• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN MOLASSES MULTINUTRIENT SOFT TERHADAP PERTAMBAHAN BERAT BADAN DAN NILAI JUAL SAPI BALI JANTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMEN MOLASSES MULTINUTRIENT SOFT TERHADAP PERTAMBAHAN BERAT BADAN DAN NILAI JUAL SAPI BALI JANTAN"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

1

BALI JANTAN

SKRIPSI

OLEH:

EKO 4511035010

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR

2018

(2)

ii

BALI JANTAN

OLEH:

EKO 4511035010

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bosowa Makassar

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR

2018

(3)
(4)

iv

dengan berkat dan rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Suplemen MMS terhadap Pertambahan Berat Badan dan Nilai Jual Sapi Bali Jantan” tepat pada waktunya.

Kami juga berterima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Syarifuddin, S.Pt., MP. selaku Pembimbing Utama dan Bapak Ir. Muhammad idrus, M.P.

selaku Pembimbing Kedua yang banyak membantu kami dalam penulisan hasil penelitian ini, serta teman-teman dan pihak-pihak yang telah memberi semangat sehingga hasil penelitian ini dapat terselesaikan, walaupun masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya.

Penulis menyadari sepenuhnya sebagai manusia yang tidak luput dari keterbatasan dan kelemahan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami selaku manusia biasa meminta saran dan kritikan guna untuk membangun dan menyempurnakan hasil penelitian ini.

Sehingga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan terutama bagi penulis.

Makassar, Juni 2018 Penulis

(5)

v

Eko (4511035010). Pengaruh Pemberian Suplemen Molasses Multinutrient Soft terhadap Pertambahan Berat Badan dan Nilai Jual Sapi Bali Jantan (Dibawah bimbingan Syarifuddin dan Muhammad Idrus)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian suplemen MMS terhadap pertambahan berat badan dan nilai jual sapi Bali jantan. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Bali jantan sebanyak 12 ekor dengan kisaran umur 1 – 3 tahun., sapi tersebut dipelihara selama dua bulan diberi pakan hijauan sebagai kontrol dan MMS sebagai pakan perlakuan.

Data ini dianalisis dengan menggunakan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh pemberian suplemen MMS terhadap pertambahan berat badan dan nilai jual sapi Bali jantan.

Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut pemberian MMS terhadap pertambahan berat badan sapi Bali dengan menggunakan kisaran umur yang tidak terlalu jauh.

Kata Kunci: MMS, PBB, Nilai Jual.

(6)

vi

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I, PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Kegunaan Penelitian ... 4

D. Hipotesa ... 4

BAB II, TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Gambaran Umum Ternak Sapi Bali ... 5

B. Pakan ... 7

C. Urea Molasses Multinutrient Block (UMMB) ... 10

D. Pertambahan Berat Badan ... 13

E. Nilai Jual ... 14

(7)

vii

B. Materi Penelitian ... 16

C. Prosedur Penelitian ... 17

D. Desain Penelitian ... 17

E. Parameter Terukur ... 18

F. Analisa Data ... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

A. Pertambahan Berat Badan (Kg) ... 20

B. Peningkatan Nilai Jual ... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

A. Kesimpulan ... 26

B. Saran ... 26 DAFTAR PUSTAKA

(8)

viii Teks

1. Komposisi dan Formula MMS. 16

2. Konstruksi Unit Perlakuan 17

3. Rerata Pertambahan Berat Badan Sapi Bali dengan Level

MMS Berbeda.. 20

4. Peningkatan Nilai Jual Sapi Bali dengan Level MMS

Berbeda. 24

(9)

ix Teks

1. Penentuan Jumlah Pemberian MMS Unit Perlakuan.

2. Data Penimbangan Berat Badan (Kg) Sapi Bali Jantan Penelitian

3. Data Peningkatan Nilai Jual (Rp) Sapi Bali Jantan Penelitian

4. Analisys of Varians (ANOVA) Pertambahan Berat Badan (Kg.) menggunakan SPSS Ver. 16.

5. Analisys of Varians (ANOVA) Nilai Jual (Rp.) menggunakan SPSS Ver. 16.

6. Umur Ternak Penelitian

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Daging merupakan bahan pangan sumber protein hewani untuk kebutuhan konsumsi manusia. Produksi daging sapi di Indonesia pada tahun 2017 menurut statistik adalah 531.757 ton, dan dari data ini provinsi Sulawesi Selatan menyumbang sedikitnya 19.188 ton daging sapi atau 3,99 % dari total produksi daging sapi nasional (Dinas Pertanian, 2017).

Ternak sapi khususnya sapi potong termaksud dalam hal ini sapi Bali, menjadi subsektor peternakan yang berperan besar terhadap suplai produksi daging. Kualitas dan kuantitas produksi sapi Bali ditentukan oleh beberapa faktor termasuk bibit, manajemen dan pakan.

Hijauan makanan ternak (HMT) merupakan bahan makanan yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak. Sehingga hijauan makanan ternak dijadikan sebagai salah satu bahan makanan dasar dan utama untuk mendukung peternakan ternak ruminansia, terutama bagi peternak sapi potong ataupun sapi perah yang setiap harinya membutuhkan cukup banyak hijauan. Kebutuhan hijauan akan semakin banyak sesuai dengan bertambahnya jumlah populasi ternak yang dimiliki. Kendala utama di dalam penyediaan hijauan pakan untuk ternak terutama produksinya tidak dapat tetap sepanjang tahun. Pada saat musim penghujan, produksi hijauan makanan ternak akan melimpah, sebaliknya pada saat musim

(11)

kemarau tingkat produksinya akan rendah, atau bahkan dapat berkurang sama sekali (Sumarno dan Arianto, 2012).

Salah satu strategi untuk meningkatkan konsumsi pakan pada ternak ialah dengan memberikan suplemen tersusun dari kombinasi bahan pakan sumber protein dengan tingkatan jumlah tertentu yang secara efisien dapat mendukung pertumbuhan, dan untuk perkembangan mikroba dalam rumen. Pakan suplemen dengan komposisi yang optimal akan meningkatkan produktivitas ternak melalui peningkatan sintesis protein mikroba dalam rumen, daya cerna pakan dan konsumsi pakan.

Suplementasi secara keseluruhan terbukti menguntungkan karena dapat meningkatkan pertambahan berat badan harian, produksi susu, dan kualitas susu (Pryono, 2016).

Suplemen digolongkan sebagai suplemen protein kasar jika ditambahkan pada pakan hijauan berkualitas rendah, yaitu mengandung protein kasar kurang dari 7%. Jika tujuannya adalah untuk mengoptimalkan konsumsi dan pencernaan hijauan berkualitas rendah, suplemen harus mengandung lebih dari 30% protein kasar, meskipun suplemen yang mengandung protein kasar kurang dari 30% juga bisa memberikan sedikit peningkatan konsumsi hijauan (Haryanti, 2015).

Mollases Multinutrient Soft (MMS) yang digunakan dalam penelitian ini tersusun dari molasses, bungkil kelapa, dedak padi, garam dan mineral mix. Fungsinya sebagai suplemen pakan ternak ialah sebagai sumber

(12)

protein dan mineral. Dan apabila pemberian suplemen MMS ini diberikan pada ternak akan meningkatkan pertambahan berat badan serta nilai jual.

Atas dasar uraian tersebut di atas, maka telah dilakukan penelitian tentang pertambahan berat badan dan nilai jual sapi Bali yang diberi Molasses Multinutrien Suplemen (MMS).

B. Tujuan Penelitian

Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian suplemen MMS terhadap pertambahan berat badan dan nilai jual sapi Bali jantan.

C. Kegunaan Penelitian

Diharapkan sebagai acuan dan bahan informasi bagi peternak dan instansi terkait serta sebagai sumbangsih untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

D. Hipotesis

Diduga dengan pemberian suplemen MMS, dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan nilai jual sapi Bali.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Ternak Sapi Bali

Sapi Bali dikenal juga dengan nama Balinese Cow yang kadang- kadang disebut juga dengan nama Bibos javanicus, meskipun sapi Bali bukan satu subgenus dengan bangsa sapi Bostaurus atau Bos indicus.

Berdasarkan hubungan silsilah family Bovidae, kedudukan sapi Bali diklasifikasikan ke dalam subgenus Bibovine tetapi masih termasuk genus bos dari pulau Bali yang dipandang sebagai pusat perkembangan sekaligus pusat bibit, sapi Bali menyebar dan berkembang hampir ke seluruh pelosok nusantara. Penyebaran sapi Bali di luar pulau Bali yaitu ke Sulawesi Selatan pada tahun 1920 dan 1927, ke Lombok pada abad ke-19 ke Pulau Timor pada tahun 1912 dan 1920. Selanjutnya sapi Bali berkembang sampai ke Malaysia, Philipina dan Ausatralia bagian Utara (Hadi, 2015).

Ciri-ciri yang dimiliki sapi Bali adalah bentuk tubuh menyerupai Banteng, tetapi ukuran tubuh lebih kecil akibat domestikasi, dadanya dalam, badannya padat, warna bulu pada waktu masih pedet sawo matang atau merah bata, sedangkan jantan kehitam-hitaman. Terdapat warna putih pada bagian tubuh tertentu, persendian kaki ke bawah, bibir bagian bawah, tepi dalam daun telinga dan pelpis. Ternak sapi jantan dan betina di bagian ke empat kakinya dari sendi kaki sampai kuku dan bagian pantatnya berwarna putih. Kepala agak pendek, dahi datar, tanduk pada

(14)

jantan tumbuh agak ke bagian luar kepala, sedangkan pada betina agak ke bagian dalam. Kakinya pendek sehingga menyerupai kaki kerbau.

Tinggi sapi dewasa 130cm. Berat rata-rata sapi jantan yaitu 450kg, sedangkan pada betina yaitu 300-400kg. Hasil karkasnya 57% (Santosa dan Yogaswara, 2016).

Penyebaran sapi Bali hampir tersebar luas ke seluruh wilayah di Indonesia, selain karena mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan, sapi Bali juga paling diminati oleh petani kecil di Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan. Sapi ini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, tipe pekerja yang baik, efisien memanfaatkan sumber pakan dan daging rendah lemak (Sodiq dan Budiman, 2017).

Bangsa sapi Bali memiliki klasifikasi taksonomi menurut Rianto dan Purbowoati, (2016) sebagai berikut:

Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mamalia Sub class : Theria Infra class : Eutheria Ordo : Artiodactyla Sub ordo : Ruminantia Infra ordo : Pecora Family : Bovidae Genus : Bos (cattle)

(15)

Group : Taurinae

Spesies : Bos sondaicus (Banteng/sapi Bali) B. Pakan

Pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak, berupa bahan organik maupun anorganik yang sebagian maupun seluruhnya dapat dicerna serta tidak menganggu kesehatan ternak.

Pakan yang baik berpengaruh positif terhadap pertambahan bobot badan, selain itu pakan merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan (Rasyid, 2015).

Bahan pakan dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu pakan basal (hijauan) dan konsentrat. Pakan basal adalah pakan yang mengandung serat kasar 18%, jenis pakan basal (hijauan) antara lain hay, silase, rumput-rumputan, leguminosa sedangkan konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, dimana konsentrat mudah dicerna dan merupakan sumber zat pakan utama seperti energi dan protein bagi ternak (Hamid, dkk. 2016).

Pakan menurut sumbernya dibagi menjadi 4 bagian. Pertama, sumber energi adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20% dengan konsentrasi serat kasarnya dibawah 18%. Kedua, sumber protein ialah golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (berasal dari hewan/tanaman). Ketiga, sumber vitamin dan mineral, hampir semua bahan pakan ternak, yang berasal dari tanaman

(16)

maupun hewan, mengandung beberapa vitamin dan mineral dengan konsentrasi sangat bervariasi tergantung pada tingkat pemanenan, umur, pengolahan, penyimpanan, jenis, dan bagian-bagiannya (biji, daun dan batang). Disamping itu beberapa perlakuan seperti pemanasan, oksidasi dan penyimpanan terhadap bahan pakan akan mempengaruhi konsentrasi kandungan vitamin dan mineralnya. Saat ini bahan-bahan pakan sebagai sumber vitamin dan mineral sudah tersedia di pasaran bebas yang dikemas dalam rupa bahan olahan yang siap digunakan sebagai campuran pakan, misalnya premix, kapur, Ca2PO4 dan beberapa mineral lainnya (Hamid, dkk. 2016).

Hijauan makanan ternak (HMT) merupakan salah satu bahan makanan ternak yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak. Sehingga hijauan makanan ternak dijadikan sebagai salah satu bahan makanan dasar dan utama untuk mendukung peternakan ternak ruminansia, terutama bagi peternak sapi potong ataupun sapi perah yang setiap harinya membutuhkan cukup banyak hijauan. Kebutuhan hijauan akan semakin banyak sesuai dengan bertambahnya jumlah populasi ternak yang dimiliki. Kendala utama di dalam penyediaan hijauan pakan untuk ternak terutama produksinya tidak dapat tetap sepanjang tahun. Saat musim penghujan, produksi hijauan makanan ternak akan melimpah, sebaliknya pada saat musim kemarau tingkat produksinya akan rendah, atau bahkan dapat berkurang sama sekali (Bamualim, dkk, 2017).

(17)

Pakan ruminansia terdiri dari hijauan sebagai sumber serat.

Hijauan merupakan bahan pakan pokok ternak ruminansia yang pada umumnya terdiri atas daun-daunan yang berasal dari rumput-rumputan, tanaman biji-bijian atau jenis kacang-kacangan. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu penggembalaan (pasture fattening), kereman (dry lot fattening) dan kombinasi cara pertama dan kedua.

Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi dara, periode bunting, periode kering dan laktasi. Pada anak sapi pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25%

hijauan dan konsentrat dalam ransumnya (Mariyono dan Romjali, 2017).

Makanan hijauan merupakan semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan. Kelompok tanaman ini adalah rumput (graminae), leguminosa dan tumbuh-tumbuhan lainnya. Kelompok hijauan biasanya disebut makanan kasar. Hijauan yang diberikan ke ternak ada dalam bentuk hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar adalah makanan yang berasal dari hijauan dan diberikan ke ternak dalam bentuk segar. Sedangkan hijauan kering adalah hijauan yang diberikan ke ternak dalam bentuk kering (hay) atau disebut juga jerami kering (Marsetyo, 2016).

(18)

Hijauan segar dan hijauan kering dapat dibudidayakan dengan memperhatikan mutu hijauan tersebut yaitu sifat genetik dan lingkungan (keadaan tanah daerah, iklim dan perlakuan manusia) agar dapat memenuhi kebutuhan gizi makanan setiap ternak dan membantu peternak mengatasi kesulitan dalam pengadaan makanan ternak. Mengusahakan tanaman makanan ternak untuk mandapatkan hijauan yang produktivitasnya tinggi maka perlu tanaman makanan ternak diusahakan secara maksimal mulai dari pemilihan lokasi, pemetaan wilayah, pengelolaan tanah, pemilihan bibit, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, panen dan usaha–usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu (pascapanen) sampai dengan penanganan hijauan sebelum dikonsumsi ternak (Mariyono dan Romjali, 2017).

C. Molasses Multinutrient Soft (MMS)

Molasses adalah limbah utama industri pemurnian gula, Molasses merupakan sumber energi yang esensial dengan kandungan gula di dalamnya sangat tinggi, tetes tebu (molasses) merupakan limbah hasil produksi pada industri pengolahan gula berbentuk cair yang berpotensi untuk dijadikan bahan tambahan menuman untuk ternak. Molasses sudah banyak digunakan sebagai bahan tambahan pakan ternak. Molasses mengandung sumber energi sangat tinggi (Mariyono dan Romjali, 2017).

Menurut Rasyid, (2015), molasses atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebuh menjadi gula, berwarna coklat kemerah- merahan dan kandungan kadar gula sekitar 60%. Kadar air dalam cairan

(19)

molasses yaitu 15-25% dan molasses dapat diberikan pada ternak ayam, babi, sapi dan kuda karena molasses yang memiliki kandungan 25-40%

sukrosa dan 12-25% gula produksi dan total kadar gula 50-60% atau lebih. Selain itu kadar protein kasar molasses sekitar 3% dan abu setara 8-10%, yang sebagian besar terbentuk dari K, Ca, Ci, dan garam sulfat.

Beet-molasses merupakan pakan pencahar yang normalnya diberikan pada ternak dalam jumlah kecil.

Ampas tahu adalah salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum sampai saat ini ampas tahu cukup mudah di dapat dengan harga murah bahkan mudah diperoleh dengan cara cuma-cuma. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein. Mengingat kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang cukup tinggi kandungan ampas tahu yaitu protein 8,66%, lemak 3,79%, air 51,63% dan abu 1,21% maka sangat memungkinkan ampas tahu dapat di olah menjadi bahan makanan ternak (Purbosrianto, 2015).

Dedak padi yang kualitas baik mempunyai ciri fisik seperti bauhnya tidak tengik, teksturnya halus, lebih padat dan mudah digenggam karena mengandung kadar sekam yang rendah, dedak yang seperti ini mempunyai nilai nutrisi yang tinggi (Setiyono, dkk., 2017).

Dedak padi atau bahan baku lainnya yang mempunyai kulitas tinggi akan diolah seperti apa saja akan menghasilkan produk yang berkualitas pula, bahan baku tersebut diberikan secara langsung pada ternak tampa

(20)

diolah terlebih dahulu maka ternak akan meyerap memanfaatkan nutrisi tersebut (Setiyono, dkk., 2017).

Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang dapat dari ekstraksi daging buah kelapa segar atau kering. Mutu standar bungkil kelapa meliputi kandungan nutrisi dan batas toleransi aflatoxin. Bungkil kelapa diperoleh dari ampas kopra. Bungkil kelapa mengandung 11% air, minyak 20%,protein 45%, karbohidrat 12%, abu 5%, BO 45% dan BTEN 45,5%.

Bungkil kelapa banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (Sodiq dan Budiman, 2017).

Protein kasar yang terkandung pada bungkil kelapa mencapai 23%, dan kandungan saratnya yang mudah dicerna merupakan suatu keuntungan tersendiri untuk menjadikan sumber energi yang baik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, untuk menstimulasi rumen. Penambahan bungkil kelapa dapat meningkatkan konsumsi pakan, kecernaan pakan dan pertambahan bobot badan. Ternak ruminansia yang mendapatkan pakan berkualitas rendah sebaiknya diberikan pakan tambahan yang kaya akan nitrogen untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas mikroba di dalam rumen (Sodiq dan Budiman, 2017).

Garam yang dimasukan disini adalah garam dapur (NaCI) dimana berfungsi sebagai mineral juga berfungsi sebagai pembatas konsumsi yang berlebihan bagi ternak karena adanya rasa asin. Garam dapur ditambahkan sebanyak 0,5% untuk meningkatkan tingkat konsumsi

(21)

konsentrat berenergi tinggi sampai menjadi 1,25-1,75kg/ekor/hari (Marsetyo, 2016).

Syarifuddin (2013), mengemukakan bahwa MMS merupakan suplemen untuk pakan ternak dengan bahan baku penyusunannya seperti molasses, dedak, bungkil kelapa, garam mineral, mineral mix, dan ampas tahu. Cara membuatnya mencampurkan semua bahan tersebut dengan takaran yang berbeda. MMS merupakan yang tersusun dari berbagai jenis bahan dan sebagai bahan penyusun adalah hasi ikutan dari industri yang tidak bernilai bahkan bisa jadi sumber masalah kalau terbuang ke lingkungan. MMS dengan unsur nutrisi yang kurang dipakan hijauan, selain itu MMS memiliki fungsi memicu pertumbahan mikro organisme rumen sehingga kecernaan pakan yang berserat kasar tinggi pada pakan basal dapat ditingkatkan.

D. Pertambahan Berat Badan

Keberhasilan usaha penggemukan sapi potong sangat di tentukan oleh pertambahan berat badan sapi yang tinggi dan efesiensi dalam penggunaan ransum. Pertambahan berat badan sapi ditentukan oleh berbagai faktor jenis utama jenis kelamin, jenis sapi, umur, ransum atau pakan yang diberikan dan teknik pengolahannya. Sapi luar negeri pada umumnya mempunyai pertambahan berat badan yang tinggi dibanding dengan pertambahan berat badan jenis sapi lokal. Akan tetapi, jenis sapi luar negeri juga lebih membutuhkan ransum yang lebih banyak dan berkualitas bagus dibanding jenis sapi lokal. Jenis sapi yang mempunyai

(22)

pertambahan berat badan yang lebih tinggi belum tentu lebih ekonomis untuk dapat digemukkan. Sapi yang mempunyai berat badan yang lebih tinggi akan membutuhkan ransum yang lebih banyak dan lebih berkualitas sehingga biaya ransum menjadi lebih tinggi (Rasyid. 2015.).

Sapi-sapi di Indonesia meski digolongkan sebagai tipe potong, dari potensinya, seperti sapi Bali, dikenal sebagai sapi yang memiliki presentase karkas cukup tinggi, rata-rata mencapai 57% (Santosa dan Yogaswara. 2016).

E. Nilai jual

Nilai jual adalah sejumlah kombinasi (uang taupun barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang tau jasa.

Perusahaan selalu mengatakan harga produknya dengan harapan produk tersebut laku terjual dan boleh memperoleh laba yang maksimal. Miranda dan Tunggal (2015), mendefenisikan harga jual adalah jumlah moneter yang di bebankan oleh suatu unit usaha pembeli atau pelangga atas barang dan saja yang dijual atau diserahkan. Mulyadi (2016), menyatakan bahwa pada prinsipnya harga jual harus dapat menutupi biaya penuh di tambah dengan laba yang wajar.

Nilai jual adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi suatu barang atau jasa ditambahkan dengan presetase laba yang diinginkan perusahaan, karena itu untuk mencapai laba yang diinginkan oleh perusahaan sala satu cara yang dilakukan untuk menarik minak konsumen adalah dengan cara menentukan harga yang tepat untuk

(23)

produk yang terjual. Harga yang tepat adalah harga yang sesuai dengan kualitas produk suatu barang dan harga tersebut dapat memberikan kepuasan kepala konsumen (Mulyadi, 2016).

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari 2018 – April 2018 di CV. Showroon Sapi, desa Lumpangan, kecamatan Pajukukan, kabupaten Bantaeng.

B. Materi Penelitian

Penelitian ini menggunakan sapi Bali jantan sebanyak 12 ekor dengan kisaran umur 1 – 3 tahun.

Pakan basal berupa hijauan diberikan pada semua ternak perlakuan secara adlibitum, sedangkan suplemen MMS hanya diberikan pada ternak tertentu. Komposisi dan formula MMS tercantum pada Tabel 1. sebagai berikut:

Tabel 1. Komposisi dan Formula MMS.

No. Bahan Formula (Kg) Persentase (%) 1

2 3 4 5 6

Molasses Ampas Tahu Dedak

Bungkil Kelapa Garam

Mineral mix

17 30 30 20 1 2

17 30 30 20 1 2

Total 100 100

Alat yang mendukung dalam penelitian ini adalah timbangan sapi, timbangan pakan, sarana pembuatan MMS, kandang dan fasilitas kandang, sarana pengadaan pakan, dan sarana sanitasi kandang dan ternak.

(25)

C. Prosedur Penelitian

Sebelum penimbangan terhadap ternak penelitian untuk pendataan berat badan awal, ternak tersebut dibiasakan untuk mengkonsumsi MMS selama 7 hari dengan tujuan agar tidak terpengaruh dengan pakan pemberian sebelumnya.

Hari ke 8 ternak sapi Bali ditimbang untuk mendapatkan berat badan awal, setelah itu penimbangan kedua dilakukan pada akhir penelitian sebagai data berat badan akhir.

Pakan basal diberikan secara adlibitum, namun untuk kebutuhan suplemen MMS diberikan berdasarkan perlakuan yaitu 1%, 2% dan 3%.

Penentuan jumlah (kg) MMS untuk tiap unit perlakuan patokannya adalah kebutuhan konsumsi/ekor/hari berdasarkan berat badan unit perlakuan.

D. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah metode percobaan yang dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dengan ulangan masing–masing 3 ekor tiap perlakuan.

Ternak penelitan ditempatkan pada kandang individu sebagai unit perlakuan, desain dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Konstruksi Unit Perlakuan

No. PO P1 P2 P3

1. PO.1 P1.1 P2.1 P3.1

2. PO.2 P1.2 P2.2 P3.2

3. PO.3 P1.3 P2.3 P3.3

(26)

Keterangan :

P0 = Hijauan

P1 = Hijauan + 1% MMS P2 = Hijauan + 2% MMS P3 = Hijauan + 3% MMS

Penentuan jumlah penggunaan MMS tiap unit perlakuan disajikan pada Lampiran 1.

E. Parameter Terukur.

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah:

1. Pertambahan Berat Badan (Kg.)

Untuk menghitung pertambahan berat badan dalam penelitian ini maka rumusnya sebagai berikut:

PBB (Kg.) = Berat Akhir – Berat Awal 2. Nilai Jual (Rp.)

Nilai Jual (Rp.) = PBB x Harga Jual Berat Hidup.

Harga jual yang dipergunakan pada saat ini merupakan harga jual/kg berat hidup yang berlaku untuk daerah kabupaten Bantaeng yaitu Rp.

35.000,-/kg.

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan Analisis of Varians (ANOVA) dengan rancangan acak lengkap (RAL) 3 ulangan (Gaspersz, 1991), dengan model Matematika sebagai berikut:

(27)

Yij = μ + Τi + εij

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke i, ulangan ke j μ = nilai tengah umum

Τi = pengaruh perlakuan ke i

εij = pengaruh acak pada perlakuan ke i dan ulangan ke j

Jika perlakuan memperlihatkan pengaruh maka akan dilanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS ver. 16.

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertambahan Berat Badan

Data pertambahan berat badan ternak penelitian, disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Rerata Pertambahan Berat Badan Sapi Bali dengan Level MMS Berbeda.

Ulangan Pertambahan Berat Badan (kg.)

P0 P1 P2 P3

1 16.5 18.5 30.5 15.5

2 25 32 42.5 34.5

3 13.5 4 22 41.5

Total 55.0 54.5 95.0 91.5

Rerata 18.3 18.2 31.7 30.5

Analisis secara statistik menggunakan analisys of variance (ANOVA) memperlihatkan bahwa pemberian MMS dengan level berbeda tidak memberikan pengaruh nyata (p = 0.347 > 0,05) terhadap PBB sapi Bali penelitian.

Pemberian MMS dengan level berbeda tidak memberikan pengaruh nyata diduga disebabkan karena pengaruh umur ternak penelitian yang berbeda. Rerata umur ternak penelitian pada perlakuan P1 = 1 tahun 3 bulan, pada perlakuan P2 = 2 tahun 3 bulan dan pada perlakuan P3 = 2 tahun 6 bulan (lampiran 6). Seperti yang dikemukakan oleh Chadijah (2012), bahwa sapi Bali umur 2 tahun lebih baik dalam peningkatan pertumbuhan maupun rata-rata pertambahan bobot badan harian dibandingkan dengan sapi Bali umur 1 tahun karena sapi Bali umur 2

(29)

tahun berada pada fase puncak pertumbuhan sehingga umur optimum untuk pertambahan bobot badan berkisar 2 tahun.

Meskipun tidak memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik, akan tetapi berdasarkan hasil pengukuran pertambahan berat badan pada tabel 3. bahwa perlakuan dengan pemberian MMS cenderung meningkat pertambahan berat badannya pada perlakuan P2 (31,7kg/60 hari atau 0,53kg/hari) dan P3 (30,5kg/60 hari atau 0,51kg/hari).

Hasil ini sesuai dengan pendapat Syarifuddin (2013), MMS merupakan yang tersusun dari berbagai jenis bahan dan sebagai bahan penyusun adalah hasil ikutan dari industri yang tidak bernilai bahkan bisa jadi sumber masalah kalau terbuang ke lingkungan. MMS dengan unsur nutrisi yang kurang dipakan hijauan, selain itu MMS memiliki fungsi memicu pertumbahan mikro organisme rumen sehingga kecernaan pakan yang berserat kasar tinggi pada pakan basal dapat ditingkatkan.

Perubahan yang terjadi pada pertambahan berat badan ternak pada penelitian ini dengan pemberian MMS disebabkan karena nilai nutrisi komponen penyusun MMS menjadi penentu nilai nutrisi pakan basal.

Ampas tahu sebagai salah satu penyusun MMS berperan sebagai penyuplai protein, sebagaimana dikemukakan oleh Purbosrianto (2015), yang menyatakan bahwa protein ampas tahu mempunyai nilai biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak.

(30)

Hasil pada penelitian ini juga senada dengan pendapat Sodiq dan Budiman (2017), yang menyatakan bahwa pemanfaatan ampas tahu sangat efektif apalagi pada sapi potong pertambahan berat badan akan lebih cepat. Selain pertumbuhan lebih cepat, karkasnya bisa mencapai 53% dari berat sapi hidup. Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah terdegradasi di dalam rumen dengan laju degradasi sebesar 9,8%

per jam dan rataan kecepatan produksi N-amonia nettonya sebesar 0,677mm per jam, oleh karenanya ampas tahu sangat baik digunakan sebagi bahan pakan tambahan untuk meningkatkan PBB pada ternak sapi.

Komponen lain penyusun MMS adalah molasses atau tetes tebu menurut Rasyid, (2015), merupakan hasil sampingan pengolahan tebuh menjadi gula, berwarna coklat kemerah-merahan dan kandungan kadar gula sekitar 60%. Kadar air dalam cairan molasses yaitu 15-25% dan molasses dapat diberikan pada ternak ayam, babi, sapi dan kuda karena molasses yang memiliki kandungan 25-40% sukrosa dan 12-25% gula produksi dan total kadar gula 50-60% atau lebih. Selain itu kadar protein kasar molasses sekitar 3% dan abu setara 8-10%, yang sebagian besar terbentuk dari K, Ca, Ci, dan garam sulfat. Beet-molasses merupakan pakan pencahar yang normalnya diberikan pada ternak dalam jumlah kecil.

Sementara komponen penyusun MMS yang lainnya adalah bungkil kelapa, merupakan hasil ikutan yang dapat dari ekstraksi daging buah

(31)

kelapa segar atau kering. Bungkil kelapa mengandung 11% air, minyak 20%, protein 45%, karbohidrat 12%, abu 5%, dan BTEN 45,5%. Bungkil kelapa banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. protein kasar yang terkandung pada bungkil kelapa mencapai 23%, dan kandungan saratnya yang mudah dicerna merupakan suatu keuntungan tersendiri untuk menjadikan sumber energi yang baik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, untuk menstimulasi rumen. Penambahan bungkil kelapa dapat meningkatkan konsumsi pakan, kecernaan pakan dan pertambahan bobot badan (Sodiq dan Budiman, 2017).

Komponen selanjutnya penyususn MMS pada penelitian ini adalah dedak padi. Dedak padi merupakan sisa hasil pengolahan padi yang mengandung serat kasar tinggi. Dedak padi yang kualitas baik mempunyai ciri fisik seperti bauhnya tidak tengik, teksturnya halus, lebih padat dan mudah digenggam karena mengandung kadar sekam yang rendah, dedak yang seperti ini mempunyai nilai nutrisi yang tinggi (Setiyono, dkk., 2017).

Sedangkan komponen terakhir dalam penyusunan MMS dalam penelitian ini adalah garam. Garam yang dimasukan disini adalah garam dapur (NaCI) dimana berfungsi sebagai mineral juga berfungsi sebagai pembatas konsumsi yang berlebihan bagi ternak karena adanya rasa asin.

Garam dapur ditambahkan sebanyak 0,5% untuk meningkatkan tingkat

(32)

konsumsi konsentrat berenergi tinggi sampai menjadi 1,25- 1,75kg/ekor/hari (Marsetyo, 2016).

B. Peningkatan Nilai Jual (Rp.)

Data peningkatan nilai jual ternak penelitian, disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Peningkatan Nilai Jual Sapi Bali dengan Level MMS Berbeda.

Ulangan Nilai Jual (Rp)

P0 P1 P2 P3

1 577,500 647,500 1,067,500 542,500

2 875,000 1,120,000 1,487,500 1,207,500

3 472,500 140,000 770,000 1,452,500

Total 1,925,000 1,907,500 3,325,000 3,202,500 Rerata 641,667 635,833 1,108,333 1,067,500

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian MMS dengan level berbeda memberikan pengaruh yang tidak nyata (p > 0,05) terhadap nilai jual sapi Bali penelitian.

Meskipun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata berdasarkan perhitungan secara statistik, akan tetapi berdasarkan data yang ditunjukkan pada tabel 4. di atas memperlihatkan bahwa perlakuan P2

menunjukkan hasil terbaik pada peningkatan nilai jual sapi Bali pada penelitian ini dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena nilai jual sangat berhubungan dengan PBB sapi Bali, semakin tinggi PBB yang dihasilkan maka akan menunjukkan peningkatan nilai jual yang tinggi pula.

Peningkatan nilai jual dengan pemberian MMS akan menyebabkan peternak mengalami keuntungan yang lebih karena dengan sedikit pengeluaran tambahan untuk membuat MMS tetapi hasil yang diperoleh

(33)

akan lebih banyak. Waktu perawatan/pertumbuhan lebih cepat karena asupan protein bagi ternak lebih tinggi. Hasil ini sesuai dengan pendapat Mariyono dan Romjali, (2017), yang menyatakan bahwa seiring dengan pertumbuhan ternak yang diberi pakan penguat dengan campuran ampas tahu lebih cepat dari pada yang tidak diberi, maka jika dikalkulasi nilai ekonomi peternak akan mendapat untung yang lebih.

Selain berat badan dan jenis kelamin, postur tubuh juga menjadi patokan untuk menentukan nilai jual seekor ternak sapi Bali sebagaimana dilaporkan oleh Bamualim, dan Wirdahayati, (2017) bahwa, penentuan harga jual ternak dilakukan dengan melihat jenis kelamin dan besar kecilnya tubuh ternak yang akan dijual, jika kondisi ternak kurang baik akan berdampak pada nilai jual dipasarkan.

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh pemberian suplemen MMS terhadap pertambahan berat badan dan nilai jual sapi Bali jantan.

B. Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk MMS terhadap pertambahan berat badan sapi Bali dengan menggunakan kisaran umur yang tidak terlalu jauh.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Bamualim, A. dan R. B. Wirdahayati. 2017. Nutrition and management strategies to improve Bali cattle productivity in Nusa Tenggara.

Proc. of an ACIAR Workshop on Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia.

Chadijah, Siti. 2012. Pengaruh Umur dan Jenis Kelamin terhadap Pertambahan Berat Badan Sapi Bali. (Skripsi). Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Dinas Pertanian. 2017. Produksi Daging Sapi Menurut Provinsi.

www.pertanian.go.id/NAK-2017fix/Prod.Dag. Diakses 10 Mei 2018.

Gaspersz. 1991. Metode Perencangan Percobaan. CV Armico. Bandung.

Hadi. 2015. Problem dan pengembangan usaha pembibitan sapi potong di Indonesia. Jurnal penelitian dan pengembangan pertanian 21 (4) :148-157.

Haryanti, N. W. 2015. Kualitas Pakan dan Kecakupan Nutrisi Sapi Simental di Peternakan Mitea Tani Andini. Kelurahan Gunung Pati Kota Semarang. (Skripsi). Fakultas Peternakan, Universitas Diponogoro. Semarang.

Hamid, H, T. Purwandaria,T. Haryati dan A.P. Sinurat. 2016.

Perubahan Nilai Bilangan Paroksida Bungkil Kelapa Dalam Proses Penyimpanan dan Fermentasi. JITV4(2):102-106.

Mariyono dan E. Romjali. 2017. Petunjuk teknis teknologi inovasi pakan murah’ untuk usaha pembibitan sapi potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Miranda dan A.W. Tunggal. 2015. Manajemen Logistik dan Supply chain Management. Harvarindo, Jakarta.

Marsetyo. 2016. Pengaruh Penambahan dau Lamtoro atau Bungkil Kelapa Terhadap Konsumsi, Kecernaan Pakan Pertambahan Bobot kambing Lokal Yang Mendapatkan Pakan Dasar Jerami Jagung.

Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu. Jurnal Protein 13(1):7

Mulyadi. 2016. Sistem Akuntansi. Edisi Kelima. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

(36)

Purbosrianto, Titis. 2015. Pemanfaatan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak.

Artikel Ilmiah.

Pryono. 2016. Penggunaan Molasses mntuk Meningkatkan Mutu Pupuk.

(Tesis). Magister Ilmu Ternak. UNDIP.

Rasyid. 2015. The Great Ruminan; Nutrisi, Pakan, dan Manajemen Produksi. Penerbit Brilian Internasional. Surabaya.

Rianto, E. dan Purbowoati, E. 2016. Sapi potong. Penebar Swadaya Jakarta.

Santosa dan Yogaswara. 2016. Manajemen usaha ternak potong. Niaga swadaya. Jakarta.

Setiyono, P., Suryahadi, T. Torahmat, dan R. Syarief. 2017 Strategi suplementasi protein ransum sapi potong berbasis jerami dan dedak padi. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Peternakan 30(3): 207−217.

Sodiq dan Budiman. 2017. Analisis kawasan usaha pengembangbiakan dan penggemukan sapi potong berbasis sumber daya local pedesaan untuk program nasional percepatan swaasembada daging sapi. J Agripet, 11(1):22.28

Sumarno, B dan HB Arianto, 2012. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Syarifuddin. 2013. Pengaruh Pemberian Urea Mollases Multinutrient Blok (UMMB) dan Urea Mollases Multinutrient Blok Plus (UMMB Plus) selama Pengangkutan terhadap Tingkat Stress, Dehidrasi, Penyusutan Berat Badan dan Kualitas Daging Sapi Bali. Disertasi, Program Pasca Sarjana UNHAS Makassar.

(37)

Lampiran 1. Penentuan Jumlah Pemberian MMS Unit Perlakuan.

Perlakuan/

Ulangan

BB

Awal Perhitungan MMS

(kg) P1.1 110.5 110,5 kg x 10%BB = 11 kg x 1% 0,11 P1.2 87 87 kg x 10%BB = 8,7 kg x 1% 0,8 P1.3 128.5 128,5 kg x 10% BB = 12,8 kg x 1% 0,12 P2.1 169.5 169,5 kg x 10%BB = 16,9 kg x 2% 0,38 P2.2 143 143 kg x 10%BB = 14,3 kg x 2% 0,28 P2.3 168.5 168,5 kg x 10% BB = 16,8 kg x 2% 0,36 P3.1 293.5 293,5 kg x 10%BB = 29,3 kg x 3% 0,87 P3.2 239.5 239,5 kg x 10%BB = 23,9 kg x 3% 0,77 P3.3 226 226 kg x 10% BB = 22,6 kg x 3% 0,68

Nilai Ekonomis MMS

Bahan Jumlah Harga

Satuan Total

Molasses Garam

Bunglil Kelapa Mineral Mix

(38)

Lampiran 2. Data Penimbangan Berat Badan (Kg) Sapi Bali Jantan Penelitian

1. P0 = Hijauan (Kontrol)

Ulangan BB Awal BB Akhir PBB

1 163 179.5 16.5

2 123 148 25

3 127.5 141 13.5

TOTAL 413.5 468.5 55

RERATA 137.8 156.2 18.3

2. P1 = Hijauan + 1% MMS

Ulangan BB Awal BB Akhir PBB

1 110.5 129 18.5

2 87 119 32

3 128.5 132.5 4

TOTAL 326 380.5 54.5

RERATA 108.7 126.8 18.2

3. P2 = Hijauan + 2% MMS

Ulangan BB Awal BB Akhir PBB

1 169.5 200 30.5

2 143 185.5 42.5

3 168.5 190.5 22

TOTAL 481 576 95

RERATA 160.3 192.0 31.7

4. P3 = Hijauan + 3% MMS

Ulangan BB Awal BB Akhir PBB

1 293.5 309 15.5

2 239.5 274 34.5

3 226 267.5 41.5

TOTAL 759.0 850.5 91.5

RERATA 253.0 283.5 30.5

(39)

Pertambahan Berat Badan (Kg) Sapi Penelitian

Ulangan Pertambahan Berat Badan (kg.)

P0 P1 P2 P3

1 16.5 18.5 30.5 15.5

2 25 32 42.5 34.5

3 13.5 4 22 41.5

TOTAL 55.0 54.5 95.0 91.5

RERATA 18.3 18.2 31.7 30.5

(40)

Lampiran 3. Data Peningkatan Nilai Jual (Rp) Sapi Bali Jantan Penelitian

1. P0 = Hijauan (Kontrol)

Ulangan PBB (Kg) Harga/Kg (Rp) Nilai Jual (Rp)

1 16.5 35,000 577,500

2 25 35,000 875,000

3 13.5 35,000 472,500

TOTAL 1,925,000

RERATA 641,667

2. P1 = Hijauan + 1% MMS

Ulangan PBB (Kg) Harga/Kg (Rp) Nilai Jual (Rp)

1 18.5 35,000 647,500

2 32 35,000 1,120,000

3 4 35,000 140,000

TOTAL 1,907,500

RERATA 635,833

3. P2 = Hijauan + 2% MMS

Ulangan PBB (Kg) Harga/Kg (Rp) Nilai Jual (Rp)

1 30.5 35,000 1,067,500

2 42.5 35,000 1,487,500

3 22 35,000 770,000

TOTAL 3,325,000

RERATA 1,108,333

4. P3 = Hijauan + 3% MMS

Ulangan PBB (Kg) Harga/Kg (Rp) Nilai Jual (Rp)

1 15.5 35,000 542,500

2 34.5 35,000 1,207,500

3 41.5 35,000 1,452,500

TOTAL 3,202,500

RERATA 1,067,500

(41)

Nilai Jual (Rp) Sapi Penelitian

Ulangan Nilai Jual (Rp)

P0 P1 P2 P3

1 577,500 647,500 1,067,500 542,500

2 875,000 1,120,000 1,487,500 1,207,500

3 472,500 140,000 770,000 1,452,500

TOTAL 1,925,000 1,907,500 3,325,000 3,202,500 RERATA 641,667 635,833 1,108,333 1,067,500

(42)

Lampiran 4. Analisys of Varians (ANOVA) Pertambahan Berat Badan (Kg.) menggunakan SPSS Ver. 16.

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

Value Label N

Perlakuan 0 P0 3

1 P1 3

2 P2 3

3 P3 3

Descriptive Statistics

Dependent Variable:PBB Perlakua

n Mean Std. Deviation N

P0 18.3333 5.96518 3

P1 18.1667 14.00298 3

P2 31.6667 10.29968 3

P3 30.5000 13.45362 3

Total 24.6667 11.80780 12

Levene's Test of Equality of Error Variancesa

Dependent Variable:PBB

F df1 df2 Sig.

.602 3 8 .632

Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.

a. Design: Intercept + Perlakuan

(43)

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:PBB

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 496.167a 3 165.389 1.275 .347

Intercept 7301.333 1 7301.333 56.299 .000

Perlakuan 496.167 3 165.389 1.275 .347

Error 1037.500 8 129.688

Total 8835.000 12

Corrected Total 1533.667 11

a. R Squared = .324 (Adjusted R Squared = .070)

Estimated Marginal Means

Perlakuan Dependent Variable:PBB

Perlakua

n Mean Std. Error

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

P0 18.333 6.575 3.172 33.495

P1 18.167 6.575 3.005 33.328

P2 31.667 6.575 16.505 46.828

P3 30.500 6.575 15.338 45.662

.

(44)

Lampiran 5. Analisys of Varians (ANOVA) Nilai Jual (Rp.) menggunakan SPSS Ver. 16.

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

Value Label N

Perlakuan 0 P0 3

1 P1 3

2 P2 3

3 P3 3

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Nilai_Jual Perlakua

n Mean Std. Deviation N

P0 6.4167E5 2.08781E5 3

P1 6.3583E5 4.90104E5 3

P2 1.1083E6 3.60489E5 3

P3 1.0675E6 4.70877E5 3

Total 8.6333E5 4.13273E5 12

Levene's Test of Equality of Error Variancesa

Dependent Variable:Nilai_Jual

F df1 df2 Sig.

.602 3 8 .632

Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.

a. Design: Intercept + Perlakuan

(45)

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Nilai_Jual

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 6.078E11a 3 2.026E11 1.275 .347

Intercept 8.944E12 1 8.944E12 56.299 .000

Perlakuan 6.078E11 3 2.026E11 1.275 .347

Error 1.271E12 8 1.589E11

Total 1.082E13 12

Corrected Total 1.879E12 11

a. R Squared = .324 (Adjusted R Squared = .070)

Estimated Marginal Means

Perlakuan Dependent Variable:Nilai_Jual

Perlakua

n Mean Std. Error

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

P0 6.417E5 2.301E5 111006.416 1172326.917

P1 6.358E5 2.301E5 105173.083 1166493.584

P2 1.108E6 2.301E5 577673.083 1638993.584

P3 1.068E6 2.301E5 536839.749 1598160.251

(46)

Lampiran 6. Umur Ternak Penelitian (Tahun,Bulan)

Perlakuan P1 P2 P3

1 1,2 2 2,2

2 1 2,7 2,8

3 1,6 2,1 2,9

Rerata 1,3 2,3 2,6

(47)

dari pasangan bapak Syam Sudin dan ibu Mahani. Penulis memulai masuk jenjang pendidikan Pada tahun 1997 masuk di SD N 1 Soko, dompu dan selesai pada tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Daerah, Dompu Barat Pada tahun 2003, selesai pada tahun 2006 dan melanjutkan Sekolah Menengah di SMA N 1 Huu, Dompu pada tahun 2006, selesai pada tahun 2011.

Penulis melanjutkan pendidikan disalah satu perguruan tinggi tepatnya di Unuversitas Bosowa Makassar pada tahun 2011 dan diterima di Fakultas Pertanian, Jurusan Peternakan dengan bidang studi Produksi Ternak Strata 1.

Gambar

Tabel 1.   Komposisi dan Formula MMS.
Tabel 2. Konstruksi Unit Perlakuan
Tabel 3.  Rerata Pertambahan Berat Badan Sapi Bali dengan Level MMS  Berbeda.
Tabel 4.  Peningkatan Nilai Jual Sapi Bali dengan Level MMS Berbeda.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan pelepah dan daun kelapa sawit pada pakan sapi bali hanya berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi pakan namun untuk

itu, penelitian mengenai pengaruh pemberian daun kelor ( Moringa oleifera ) sebagai pakan suplemen hijauan terhadap pertambahan lingkar skrotum sapi Bali,.. ini

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi, pertambahan berat badan harian, konversi dan efisiensi pakan sapi Bali jantan muda yang diberi pakan lamtoro

Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengkaji penggunaan daun lamtoro dalam ransum terhadap konsumsi, kecernaan, dan pertambahan bobot badan sapi Bali jantan lepas

Pertambahan bobot badan dengan pertambahan ukuran-ukuran tubuh pada sapi Bali betina memiliki nilai determinasi (R 2 ) yang dapat dilihat pada tabel 7, dimana nilai antara

Kualitas semen pejantan sapi Bali setelah diberikan suplemen berupa madu, telur, temu kunci dan vitamin E menunjukkan perberbedaan yang nyata (P < 0,05) yaitu nilai motilitas

Kesimpulan dari penelitian ini adalah nilai cerna ransum sapi Simmental lebih baik dibanding sapi PO dengan pemberian Urea Molasses Block (UMB) sebesar 0.043 % BB

Pertambahan Berat Badan Harian PBBH Sapi Potong Rata-rata pertambahan berat badan harian PBBH sapi potong selama penelitian, yang diberikan pakan berbeda, yaitu perlakuan satu dengan