atau informasi dari suatu interaksi informan atau responden berdasarkan hasil diskusi dalam suatu kelompok yang berfokus untuk melakukan bahasan dalam menyelesaikan masalah tertentu [17]. Tujuan diadakannya FGD adalah untuk melakukan konfirmasi faktor dan subfaktor yang sudah direkap dari studi pustaka untuk memeriksa relevansi variabel terhadap penelitian berdasarkan penilaian para pakar.

FGD pada penelitian ini digunakan untuk mendapatkan gambaran awal aplikasi air daur ulang di Indonesia dan verifikasi faktor dan subfaktor yang mempengaruhi keberlanjutan sistem daur ulang air. FGD dilaksanakan pada 26 Agustus 2022 yang diikuti oleh responden nasional yang berjumlah 8 orang yang terdiri dari pemerintah provinsi, praktisi rumah tangga, dan institusi bisnis yang menjadi pelaku dalam pengolahan air limbah di daerahnya. Seluruh kelompok responden disebut sebagai responden pakar dalam proses analisis

(4)

6374

karena memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang sistem air daur ulang. Lingkup responden secara nasional bertujuan untuk mengeksplorasi faktor dan sub faktor penelitian yang lebih luas, serta mendapatkan kesimpulan berbagai alternatif sistem penggunaan air daur ulang yang mungkin dilakukan di Indonesia. Total terdapat 8 responden mengisi kuesioner FGD seperti dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Responden FGD

Kelompok Responden Stakeholder yang Terlibat Jumlah

Pemerintah Jawa Barat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Jawa Barat 1

Pemerintah DKI Jakarta Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta 3

BUMD Perumda Paljaya 1

Korporasi PT Siam Cement Group 1

Pemerintah Bandung Kelurahan Pasirluyu Bandung 1

Praktisi Cleanomic 1

Jumlah 8

Sumber: Peneliti (2022) Tahapan yang dilakukan saat FGD adalah sebagai berikut.

1. Pengisian kuesioner awal oleh peserta FGD

Pada tahapan ini disediakan kuesioner berisikan daftar faktor dan subfaktor para pakar/ahli selaku peserta FGD mengisi kuesioner FGD yang bertujuan untuk memeriksa relevansi faktor dan subfaktor air daur ulang secara umum yang didapatkan oleh studi literatur terdahulu berdasarkan persepsi oleh para pakar/ahli. Kuesioner diisi dengan memilih jawaban ”Ya” atau ”Tidak” untuk masing-masing faktor dan subfaktor.

2. Saran terkait faktor dan subfaktor lainnya dari peserta FGD

Pada tahapan ini, para pakar/ahli selaku peserta FGD dipersilahkan juga untuk mengisi saran faktor dan subfaktor lainnya menurut persepsi para pakar/ahli sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman para pakar di bidangnya.

3. Eliminasi faktor dan subfaktor berdasarkan relevansi dengan tema penelitian

Penilaian terakhir adalah penyesuaian relevansi faktor dan subfaktor terhadap tema khusus penelitian yaitu dengan mengidentifikasi faktor dan subfaktor pertimbangan dalam pemilihan opsi pemanfaatan air daur ulang di DKI Jakarta dimana ini didasarkan pada hasil observasi dan penilaian peneliti [18] terhadap kondisi eksisting dan pengelolaan fasilitas air daur ulang di lokasi studi. Hasil reduksi faktor dan subfaktor ini yang nantinya disusun struktur hirarki keputusan dengan metode AHP. Dalam kuesioner terdapat 7 faktor dan 52 subfaktor yang sudah dikumpulkan berdasarkan literatur. Responden dipersilahkan melakukan penilaian dan menambahkan faktor dan subfaktor lain yang dirasa memiliki pengaruh signifikan terhadap keberlanjutan air daur ulang secara umum di Indonesia. Verifikasi faktor dan sub faktor dikatakan relevan jika para pakar setuju ≥ 75% dari variabel dalam penilaian terhadap pemilihan sistem penggunaan kembali air daur ulang [19].

2.2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode AHP yang dikumpulkan dengan penilaian perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) yang disebar ke responden pakar. Penelitian ini menggunakan AHP karena memiliki keunggulan dalam akurasi data, nilai bobot kriteria tidak hanya ditentukan secara acak, tetapi dihasilkan berdasarkan pada perhitungan [8]. Penelitian dengan menggunakan AHP tidak membutuhkan jumlah responden dengan jumlah penelitian yang minimal, tetapi cukup dari orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan atau pakar dalam pengolahan air limbah DKI Jakarta. AHP digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pertimbangan dalam pemilihan opsi pemanfaatan air daur ulang di DKI Jakarta dengan melalui persepsi dan preferensi pakar.

Kuesioner AHP menggunakan kelompok responden ahli dan pakar yang mengetahui tentang pengolahan air daur ulang di DKI Jakarta yang terdiri dari kementerian, pemerintah DKI Jakarta, BUMD, konsultan, akademisi, serta calon pengguna air daur ulang yang berasal dari niaga besar (terdiri dari berbagai fasilitas, yaitu fasilitas hunian/ apartemen, fasilitas sosial/ rumah sakit, fasilitas perkantoran) yang dapat dilihat pada Tabel 2.

(5)

6375

Tabel 2. Jumlah Responden AHP

Kelompok Responden Stakeholder yang Terlibat Jumlah

Responden Kementerian

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang 2

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2 Pemerintah DKI Jakarta

Dinas Sumber Daya Air 2

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang DKI Jakarta 2

Dinas Kesehatan DKI Jakarta 2

BUMD Perumda Paljaya 2

PAM JAYA 2

Konsultan Konsultan air bersih & air limbah 2

Akademisi Dosen Perguruan Tinggi 2

Calon Pelanggan Air Daur Ulang Niaga besar di sekitar IPAL Setiabudi & IPAL Krukut 8

Jumlah 28

Sumber: Peneliti (2023)

Adapun kriteria stakeholder yang akan mengisi kuesioner AHP (kuesioner perbandingan berpasangan) adalah sebagai berikut:

1. Dalam tiap organisasi pemerintah, BUMD, dan praktisi diwawancarai 2 orang untuk mengisi kuisioner AHP yang sudah dibuat penulis

2. Calon pengguna air daur ulang yang disasar berupa niaga besar diwawancarai 8 lokasi untuk mengisi kuisioner yang sudah dibuat penulis

3. Peryaratan responden yang dapat mengisi kuisioner AHP ini adalah:

a) Ahli dan pakar sudah bekerja dalam bidang air limbah & air bersih selama 3 tahun;

b) Level pendidikan minimal Diploma III

c) Responden akademisi merupakan dosen perguruan tinggi yang pernah melakukan penelitian di bidang air bersih dan air limbah

d) Responden calon pengguna air daur ulang niaga besar berasal pengelola gedung untuk mengisi kuesioner AHP

Kuesioner disebarkan secara online berbasis website dengan runutan isi:

1. Gambaran umum permasalahan dan pengolahan air limbah di Jakarta, termasuk pengolahan yang menghasilkan air daur ulang

2. Penjelasan tata cara pengisian kuesioner

3. Penjelasan hierarki AHP yang digunakan serta penjelasan terkait faktor dan subfaktor yang digunakan 4. Penjelasan klasifikasi penggunaan air daur ulang

5. Kuesioner berpasangan tiga tahap. Tahap pertama perbandingan faktor, tahap kedua perbandingan subfaktor, dan tahap ketiga perbandingan pilihan penggunaan

Kuesioner disusun secara otomatis untuk mempertimbangkan Consistency Index, Random Index, dan Consistency Ratio untuk menentukan apakah faktor dan sub faktor serta alternatif opsi sistem air daur ulang yang dipilih oleh para pakar dan stakeholder sudah konsisten agar hasil penelitian ini valid. Jika Consistency Ratio (CI/IR) ≤ 10%, maka hasil perhitungan bisa dinyatakan valid Namun jika nilainya Consistency Ratio (CI/IR) ≥ 10%, maka peneliti harus mengulang pengambilan data kuisioner AHP dengan responden pakar hingga hasil uji konsistensinya valid.

3. Hasil Dan Pembahasan

3.1. Verifikasi Faktor dan Subfaktor

Berdasarkan hasil FGD dan pertimbangan relevansi faktor dan subfaktor, didapatkan faktor dan subfaktor terpilih (relevansi >75%) yang ditunjukkan pada Tabel 3. Sedangkan deskripsi setiap faktor berdasarkan tinjauan pustaka dan penyesuaian dengan hasil FGD untuk digunakan dalam AHP ditunjukkan pada Tabel 4.

(6)

6376

Tabel 3. Relevansi Faktor dan Sub Faktor yang Terpilih

Faktor Sub faktor Kode Relevansi (%)

Teknis (T)

Kuantitas air limbah (sumber air daur ulang) T1 100,0%

Kualitas air hasil olahan T2 100,0%

Kemudahan pengoperasian & pemeliharaan T3 100,0%

Ketersediaan suku cadang T4 100,0%

Institusi (I)

Organisasi terstruktur I1 87,5%

Rencana organisasi I2 87,5%

Penetapan Aturan dan Pengambilan Keputusan I3 87,5%

Kerjasama perusahaan terintegrasi I4 87,5%

Lingkungan (L)

Penghematan air L1 75,0%

Kualitas badan air penerima L2 100,0%

Dampak lingkungan L3 100,0%

Ekonomi (E)

Biaya Investasi E1 100,0%

Sumber dana pembiayaan E2 100,0%

Biaya operasi & pemeliharaan E3 100,0%

Sosial (S)

Penerimaan publik S1 87,5%

Kesehatan manusia S2 87,5%

Aturan pemerintah S3 87,5%

Partisipasi publik S4 87,5%

Sumber: Pengolahan Data (2023) Tabel 4. Deskripsi Subfaktor

Faktor Subfaktor Deskripsi Sumber

Teknis

Kuantitas air limbah (sumber air daur ulang)

Air limbah yang dihasilkan dari kegiatan toilet merupakan sumber utama proses daur ulang air, bila kuantitas sumber air limbah kecil maka kemampuan produksi air bersih daur ulang juga kecil

(Sgroi dkk., 2018) kualitas air hasil

olahan

Ada potensi besar untuk pemanfaatan air daur ulang yang lebih luas, untuk itu kualitas air hasil olahan merupakan hal yang perlu diperhatikan

(Sgroi dkk., 2018) Kemudahan

pengoperasian &

pemeliharaan

Teknologi yang digunakan untuk pengolahan air limbah dipertimbangkan agar mudah dioperasikan dan dipelihara

(Maryati dkk., 2022)

Ketersediaan suku cadang

Suku cadang sistem air daur ulang mudah ditemukan jika terjadi kerusakan. Jika suku cadang tidak tersedia atau sulit diperoleh, kelangsungan sistem dapat terancam

(Maryati dkk., 2022)

Institusi

Organisasi terstruktur

Organisasi pengelola sistem air daur ulang harus memiliki struktur organisasi yang jelas untuk memastikan keberlanjutan sistem air daur ulang di DKI Jakarta

(Maryati dkk., 2022)

Rencana organisasi

Untuk menjamin keberlanjutan sistem air daur ulang, organisasi pengelola harus memiliki rencana terkait pengelolaan dan pengembangan sistem di masa mendatang

(Maryati dkk., 2022)

Penetapan aturan dan pengambilan keputusan

Harus ada aturan untuk mengelola dan mengatur sistem air daur ulang. Sebuah organisasi dapat menjamin keberlanjutan suatu sistem jika memiliki aturan yang mengatur pengambilan keputusannya. Secara khusus, organisasi harus memantau penggunaan sumber daya, menetapkan sanksi terhadap pelanggaran penggunaan sumber daya, dan menetapkan mekanisme resolusi konflik

(Maryati dkk., 2022)

(7)

6377

Faktor Subfaktor Deskripsi Sumber

Kerjasama perusahaan terintegrasi

Sistem air daur ulang lebih baik direncanakan dalam kerangka multiguna daripada kerangka tunggal dengan upaya kerja sama dari pengelola air limbah dan lembaga penyedia air. Tersedia lembaga multi-layer untuk mengelola sistem dan kualitas air, diperlukan kelembagaan yang berjenjang dalam pengelolaan air

(Maryati dkk., 2022); (Ostrom, 1990)

Lingkungan

Penghematan air

Dengan adanya sistem air daur ulang, tentunya dapat menghemat pemakaian air bersih sehingga biaya yang dibayarkan menjadi lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Selain itu, bagi masyarakat yang memanfaatkan air tanah sebagai sumber air bersih. Air hasil olahan daur ulang akan menekan tingkat konsumsi air tanah masyarakat

(Chhipi- Shrestha dkk., 2019)

Kualitas badan air penerima

Dengan adanya sistem air daur ulang, tentunya dapat menurunkan kualitas efluen air limbah yang masuk ke badan air sehingga dapat mengurangi pencemaran di badan air penerima

(Sgroi dkk., 2018) Dampak

lingkungan

Dengan adanya sistem air daur ulang, dampak lingkungan pada air dan tanah dapat berkurang serta keanekaragaman hayati yang berhabitat disana dapat terlestari

(Sgroi dkk., 2018)

Ekonomi

Biaya investasi

Untuk membangun sistem air daur ulang diperlukan perhitungan biaya investasi agar sistemnya dapat berkelanjutan

(Sgroi dkk., 2018)

Sumber pendanaan

Sumber pendanaan untuk mengelola infrastruktur dan kualitas air. Sumber pendanaan untuk pengelolaan air termasuk retribusi. Dana ini digunakan untuk operasi, pemeliharaan, dan investasi

(Maryati dkk., 2022)

Biaya operasi dan pemeliharaan

Biaya yang dibutuhkan pengelola sistem untuk menjalankan dan pemeliharaan infrastruktur sistem air daur ulang

(Maryati dkk., 2022)

Sosial

Penerimaan publik

Penerimaan publik merupakan wujud kekhawatiran (persepsi) publik atas risiko kesehatan, kegagalan sistem, persyaratan pemeliharaan, kualitas air, dan paritas layanan. Karakteristik penerimaan publik menentukan kelayakan skema sistem. Penilaiannya terhadap calon pelanggan yang mampu dan mau menggunakan air reklamasi

(Sgroi dkk., 2018)

Kesehatan manusia

Air bersih yang berasal dari air limbah tentunya memiliki potensi terhadap kesehatan manusia apabila terjadi kegagalan sistem atau pemantauan yang kurang memadai

(Said, 2018)

Aturan pemerintah

Keberlanjutan suatu infrastruktur, apalagi yang menyangkut masyarakat memerlukan aturan yang mengikat dan tegas dari pemerintah terkait kualitas dari air daur ulang. Dengan adanya aturan ini akan memastikan kesehatan masyarakat akan kualitas dari air daur ulang sehingga penerimaan publik dalam penggunaan air daur ulang semakin tinggi.

(Sgroi dkk., 2018);

(Handayani dkk., 2017)

Partisipasi publik

Masyarakat merencanakan dan mengelola infrastruktur serta sumber air daur ulang melalui ide, tenaga, material, atau kontribusi finansial. Partisipasi publik yang efektif dalam pengambilan keputusan sistem air daur ulang dapat meningkatkan penerimaan publik

(Maryati dkk., 2022)

Sumber: [7][10][14][15]

(8)

6378

Opsi pemanfaatan air daur ulang dibagi ke dalam tiga opsi diantaranya: (a) irigasi landscape untuk siram taman, halaman, dan jalur hijau; (b) penggunaan untuk industri untuk pendingin, umpan boiler, air proses, dan pekerjaan konstruksi; serta (c) keperluan umum untuk air pemadam kebakaran, air pendingin udara (air conditioning), dan air bilas toilet (flushing) [7].

3.2. Pembobotan Faktor dan Subfaktor

Tahap pertama dalam metode AHP adalah penyusunan struktur hirarki keputusan untuk mempermudah peneliti dalam mengambil keputusan. Adapun struktur hirarki AHP dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Penilaian faktor merupakan pembobotan terhadap faktor penelitian yaitu faktor Teknis (T), Institusi (I), Lingkungan (L), Ekonomi (E), dan Sosial (S) untuk mencapai tujuan penelitian. Interpretasi faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan opsi air daur ulang DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil pendapat responden pakar yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam pengolahan air limbah DKI Jakarta menunjukkan faktor Lingkungan (L) memiliki bobot paling tinggi yaitu 0,25. Bobot kedua tertinggi adalah faktor Sosial (S) dan faktor Ekonomi (E) dengan bobot 0,20. Kemudian diikuti oleh faktor Teknis (T) dengan bobot 0,19 dan faktor Institusi (I) dengan bobot 0,16. Uji konsistensi faktor menunjukkan nilai CR <0,100 atau

<10% yaitu 0,1% yang berarti penilaian responden pakar terhadap faktor penelitian dinyatakan valid.

Gambar 1. Struktur Hirarki Keputusan AHP Sumber: Pengolahan Data (2023)

(9)

6379

Gambar 2. Bobot Faktor Sumber: Pengolahan Data (2023)

Justifikasi setiap subfaktor penelitian akan dikelompokkan dalam dua klasifikasi pada Gambar 3, yaitu kepentingan tinggi dan kepentingan rendah terhadap tujuan penelitian. Klasifikasi disesuaikan dengan bobot global menggunakan metode skoring. Metode skoring disesuaikan dengan median dari bobot global tiap subfaktor. Adapun rentang klasifikasinya adalah jika bobot global subfaktor ≥0,06 maka tingkat kepentingan tinggi, sedangkan jika bobot global indikator <0,06 maka tingkat kepentingan rendah. Uji konsistensi subfaktor menunjukkan nilai CR <0,100 atau <10% yaitu 0,1% yang berarti penilaian responden pakar terhadap faktor penelitian dinyatakan valid.

Gambar 3 Bobot Subfaktor Sumber: Pengolahan Data (2023) 0,19

0,16

0,25

0,20 0,20

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30

Teknis Institusi Lingkungan Ekonomi Sosial

Bobot

Faktor

0,08

0,07 0,09

0,10

0,07 0,07 0,07

0,09

0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12

T1 T2 T3 T4 I1 I2 I3 I4 L1 L2 L3 E1 E2 E3 S1 S2 S3 S4

Bobot

Subfaktor

(10)

6380

Berdasarkan Gambar 3 terdapat sembilan subfaktor yang memiliki pengaruh tinggi dalam pemilihan opsi pemanfaatan air daur ulang di DKI Jakarta. Adapun subfaktornya antara lain: kualitas air hasil olahan (T2), penetapan aturan dan pengambilan keputusan (I3), penghematan air (L1), kualitas badan air penerima (L2), dampak lingkungan (L3), biaya investasi (E1), sumber dana pembiayaan (E2), biaya operasi & pemeliharaan (E3), dan kesehatan manusia (S2).

Apabila dibandingkan dengan penelitian sejenis terdahulu di Indonesia, hasil ini memiliki perbedaan dimana faktor ekonomi adalah faktor dengan nilai tertinggi yang menentukan keberlanjutan sistem perpipaan air bersih komunal di Bandung dengan subfaktor adanya manfaat yang didapatkan bagi pengguna [14]. Hasil penelitian sejenis terdahulu di luar Indonesia yaitu di Wilayah Metropolitan Sao Paulo, Brazil menjelaskan bahwa faktor teknis dan subfaktor kuantitas air limbah dinilai paling penting dalam pemilihan opsi pemanfaatan air daur ulang. Dengan adanya kuantitas air limbah dapat memastikan potensi penggunaan air daur ulang di Sao Paulo Brazil [18]. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan faktor dan subfaktor signifikan disebabkan karena kondisi dari lokasi studi, sistem pengelolaannya (dikelola berbasis komunal oleh masyarakat atau badan usaha) serta persepsi dari para pakar/ahli yang menilai AHP.

3.3. Penentuan Bobot Opsi Pemanfaatan Air Daur Ulang

Sintesis hasil pembobotan alternatif opsi pemanfaatan air daur ulang merupakan tingkat kepentingan alternatif opsi secara global terhadap subfaktor. Bobot prioritas total dari alternatif yang dirata-ratakan secara geometrik dapat dilihat pada Gambar 4. Kemudian untuk nilai CI (indeks konsistensi) dan CR (rasio konsistensi) adalah 0%, sehingga seluruh hasil analisis dinyatakan valid karena nilai CR <0,1000 atau <10%.

Gambar 4. Interpretasi Opsi Pemanfaatan Sumber: Pengolahan Data (2023)

Gambar 4 menjelaskan bahwa opsi yang paling cocok dalam pemanfaatan air daur ulang di DKI Jakarta adalah untuk keperluan umum, kemudian irigasi landscape, dan industri dengan nilai yang berdekatan. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya di sektor bisnis DKI Jakarta yang menyebutkan bahwasanya sektor bisnis di DKI Jakarta biasanya menggunakan air daur ulang untuk irigasi landcape untuk menyiram tanaman, kemudian keperluan umum untuk flushing, bersih-bersih, cuci mobil, dan sebagai cadangan air bersih di reservoir, serta keperluan industri untuk cooling tower, dan boiler [7].

4. Kesimpulan

Faktor penentu keberlanjutan air daur ulang DKI Jakarta menunjukkan bahwa faktor lingkungan (0,25) menjadi faktor dengan bobot yang paling tinggi, diikuti dengan faktor sosial (0,20) dan ekonomi (0,20), faktor teknis (0,19), serta faktor institusi (0,16).

Terdapat sembilan subfaktor yang memiliki pengaruh tinggi dalam pemilihan opsi pemanfaatan air daur ulang di DKI Jakarta, yaitu kualitas air hasil olahan (T2), penetapan aturan dan pengambilan keputusan (I3), penghematan air (L1), kualitas badan air penerima (L2), dampak lingkungan (L3), biaya investasi (E1), sumber dana pembiayaan (E2), biaya O & M (E3), dan kesehatan manusia (S2).

0,33

0,32

0,34

0,31 0,32 0,32 0,33 0,33 0,34 0,34 0,35 0,35

Opsi 1: Irigasi Landscape Opsi 2: Industri Opsi 3: Keperluan Umum

Bobot

Opsi Air Daur Ulang

(11)

6381

Opsi penggunaan air daur ulang yang paling cocok digunakan di DKI Jakarta adalah untuk keperluan umum (0,34) seperti untuk flushing, air pemadam kebakaran, dan air pendingin udara (AC). Opsi yang kedua dapat digunakan untuk kebutuhan irigasi landscape (0,33) yaitu menyiram tanaman di gedung-gedung. Opsi terakhir bisa digunakan untuk industri (0,32) sebagai pendingin, umpan boiler, air proses, dan pekerjaan konstruksi.

5. Daftar Pustaka

[1] E. Cagno, P. Garrone, M. Negri, and A. Rizzuni, “Adoption of water reuse technologies: An assessment under different regulatory and operational scenarios,” Journal of Environmental Management, vol. 317, p. 115389, Sep. 2022, doi: 10.1016/j.jenvman.2022.115389.

[2] Á. Bellver-Domingo and F. Hernández-Sancho, “Circular economy and payment for ecosystem services:

A framework proposal based on water reuse,” Journal of Environmental Management, vol. 305, p.

114416, Mar. 2022, doi: 10.1016/j.jenvman.2021.114416.

[3] PAM JAYA, Laporan Tahunan PAM Jaya 2021. 2021.

[4] A. Cao et al., “Future of Asian Deltaic Megacities under sea level rise and land subsidence: current adaptation pathways for Tokyo, Jakarta, Manila, and Ho Chi Minh City,” Current Opinion in Environmental Sustainability, vol. 50, pp. 87–97, Jun. 2021, doi: 10.1016/j.cosust.2021.02.010.

[5] R. Taftazani, S. Kazama, and S. Takizawa, “Spatial Analysis of Groundwater Abstraction and Land Subsidence for Planning the Piped Water Supply in Jakarta, Indonesia,” Water, vol. 14, no. 20, p. 3197, Oct. 2022, doi: 10.3390/w14203197.

[6] Gubernur DKI Jakarta, Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 93 tahun 2021 tentang zona bebas air tanah. 2021.

[7] R. Handayani et al., “Water Recycling Opportunity in the Business Sectors of Greater Jakarta, Indonesia,”

IJTech, vol. 8, no. 6, p. 1031, Dec. 2017, doi: 10.14716/ijtech.v8i6.743.

[8] M. H. Hidayattuloh, A. N. Bambang, and A. Amirudin, “The Green Economy Concept as Development Strategy of Cempaka Tourism Village toward Sustainable Tourism Development,” IJPD, vol. 5, no. 1, pp. 30–37, Feb. 2020, doi: 10.14710/ijpd.5.1.30-37.

[9] S. Yudo and T. Hernaningsih, “Pemilihan Teknologi Daur Ulang Air Limbah Domestik di Kantor BPPT,”

JAI, vol. 6, no. 2, Feb. 2018, doi: 10.29122/jai.v6i2.2462.

[10] N. I. Said, “Daur Ulang Air Limbah (Water Recycle) Ditinjau dari Aspek Teknologi, Lingkungan dan Ekonomi,” JAI, vol. 2, no. 2, Feb. 2018, doi: 10.29122/jai.v2i2.2300.

[11] MUI, “Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 02 Tahun 2010 tentang Air Daur Ulang.” 2010.

[12] B. E. Jiménez Cisneros and T. Asano, Eds., Water reuse: an international survey of current practice, issues and needs. in Scientific and technical report, no. no. 20. London: IWA Publishing, 2008.

[13] Perumda Paljaya, “Kerangka Acuan Kerja Pengadaan Jasa Konsultansi Perencanaan Detail Engineering Design (DED) Konstruksi Instalasi Pengolahan Air Limbah Lanjutan, Jaringan Distribusi Pipa Air Daur Ulang serta Sambungan Pipa Calon Pelanggan IPAL MBBR Setiabudi & IPAL MBBR Krukut.” Perumda Paljaya, 2022.

[14] S. Maryati, T. Firman, and A. N. S. Humaira, “A sustainability assessment of decentralized water supply systems in Bandung City, Indonesia,” Utilities Policy, vol. 76, p. 101373, Jun. 2022, doi:

10.1016/j.jup.2022.101373.

[15] M. Sgroi, F. G. A. Vagliasindi, and P. Roccaro, “Feasibility, sustainability and circular economy concepts in water reuse,” Current Opinion in Environmental Science & Health, vol. 2, pp. 20–25, Apr. 2018, doi:

10.1016/j.coesh.2018.01.004.

[16] E. Ostrom, GOVERNING the COMMONS: The Evolution of Institutions for Collective Action.

Cambridge: Cambridge University Press, 1990.

[17] G. Chhipi-Shrestha, M. Rodriguez, and R. Sadiq, “Selection of sustainable municipal water reuse applications by multi-stakeholders using game theory,” Science of The Total Environment, vol. 650, pp.

2512–2526, Feb. 2019, doi: 10.1016/j.scitotenv.2018.09.359.

[18] Y. Afiyanti, “Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terfokus) sebagai Metode Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif,” Jurnal Keperawatan Indonesia, vol. 12, no. 1, pp. 58–62, Mar. 2008, doi:

10.7454/jki.v12i1.201.

(12)

6382

[19] B. N. Fukasawa and J. C. Mierzwa, “Identification of water reuse potential in Metropolitan Regions using the Analytic Hierarchy Process,” Environmental and Sustainability Indicators, vol. 8, p. 100064, Dec.

2020, doi: 10.1016/j.indic.2020.100064.

[20] K. Lee and W. Jepson, “Drivers and barriers to urban water reuse: A systematic review,” Water Security, vol. 11, p. 100073, Dec. 2020, doi: 10.1016/j.wasec.2020.100073.

Referensi

Dokumen terkait

PENENTUAN KRITERIA DAN SUBKRITERIA SERTA PEMBOBOTAN PENILAIAN RESEARCH PROJECT SELECTION PNBP LPPM UNS DENGAN METODE FUZZY ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (FUZZY

ANALISIS PENENTUAN FAKTOR YANG PALING BERPENGARUH TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN OPERSIONAL DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP).. (Studi Kasus Di PP. Burung

DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK PREDIKSI DAERAH RAWAN BANJIR DI KOTA SEMARANG ”. 1.2

Setelah dilakukan penilaian lingkungan dengan LCA dan penilaian finansial maka untuk menentukan alternative pengembangan unit daur ulang air limbah berdasarkan konsep Multi

Tujuan penelitian ini adalah membangun suatu model pengambilan keputusan dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk menentukan siapa yang akan

Setak dan Yang et.al memberikan beberapa metode untuk pemilihan supplier, diantaranya AHP ( Analytical Hierarchy Process ), ANP ( Analytic Network Process ),

Tujuan penelitian ini adalah membangun suatu model pengambilan keputusan dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk menentukan siapa yang

Sistem pendukung keputusan yang dapat membantu proses pengambilan keputusan dalam penentuan beasiswa, penelitian menggunakan metode Analytical Hierarchy Process AHP, Rumusan