• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PERKEBUNAN TEH JOLOTIGO KECAMATAN TALUN KABUPATEN PEKALONGAN PASCA TAHUN 1957

N/A
N/A
buttercup

Academic year: 2024

Membagikan "PENGARUH KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PERKEBUNAN TEH JOLOTIGO KECAMATAN TALUN KABUPATEN PEKALONGAN PASCA TAHUN 1957 "

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/371253742

Artikel PERKEMBANGAN PERKEBUNAN TEH JOLOTIGO KECAMATAN TALUN KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 1957

Research · June 2023

CITATIONS

0

READS

200

13 authors, including:

Lidya Dwi Jayanti Universitas Sebelas Maret 4PUBLICATIONS   0CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Lidya Dwi Jayanti on 03 June 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

(2)

PENGARUH KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PERKEBUNAN TEH JOLOTIGO KECAMATAN TALUN KABUPATEN PEKALONGAN PASCA

TAHUN 1957

Oleh: Lidya Dwi Jayanti

Guru Sejarah SMK Negeri 1 Kedungwuni

A. Pendahuluan

Perkebunan Indonesia sudah diperkenalkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sejak datang ke Indonesia dengan keuntungan yang melimpah. Hal tersebut merupakan salah satu sisi sejarah yang mempunyai pengaruh cukup luas bagi Indonesia dalam waktu yang cukup panjang. Belanda sebagai salah satu negara penjajah mempunyai peran dalam sejarah Perkebunan terutama yang meletakkan dasar bagi perkebunan di Indonesia. Tujuan dari kebijakan Perkebunan adalah meningkatkan penghasilan devisa, dan memperluas lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.

Perkebunan besar di Indonesia dalam perkembangannya tidak lepas dari sistem penjajahan Belanda. Masyarakat Indonesia semula hanya mengenal sistem pangan. Namun pada abad ke- 17 Belanda telah mengubah pertanian dengan sistem perkebunan.1 Begitu juga dengan tanaman teh sudah dikenalkan di Pulau Jawa sejak abad ke-17. Kepemilikan teh itu sendiri sifatnya adalah milik pribadi yaitu milik para penjajah Belanda, di mana mereka mempunyai modal yang cukup guna pembangunan perkebunan.2

1 Mubyarto dkk, Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan. Yogyakarta: Aditya Media, 1992, hlm. 8-15.

2 Sugiyanti, Perkembangan Perkebunan Teh Semugih Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang Dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Pada Tahun 1957-2008. Semarang: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNNES, 2007, hlm. 4-6.

(3)

Produksi perkebunan teh di Indonesia mengalami pasang surut. Keadaan tersebut dapat dibuktikan dengan hasil produksi pada tahun 1870-1910 mengalami peningkatan. Akan tetapi, pada tahun 1930-1939 hasil produksi mengalami penurunan. Naiknya produksi disebabkan adanya persaingan kuantitas dan kualitas produksi teh di dunia3

Pada bulan Desember 1957 terjadi peristiwa yang dikenal sebagai proses

“Nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing”. Peristiwa pengambilalihan ini berjalan secara spontan dan Unilateral (langsung dan menyeluruh).4 Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menulis artikel yang berjudul “Pengaruh Kehidupan Sosial Ekonomi Perkebunan Teh Jolotigo Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan Pasca Tahun 1957”.

B. Kondisi Geografis Perkebunan Teh Jolotigo

Perkebunan Jolotigo adalah salah satu perkebunan yang berada di Propinsi di Jawa Tengah, tepatnya di desa Jolotigo yaitu km 32 kearah Selatan Pekalongan. Perkebunan ini berada di Kelurahan di Jolotigo, Kecamatan di Talun, Kabupaten di Pekalongan, dan berada di Propinsi di Jawa Tengah.

Perkebunan Jolotigo merupakan penggabungan antara dua perkebunan yang lain.

Kebun tersebut ialah Kebun Tombo-Wonodadi yang terletak di Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang dan Kebun Doro yang terletak di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan.

Perkebunan Teh Jolotigo memiliki batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Kota Pekalongan, Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Batang dan Kota Pekalongan, Sebelah Selatan, berbatasan Kabupaten Banjarnegara, dan Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Pemalang. Begitu pula jarak dari Ibukota Kabupaten (Kajen) adalah

3 Rofiq, Ahmad, dkk, Perkebunan Dari NES ke PIR. Jakarta: Puspa Swara, 1998, hlm. 13-14.

4 Kartodirjdo, Sartono dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan di Indonesia:

kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media, 1991, hlm. 174.

(4)

sekitar 30 Km, Kebun Tombo-Wonodadi mempunyai jarak dengan Kajen sekitar 34 Km, dan Kebun Doro mempunyai jarak dengan Kajen sekitar 20 Km.

Perkebunan Teh Jolotigo terletak di daerah pegunungan dengan ketinggian 300-1200 meter di atas permukaan laut, sebagian besar dari areal perkebunan tersebut perbukitkan dan sedikit sekali yang merupakan daratan (landai). Areal yang mempunyai kemiringan antara 15-400 kurang lebih hanya 30% saja, sedang areal yang lain mempunyai kemiringan lebih dari 400.5

Perkebunan Teh Jolotigo merupakan penggabungan dari dua unit, Kebun ini bekas pemilikan sebuah Kongsi Belanda yang terdiri dari: 1). Kebun Jolotigo, pemilik sebelumnya yaitu NV. Watering Loeber, lokasinya terletak di Kecamatan Talun, dengan memiliki luas 482,75 Ha, dan Kebun Doro, yang terletak di Kecamatan Doro, dengan memiliki luas 139,43 Ha. Luas jumlah antara Kebun Jolotigo dan Kebun Doro adalah 622,43 Ha. 2). Kebun Tombo-Wonodadi, pemilik sebelumnya NV. Landbouw Onderneming,lokasinya terletak di Kecamtan Bandar, dengan memiliki luas 282,64 Ha dan Kecamatan Wonotunggal, dengan memiliki luas 246,80 Ha. Luas jumlahnya adalah 529,44 Ha. Total luas dari semua perkebunan, adalah 1,151.87 Ha.6

C. Perkembangan Perkebunan Teh Jolotigo Kecamatan Talun

Tanaman Teh (Camelia Sinesis) pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh (diduga teh sinesis) dari Jepang yang dibawa oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Batavia. Lalu seorang Pendeta bernama F. Valentijn, melaporkan tahun 1694, bahwa ia melihat tanaman Teh Sinensis di halaman rumah Gubernur Jendral VOC yang bernama Camphuys di Batavia. Setelah tahun 1824 Dr. Van Siebold seorang ahli bedah tentara Hindia Belanda yang pernah melakukan

5 Roestam, Soepardjo, Laporan-Singkat Kebun: “Jolotigo/Tombo- Wonodadi/Doro”. PTP Perkebunan XVIII (Persero), 1979, hlm. 2.

6 Dokumen PT. Perkebunan Nusantara IX Kebun Jolotigo

(5)

penelitian alam di Jepang mempromosikan usaha pembudidayaan dengan bibit Teh dari Jepang.7

Pada tahun 1826 tanaman Teh melengkapi Kebun Raya Bogor yang pertama kali didirikan oleh Pemerintahan Hindia Belanda sebagai Kebun botani tahun 1817. Pada tahun 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat.

Setelah menanam Teh di Cisurupan dan di Gunung Raung (Banyuwangi), dianggap berhasil Pemerintah Belanda berusaha memperluas perkebunan di seluruh Jawa, salah satunya ada di Pekalongan.8

Perkebunan teh Jolotigo sendiri didirikan pada tahun 1800, pada mulanya diusahakan oleh Belanda. Pemilik pekebunan teh Jolotigo waktu itu adalah NV.Watering dan Loeber yang berkedudukan di Amsterdam. Pada tahun 1937 sampai 1938 tanaman kina dibongkar dan arealnya dijadikan hutan belukar sebagai tanah cadangan.

Setelah adanya kebijakan UU Agraria 1870, memberikan kesempatan bagi pemodal asing untuk membuka usaha perkebunan yang salah satunya, Perkebunan Teh Jolotigo berdiri pada tahun 1875 didirikan oleh Johannes Van Hall berkebangsaan Belanda, pada mulanya diusahakan oleh Belanda. Pemilik Perkebunan Teh Jolotigo waktu itu adalah NV.Watering dan Loeber yang berkedudukan di Amsterdam. Setelah berdirinya Perkebunan Teh maka pada tahun 1964 didirikan pabrik teh di Desa Jolotigo. Teh yang dihasilkan oleh perkebunan Jolotigo adalah serbuk the hitam kering dengan pengolahan sistem orthodox rotorvane (memakai mesin). Bubuk teh hitam dipasarkan sebagian besar diekspor ke luar negeri.9

7 http//WWW.Sosro.Com/Ind/it-sej.Teh.htm/20-Oktober-2015

8 Kartodirjdo, Sartono dan Djoko Suryo, op.cit., hlm. 162.

9 Profil Singkat PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Devisi Nusantara Tanaman Tahunan Kebun Jolotigo, hlm. 3-5.

(6)

Semenjak Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942 sampai 1945, Perkebunan teh diambil alih oleh Jepang. Pada waktu itu banyak tanaman teh yang rusak dan diganti dengan tanaman pangan seperti: Jagung, Ketela Pohon, dan sebagainya. Pada masa ini telah terjadi berbagai perubahan yang mendasar pada sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Tahun 1942 setelah Jepang mendarat ke Jolotigo.10

Setelah lepas dari Pemerintah Jepang dan jepang meninggalkan Jolotigo, Jolotigo belum diserahkan ke Indonesia. Perkebunan Jolotigo diserahkan kembali kepemiliknya yaitu kepada pemilik Belanda dibawah kepemimpinan August Doorman, Jr dari tahun 1947-1949.Dilanjutkan dibawah kepemimpinan C.C Veenstra tahun 1949-1951.Dan yang terakhir dibawah kepemimpinan J.G.J Dibbets tahun 1951-1957. Setelah terjadi Nasionalisasi para penguasa dari Belanda kembali ke negaranya dan Kebun Jolotigo diserahkan ke Indonesia dengan nama PPN Jolotigo dengan Administratur pertama R. Soermardjo.

D. Pengaruh Perkebunan Teh Jolotigo Terhadap Sosial Ekonomi

Setelah terjadi Nasionalisasi, perkebunan teh Jolotigo semuanya dibenahi dan diremajakan kembali yang 1 hektar diisi 10.000 pohon. Namun masih memakai aturan Belanda, pada tahun 1960 dibangun Pabrik. Pemasakanpun tadinya memakai kayu diganti menjadi solar supaya hasilnya lebih banyak lagi.

Pada tahun 1960 semua karyawan yang bekerja wajib menetap dan tidak boleh keluar dari perkebunan. Tempat tinggal mereka masih menggunakan triplek dan masih kuno. Para Karyawan diberikan jatah kebutuhan pokok dan diberikan hiburan.

Dalam perkembangan perkebunan teh Jolotigo bisa dikatakan lancar, hanya saja tahun 1966 diadakan pengiritan dalam pengeluarannya, dan uangnya

10 Pada masa pendudukan Jepang, perkembangan budidaya teh sangat memprihatinkan. Dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1942 yang menyatakan bahwa Gunseikan (kepala pemerintahan militer) langsung mengawasi perkebunan. Setiawati, Ita dan Nasikun. Teh: Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media, 1991, hlm.

22.

(7)

pun dibatasi, karena pada tahun itu pendapatan Perkebunan sempat terjadi penurunan. Namun setelah tahun 1970 bisa dibilang Perkebunan dapat meningkat. Tahun 1990 terlepas dari PTPN IX Jolotigo bisa dikatan lesu, karena masalah harga yang tidak sesuai dengan jumlahnya. Penghasilan PTPN Jolotigo belum bisa menyajikan untung.

Adapun penggolongan tenaga kerja di perkebunan pada masa penjajahan Belanda dipisahkan berdasarkan pada status pendidikan dan sistem upah.

Pengkelompokkan pada waktu itu sangat diperhatikan, mulai dari ras dan warna kulit hal ini tidak dapat dipisahkan. Secara umum pembagian tenaga kerja perkebunan dibedakan menjadi empat golongan: a). Administratur, b). Pegawai Staf, c). Pegawai Non-staf (mandor), d).Buruh Perkebunan.11

PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) dipimpin oleh seorang Direksi sedangkan perkebunan Jolotigo dipimpin oleh Administratur. Dalam tugasnya, administratur dibantu oleh beberapa kepala bagian (sinder). Masing-masing pegawai memiliki tugas dan wewenang yang harus dijalankan sebaik-baiknya.

Penjabaran tugas dan wewenang dari masing-masing anggota adalah pada struktur organisasi di PTPN IX (Persero) Kebun Jolotigo adalah sebagai berikut:

1). Administratur, 2). Sinder Kebun Kepala, 3). Sinder Teknik/ Teknologi, 4).

Sinder Kantor, dan 5). Sinder Kebun.

Produksi Perkebunan Jolotigo lancar tidak ada kendala, kalau teh dikirim ke Pelabuhan Tegal sedangkan kopi pada waktu itu dikirim langsung ke Semarang. Perkembangan pada tahun 1990 semakin membaik dan sangat efisien dibandingkan dulu. Pada tahun 1960 masih menggunakan tenaga manusia, mulai pada tahun 1980 sudah dibantu dengan mesin. Pada tahun 1987 dalam memproduksi teh dalam 1 ton membutuhkan tenaga sampai 42 orang, tahun 1990 dapat berkurang hanya membutuhkan 30 orang. Dalam perkembangannya

11 Wawancara dengan Bapak Marsudi, Karyawan PTP. Nusantara IX Kebun Jolotigo.

(8)

Perkebunan Teh Jolotigo mengalami pasang surut diantara komiditi yang lain di PTP Nusantara XI teh ini produk yang belum bisa menyajikan untung.12

Jumlah produksi teh kering pada tahun 1974 sebanyak 182.260 kg, tahun 1975 berjumlah 206.755 kg mengalami peningkatan, tahun 1976 jumlah produksi teh menurun 194.506 kg, tahun 1977 mengalami penurunan 171.792 kg, tahun 1978 mengalami peningkatkan 250.826 kg dan pada tahun 1979 mengalami penurunan kembali menjadi 182.195 kg. Perkebunan Nusantara IX Kebun Jolotigo memproduksi bubuk teh hitam kering dengan proses Orthodox rotorvane. Bubuk teh hitam ini sebagian besar diekspor keluar negeri.

Ada beberapa bentuk kepedulian pihak Perkebunan Teh Jolotigo dalam bidang sosial terhadap masyarakat sekitar antara lain, yaitu:

1. Keadaan Sosial untuk Karyawan, untuk memelihara kesehatan karyawan telah diusahakan:

a. Sebuah Poliklinik

b. Dipekerjakan seorang mantri kesehatan (Honorair) dan Bidan di B.K.I.A, dari Puskesmas Kec. Doro, untuk menangani para apseptor keluarga berencana.

c. Disediakan peralatan dan obat-obatan lengkap.

2. Dikebun ini terdapat macam pendidikan:

a. Sebuah gedung S.T.K 2 lokal dengan murid 34 anak. Status guru honorer yang diberikan oleh Periska Ranting Kebun: “ Jolotigo/ Tombo- Wonodadi/Doro”.

b. Sebuah gedung SD, enam kelas dengan murid 173 orang anak, dengan orang berstatus sebagai Pegawai Negeri.

Dengan adanya perkebunan teh Jolotigo, sangat membantu dalam meningkatkan keadaan sosial, baik karyawan, masyarakat sekitar perkebunan maupun desa tetangga yang berbatasan langsung dengan perkebunan. Ada

12 Wawancara dengan Bapak Tasurun, bekerja sebagai mandor pabrik teh Jolotigo

(9)

beberapa bentuk kepedulian pihak Perkebunan Teh Jolotigo dalam bidang sosial terhadap masyarakat sekitar antara lain, yaitu: Sosial Ekonomi / Pemberdayaan Masyrakat, antara lain: Memberikan bantuan dana pada Madrasah Dian Nafi Tombo, Ikut meningkatkan prasarana olahraga masyarakat, Membantu pembangunan Masjid di Desa Tombo, Membantu pembangunan MTS Desa Tombo, Membantu pengaspalan jalan Desa Tombo, Memberikan bantuan Pon Pes disekitar Kebun, Membantu Pembangunan Masjid disekitar Kebun, Memberikan bantuan untuk kegiatan 17an pada desa-desa sekitar Kebun dan Kecamatan, dan Mengijinkan masyarakat sekitar Kebun untuk memanfaatkan sumber air yang ada di Kebun.

Dibidang pendidikan Perusahaan memberikan bantuan, menyediakan sarana Pendidikan untuk karyawan dan masyarakat sekitar berupa: sekolah Taman Kanak-kanak, Menyediakan antar jemput anak sekolah, Pemberian bea siswa pada anak yang berprestasi, Pelatihan kesenian, Menyediakan saran olahraga, Wahana belajar bagi siswa/ Mahasiswa yang akan melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.

Lingkungan Hidup, berupa: Kebun Jolotigo merupakan Perusahaan dalam bidang perkebunan, maka dengan sendirinya melaksanakan pelestarian lingkungan dan Limbah yang terjadi dari sisa panen maupun sisa pengolahan yang sebagian besar berupa limbah padat seluruhnya dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman, sehingga tidak mengganggu lingkungan.

E. Kesimpulan

Pada masa Pemerintahan Belanda, perkebunan Jolotigo ditanami tanaman Kopi lalu dirasa tidak cocok lalu diganti Teh, Kina, dan Karet.Pada masa ini semua peralatan sangat minim dan memakai peralatan sedarhana, bahkan tempat pemetikannyapun jauh dari pabrik.Teh yang dihasilkan adalah teh hitam dan pemasarannya hanya ke Eropa.Pada masa Pemerintahan Jepang semuanya dipangkas habis, sehingga mengurangi pemasukan perekonomian terhadap perkebunan. Sehingga berdampak buruk terhadap masyarakat sekitar.

(10)

Masa Pemerintahan RI perkebunan di bawah Administratur R.

Soemardjo.Pada tahun 1960 pabrik dibangun, lalu administratur yang pertama dirangkep menjadi pimpimnan dan sinder. Teh yang dihasilkan adalah teh hitam lalu mulai di export ke berbagai negara tetangga. Perkebunan Teh Jolotigo sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan.

DAFTAR RUJUKAN

Kartodirjdo, Sartono dan Djoko Suryo. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia:

kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.

Mubyarto dkk. 1992. Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan. Yogyakarta: Aditya Media.

Profil Singkat PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Devisi Nusantara Tanaman Tahunan Kebun Jolotigo.

Roestam, Soepardjo. 1979. Laporan-Singkat Kebun: “Jolotigo/Tombo- Wonodadi/Doro”. PTP Perkebunan XVIII (Persero).

Rofiq, Ahmad, dkk. 1998. Perkebunan Dari NES ke PIR. Jakarta: Puspa Swara.

Sugiyanti. 2007. Perkembangan Perkebunan Teh Semugih Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang Dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Pada Tahun 1957-2008. Semarang: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNNES.

Setiawati, Ita dan Nasikun. 1991. Teh: Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.

http//WWW.Sosro.Com/Ind/it-sej.Teh.htm/20-Oktober-2015

Wawancara dengan Bapak Marsudi, Karyawan PTP. Nusantara IX Kebun Jolotigo

Wawancara dengan Bapak Tasurun, bekerja sebagai mandor pabrik teh Jolotigo

View publication stats

Referensi

Dokumen terkait

Pada bab ini penulis akan menyajikan kesimpulan yang berkaitan dengan “Peranan Perkebunan Karet Jalupang Terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Cipeundeuy Kabupaten

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti pertama yaitu menentukan informan. Dari informan ini dapat diperoleh informasi tentang keberadaan Perkebunan teh Kaligua terhadap

Kehidupan sosial ekonomi buruh perkebunan teh tahun 1967-1982 dapat dilihat dari upah yang mereka terima atau pendapatan, sarana dan prasarana, tingkat pendidikan dan tempat

Smart Tbk Padang Halaban, perkebunan kelapa sawit, dan menjelaskan kehidupan sosial ekonomi buruh tetap dan buruh tidak tetap dan bagaimana sistem perekrut buruh perkebunan

Kehidupan Sosial-Ekonomi Buruh Perkebunan Kalitengah Tahun 1982-2010; Nurma Tisa Meladipa; 050210302140; 2012; 91 halaman; Program Studi Pendidikan Sejarah; Jurusan Pendidikan

melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kawasan Pabrik

Beranekaragam potensi yang dimiliki msyarakat Desa Toyomarto selain sebagai tenaga kerja di Perkebunan Teh Wonosari Kecamatan Singosari Kabupaten Malang juga

Penelitian ini berjudul Dampak Perkebunan Salak Pondoh Bagi Kehidupan Sosial Ekonomi Desa Aribaya Kecamatana Pagentan Kabupaten Banjarnegara Tahun 1998 2014