2.1 Konsep Imunisasi
2.1.1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh bayi membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hamidin, 2014).
Imunisasi adalah memberi vaksin kedalam tubuh berupa bibit penyakit yang di lemahkan yang menyebabkan tubuh memproduksi anti body tetapi tidak menimbulkan penyakit bahkan anak menjadi kebal.
Di Indonesia imunisasi memiliki pengertian sebagai tindakan untuk memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak agar terlindung dan terhindar dari penyakit menular dan berbahaya bagi anak (Rukiyah, 2013)
Imunisasi dapat dilakukan pada anak-anak maupun orang dewasa.
Pada anak-anak karena system imun yang belum sempurna, sedangkan pada usia 60 tahun terjadi penurunan system imun nonspesifik seperti terjadinya penurunan system imun. Dengan demikian usia lanjut lebih rentan terhadap infeksi, penyakit autoimun dan keganansan (Lisnawati, 2011)
9
2.1.2 Tujuan imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti penyakit difteria (Rukiyah, 2013).
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakitpenyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio, dan tuberculosis. (Lisnawati, 2011).
2.1.3 Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :
a. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga sejahtera apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Hal
ini mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas.
c. Untuk Negara Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara.
(Mulyani, 2013).
2.1.4 Jenis Kekebalan 1. Kekebalan aktif
Kekebalan aktif adalah pemberian kuman atau racun yang sudah di lemahkan atau di matikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibody sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio dan campak. Imunisasi aktif biasanya dapat bertahan untuk beberapa tahun dan sering sampai seumur hidup. Kekebalan aktif dibagi 2 yaitu:
a. Kekebalan aktif alami (naturalily acquired immunity), dimana tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya anak yang telah menderita campak setelah sembuh tidak akan terserang lagi karena tubuhnya telah membuat zat penolak terhadap penyakit tersebut.
b. Kekebalan aktif buatan (artificially induced active immunity) yaitu kekebalan yang di peroleh setelah orang mendapatkan vaksinasi.
Misalnya anak diberi vaksin BCG, DPT, Campak dan lainnya 2. Kekebalan pasif
Kekebalan pasif adalah suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat imunoglobin, yaitu zat yang dihasilkan
melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang di dapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang di gunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinveksi (Proverawati, 2010).
Imunisasi pasif dibagi menjadi dua :
a. Kekebalan pasif alami atau kekebalan pasif bawaan yaitu kekebalan yang di peroleh bayi sejak lahir dari ibunya. Kekebalan ini tidak berlangsung lama (± hanya sekitar 5 bulan setelah bayi lahir).
b. Kekebalan pasif buatan yaitu kekebalan yang di peroleh setelah mendapat suntikan zat penolak misalnya pemberian suntikan ATS
2.1.5 Syarat Pemberian Imunisasi
paling utama adalah anak yang akan mendapat imunisasi harus dala kondisi sehat. Sebab pada prinsipnya imunisasi itu merupakan pemberian virus dengan memasukan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri dalam tubuh dan kemudian menimbulkan antibody (Proverawati, 2010).
Imunisasi tidak boleh diberikan hanya pada kondisi tertentu misalnya anak mengalami kelainan atau penurunan daya tahan tubuh misalkan gizi buruk atau penyakit HIV/AIDS
2.1.5 Imunisasi Dasar pada Bayi 2.1.5.1 Jenis-jenis Imunisasi
Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan ada juga yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di
Indonesia sebagaimana yang diwajibkan oleh WHO yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B. (Kemenkes, RI, 2012). Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang diberikan pada semua orang, terutama bayi dan balita sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit- penyakit yang berbahaya.
Lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan pemerintah adalah imunisasi terhadap tujuh penyakit yaitu TBC, difteri, pertusis, tetanus, poliomyelitis, campak dan hepatitis B. Ke-lima jenis imunisasi dasar yang wajib diperoleh adalah:
a) Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular yang dilakukan sekali pada bayi sekali pada bayi usia 0-11 bulan
b) Imunisasi DPT yaitu merupakan imunisasi dengan memberikan vaksin mengandung racun kuman yang telah dihilangkan racunnya akan tetapi masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toxoid) untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus, yang diberikan 3 kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal 4 minggu.
c) Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada kaki, yang diberikan 4 kali pada bayi 0-11 bulan dengan interval minimal 4 minggu
d) Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan kekebalan aktif terhadap penyakit campak karena penyakit ini sangat menular, yang diberikan 1 kali pada bayi usia 9 bulan
e) Imunisasi hepatis B, adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit yang dapat merusak hati, yang diberikan 3 kali pada bayi usia 1-11 bulan, dengan interval minimal 4 minggu cakupan imunisasi lengkap pada anak, yang merupakan gabungan dari tiap jenis imunisasi yang didapatkan oleh seorang anak. Sejak tahun 2004 hepatitis-B disatukan dengan pemberian DPT menjadi DPT- HB. (Mulyani, 2013)
2.1.5.2 Vaksinasi
Vaksinasi berarti pemberian setiap vaksin atau toksoid. Imunisasi menggambarkan proses yang menginduksi imunitas secara artificial dengan pemberian bahan antigenic, seperti agen imunobiologis (Nelson, 2000)
2.1.5.3 Jadwal Pemberian Imunisasi
Tabel 2.1
Jadwal Pemberian Imunisasi
2.1.5.4 Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) 1. Difteri
Gejala Difteri antara lain panas lebih kurang 38OC disertai adanya pseudo membran (selaput tipis) putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring, tonsil) yang tak mudah lepas dan mudah berdarah.
Gejala juga dapat disertai nyeri menelan, leher membengkak seperti leher sapi (bull neck) dan sesak nafas disertai bunyi (stridor) dan pada pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri (Lisnawati, 2011).
Difteri disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae; terdiri dari type gravis, mitis, dan intermedius. Gejala klinik terjadi sebagai akibat kerja dari eksotoksin; masa inkubasi 2-5 hari. Penularan difteri melalui kontak air borne dari orang ke orang dan pada umumnya menyerang golongan umur di bawah 15 tahun. Yang menjadi agen/ terkena wabah difteri hanya manusia. Gejala klinis yang diakibatkannya dapat tidak nyata atau ringan sekali, yaitu berupa sedikit Usia Vaksin Tempat
Bayi lahir di bidan
0 bulan HB 0 Bidan
1 bulan BCG, Polio 1 Bidan/Posyandu
2 bulan DPT/HB Combo 1, Polio 2 Bidan/Posyandu 3 bulan DPT/HB Combo 2, Polio 3 Bidan/Posyandu 4 bulan DPT/HB Combo 3, Polio 4, IPV Bidan/Posyandu
9 bulan Campak Bidan/Posyandu
Sumber: Buku KIA (2012)
membran dalam rongga hidung (anterior nasal diphtheriae) sampai sangat berat dan dapat menyebabkan kematian (Lisnawati, 2011).
2. Tetanus
Penyebab tetanus adalah Clostridium tetani yang terdiri dari tetanus neonatorum dan tetanus. Tetanus neonatorum adalah bayi lahir hidup normal dan dapat menangis dan menetek selama 2 hari kemudian timbul gejala sulit menetek disertai kejang rangsang pada umur 3-28 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan melengkung) pada umur di atas 1 bulan (Hamidin, 2014).
3. Tuberkulosis
Merupakan penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosa menyebar melalui pernapasan lewat bersin atau batuk, gejala awal adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan dapat terjadi batuk darah (Hamidin, 2014).
4. Campak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles, disebarkan melalui droplet bersin atau batuk dari penderita, gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, conjunctivitis (mata
merah), selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh, tangan serta kaki (Hamidin, 2014).
5. Hepatitis B
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selama proses persalinan, melalui hubungan seksual.
Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu, urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian (Lisnawati, 2011).
2.1.5.5 Macam-Macam Imunisasi, Dosis, Kontra Indikasi & Efeksamping a. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)
1) Pengertian
Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan hasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberkulin, tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi risiko terjadi tuberkulosis berat
seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier (Lisnawati, 2011).
2) Cara pemberian dan dosis:
a. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan dengan mengggunakan alat suntik steril Auto Distruct Scheering (ADS) 5 ml.
b. Dosisi pemberian: 0,05 ml.
c. Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas ( insertion musculus deltoideus). Dengan menggunakan Auto Distruct Scheering (ADS) 0,05 ml.
d. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.
3) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis.
4) Kontra indikasi:
a) Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti: eksim, furunkulosis dan sebagainya.
b) Mereka yang sedang menderita TBC.
5) Efek samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti deman. Setelah 1-2 minggu akan timbul
indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya (Lisnawati, 2011).
b. Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) 1) Pengertian
Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi (Lisnawati, 2011) Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran nafas bagian atas.
Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri.
Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38°C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring, atau tonsil. Pertusis merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh kuman Bordetella Pertusis. Kuman ini mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang batuk yang hebat dan lama. Serangan batuk lebih sering pada malam hari, batuk terjadi beruntun dan akhir batuk menarik nafas panjang, biasanya disertai muntah. Batuk bisa mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu pertusis disebut juga dengan “batuk seratus hari”. Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium tetani.
Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus d apat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali pusat tanpa alat yang steril atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau orang dewasa bisa terinfeksi karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi spora tetanus. Kuman ini paling banyak terdapat di usus kuda berbentuk spora yang tersebar luas di tanah (Atikah, 2010).
Upaya Departemen Kesehatan melaksanakan Program Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) melalui imunisasi DPT, DT atau TT dilaksanakan berdasarkan perkiraan lama waktu perlindungan sebagai berikut:
a) Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun.
Dengan 3 dosis toksoid tetanus pada bayi dihitung setara dengan 2 dosis pada anak yang lebih besar atau dewasa.
b) Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun. Dengan 4 dosis toksoid tetanus pada bayi dan anak dihitung setara dengan 3 dosis pada dewasa (Sudarti, 2010).
2) Cara pemberian dan dosis:
a) Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.
b) Disuntik secara intramuskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu (1 bulan) (Lisnawati, 2011).
c) Cara memberikan vaksin ini, sebagai barikut:
(1) Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki terlentang (2) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi (3) Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk (4) Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat
(5) Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui
kulit sehingga masuk kedalam otot (Atikah. 2010)
3) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis, dan tetanus.
4) Kontra indikasi
Gejala- gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada syaraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak-anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT.
5) Efek samping
Gejal-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas, demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi (Lisnawati, 2011).
c. Vaksin Hepatitis B 1) Pengertian
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat in infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorph) menggunakan teknologi DNA rekombinan.
2) Cara pemberian dan dosis:
a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.
b. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml, pemberian suntikan secara intramuskuler sebaiknya pada anterolateral paha.
c. Pemberian sebanyak 3 dosis.
d. Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan).
3) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan virus hepatitis B.
4) Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin- vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat disertai kejang.
5) Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
(Departemen Kesehatan RI, 2011) d. Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine)
1) Pengertian
Vaksin Oral Polio adalah vaksin yang terdiri dari suspense virus poliomyelitis tipe 1,2,3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dibiakkan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
2) Cara pemberian dan dosis:
a. Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis ada 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (disis) pemberian dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
b. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.
3) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.
4) Kontra indikasi
Pada individu yang mnderita “immune deficiency” tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh.
5) Efek samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi. (Departemen Kesehatan RI, 2010).
e. Vaksin Campak
1) Pengertian
Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 inektive unit virus strain dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erithromycin.
2) Cara pemberian dan dosis:
a) Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutlan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.
b) Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangn (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah catchup campaign campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6.
3) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
4) Kontra indikasi
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
5) Efek samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Lisnawati, 2011).
2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar (Sardiman, 1995; Nursyaidah, 2014) Faktor internal dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor, yaitu:
a. Faktor jasmani
Faktor jasmani terdiri dari atas:
1. Faktor kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian- bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu. Selain itu juga akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan-gangguan atau kelainan-kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya.
2. Cacat Tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan. Cacat itu dapat berupa buta, setengah buta, tuli, setengah tuli, patah kaki, patah tangan,
lumpuh dan lain-lain. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar.
b. Faktor Psikologis
Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktorfaktor itu adalah : intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.
c. Faktor kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena terjadi kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagian tertentu.
Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuhan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala dengan pusing- pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi seolah-olahotak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus menerus memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi hal-hal yang selalu sama tanpa ada variasi, dan megerjakan sesuatu
karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat, dan perhatiannya.
Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri anak yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat.
1) Faktor yang berasal dari orang tua
Faktor yang berasal dari orang tua utamanya adalah cara mendidik orang tua terhadap anaknya. Dalam hal ini dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua mendidik secara demokratis, pseudo demokratis, otoriter, atau cara laisses faire. Cara atau tipe mendidik yang demikian masing-masing mempunyai kebaikan dan ada pula kekurangannya.
2) Faktor yang berasal dari masyarakat
Faktor masyarakat bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit dikendalikan.
Mendukung atau tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga ikut mempengaruhi.
2.3 Konsep Pengetahuan 2.3.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, yaitu proses melihat dan
mendengar. Selain itu melalui mata dan telinga yaitu proses melihat dan mendengar, selanjutnya proses pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan formal maupun informal (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan merupakan domain yang penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Proses kognitif meliputi ingatan, pikiran, persepsi, simbol-simbol penalaran dan pemecahan persoalan (Soekanto, 2002). Penegertian dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2015), diartikan segala sesuatu yang diketahui atau segala sesuatu yang berkenaan dengan hal mata pelajaran. Kategori pengetahuan meliputi kemampuan untuk mengatakan kembali dari ingatan hal-hal khusus dan umum, metode dan proses atau mengingat suatu pola, susunan, gejala atau peristiwa.
Pengetahuan merupakan proses tahu seseorang untuk menjadi tahu yang nantinya akan dikembangkan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan beberapa hal yang pokok.
2.3.2 Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu:
1) Cara Coba-Salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua
ini gagal pula, maka dicoba dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and errors (gagal atau salah) atau metode coba salah coba-coba.
2) Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan- kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan- kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya, dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli-ahli ilmu pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa yang dikemukakannya ádalah benar.
3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah, pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber
pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.
4) Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
5) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular disebut metodelogi penelitian (research methodology).
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurutNotoatmodjo (2003), adalah :
1). Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Pendidikan digolongkan sebagai berikut:
a) Tamat SD b) Tamat SLTP c) Tamat SLTA
d) Tamat Perguruan Tinggi
2). Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan dan dapat menjadi sumber pengetahuan yang bersifat informal.
3). Informasi
Informasi yang diperoleh melalui kenyataan (melihat, dan mendengar sendiri), serta melalui surat kabar, radio, TV dapat menambah pengetahuan agar lebih luas.
4). Budaya
Budaya yang ada di masyarakat dan kondisi politik juga mempengaruhi terhadap tingkat pengetahuan seseorang.
5). Sosial Ekonomi
Pekerjaan berhubungan dengan sosial ekonomi seseorang. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang akan menambah tingkat pengetahuan. Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedangkan ekonomi berkaitan dengan pendidikan. Apabila status ekonomi baik tingkat pendidikan juga akan tinggi dan diiringi oleh peningkatan pengetahuan (Soekanto, 2009)
2.3.4 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014), dalam domain kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang bersifat intelektual (cara berpikir, berintraksi, analisis, memecahkan masalah dan lain-lain) yang berjenjang sebagai berikut :
1) Tahu (Knowledge)
Menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya.
Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan mengenali atau mengingat kembali hal-hal atau keterangan yang pernah berhasil di himpun atau dikenali (recall of facts).
2) Memahami (Comprehension)
Pemahaman diartikan dicapainya pengertian (understanding) tentang hal yang sudah kita kenali. Karena sudah memahami hal yang bersangkutan maka juga sudah mampu mengenali hal tadi meskipun diberi bentuk lain. Termasuk dalam jenjang kognitif ini misalnya kemampuan menterjemahkan, menginterpretasikan, menafsirkan, meramalkan dan mengeksplorasikan.
3) Menerapkan (Aplication)
Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan hal yang sudah dipahami ke dalam situasi dan kondisi yang sesuai.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan hal tadi menjadi rincian yang terdiri unsur-unsur atau komponen-komponen yang berhubungan antara yang satu dengan lainnya dalam suatu bentuk susunan berarti.
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun kembali bagianbagian atau unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang mengandung arti tertentu.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk membandingkan hal yang bersangkutan dengan hal-hal serupa atau setara lainnya, sehingga diperoleh kesan yang lengkap dan menyeluruh tentang hal yang sedang dinilainya (Notoatmodjo, 2010).
Pengukuran pengetahuan menurut Budiman & Riyanto (2013) 1. Baik : Skor ≥ 50%
2. Kurang Baik : < 50%
2.4 Konsep Dasar Sikap 2.4.1 Pengertian
Sikap merupakan relasi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek ( Notoatmodjo, 2012).
Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat
respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya ( Bimo Walgito, 2009).
Sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap suatu objek atau situasi secara konsiten ( Abu Ahmadi, 2009).
Struktur Sikap Menurut Azwar Saifuddin (2009) yang dikutip oleh Sunaryo (2009) bahwa sikap memiliki tiga komponen yang membentuk stuktur sikap, yang ketiganya saling menunjang, yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif.
a. Komponen kognitif (cognitive)
Dapat disebut juga komponen perseptual, yang berisi kepercayaan individu. Kepercayaan tersebut berhubungan dengan hal-hal bagaimana individu mempersepsi terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui ( pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari orang lain.
b. Komponen Afektif ( komponen emosional )
Komponen ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu, terhadap objek sikap, baik yang positif ( rasa senang ) maupun negatif ( rasa tidak senang ). Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh
apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek sikap tersebut.
c. Komponen Konatif
Disebut juga komponen perilaku, yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya. (Sunaryo, 2012)
2.4.2 Fungsi Sikap
Menurut Attkinson, R.L, dkk., dalam bukunya Pengantar Psikologi Jilid 2, edisi 11, sikap memiliki 5 fungsi berikut :
a. Fungsi instrumental
Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat, dan menggambarkan keadaan keinginan.
Sebagaimana kita maklumi bahwa untuk mencapai suatu tujuan, diperlukan sarana yang disebut sikap.
Apabila objek sikap dapat membantu individu mencapai tujuan, individu akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut atau sebaliknya.
b. Fungsi pertahanan ego
Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga dirinya.
c. Fungsi nilai ekspresi
Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu. Sistem nilai apa yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan terhadap nilai tertentu.
d. Fungsi pengetahuan
Sikap ini membantu individu untuk memahami dunia, yang membawa keteraturan terhadap bermacam- macam informasi yang perlu diasimilasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin mengerti, dan ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan.
e. Fungsi penyesuaian sosial
Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari masyarakat. Dalam hal ini, sikap yang diambil individu tersebut akan dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. ( Sunaryo, 2012)
2.4.3 Tingkatan Sikap
Sikap memiliki 4 tingkat, dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu :
a. Menerima ( receiving )
Pada tingkat ini individu ingin dan memperhatikan rangsangan (stimulus) yang diberikan.
b. Merespons ( responding )
Pada tingkat ini, sikap individu dapat memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
c. Menghargai ( valuing )
Pada tingkat ini, sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
d. Bertanggung jawab ( reponsible )
Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung segala risiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.
2.4.4 Ciri-ciri Sikap
a. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari (learnability) dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam hubungan dengan objek.
b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap.
d. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan / banyak objek.
e. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.
f. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga membedakan dengan pengetahuan. ( Sunaryo, 2012).
2.4.5 Pembentukan dan Pengubahan Sikap
Faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengubahan sikap:
a. Faktor Internal
Faktor internal berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini individu menerima, mengolah, dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar, serta menentukan mana yang akan diterima dan mana yang tidak. Hal-hal yang diterima atau tidak berkaitan erat dengan apa yang ada dalam diri individu. Oleh karena itu, faktor individu merupakan faktor penentu pembentukan sikap.
Faktor intern ini menyangkut motif dan sikap yang bekerja dalam diri individu pada saat itu, serta yang
mengarahkan minat dan perhatian ( faktor psikologis ), juga perasaan sakit, lapar, dan haus ( faktor fisiologis ).
b. Faktor Eksternal
Faktor ini berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk membentuk dan mengubah sikap. Stimulus tersebut dapat bersifat langsung, misalnya individu dengan kelompok. Dapat juga bersifat tidak langsung, yaitu melalui perantara, seperti : alat komunikasi dan media masa baik elektronik maupun non elektronik.
(Sunaryo, 2009).
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono ( 2009 ), ada beberapa cara untuk membentuk atau mengubah sikap individu, yaitu :
1)Adopsi
Adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui kejadian yang terjadi berulang dan terus- menerus sehingga lama kelamaan secara bertahap hal tersebut akan diserap oleh individu, dan akan mempengaruhi pembentukan serta perubahan terhadap sikap individu.
2) Diferensiasi
Deferensiasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena sudah dimilikinya
pengetahuan, pengalaman, intelegensi, dan bertambahnya umur. Oleh karena itu, hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri dan lepas dari jenisnya sehingga membentuk sikap tersendiri.
3) Integrasi
Integrasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap yang terjadi secara tahap demi tahap, diawali dari macam-macam pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan objek sikap tertentu sehingga pada akhirnya akan terbentuk sikap terhadap objek tersebut.
4) Trauma
Trauma adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui suatu kejadian secara tiba-tiba dan mengejutkan sehingga meninggalkan kesan mendalam dalam diri individu tersebut. Kejadian tersebut akan membentuk atau mengubah sikap individu terhadap kejadian sejenis.
5) Generalisasi
Generalisasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena pengalaman traumatik pada diri individu terhadap hal tertentu, dapat menimbulkan sikap negatif terhadap semua hal yang sejenis atau sebaliknya.
2.4.6 Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang fenomena sosial.
a. Jawaban setiap item yang menggunakan skala Likert mempunyai tingkatan dari sangat positif sampai dengan sangat negatif.
b. Setiap item diberi sejumlah pilihan respon yang sifatnya tertutup.
c. Banyaknya pilihan respon dalam suatu penelitian sangat beragam. Namun yang paling banyak digunakan adalah 5 pilihan respon. Jika respon terlalu sedikit maka hasilnya terlalu kasar, namun sebaliknya jika respon terlalu banyak responden akan sulit membedakan antara pilihan respon yang satu dengan pilihan respon yang lain.
d. Tingkat pengukuran data dalam skala Likert adalah ordinal
Rensis Likert telah telah mengembangkan sebuah skala untuk mengukur sikap masyarakat yang sekarang terkenal dengan nama skala likert. Skala Likert menggunakan ukuran ordinal, hanya dapat membuat rangking tetapi tidak dapat diketahui berapa kali satu responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya di dalam skala. Prosedur dalam membuat skala Likert adalah sebagai berikut :
1) Peneliti mengumpulkan item-item yang cukup banyak, yang relevan dengan masalah yang diteliti yang terdiri dari item yang cukup jelas disukai dan yang tidak disukai.
2) Kemudian item-item tersebut dicoba kepada sekelompok responden yang cukup representative dari populasi yang ingin diteliti.
3) Responden diminta untuk mencek tiap item apakah ia menyenanginya (+) atau tidak meyukainya (-). Responsi tersebut dikumpulkan dan jawaban yang memberikan indikasi menyenangi diberi skor tertinggi. Tidak ada masalah misalnya untuk memberikan angka lima untuk yang tinggi dan skor satu untuk yang terendah atau sebaliknya. Yang penting adalah konsistensi dari arah sikap yang diperlihatkan. Demikian juga apakah
jawaban “setuju” atau “tidak seruju” , “disenangi” atau
“tidak disenangi”, tergantung dari isi pertanyaan dan isi dari item-item yang disusun.
4) Total skor dari masing-masing individu adalah penjumlahan dari skor masing-masing item dari individu tersebut.
5) Responsi dianalisis untuk mengetahui item – item mana yang sangat nyata batasan antara skor tinggi dan skor rendah dalam skala total.
Pernyataan Positif:
SS = 5 S = 4 TS = 2 STS = 1
Pernyataan Negatif:
SS = 1 S = 2 TS = 4 STS= 5
Pada penelitian ini, sikap dapat dikelompokan menjadi:
1) Tidak Baik, jika skore ≤ mean atau median
2) Baik, jika skore > mean atau median (Aziz, 2010).
2.4.7 Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2014) perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta lingkungan. faktor yang berpotensi dalam mempengaruhi perilaku kesehatan antara lain meliputi pengetahuan dan sikap.
Pengetahuan merupakan resultan dari akibat proses penginderaan terhadap inderaan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran (Istiarti, 2012). Menurut Notoatmodjo (2014) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, dan sebagian besar pengetahuan didapat melalui indera mata dan telinga.
Sikap merupakan relasi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya (Notoatmodjo, 2014).
Sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap suatu objek atau situasi secara konsiten. Sikap ini membantu individu untuk memahami dunia, yang membawa keteraturan terhadap bermacam- macam informasi yang perlu diasimilasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin mengerti, dan ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan (Ahmadi, 2012).
Menurut Bloom (1974) dalam Notoatmodjo (2014) disebutkan bahwa perilaku seseorang terdiri dari 3 bagian penting yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Pengukuran perilaku kognitif diperoleh dari pengetahuan, afektif dari sikap/ tanggapan dan psikomotor diukur melalui tindakan / praktik yang dilakukan.
Menurut Induniasih (2018) ada tiga kelas faktor yang mempunyai potensi dalam mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang, yaitu : 1. Faktor Predisposisi (Predisposing factor)
Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu, yang termasuk dalam kelompok faktor predisposisi adalah pengetahuan, sikap, nilai-nilai dan budaya, kepercayaan tentang dan terhadap perilaku tertentu, serta beberapa karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
Faktor predisposisi (Predisposing factor) terwujud dalam:
Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensor khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (over behaviour) (Notoatmodjo. 2012).
Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo. 2012).
Nilai-nilai norma sosial
Nilai-nilai atau norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang lebih melekat pada diri seseorang.
Kepercayaan
Seseorang yang mempunyai atau meyakini suatu kepercayaan tertentu akan mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya.
Persepsi
Persepsi merupakan proses yang menyatu dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang menyeluruh dalam diri individu, oleh karena itu dalam penginderaan akan menghubungkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan dengan objek.
2. Faktor Pemungkin (Enabling factor)
Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik. Faktor pemungkin juga merupakan faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu, yang termasuk dalam kelompok faktor pemungkin meliputi ketersediaan pelayanan kesehatan, serta ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun segi biaya dan sosial. Faktor pemungkin mencakup berbagai ketrampilan dan sumber daya yang ada untuk melakukan perilaku kesehatan.
Faktor pendukung (enabling factor) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas. Sarana dan fasilitas ini hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.
3. Faktor Penguat (Reinforching factor)
Faktor penguat merupakan faktor-faktor yang memperkuat atau justru memperlunak untuk terjadinya perilaku tertentu. Sumber penguat bergantung dari jenis program. Penguat bisa positif maupun negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan dan sebagian diantaranya lebih kuat dari pada yang lain dalam mempengaruhi perilaku. Dalam hal ini yang termasuk dalam faktor penguat meliputi pendapat, dukungan, kritik baik dari keluarga, teman, lingkungan bahkan dari petugas kesehatan itu sendiri. Faktor- faktor pendorong merupakan penguat terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan memberikan memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan negatif sesorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku
2.4.8 Lingkungan
2.4.8.1 Definisi Lingkungan
Kehidupan dalam suatu lingkungan mutlak adanya interaksi sosial hubungan antara dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi.
Lingkungan rumah dan masyarakat dimana individu melakukan interaksi sosial merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar seperti jarak pelayanan kesehatan, tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang menunjang pelayanan imunisasi dasar (Panjaitan, 2009).
Terdapatnya penyebaran masalah kesehatan yang berbeda berdasarkan status sosial ekonomi pada umumnya dipengaruhi oleh 2 (dua) hal, yaitu :a). Karena terdapatnya perbedaan kemampuan ekonomis dalam mencegah penyakit atau mendapatkan pelayanan kesehatan,b).Karena terdapatnya perbedaan sikap hidup dan perilaku hidup yang dimiliki.(Azwar,Azrul, 1999). Menurut Noor,N.N (2000) menyebutkan berbagai variabel sangat erat hubungannya dengan status sosio ekonomi sehingga merupakan karakteristik.Status sosio ekonomi erat hubungannya dengan pekerjaan/jenisnya, pendapatan keluarga, daerah tempat tinggal/geografis, kebiasaan hidup dan lain sebagainya.Status ekonomi berhubungan erat pula dengan faktor psikologi dalam masyarakat.Noor,N.N (2000).
2.4.8.2 Hubungan Lingkungan Dan Perilaku Kesehatan
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2012) yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas, dan lingkungan tempat tinggal. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, lingkungan dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan dukungan dari pihak lain misalnya suami, orang tua, mertua, dan saudara, serta lingkungan tempat tinggal.
Empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya masalah kesehatan dan saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat (Blum, 1981;
Notoatmodjo, 2012).
Dalam konsep Blum ada 4 faktor determinan yang dikaji, masing- masing faktor saling keterkaitan berikut penjelasannya :
a. Faktor Perilaku Masyarakat
Faktor perilaku berhubungan dengan perilaku individu atau masyarakat, perilaku petugas kesehatan dan perilaku pejabat pengelola pusat dan daerah. Perilaku individu atau mayarakat yang positif pada kehidupan sehari-hari, misalnya : membuang sampah / kotoran dengan baik, minum air masak, dll. Perilaku petugas kesehatan yang baik : ramah, cepat tanggap, disiplin tinggi terapi yang tepat sesuai diagnosa, dll. Perilaku pemerintah pusat dan daerah : cepat tanggap terhadap penduduk gizi buruk, penyediaan sarana dan prasarna kesehatan dan fasilitas umu (jalan, selokan, TPA, dll) b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan, terdiri dari 3 bagian besar :
1) Lingkungan Fisik
Terdiri dari benda mati yang dapat dilihat, diraba, dirasakan antara lain : bangunan, jalan, jembatan dll. Benda mati dapat dilihat dan dirasakan tetapi tidak dapat diraba : Api, asap kabut, dll. Benda mati yang tidak dapat diraba, tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan : udara, angin, gas, bau-bauan, bunyi-bunyian, dll.
3) Lingkungan Biologis
Terdiri dari mahluk hidup yang bergerak, baik yang dapat dilihat maupun tidak.
4) Lingkungan Sosial
Yaitu, bentuk lain selain fisik dan biologis. Lingkungan sosial tidak berbentuk secara nyata namun ada dalam keidupan di bumi.
c. Faktor Pelayanan Kesehatan
Faktor ini dipengaruhi oleh beberapa jauh pelayanan kesehatan yang diberikan. Hal ini berhubungan dengan tersedianya sarana dan prasarana institusi kesehatan antaralain : Rumah Sakit, Puskesmas, Labkes, Balai Pengobatan, serta tersedianya fasilitas pada instirusi tersebut : tenaga kesehatan, obat-obatan, alat-alat kesehatan yang kesemuanya tersedia dalam kondisi baik dan cukup siap dipakai.
d. Faktor Genetik
Mengarah pada kondisi individu yang berkaitan dengan asal usul keluarga, ras dan jenis golongan darah. Beberapa penyakit tertentu
disebabkan oleh faktor keturunan antara lain : hemophilia, hypertensi, kelainan bawaan, albino dll.
2.5 Penelitian Terkait
Penelitian oleh Inge Jayanti (2015) dengan judul“Gambaran tingkat pengetahuan Ibu terhadap Imunisasi DPT pada bayi usia 0-9 bulan di posyandu Kelurahan Kadipaten Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo”.
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Ibu yang Bayinya belum diberi Imunisasi DPT sebanyak 66 Ibu. Penelitian ini menggunakan total sampling dengan sampel sejumlah 66 responden. Pengumpulan data menggunakan kuisioner, analisis data dikonfirmasikan dalam bentuk prosentase. Hasil penelitian terhadap 66 responden: 41 responden (62,2%) memiliki pengetahuan baik, 13 responden (19,6%) memiliki pengetahuan kurang, dan 12 responden (18,2%) memiliki pengetahuan cukup.
2.6 Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini adalah:
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Faktor predisposisi - Pengetahuan - Sikap
- Kepercayaan - Keyakinan - Pendidikan - Nilai-nilai Faktor pendukung
- Sarana dan prasarana
(Sumber : Laurence Green dalam Induniasih, 2018)
2.7 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep pada penelitian ini adalah:
Gambar 2.2.
Kerangka Konsep
2.8 Hipotesis
Ha : ada hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi dengan pelaksanaan imunisasi lengkap pada anak usia 12 bulan di Wilayah
Prilaku Kesehatan
Faktor pendorong - Sikap dan
perilaku petugas kesehatan
perilaku
Pengetahuan
Sikap
Pendidikan
Perilaku Kesehatan (Pemberian Imunisasi)
Puskesmas Permata Hati Sukarame Kota Bandar Lampung Tahun 2019 .
Ha : ada hubungan sikap ibu tentang imunisasi dengan pelaksanaan imunisasi lengkap pada anak usia 12 bulan di Wilayah Puskesmas Permata Hati Sukarame Kota Bandar Lampung Tahun 2019.
Ha : ada hubungan pendidikan ibu dengan pelaksanaan imunisasi lengkap pada anak usia 12 bulan di Wilayah Puskesmas Permata Hati Sukarame Kota Bandar Lampung Tahun 2019.
.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah definisi pengukuran data dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan persentase tanggapan mereka (Notoatmodjo, 2018).
3.2 Rancangan Penelitian
Rancangan dalam penelitian ini menggunakan desain Survei Analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu desain penelitian yang bertujuan untuk mencari hubungan antara faktor resiko dengan efek pengamatan atau observasi antar variabel dilakukan secara bersamaan (Notoatdmojo, 2018).
Desain cross sectional dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui Pada penelitian ini peneiti ingin memperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi ibu melakukan imunisasi lengkap pada anak usia 12 bulan di Wilayah Puskesmas Permata Hati Sukarame Kota Bandar Lampung Tahun 2019.
3.4 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel menggunakan proportional random sampling yang digunakan untuk memperoleh sampel yang representatif, pengambilan subjek dari setiap strata atau setiap wilayah ditentukan seimbang atau sebanding dengan banyaknya subjek dalam masing-masing strata atau wilayah. (Notoatmodjo, 2012).
3.3 Populasi Dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2018) dalam peneltian ini jumlah anak yang mengikuti posyandu sebanyak 222 orang.
3.3.2 Sampel
53
Sampel dalam penelitian ini diambil dari seluruh ibu yang memiliki bayi usia 12 bulan yang datang untuk imunisasi saat dilakukan penelitian menggunakan Rumus Slovin :
n = N 1 + N (d2) Keterangan :
N = Besar populasi n = Besar sampel
d² = Tingkat kepercayaan yang diinginkan yaitu (5%) atau 0,05 (Notoatmodjo, 2010).
n = 142 sampel
Dalam menentukan pengambilan sampel dari 222 menjadi 142 menggunakan metode acak sederhana dengan menggunakan nomor undian.
Undian dilakukan dengan melakukan pengkocokan sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditentukan dengan cara pengkocokan nama yang keluar sebanyak sampel/ dusun. Pengambilan sampel dilakukan perkelas dan disajikan dalam tabel 3.2 di bawah ini :
n = 222
1+ 222 (0.0025) n = 222
1+ 222 (0.052)
n = 222 1+ 0, 555
n = 222 1,555
Tabel 3.2 Proportional Random Sampling
No. Posyandu Populasi Sampel
1 Mekar Sari II 24 24 x 142 = 15 222
2 Aster Kuning 20 20 x 142 = 13
222
3 Bahtera 14 14 x 142 = 9
222
4 Teratai 16 16 x 142 = 10
222
5 Betik Hati 16 16 x 142 = 10
222
6 Kasih Ibu 18 18 x 142 = 12
222
7 Permata
Sukarame
19 19 x 142 = 12 222
8 Sakura II 21 21 x 142 = 13
222
9 Sakura I 20 20 x 142 = 13
222
10 Manggis 16 16 x 142 = 10
222
11 Matahari 17 17 x 142 = 11
222
12 Nusa Insah 21 21 x 142 = 14
222 Total 222 142
Peneliti kemudian menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi pada sampel yang akan diambil. Kriteria sampel pada penelitian ini adalah:
Kriteria inklusi :
a. Responden merupakan ibu yang memiliki balita berusia 12 bulan.
b. Aktif di posyandu balita
c. Responden bersedia menjadi subjek penelitian d. Responden dapat membaca dan menulis.
3.5 Waktu dan Tempat Penelitian 3.5.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2019.
3.5.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Puskesmas Permata Hati Sukarame Kota Bandar Lampung Tahun 2019
3.6 Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2018). Variabel independen dalam penelitianini adalah pengetahuan, sikap, dan pendidikan, dan variabel dependen pada penelitian ini adalah pelaksanaan imunisasi.
3.7 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variable dengan cara memberikan suatu operasional yang diberikan untuk mengukur variable tersebut. Definisi operasioanal sangat diperlukan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variable-variabel yang diamati atau diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Varia bel Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Kriteria Nilai
Variabel Independen Pengetahuan
Ibu yang
memiliki bayi
usia 0-12
bulan tentang imunisasi
Hasil tahu Ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan dalam menjawab pertanyaan tentang
imunisasi dasar
pada bayi.
Terdiri dari : 1 Pengertian
imunisasi .
2 Manfaaat
melakukan imunisasi.
3 Tujuan imunisasi 4 Jenis-jenis
imuniasi 5 Pemberian
imuniasi pada anak 0- 12
6 Kejadian setelah anak melakukan Imunisasi.
Mengisi kuesioner
kuesioner 0 = Baik
Jika skor ≥ 50%
1 = Kurang Baik Jika skor < 50%
(Arikunto, 2006)
Ordinal
Sikap Ibu yang memiliki bayi
usia 0-12
bulan tentang imunisasi
Ibu yang
memiliki bayi usia 0-12 bulan dalam
menjawab pertanyaan tentang sikap
ibu dalam
memberikanimu nisasi dasar pada bayi.
Mengisi kuesioner
kuesioner 0 = Mendukung jika ≥ mean
1= Tidak Mendukung j ika < mean
(Aziz, 2010)
Ordinal
Pendidikan ibu Pendidikan yang ditempuh ibu selama ini.
Melihat Kartu Keluarga
Kartu
Keluarga 0 = Pendidikan Tinggi (SMA-
PerguruanTingg) 1 = Pendidikan
Rendah (SD,SMP,tidak sekolah)
Ordinal
Variabel Dependen
Pelaksanaan
Imunisasai Pelaksanaan imunisasi dasar lengkap yang dilakukan oleh ibu
Melihat
buku KIA Buku KIA 0 = Lengkap (jika imunisasi lengkap)
1 = Tidak Lengkap (jika imunisasi tidak lengkap)
Ordinal
3.7 Alat Ukur
Alat ukur untuk pengumpul data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan instrument dengan 4 pilihan jawaban (a,b,c, dan d) untuk meliahat pengetahuan responden tentang imunisasi dasar pada bayi 0-12 bulan.
Jika responden menjawab benar maka akan diberi nilai 1 dan jika jawaban salah akan diberi nilai 0. Sedangakn untuk kuisioner sikap menggunakan angker skala likert.
3.7.1 Kuisioner
1. Pengisian kusioner berdasarkan data diri responden yang mencakup nama, usia, jenis kelamin, pendidikan.
2. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner motivasi kunjungan ulang. Kuisioner pengetahuan masing-masing terdiri dari 25 soal Setelah melakukan uji validitas pada 30 responden di BPS Dona SST. dengan taraf signifikan 5 %, dari 25 item soal di peroleh nilai r hitung (0,934-0,448%)> r table 0,444 yang artinya,
kuisioner sudah valid. Setelah dilakukan uji reliabilitas pada responden secara langsung kepada 30 responden diperoleh nilai cronbach’s alpha sebesar 0,750 dengan jumlah item soal 25 karena 0,750>0,6 sehingga kuisioner yang diujikan pada responden adalah reliable.
3. Sedangkan untuk kuisioner sikap, masing-masing terdiri dari 20 soal dengan pilihan jawaban berupa skala likert yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Dengan format penilaian skor SS=4, S=3, TS=2 STS=1, dan total nilai tertinggi 50 sedangkan skor nilai terendah 10.
4. Observasi serta melihat buku KIA
Observasi dilakukan utuk melihat lingkungan tempat tinggal ibu, dan mecatat pelaksanaan imunisasi anak dari buku KIA.
3.7.2 Uji Validitas & Reliabilitas 1. Uji Validitas
Dalam suatu pengukuran, validitas dan reliabilitas memegang peranan penting. Validitas mempunyai arti ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa suatu alat ukur mempunyai validitas yang tinggi bila alat tersebut bisa menjalankan hasil yang sesuai dengan tujuan dilaksanakan pengukuran tersebut (Sugiono, 2010).
Penilaian validitas merupakan alat penelitian untuk mengetahui terlebih dahulu apakah alat ukur tersebut bener – bener valid. Banyaknya pertanyaan dikatakan valid jika mempunyai dukungan yang kuat terhadap skor total atau dikatakan mempunyai validitas tinggi terhadap skor kesejajaran atau korelasi yang tinggi terhadap skor total pertanyaan.
Pada uji validitas dalam penelitian ini adalah diuji dengan menggunakan rumus korelasi yang dikemukakan oleh persone yang dikenal dengan rumus korelasi pearson product moment (Sugiyono, 2010) Rumus :
Sifat valid memberikan pengertian bahwa alat ukur yang digunakan mampu memberikan nilai yang sesungguhnya dari nilai yang kita inginkan.
Uji validitas instrument menggunakan uji corelasi prodak moment pearson uji reabilitas dengan tekhnik belah dua spilt half (Notoadmojdo, 2018).
nilai r hitung (0,934-0,448%)> r table 0,444 yang artinya, kuisioner sudah valid. Setelah dilakukan uji reliabilitas pada responden secara langsung kepada 30 responden diperoleh nilai cronbach’s alpha sebesar 0,750 dengan jumlah item soal 25 karena 0,750>0,6 sehingga kuisioner yang diujikan pada responden adalah reliable.
2. Uji Reliabilitas
Penilaian instrument penelitian ini menunjukan pada satu pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan
sebagai alat pengumpulan data yang dapat dipercaya pula. Uji instrument untuk kuesioner menggunakan rumus Alpha Cronbach (Sugiyono, 2010) yaitu :
Rumus :
Setelah semua kuisioner motivasi kunjungan ulang dan peran eedukator perawat yang telah diujikan di Pusksmas Korpri dan sudah dinyatakan valid semua, analisis selanjutnya dengan uji reliabilitas dengan cronbach’s alpha. Dilakukan terhadap seluruh pertanyaan dari variable. Caranya adalah membandingkan cronbach’s alpha dengan nilai konstanta (0,6). Ketentuannya bila cronbach’s alpha > konstanta (0,6) maka pertanyaan tersebut reliable. (Riyanto, 2009).
3.8 Pengumpulan Dan Pengolahan Data 3.8.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi langsung dengan menggunakan angket. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket. Menurut Notoatmodjo (2018) angket adalah suatu cara pengumpulan data atau suatu
penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum yang dilakukan dengan cara mengedarkan suatu pertanyaan yang berupa formulir-formulir, diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek, untuk mendapatkan tanggapan, informasi jawaban dan sebagainya. Dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Kuesioner adalah fo
rmulir yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui saluran- saluran administrasi. (Notoatmodjo, 2018).
3.8.2 Pengolahan Data
Setelah data terkumpul melalui kuesioner, maka dilakukan tahap pengolahan data. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program statistik computer dengan langkah sebagai berikut :
1. Editing (Pengeditan)
Pada tahap ini,penulis melakukan penelitian terhadap data yang diperoleh kemudian memastikan apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam pengisian.
2.Coding (Pengkodean)<