LAPORAN PRATIKUM
PENENTUAN SIFAT BAKTERISID DAN BAKTERIOSTATIK
Dosen Pengampu : Apt. Retno Ariani, M.S.Farm, Apt. Tita Khosima Hidayati, M.Farm, dan Endah Kartika, M.Sc
Disusun oleh Kelompok 5
1. Diana (D1A240064)
2. Icha Nurhasanah (D1A220184)
3. Rasti Meilana (D1A220213)
4. Wulansari (D1A220023)
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS AL GHIFARI
2025
1. TUJUAN
Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat:
Mengenal satu metode penentuan cara kerja antibiotic.
Melihat perubahan konsentrasi terhadap sifat bakterisid dan bakteriostatik
Memperoleh gambaran tentang penggunaan antibiotic pada kondisi pasien tertentu dengan melihat cara kerjanya2. PRINSIP DAN TEORI
Antibiotik menyembuhkan infeksi dengan memengaruhi pertumbuhan atau viabilitas bakteri. Antibiotik dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan efeknya pada sel mikroba melalui dua mekanisme utama, yaitu bakterisida atau bakteriostatik. Antibiotik bakterisida membunuh bakteri dan antibiotik bakteriostatik menekan pertumbuhan bakteri (menjaga bakteri tetap dalam fase pertumbuhan stasioner). Salah satu faktor untuk memprediksi hasil klinis yang baik dari potensi aksi bahan kimia antimikroba dapat dilihat dari data bakterisida/bakteriostatik in vitro (misalnya, konsentrasi penghambatan minimum—MIC). MIC digunakan dalam praktik klinis terutama untuk mengonfirmasi resistensi, dan untuk menentukan aktivitas in vitro antimikroba baru.
Pada kondisi immunocompromised ( menderita imunodefisiensi atau menggunakan terapi kortikosteroid) , bayi baru lahir dan pada kondisi infeksi yang mengancam nyawa adalah indikasi digunakannya antibiotic yang bersifat bakterisid. Namun di sisi lain, penggunaan antibiotic bakterisid dapat menyebabkan kerugian jika bakteri yang telah mati dapat memicu pelepasan antigen atau endotoksin yang berakibat timbulnya reaksi alergi atau reaksi anafilaktik.
Penggunaan antibiotic bakteriostatik hanya terbatas pada kasus infeksi ringan hingga sedang, karena penggunaan antibiotic bakteriostatik hanya akan efektif jika dibantu oleh mekanisme pertahanan tubuh. Sifat bakterisid dan bakteriostatik umunya berhubungan dengan mekanisme kerja antibiotic terhadap bakteri, namun pada beberapa antibiotic juga dapat bergantuk pada dosis yang diberikan, dimana penggunaan dosis rendah antibiotic bersifat bakteriostatik sedangkan penggunaan dosis tinggi menjadi bersifat bakteriostatik.
Gambar Pertumbuhan bakteri pada medium yang berisi bakterisid dan bakteriostatik Antiseptik / disinfektan umumnya bersifat bakterisid dan disebut bakterisid primer karena langsung membunuh mikroba dengan cara destruksi protein / sel. Sedangkan antibiotic bersifat bakterisid sekunder karena bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel atau mengganggu membrane sitoplasma , tidk langsung membunuh bakteri.
Dalam kurva pertumbuhan bakteri masih terlihat sedikit pertumbuhan setelah beberapa saat baru terlihat mati.
Gambar Pengaruh sifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap pertumbuhan bakteri Keterangan :
1) Kurva pertumbuhan mikroba fase logaritmik
2) Kurva pertumbuhan mikroba dalam keadaan istirahat
3) Kurva pertumbuhan mikroba dengan adanya antibiotic bakteriostatik 4) Kurva pertumbuhan mikroba dengan adanya zat yang bersifat bakterisid
sekunder
5) Kurva pertumbuhan mikroba dengan adanya bakterisid primer
3. ALAT DAN BAHAN
1) Mikroba Uji : Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
2) Antibiotik : Ampisilin 200 µg/mL dan 100 µg/mL, tetrasiklin 200 µg/mL dan 100 µg/Ml, ekstrak nabati
3) Medium : agar kaldu dan air kaldu
4) Bahan lain : cakram kertas, kapas berlemak, aluminium foil
5)
Alat : inkubator kocok, spektrofotometer, vortex, pinset, cawan petri , tabung reaksi , jarum ose.4. PROSEDUR
1)
Sterilisasi alat dan medium menggunakan autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit.2)
Buat inoculum bakteri dalam air kaldu, inkubasi pada sushu 370C selama 18-24 jam (satu hari sebelum praktikum )3)
Ukur transmitan bakteri dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm , atur T 25 % dengan penambahan medium kaldu4)
Siapkan air kaldu dalam tabung reaksi masing-masing 10 mL sebanyak 6 tabung untuk masing masing antibiotic yang diuji terhadap satu bakteri uji dan 6 tabung untuk control5)
Kepada masing masing tabung tambahkan suspensi bakteri 5 tetes (0,25ml)hingga absorban (A) awal =0 ,06-0,07. Inkubasi semua tabung pada inkubator kocok pada 370C selama 30 menit. Setelah 30 menit ukur A pada tabung pertama dan kepada 5 tabung lainnya tambahkan 0,5 mL antibiotic dengan satu konsetrasi tertentu ( ampisilin 100 µg/mL, 200 µg/mL , tetrasiklin 100µg/mL dan 200µg/mL). ukur harga A setiap 30 menit . Pengerjaan yang sama dilakukan terhadap tabung control ( tanpa antibiotic)
5. PENGAMATAN
1)
Buat tabel data absorban pada waktu pengukuran tiap 30 menit2)
Buat masing masing kurva log pertumbuhan terhadap waktu untuk setiap konsentrasi uji dan control3)
Berdasarkan kurva yang saudara peroleh tentukan cara kerja antibiotic yang digunakan, berikan penjelasan4)
Bandingkan cara kerja tetrasiklin dan ampisili terhadap bakteri yang digunakan6. DATA PENGAMATAN
Media yang digunakan adalah NB
Media NB yang dibutuhkan : 13 gram X 500 ml 1000
:6,5 gram Media NB untuk vial : 13gram/1liter
: 13 gram X Volume yang dibutuhkan 1000
: 13 gram X 70 vial 1000
: 5 ml setiap 1 vial Antibiotik yang digunakan : Ampisilin
Bobot tablet Ampisilin: 670 mg
Bobot yang ditimbang untuk mendapatkan kosentrasi 100 mg (larutan Induk) adalah
100 mg X 670 mg = 134 mg/ml 500 mg 134 000 µg
Konsentrasi Ampisilin yang digunakan 100&200 mg/ml
Sehingga dilakukan pengenceran dari larutan induk 100 mg pada labu ukur 10 ml 1) Untuk Konsentrasi 100 µg : V1.N1=V2.N2
V1.1 = 0,1. 10 V1 = 1
1
V1 = 1 µg ( Diberikan 1 tetes ) 2) Untuk Kosentrasi 200 µg : V1.N1=V2.N2
V1.1 = 0,2. 10
V1 = 2 1
V1 = 2 µg ( Diberikan 2 tetes ) Bakteri yang digunakan: Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
Tabel pengamatan pengukuran absorbansi pada bakteri Staphylococcus aureus Waktu Abs. Antibiotik Ampisilin
konsentrasi 100 µg
Abs. Antibiotik Ampisilin konsentrasi 200 µg
Abs. Kontrol
30 -0,015 -0,010 -0,19
60 0,005 -0,037 0,017
90 0,050 0,077 0,116
120 0,038 0,036 0,103
150 0,094 0,025 0,131
Tabel pengamatan pengukuran absorbansi pada bakteri Escherichia coli Waktu Abs. Antibiotik Ampisilin
konsentrasi 100 µg
Abs. Antibiotik Ampisilin konsentrasi 200 µg
Abs. Kontrol
30 -0,029 -0,011 -0,017
60 0,036 -0,058 -0,012
90 0,050 0,019 0,032
120 0,098 0,099 0,116
150 0,105 0,139 0,094
Kurva Hasil Pengamatan
-0.04 -0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1
0 20 40 60 80 100 120 140 160
KURVA PERTUMBUHAN BAKTERI S.AUREUS TERHADAP ANTIBIOTIK AMPISILIN 100 MG/ML
-0.06 -0.04 -0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1
0 20 40 60 80 100 120 140 160
KURVA PERTUMBUHAN BAKTERI S.AUREUS TERHADAP ANTIBIOTIK AMPISILIN 200 MG/ML
-0.04 -0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
0 20 40 60 80 100 120 140 160
KURVA PERTUMBUHAN BAKTERI E-COLI TERHADAP ANTIBIOTIK AMPISILIN 100 MG/ML
-0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15
0 20 40 60 80 100 120 140 160
KURVA PERTUMBUHAN BAKTERI E-COLI TERHADAP ANTIBIOTIK AMPISILIN 100 MG/ML
-0.25 -0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15
0 20 40 60 80 100 120 140 160
KURVA PERTUMBUHAN BAKTERI S.AUREUS PADA MEDIA KONTROL
-0.04 -0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14
0 20 40 60 80 100 120 140 160
KURVA PERTUMBUHAN BAKTERI E-COLI PADA MEDIA KONTROL
7. PEMBAHASAN
Antibiotik merupakan kelompok obat yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau menghancurkan bakteri. Cara kerja antibiotik adalah dengan membunuh dan menghentikan tumbuhnya bakteri di dalam tubuh. Bakterisidal adalah jenis antibiotik yang membunuh bakteri. Aksi bakterisidal bersifat ireversibel. Beberapa mekanisme terlibat dalam pembunuhan bakteri oleh antibiotik bakterisidal. Mekanisme aksi obat bakterisidal mempengaruhi dinding sel, lipid, dan enzim seperti gyrase, protein sintesis dan kombinasi mekanisme tersebut. Mekanisme obat tersebut lebih efektif dalam mengendalikan pembelahan sel. Hasilnya adalah kematian sel bakteri.
Sementara bakteriosatik adalah Antibiotik yang menghambat pertumbuhan bakteri. Aksinya reversibel. Ketika antibiotik bakteriostatik dikeluarkan dari sistem, pertumbuhan bakteri normal dapat diamati. Antibiotik bakteriostatik menghambat replikasi DNA bakteri, sintesis protein dan aspek lain dari metabolisme bakteri. Antibiotik ini bekerja bersama dengan sistem kekebalan tubuh tuan rumah untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan reproduksi. Hal ini dengan merusak mekanisme metabolik bakteri dan kebanyakan merusak sintesis proteinnya. Penghambatan pertumbuhan ini tidak membuat sel yang sudah ada mati. Konsentrasi tinggi dari beberapa antibiotik bakteriostatik dapat menjadi bakterisidal.
Penentuan sifat bakterisid atau bakteriostatik dilakukan melalui uji laboratorium, di antaranya:
1. MIC (Minimum Inhibitory Concentration): Konsentrasi terendah agen antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Nilai MIC menunjukkan apakah agen tersebut efektif menghambat bakteri.
2. MBC (Minimum Bactericidal Concentration): Konsentrasi terendah agen antimikroba yang dapat membunuh bakteri. Nilai MBC menentukan apakah agen tersebut bersifat bakterisid.
Melalui uji laboratorium yang dilakukan jika MBC nilainya dekat atau sama dengan MIC, maka agen tersebut bersifat bakterisid sedangkan jika MBC jauh lebih tinggi daripada MIC maka agen tersebut cenderung bakteriostatik.
Pada praktikum farmakologi modul 3, kami melakukan percobaan yang berjudul
“Penentuan sifat bakterisid dan bakteriostatik”. Tujuan dari percobaan tersebut yaitu untuk
menentukan sifat dari suatu obat antibiotika. Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode turbidimetri atau perhitungan jumlah koloni dari bakteri, dimana bakteri dibiakkan dalam medium Nutrient Broth kemudian ditambahkan sejumlah antibiotic yang akan akan ditentukan sifatnya. Pada percobaan disini kami menggunakan bahan uji antibiotic Ampisilin.
Berdasarkan literatur antibiotic ampisilin merupakan salah satu jenis antibiotik yang termasuk kedalam golongan obat penisilin. Dimana obat ini mempunyai mekanisme kerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel balteri sehingga ampisilin mampu membunuh bakteri secara langsung. Karena kemampuan ampisilin yang mampu membunuh bakteri, maka antibiotic ampisilin yang digunakan pada percobaan disini termasuk kedalam antibiotic bakterisida. Golongan obat penilisin salah satunya ampisilin, merupakan antibiotic yang sangat efektif melawan adanya bakteri S. aureus. Namun di masa lalu, bakteri tersebut mampu menunjukkan resistensi terhadap golongan obat penisilin dengan memproduksi enzim penghidrolisis penisilin yaitu penisilane. Namun setelah itu, obat antibiotic golongan penilisin ini dikembangan untuk mengatasi hal tersebut dan memperluas cakupan antimikroba penilisin. Ampisilin mempunyai konsentrasi hambat minimum yang efektif terhadap sebagian besar organisme penting secara medis pada penyakit infeksi yang salah satunya disebabkan oleh bakteri seperti Escherichia coli : MIC= 4 mg/L, dan Staphylococcus aureus : MIC= 0,6-1 mg/L.
Dari pemaparan tersebut, dapat dibuktikan dengan adanya hasil percobaan yang sudah kami lakukan ketika praktikum farmakologi III, yaitu dengan terbentuknya suatu kurva yang menunjukkan bagaimana antibiotic ampisilin bekerja dalam membunuh pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Sebelum pratikum dilaksanakan, preparasi perlu disiapkan dan dilakukan dengan cara aseptic. Media serta alat yang akan digunakan harus dalam kondisi sudah di sterilisasi. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya kontamaninasi bakteri, menghindari interferensi hasil pengujian, meningkatkan akurasi dan reliabilitas hasil pengujian. Sehingga proses tersebut merupakan proses yang berperan penting dan wajib dilakukan ketika praktikum berlangsung pada setiap pengujian farmakologi.
Pada proses percobaan ini, diperlukan 30 vial yang digunakan untuk menyimpan media NB. Dimana dalam 1 vial tersebut berisi 5 ml media NB. Antibiotik ampisilin yang
diuji memiliki dua konsentrasi yang digunakan yaitu antibiotic ampisilin dengan konsentrasi 100 & 200 µg. Tujuan dari adanya konsentrasi antibiotic yang berbeda disini untuk menentukan efektivitas antibiotic terhadap bakteri, untuk mengetahui konsentrasi minimal yang diperlukan untuk membunuh atau menghambat bakteri, serta untuk membandingkan efektivitas berbagai antibiotic dan mengidentifikasi resistensi bakteri terhadap antibiotic yang diuji. Bakteri yang digunakan pada pengujian disini, masing masing memiliki 5 vial media NB yang akan menjadi media pertumbuhan bakteri tersebut dengan waktu pengukuran yang terdiri dari 30 menit-150 menit. Media yang sudah dimasukkan kedalam vial dan ditambahkan bakteri dimasukkan kedalam inkubator kocok.
Inkubator kocok merupakan perangkat laboratorium yang menggabungkan fungsi inkubasi (pemeliharaan suhu dan kelembaban) dengan pengocokan. Tujuan media yang diuji dimasukkan kedalam alat tersebut untuk mengembangkan mikroorganisme yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dalam media cair NB. Kelebihan menggunakan incubator kocok pada praktikum disini yaitu meningkatkan efisiensi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap media yang sudah diinkubasi selama 30 menit pada vial dengan waktu pengukuran 60-150 dilakukan penambahan antibiotik ampisilin baik itu pada vial untuk bakteri E-coli ataupun S.Aureus kecuali pada media control. Setelah semua media diinkubasi sesuai dengan waktu yang seharusnya lalu, dilakukan pengukuran konsentrasi untuk mengetahui apakah antibiotic ampisilin mampu atau tidak dalam membunuh bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang ditanam dari waktu ke 60-150 menit.
Dari pengujian tersebut didapatkan hasil berupa terbentuknya suatu kurva pertumbuhan bakteri yang diperoleh dari nilai absorbansi media NB dan diukur menggunakan instrumen spekrofotometri UV-VIS. Kurva tersebut menunjukkan gambar yang memberikan hasil bahwa pada media NB yang ditanam bakteri Staphylococcus aureus dan diberikan antibiotic ampisilin dengan konsentrasi 200 µg pertumbuhannya bisa terbunuh dan bakteri tersebut menjadi mati dengan seiring berjalannya waktu pengukuran yang dilakukan. Dapat dilihat dari hasil pengukuran yang diperoleh, bahwa jumlah bakteri yang ada pada media NB yang ditanam bakteri S.Aureus semakin lama jumlahnya semakin kecil.Sehingga kurva yang terbentuk pada waktu pengukuran ke 150 menit semakin menurun kebawah. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan bakteri S.Aureus semakin
menghilang atau berkurang jumlahnya. Hasil ini menandakan bahwa antibiotic ampisilin dengan konsentrasi tersebut mampu membunuh pertumbuhan bakteri S.Aureus. Berbeda dengan antibiotic ampisilin dengan konsentrasi 100 µg, kurva yang terbentuk menunjukkan bahwa bakteri S.Aureus pertumbuhannya terus meningkat mulai dari pengukuran 30-150 menit. Hal ini menandakan bahwa antibiotic ampisilin yang digunakan dengan konsentrasi 100 µg masih belum mampu membunuh bakteri yang ditanam pada media NB. Sehingga dapat dikatakan bahwa antibiotic ampisilin yang diuji, terbukti mampu bekerja secara bakterisid dengan konsentrasi yang tinggi yaitu 200 µg. Berbeda dengan hasil kurva yang didapat pada bakteri E-Coli, antibiotic ampsilin yang digunakan dengan kosentrasi 100 & 200 µg tidak mampu membunuh pertumbuhan bakteri tersebut.
Hal ini bisa dikatakan , kemungkinan antibiotic ampisilin memang kurang efektif dalam membunuh bakteri E-Coli yang ditanam pada media NB.
Berdasarkan literatur, cawan yang berisi media NB yang berperan sebagai control, diharapkan hasil kurva yang terbentuk menunjukkan fase pertumbuhan bakteri yang terus meningkat dari waktu pengukuran 30-120 menit, dan menurun jumlahnya pada waktu 150 menit ( fase kematian ). Karena apabila kurva pada media control membentuk fase tersebut, dapat dikatakan bahwa ketika kami melakukan praktikum ini tidak terdapat adanya kontaminasi. Sehingga bakteri yang diharapkan tumbuh, berhasil dikembangkan ketika memasuki proses induksi pada incubator kocok. Dan karena pada media control tidak ada penambahan antibiotic, maka bakteri seharusnya memang terus tumbuh mulai dari waktu pengukuran 30-150 menit karena tidak ada penghambatan atau pembunuhan dari zat antibiotic. Namun apabila bakteri pada waktu pengukuran150 menit menunjukkan tidak ada pertumbuhan hal ini bisa terjadi karena bakteri mati disebabkan oleh adanya kekurangan nutrisi, atau adanya perubahan kondisi pH yang dapat mempengaruhi kondisi bakteri yang ditanam.
Dan hasil percobaan menunjukkan bahwa kurva control yang kami peroleh memiliki hasil yang sesuai dengan literatur, dimana jumlah pertumbuhan bakteri E-Coli dan S.Aureus terus semakin meningkat mulai dari waktu pengkuran 30-150 menit. Hasil ini membuktikan bahwa praktikum yang kami lakukan tidak terdapat adanya suatu zat kontaminan yang membuat adanya hasil praktikum menjadi tidak sesuai. Sehingga antibiotic ampisilin yang kami uji dapat dinyatakan sebagai antibiotic bakterisid dimana
antibiotic tersebut mampu membunuh bakteri S. Aureus dengan konsentrasi yang tinggi . Namun antibiotic ampisilin kurang efektivitas dalam membunuh bakteri E-Coli
8. KESIMPULAN
Antibiotik ampisilin termasuk kedalam jenis antibiotic yang memiliki mekanisme kerja bakterisida. Dimana antibiotic ini bersifat membunuh bakteri yang terdapat pada media. Konsentrasi antibiotic ampisilin yang digunakan adalah kosentrasi yang tinggi yaitu 200 µg sehingga konsentrasi tersebut mampu membunuh pertumbuhan bakteri S.Aureus pada media NB.
9. LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Widiastuti, R., & Kusumawati, L. (2020). Pengaruh ekstrak lengkuas (Alpinia galanga) terhadap pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, 26(1), 45-50
Sari, R. A., & Kurniawan, Y. (2020). Aktivitas antimikroba ampisilin dan tetrasiklin terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada berbagai konsentrasi. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, 22(1), 45-52
Putra, A. D., & Wulandari, D. (2017). "Pengujian efektivitas ampisilin dan tetrasiklin terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli." Jurnal Mikrobiologi dan Bioteknologi, 5(2), 102-107.
Lestari, N. M., & Prasetyo, R. (2021). "Pengaruh penggunaan ampisilin dan tetrasiklin terhadap bakteri gram positif dan gram negatif." Jurnal Antimikroba dan Terapi, 10(3), 210-216.
Hidayati, N. P., & Sulaeman, F. (2020). "Efektivitas kombinasi ampisilin dan tetrasiklin dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen Escherichia coli." Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 15(2), 123-128.