• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA

THE INFLUENCE OF GROUP GUIDANCE SERVICES ON STUDENT EMOTIONAL INTELLIGENCE

Oleh:

Sukarmin1), Ordiman Lasaima2)

1)SMAN 3 Lapandewa, 2)Universitas Halu Oleo Email: [email protected] Kata Kunci:

Bimbingan Kelompok, Kecerdasan Emosional.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain pra-eksperimen. Subjek penelitian di tentukan berdasarkan hasil angket screening, dengan jumlah 8 orang siswa. 5 Orang siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan 3 orang siswa yang kecerdasan emosionalnya tinggi. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara, studi dokumen dan angket.

Metode analisis data menggunakan uji Wilxocon Match Pairs test. Hasil penelitian menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,012 < α = 0,05.

Karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,012 < α = 0,05, hal ini berarti layanan bimbingan kelompok berpengaruh positif terhadap kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Lapandewa Kabupaten Buton Selatan.

Keywords:

Group Counseling, Emotional

Intelligence.

ABSTRACT

The aim of this research was to determine the effect of group counseling services on the students emotional intelligence. This research is an experimental research with a pre-experimental design. Subjects were determined based on the results of a screening questionnaire, with a total of 8 students. 5 students with low emotional intelligence and 3 students with high emotional intelligence. Data in this study were collected using interview techniques, document study and questionnaires. Methods of data analysis using the Wilxocon Match Pairs test. The results showed the value of Asymp.

Sig. (2-tailed) = 0.012 < α = 0.05. Due to the Asymp value. Sig. (2-tailed) = 0.012 <α = 0.05, it means that group counseling services had a positive effect on the emotional intelligence of students from SMA Negeri 3 Lapandewa, South Buton Regency.

(2)

Pendahuluan

Salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia adalah masa (fase) remaja. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 sampai 21 tahun dan terbagi dalam tiga tahapan perkembangan yaitu masa remaja awal, remaja pertengahan, dan remaja akhir. Pada masa peralihan ini seorang individu mengalami perkembangan baik secara mental, sosial, fisik, maupun emosional. Tidak dapat dipungkiri pada masa remaja sering terjadi fluktuasi (naik turun) terutama dari segi emosi. Sebagaimana yang dikutip oleh Santrock (2007: 201) yang menyatakan bahwa sudah sejak lama masa remaja dinyatakan sebagai masa badai emosional.

Kecerdasan emosional (Emotional Quotient/EQ) sangat penting dimiliki oleh setiap individu, karena kecerdasan intelektual saja tidak bisa menjamin kesuksesan seseorang di masa datang.

Kecerdasan emosional sangat berpengaruh terhadap kesuksesan dan kebahagiaan hidup seseorang.

Kecerdasan emosional membantu menciptakan hubungan atau relasi yang lebih kuat, sukses dalam kehidupan sosial maupun kehidupan pribadi. Seperti yang diungkapkan oleh Shapiro (2003: 8) bahwa kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. Menurut Santrock (2007: 202), pada masa remaja individu cenderung lebih menyadari siklus emosionalnya seperti perasaan bersalah karena marah. Kesadaran yang baru ini dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi emosi-emosinya. Remaja juga lebih terampil dalam menampilkan emosi- emosinya kepada orang lain. Sebagai contoh, mereka menjadi menyadari pentingnya menutupi rasa marah dalam relasi sosial. Mereka juga lebih memahami bahwa kemampuan mengomunikasikan emosi-emosinya secara konstruktif dapat meningkatkan kualitas relasi mereka.

Meskipun meningkatnya kemampuan kognitif dan kesadaran diri pada remaja yang dapat mempersiapkan mereka untuk dapat mengatasi stres dan fluktuasi emosional secara lebih efektif, namun ternyata banyak remaja tidak dapat mengelola emosinya secara lebih efektif. Sebagai akibatnya, mereka rentan untuk mengalami depresi, kemarahan, kurang mampu mengelola emosinya, yang selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai masalah kesulitan akademis, masalah-masalah pribadi, maupun masalah-masalah sosial. Masalah-masalah ini dialami oleh kebanyakan remaja/siswa, hal ini sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Poetri (2009) yang menunjukkan bahwa siswa dengan kecerdasan emosi yang rendah menunjukkan perilaku yang kasar, sering berselisih dengan teman, tidak bisa berempati, individualis, ketidakmampuan mengambil cara atau solusi dalam mengatasi masalahnya sendiri, malas mengerjakan tugas, serta kurangnya sikap saling menghormati.

Hasil penelitian atas yang menunjukkan rendahnya kecerdasan emosional siswa tersebut dikuatkan lagi oleh penelitian yang dilakukan oleh Sumarlin (2013) dari 304 siswa di SMA Negeri 1 Lohia 44,40% masih memiliki kecerdasan emosional yang rendah atau kurang baik. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh emosi yang belum matang sehingga menimbulkan reaksi emosional yang tidak stabil, selalu berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain.

Fenomena rendahnya kecerdasan emosional tersebut juga terjadi di SMA Negeri 3 Lapandewa berdasarkan observasi yang di lakukan peneliti terdapat perilaku siswa seperti mudah marah, berbicara kasar sama temannya, berbicara seenaknya dengan gurunya, membicarakan keburukan orang lain, dan suka berteriak didalam kelas serta perilaku-perilaku lainnya yang menunjukkan rendahnya kecerdasan emosional siswa. Berdasarkan studi awal yang peneliti lakukan pada tanggal 20 Juli 2019 di SMA Negeri 3 Lapandewa diketahui bahwa kecerdasan emosional siswa yang rendah yang ditandai dengan berbagai perilaku siswa seperti tidak dapat mengontrol amarahnya ketika teman menolak membelikan makanan ringan, siswa terbahak-bahak dengan suara keras, menghina dan membully teman, siswa membicarakan keburukan orang lain, siswa yang berbicara tidak sepantasnya dengan temannya menggunakan kata “bodoh”, selalu menang sendiri saat berhubungan dengan teman juga pada saat diskusi kelompok.

(3)

Perlu upaya-upaya yang tepat untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah tersebut sehingga kecerdasan emosional siswa meningkat salah satunya dengan mengoptimalkan layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu layanan yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling (BK) di sekolah dengan membahas topik-topik tertentu sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif dan bertanggungjawab. Selain itu dalam bimbingan kelompok ini kemampuan berkomunikasi verbal dan non verbal dapat ditingkatkan (Prayitno dan Amti, 2013: 152).

Oleh karenanya, layanan bimbingan kelompok dianggap tepat dalam membantu meningkatkan kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Lapandewa. Dengan adanya layanan bimbingan kelompok ini diharapkan siswa yang memiliki kecerdasan emosi yang kurang dapat belajar menumbuhkan kecerdasan emosi melalui pengalaman-pengalaman yang ia dapatkan melalui perannya sebagai anggota kelompok. Materi yang diberikan kepada anggota kelompok adalah materi yang dapat meningkatkan kecerdasan emosional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah layanan bimbingan kelompok berpengaruh terhadap kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Lapandewa Kabupaten Buton Selatan.

Kecerdasan emosional

Goleman (2003) menjelaskan kecerdasan emosional adalah kecakapan emosional yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan tidak cepat merasa puas, mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir, mampu berempati serta berharap.

Hein (Efendi dan Susanto, 2013: 2) menjelaskan “emotional intelligence is the innate potential to feel, use, communicate, recognize, remember, describe, identify, learn form, manage, understand, and explain emotions”. Pendapat ini menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan potensi dari dalam diri seseorang untuk bisa merasakan, menggunakan, mengomunikasikan, mengenal, mengingatkan, mendeskripsikan emosi. Sedangkan Salovey dan Mayer (Saptoto, 2010: 3) menjelaskan kecerdasan Emosi digunakan untuk menggambarkan sejumlah keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain, serta kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan meraih tujuan kehidupan.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan emosi yang ada di dalam setiap individu untuk mampu merasakan menggunakan ataupun mengelola emosi dalam diri untuk memotivasi, merencanakan, dan memiliki berbagai kemampuan di dalam masyarakat.

Ciri-ciri kecerdasan emosi

Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan emosi menurut Goleman (2003) yaitu sebagai berikut:

1. Anak mampu memotivasi diri sendiri.

2. Anak mampu bertahan menghadapi frustasi.

3. Anak lebih cakap untuk menjalankan jaringan informal/non-verbal (memiliki 3 variasi yaitu jaringan komunikasi, jaringan keahlian, dan jaringan kepercayaan).

4. Anak mampu mengendalikan dorongan lain dari luar.

5. Anak cukup luwes untuk menemukan cara/alternative agar sasaran tetap tercapai untuk mengubah sasaran jika sasaran semula sulit dijangkau.

6. Tetap memiliki kepercayaan yang tinggi bahwa segala sesuatu akan beres ketika menghadapi tahap sulit.

7. Anak memiliki empati yang tinggi.

8. Anak memunyai keberanian untuk memecahkan tugas yang berat menjadi tugas yang kecil yang mudah ditangani.

9. Merasa cukup banyak akal untuk menemukan cara dalam meraih tujuan.

(4)

Faktor yang memengaruhi kecerdasan emosional

Perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Goleman (2003: 21) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi kecerdasan emosional, yaitu:

1. Faktor otak

Mengungkapkan bagaimana otak memberikan tempat istimewa bagi amigdala sebagai penjaga emosi, penjaga yang mampu membajak otak. Amigdala berfungsi sebagai semacam gudang ingatan emosional dan demikian makna emosional itu sendiri hidup tanpa amigdala merupakan kehidupan tanpa makna pribadi sama sekali.

2. Faktor keluarga

Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi yaitu belajar bagaimana merasakan dan menaggapi perasaan diri sendiri, berpikir tentang perasaan tersebut.

Khususnya orang tua memegang peranan penting dalam mengembangkan terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak. Goleman berpendapat bahwa lingkungan keluarga merupakan sekolah pertama untuk mempelajari emosi.

3. Lingkungan sekolah

Guru memegang peranan yang paling penting dalam mengembangkan potensi anak melalui gaya kepemimpinan dan metode mengajarnya sehingga kecerdasan emosional berkembang secara maksimal. Setelah lingkungan keluarga, kemudian lingkungan sekolah mengajarkan kepada anak sebagai individu untuk mengembangkan keintelektualan dan bersosial dengan sebayanya, sehingga anak dapat berekspresi secara bebas tanpa terlalu banyak diatur dan diawasi secara ketat.

Bimbingan kelompok

Layanan bimbingan kelompok sekolah merupakan layanan konseling yang diberikan secara kelompok dengan mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal umum yang berguna bagi pengembangan pribadi atau pemecahan masalah individu yang menjadi peserta kegiatan kelompok (Prayitno, 2004: 15). Selanjutnya, Abidin dan Budiono (2010: 62-63) mengemukakan layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah individu secara bersama sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber terutama dari konselor. Sukardi dalam Purwanita dkk, (2012: 3), layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh bahan dari narasumber tertentu (terutama guru pembimbing atau konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupan sehari-hari baik individu sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat serta untuk mempertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

Tujuan layanan bimbingan kelompok

Prayitno (2004: 108) menjelaskan tujuan bimbingan kelompok terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum bimbingan kelompok betujuan untuk membantu para siswa yang mengalami masalah melalui prosedur kelompok. Selain itu juga mengembangkan pribadi masing-masing anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan itu, baik suasana yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Secara khusus bimbingan kelompok bertujuan untuk:

Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat di hadapan teman-temannya. Melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam kelompok melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama teman-teman dalam kelompok khususnya dan teman di luar kelompok pada umumnya. Melatih siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan kelompok. Melatih siswa untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan oran lain. Melatih siswa memperoleh keterampilan sosial Membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam hubungannya dengan orang lain.

Elida (Folastri & Rangka, 2016: 18) menyebutkan beberapa manfaat yang bisa didapatkan oleh anggota kelompok melalui layanan bimbingan kelompok antara lain adalah:

1. Memperoleh pemahaman tentang diri sendiri dan perkembangan identitas diri yang sifatnya unik;

2. Meningkatkan penerimaan diri sendiri, kepercayaan diri, dan penghargaan terhadap diri sendiri agar tercapai pemahaman baru tentang diri sendiri dan lingkungan sekitar;

(5)

4. Memahami kebutuhan dan permasalahan yang dirasakan secara bersama oleh anggota kelompok yang dikembangkan menjadi perasaan yang bersifat universal.

5. Memahami nilai-nilai yang berlaku dan hidup dengan tuntutan nilai-nilai.

6. Mampu menentukan satu pilihan yang tepat dan dilakukan dengan cara arif bijaksana.

Jumlah anggota kelompok

Latipun (2003:156) mengemukakan bahwa jumlah anggota kelompok dalam bimbingan kelompok berkisar antara 4-14 orang. Jumlah anggota kurang dari 4 orang tidak efektif karena dinamika kelompok menjadi kurang hidup. Sebaliknya jika jumlah kliennya lebih dari 14 orang adalah terlalu besar untuk bimbingan karena terlalu berat dalam mengelola kelompok.

Asas bimbingan kelompok

Munro, Manthei, & Small (Prayitno, 2004: 13), terdapat tiga etika dasar dalam kegiatan layanan bimbingan kelompok yakni menjelaskan asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, dan asas kenormatifan.

1. Asas kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam kegiatan kelompok hendaknya menjadi rahasia kelompok yang hanya boleh diketahui oleh anggota kelompok dan tidak disebarluaskan ke luar kelompok. Seluruh anggota kelompok hendaknya menyadari benar hal ini dan bertekad untuk melaksanakannya. Aplikasi asas kerahasiaan lebih dirasakan pentingnya dalam bimbingan kelompok mengingat pokok bahasan adalah masalah pribadi yang dialami anggota kelompok.

2. Asas kesukarelaan

Anggota kelompok dimulai sejak awal rencana pembentukan kelompok oleh Konselor (pemimpin kelompok). Kesukarelaan terus-menerus dibina melalui upaya pemimpin kelompok mengembangkan syarat-syarat kelompok yang efektif dan penstrukturan tentang layanan Bimbingan kelompok.

3. Asas kenormatifan

Dipraktikkan berkenaan dengan cara-cara berkomunikasi dan bertatakrama dalam kegiatan kelompok, dan dalam mengemas isi bahasan. Sedangkan asas keahlian diperlihatkan oleh pemimpin kelompok dalam mengelola kegiatan kelompok dalam mengembangkan proses dan isi pembahasan.

Metode Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SMAN 3 Lapandewa yang beralamat di Burangasi, Kec.

Lapandewa, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan pendekatan pre-eksperimen. Penelitian ekperimen dengan pendekatan pre- eksperimen merupakan desain eksperimen yang pengendaliannya terhadap variabel-variabel non- eksperimen tidak begitu ketat dan penentuan sampelnya dilakukan dengan tidak randomisasi. Dalam penelitian ini yang diutamakan adalah perlakuan saja tanpa ada kelompok kontrol (Latipun, 2005: 68).

Campbell dan Stanley (1998: 17) membagi metode penelitian eksperimen ke dalam dua jenis desain berdasarkan baik buruknya eksperimen atau sempurna tidaknya eksperimen, yaitu pre- experimental design, dan true experimental design. Penelitian ini menggunakan desain one group pre-tes and post-test design. One group pre-test and post-test design merupakan desain pre- exsperimental yang hanya menggunakan satu kelompok subjek (kasus tunggal) serta melakukan pengukuran sebelum (Pre-Test) dan setelah pemberian perlakuan (Post-Test) pada subjek. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 8 orang siswa yang diambil dengan teknik purposive sampling dengan dasar pertimbangan yakni:

1. Subjek penelitian ditentukan berdasarkan hasil angket screening, dengan jumlah 8 orang siswa. 5 Orang siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan 3 orang siswa yang kecerdasan emosionalnya tinggi dengan maksud menciptakan kondisi yang efektif, terjadinya dinamika kelompok yang baik serta saling berbagi informasi kepada siswa mengenai dampak yang di akibatkan kecerdasan emosional yang rendah.

(6)

2. Mendapat persetujuan untuk menjadi subjek penelitian dari orang tua dan wali kelas khususnya siswa sendiri.

3. Bersifat kooperatif dan mau bekerja sama dalam kelompok.

4. Tidak sedang mendapat intervensi dari konseling lainnya.

Pengumpulan data dan instrumen penelitian. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara, studi dokumen dan angket.

1. Wawancara. Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dialami siswa sebelum penelitian yang kemudian dijadikan dasar dalam menentukan masalah penelitian. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara.

2. Studi dokumen. Studi dokumen dilakukan dengan melihat data-data yang menjadi variabel penelitian yaitu data perilaku siswa yang menunjukkan rendahnya kecerdasan emsional siswa.

3. Angket screening. Angket screening di gunakan untuk memilah karakteristik siswa yang di butuhkan sebagai subjek penelitian, dalam penelitian tersebut akan di ambil 5 siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan 3 orang siswa kecerdasan emosional sangat tinggi.

4. Angket skala kecerdasan emosional. Angket skala kecerdasan emosional di gunakan sebelum dan setelah subyek penelitian diberikan bimbingan kelompok. Tujuannya adalah untuk mengetahui perkembangan atau kemajuan dari pemberian perlakuan kepada siswa.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil pre-test secara keseluruhan dari skala kecerdasan emosional siswa sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Data Pre Test Interval Kategori Frekuensi %

143-176 Sangat Tinggi 0 0

110-142 Tinggi 3 37,5

77-109 Sedang 5 62,5

44-76 Rendah 0 0

Jumlah 8 100%

Berdasarkan Tabel 1, kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Lapandewa sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok dengan jumlah subjek penelitian 8 siswa sebagian besar berada pada kategori Sedang berjumlah 5 siswa dengan persentase (62,5%), 3 siswa dengan persentase (37,5%) dalam kategori rendah, sedangkan tidak ada siswa yang berkategori sangat tinggi dan sangat rendah. Secara umum skor rata-rata kecerdasan emosional siswa sebesar 107,3 yang berada pada kategori rendah.

Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah tentang meningkatkan keterampilan sosial.

Setiap siswa diharuskan memiliki keterampilan sosial yang baik untuk meningkatkan hubungan yang produktif dalam kesehariannya. Dengan memiliki keterampilan sosial siswa dapat menyampaikan apa yang diinginkan kepada orang lain, dapat memahami perasaan orang lain dan dapat menunjukkan perilaku yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Hasil post-test (tes akhir) secara keseluruhan dari skala kecerdasan emosional siswa setelah diberikan layanan bimbingan kelompok, dapat dilihat pada tabel berikut.

(7)

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Data Post -Test

Interval Kategori Frekuensi %

143-176 Sangat Tinggi 2 25

110-142 Tinggi 6 75

77-109 Sedang 0 0

44-76 Rendah 0 0

Jumlah 8 100%

Berdasarkan Tabel 2 kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Lapandewa setelah diberikan layanan bimbingan kelompok dengan jumlah subjek penelitian 8 siswa sebagian besar berada pada kategori tinggi berjumlah 6 siswa dengan persentase (75%), 2 siswa dengan persentase (25%) dalam kategori tinggi, sedangkan tidak ada siswa yang berkategori rendah dan sangat rendah. Secara umum skor rata-rata kecerdasan emosional siswa sebesar 136,4 yang berada pada kategori rendah.

Perbandingan data Pre-Test dan Post-Test kecerdasan emosional siswa dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

Tabel 3

Perbandingan Data Pre-Test dan Post-Test Kecerdasan Emosional Siswa

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa terdapat peningkatan skor rata-rata kecerdasan emosional siswa dari 107,2 (60,94%) menjadi 136,4 (77,49%), atau mengalami peningkatan sebesar 19,13 (16,66%).

Analisis inferensial

Untuk mengetahui pengaruh pemberian layanan bimbingan kelompok terhadap kecerdasan emosional siswa sebelum dan setelah pemberian layanan bimbingan kelompok, digunakan wilcoxon signed rank test dengan bantuan program aplikasi SPSS Version 22.0. Berikut ini tabel hasil wilcoxon signed rank test variabel layanan bimbingan kelompok dengan kecerdasan emosional siswa.

(8)

Tabel 4

Uji Wilcoxon Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa

Untuk mengetahui perbedaan kecerdasan emosional siswa sebelum dan setelah diberikan diberikan layanan bimbingan kelompok, dapat diketahui dari nilai sig. < 0,05 pada taraf signifikan 5%

atau α = 0,05. Berdasarkan tabel 4 diketahui nilai Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,012. Karena nilai 0,012 lebih kecil < 0,05 maka Ha diterima yang artinya layanan bimbingan kelompok berpengaruh positif terhadap kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Lapandewa Kabupaten Buton Selatan.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh layanan bimbingan kelompok terhadap peningkatan kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Lapandewa. Berdasarkan hasil analisis deskriptif persentase diketahui bahwa skor rata-rata kecerdasan emosional siswa sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok sebesar 107,2 (60,94%) termasuk dalam kategori rendah. Namun setelah mendapatkan perlakuan berupa layanan bimbingan kelompok skor kecerdasan emosional siswa menjadi 136,4 (77.49%) termasuk dalam kategori tinggi. Skor kecerdasan emosional siswa mengalami peningkatan sebesar 29,13 (16,55%) antara sebelum dan setelah diberikan layanan bimbingan kelompok.

Hasil uji wilcoxon menggunakan taraf signifikansi α = 0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang sinifikan pemberian layanan bimbingan kelompok terhadap kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Lapandewa karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,012 lebih kecil dari pada nilai α = 0,05 (0,012 < 0.05). Berdasarkan hasil uji wilcoxon tersebut, dapat dikatakan bahwa layanan bimbingan kelompok berpengaruh terhadap peningkatkan kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Lapandewa.

Segal (Hajaroh: 2016) menjelaskan upaya untuk meningkatkan kecerdasan emosional adalah dengan meningkatkan kesadaran aktif sehingga individu dapat mengasah keterampilan, merasakan dan mampu menerima. Perasaan yang sudah dimiliki kemudian membentuknya menjadi kebiasaan seumur hidup. Jika kita dapat merasakan semua emosi betapapun kuatnya, yang kita butuhkan selanjutnya adalah membawa kemampuan itu sehingga kemanapun kita pergi akan selalu tahu mana yang penting bagi kita. Kita dapat memanfaatkan emosi untuk mencerahkan pikiran dimana saja dan kapan saja. Tujuan pengembangan kesadaran aktif adalah menterjemahkan perasaan ke dalam tindakan. Untuk itu pikiran/otak sangat diperlukan. Pikiran adalah tempat penyimpan semua assosiasi respon emosional yang dibuat, dengan cara tetap tersambung perasaan setiap saat. Setelah mencapai kepekaan emosional maka akan tersambung secara mental dengan hal-hal yang kita temukan tentang diri dan perilaku. Pada saat yang sama kita akan merasakan manfaat memotivasi diri.

Esensi dari pelaksanaan layanan bimbingan kelompok adalah agar terjadi peningkatan pemahaman dan perubahan dalam berpikir dan berperilaku sesuai dengan tujuan yang ditentukan.

Dalam bimbingan kelompok terjadi kesukarelaan, berkorban, membantu secara tulus, saling menghargai, saling percaya, belajar menahan diri, dan belajar merasakan apa yang orang lain rasakan.

(9)

menyaringnya agar bisa digunakan untuk perubahan yang lebih baik. Kondisi semacam ini merupakan media yang baik untuk saling mengasah kepekaan emosi menjadi cerdas yang semuanya ini dapat dilakukan melalui kegiatan kelompok. Pada akhirnya melalui kegiatan kelompok yang dilakukan melalui penelitian ini, dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Lapandewa Kabupaten Buton Selatan. Dengan meningkatnya kecerdasan emosional siswa maka siswa dapat mengelola emosinya dengan lebih baik, berinteraksi sosial dengan siswa lainnya dengan baik sehingga tercipta keharmonisan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, di rumah dan di lingkungan masyarakat.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa skor rata-rata kecerdasan emosional siswa sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok sebesar 107,2 (60,94%) termasuk dalam kategori rendah. Namun setelah mendapatkan perlakuan berupa layanan bimbingan kelompok skor kecerdasan emosional siswa menjadi 136,4 (77.49%) termasuk dalam kategori tinggi. Skor kecerdasan emosional siswa mengalami peningkatan sebesar 29,13 (16,55%) antara sebelum dan setelah diberikan layanan bimbingan kelompok. Hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai Asymp. Sig. (2- tailed) sebesar 0,012 lebih kecil dari pada nilai α = 0,05 ( 0,012 < 0.05). Berdasarkan hasil uji wilcoxon tersebut, dapat dikatakan bahwa layanan bimbingan kelompok berpengaruh terhadap peningkatkan kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Lapandewa.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMA Negeri 3 Lapandewa, maka saran yang dapat diberikan adalah:

1. Untuk siswa, layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa, sehingga diharapkan siswa tidak ragu untuk mengikuti kegiatan tersebut dalam rangka meningkatkan kecerdasan emosional siswa.

2. Bagi guru BK, layanan bimbingan kelompok memiliki variasi layanan yang beragam, sehingga diharapkan kepada guru BK di SMAN 3 Lapandewa agar siswa tidak merasa bosan dan jenuh dengan layanan bimbingan kelompok yang diberikan.

3. Bagi sekolah, layanan bimbingan dan konseling secara umum dan layanan bimbingan kelompok khususnya telah terbukti efektif dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa, sehingga pihak sekolah diharapkan dapat memberikan jadwal tatap muka bagi guru BK dengan siswa.

Daftar Pustaka

Abidin, Zainal dan Alif Budiyono. (2010). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta:

Grafindo Litera Media.

Campbell, Donald T & Stanley, Julian C. (1998). Experimental and Quasi Experimental Design for Research. Rand Mc. Nally College Publishing Company, Chicago.

Hajaroh, Mami. (2016). Kecerdasan Emosi Dan Aplikasinya Dalam Pebelajaran Pendidikan Agama Islam. Artikel Jurnal.

Hartinah, Siti. (2009). Bimbingan Kelompok. Banndung: PT Refika Aditama.

Efendi, V. A. & Sutanto, E.M. (2013). Pengaruh faktor-faktor kecerdasan emosional pemimpin terhadap komitmen organisasional karyawan di Universitas Kristen Petra. AGORA, 1.

Folastri, Sisca dan Itsar Bolo Rangka. (2016). Prosedur Layanan Bimbingan Konseling Kelompok.

Bandung: Mujahid Press.

(10)

Goleman, Daniel. (2003). Emotional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa EL Lebih Penting daripada IQ. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama.

Gottman, John. (2001). Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan. Emosional (terjemahan). Jakarta : PT Gramedia.

Latipun. (2003). Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.

Muttaqiyathun, Ani. (2010). Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual Dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Dosen. Jurnal Ekonomi Bisnis: Vol.02 No.02. hal 395- 408.

Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

Prayitno dan Amti Erman. (2013). Dasar-Dasar Bimbingan dan konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Prayitno. (2004). Layanan L.1-L.9. Padang: Jurusan BK FIP UNP.

Prayitno. (2003). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Padang: Ghalia Indonesia.

Santrock. John W. (2007). Perkembangan Anak. Jilid 1 Edisi kesebelas. Jakarta : PT. Erlangga.

Saptoto, R. (2010). Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kemampuan Coping Adaptif. Jurnal Psikologi. Vol. 37. No. 1 (13-22)

Shapiro. (2003). Mengajarkan Emotional Intellegence Pada Anak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sukardi, Dewa Ketut. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah.

Jakarta: Rineka Cipta.

Sumarlin. (2013). Model Bimbingan Kelompok Berbasis Nilai-Nilai Budaya Muna untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa (Penelitian pada Siswa SMA Negeri 1 Lohia Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara). Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Unnes.

Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi Edisi Revisi.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Winkel WS dan MM Sri Hastuti. (2006). Bimbingan dan Konseling di Instuti Pendidikan.

Yogyakarta: Media Abadi.

Zamroni, Edris dan Susilo Rahardjo. (2015). Manajemen Bimbingan dan Konseling Berbasis Permendikbud Nomor 111. Tahun 2014. Jurnal Konseling Gusjigang. Volume 1 Nomor 1.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum dilaksanakan layanan bimbingan kelompok diperoleh rata-rata Pre-Test (M) = 92,1 sedangkan sesudah dilaksanakan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu: a) Sebelum pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok hampir separo

Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu: a) Sebelum pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok hampir separo

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik diskusi didapatkan hasil

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat dilihat bahwa sebelum dilakukan layanan bimbingan kelompok, ternyata tingkat kecerdasan spiritual

Ada hubungan positif yang signifikan antara Layanan Bimbingan Kelompok dengan Kecerdasan Emosional pada siswa kelas VII SMP PGRI Kasihan Tahun Ajaran 2017/2018.

Upaya dalam peningkatan kecerdasan emosional siswa baik dalam aspek pribadi, sosial, belajar maupun karir dapat dilakukan dengan program dalam semua layanan bimbingan dan konseling

Berdasarkan hasil Pre-Test pada 10 responden di kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Pati sebelum dilakukan suatu treatment yakni layanan bimbingan kelompok dengan teknik Role Playing,