• Tidak ada hasil yang ditemukan

penilaian strategis lingkungan

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "penilaian strategis lingkungan"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

BPDASHL Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung. Ditjen PHPL Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari).

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Di bawah dukungan FCPF, Pemerintah Indonesia telah mengusulkan pendekatan wilayah implementasi nasional untuk program pengurangan emisi yang berfokus pada Provinsi Kalimantan Timur. Pendekatan nasional pelaksanaan Program Pengurangan Emisi di wilayah Kalimantan Timur didasarkan pada komitmen inti Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

TUJUAN

Selain itu, sebagai program REDD+ yurisdiksi pertama di Indonesia, ERP akan membantu mempercepat program REDD+ nasional dan mendukung pengurangan emisi di masa mendatang di luar wilayah yang terkena dampak. ERP diharapkan menghasilkan pembayaran berbasis kinerja sebesar USD 110 juta. melalui pengurangan emisi yang dipertukarkan dengan Dana Karbon FCPF.

CAKUPAN SESA

PENDEKATAN

Proses konsultatif diagnostik dan analitik berulang tentang aspek sosial-ekonomi, lingkungan dan sosial kesiapan REDD+, termasuk penilaian kapasitas dan kesenjangan yang ada untuk mengatasi masalah lingkungan dan sosial yang teridentifikasi; Identifikasi langkah-langkah mitigasi yang tepat untuk mengatasi masalah lingkungan dan sosial yang teridentifikasi dan pengaturan kelembagaan provinsi dan kabupaten untuk menangani pengamanan.

PENGUMPULAN DATA

Konsultasi dengan pemangku kepentingan yang berbeda, pengakuan atas pandangan, persepsi dan kepentingan yang berbeda dan pengakuan atas pengecualian pemangku kepentingan terkait selama persiapan ERP; Dan.

PENYARINGAN DAN CAKUPAN SESA

Formulasi Pemicu Deforestasi dan Degradasi Hutan

Identifikasi Masalah Lingkungan dan Sosial di bawah ERP

Pelestarian keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem (perkebunan kayu, tanaman pangan, pertambangan; kebakaran hutan dan lahan). Pertanyaan utama ini digunakan sebagai parameter dalam analisis skenario untuk mengidentifikasi risiko lingkungan dan sosial yang terkait dengan implementasi ERP.

ANALISA STAKEHOLDER

Identifikasi Stakeholder

Pemetaan Stakeholder

Sesuai dengan praktik masyarakat lokal dan masyarakat adat, pemerintah kota memiliki peran yang sangat penting dalam implementasi ERP. Implementasi ERP akan bergantung pada kolaborasi perusahaan (misalnya praktik pengelolaan terbaik, alokasi nilai konservasi tinggi [HCV] dan inklusi sosial/gender).

Gambar 2    Pemetaan Stakeholder untuk proses SESA.
Gambar 2 Pemetaan Stakeholder untuk proses SESA.

ANALISA DATA

Analisa Risiko dan Dampak

Referensi silang antara kelompok risiko dan dampak dirancang untuk mengidentifikasi Kebijakan Operasional Bank Dunia (OP) dan Kebijakan Bank Dunia (BP) yang relevan yang mungkin dipicu. Analisis risiko dan dampak serta identifikasi OP/BP Bank Dunia yang mungkin dipicu oleh ERP menyebabkan analisis kesenjangan.

Analisa Kesenjangan

Analisis kesenjangan juga dilakukan untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam kerangka peraturan saat ini untuk memenuhi kebutuhan keamanan. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah aturan dan pengamanan nasional yang ada (misalnya SIS REDD+, PRISAI dan SES REDD Kaltim) memadai untuk mengatasi risiko yang disebutkan di atas.

KONSULTASI PUBLIK

Perlindungan untuk mengatasi risiko ini akan dirumuskan dalam dokumen ESMF, yang akan dikembangkan secara terpisah dari SESA.

BATASAN

KONTEKS STRATEGIS REDD+ DI INDONESIA

PROSES UTAMA PERSIAPAN REDD+

Proses partisipasi, pelibatan dan konsultasi berbagai aspek kesiapan REDD+ telah berlangsung di tingkat nasional dan daerah. Koordinasi antar lembaga yang memiliki data terkait hutan di tingkat nasional dan daerah perlu ditingkatkan.

DASAR STRATEGIS

Refleksi komitmen politik di tingkat kabupaten terbatas pada kabupaten yang telah berpartisipasi dalam inisiatif REDD+ sebelumnya. Beberapa mekanisme ada dalam inisiatif REDD+, seperti pertukaran utang untuk alam (DNS) dan pembayaran berbasis kinerja (misalnya dana karbon).

INISIATIF PERLINDUNGAN DI INDONESIA

SIS - REDD+ Indonesia

Formulasi Perlindungan

SELEKSI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Kalimantan Timur adalah anggota Gugus Tugas Iklim dan Hutan (GCF) Gubernur dan menandatangani Deklarasi Rio Branco yang berjanji untuk mengurangi deforestasi hingga 80% pada tahun 2020. Oleh karena itu, ERP dipercaya untuk mempromosikan implementasi REDD+ di tingkat nasional dan pada akhirnya berkontribusi untuk mencapai pengurangan emisi yang signifikan secara nasional dan internasional, membantu Indonesia memenuhi tujuan iklim dan komitmen internasional8; dan akan mendukung jalan menuju ekonomi hijau di Kalimantan Timur.

PROSES KONSULTASI REDD+

  • Identifikasi Stakeholder / Pemangku Kepentingan
  • Proses Konsultasi
  • Ringkasan Hasil Konsultasi
  • Rencana selanjutnya untuk Konsultasi dan Keterlibatan
  • Permasalahan Utama
  • Penilaian Kapasitas Kelembagaan
  • Kebijakan untuk Melindungi Sumber Daya Alam dan
  • Perencanaan Partisipatif dan Perencanaan Tata Ruang
  • Kapasitas Pemerintah untuk Melindungi dan Mengawasi
  • Mata Pencaharian Alternatif, Produktivitas Pertanian, dan
  • Pelajaran dari Konflik dan Penyelesaian Perselisihan

Konsultasi Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan (FPIC) pertama di tingkat kabupaten dilakukan dari 18 Juli - 30 Agustus 2019. Serangkaian konsultasi untuk mendapatkan Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan (FPIC) saat ini sedang berlangsung di desa dan/atau di tingkat masyarakat sedang direncanakan, terutama dalam konteks konsultasi pembagian manfaat. Di tingkat provinsi, peraturan daerah (yaitu PERDA) sudah ada untuk mendukung Visi Pembangunan Hijau Kalimantan Timur.

Kapasitas di tingkat kabupaten juga akan mencakup rekomendasi untuk HGU (izin perkebunan) untuk tanaman. Perencanaan partisipatif di tingkat desa telah dilakukan sebelumnya (misalnya pelaksanaan Musyawarah Desa/MusrenbangDes) untuk memastikan bahwa program tersebut sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi desa. Dalam banyak kasus, Tata Guna Lahan Desa/Rencana Tata Ruang Desa (atau Participatory Rural Appraisal - PRA) digunakan untuk mempromosikan perencanaan partisipatif di tingkat desa.

SIGAP tidak perlu menjembatani proses perencanaan di tingkat masyarakat dengan kebijakan di tingkat kabupaten dan/atau provinsi; Dan.

Tabel 3   Prediksi dampak sosial dari ERP di Kalimantan Timur.
Tabel 3 Prediksi dampak sosial dari ERP di Kalimantan Timur.

DESKRIPSI ERP

Subkomponen 2.2: Memperkuat pemerintah provinsi dan kabupaten untuk mengawasi dan memantau pelaksanaan Agroforestri berkelanjutan. Subkomponen 3.2: Dukungan untuk sistem manajemen dan pemantauan kebakaran berbasis petani kecil dan masyarakat (CBFMMS).

Gambar 4    Komponen dan sub - komponen ERP yang merespons pemicu deforestasi dan degradasi hutan
Gambar 4 Komponen dan sub - komponen ERP yang merespons pemicu deforestasi dan degradasi hutan

KOMPONEN 1: TATA KELOLA HUTAN DAN LAHAN

  • Sub - komponen 1.1: Memperkuat rezim perizinan
  • Sub - Komponen 1.2: Penyelesaian Sengketa
  • Sub - komponen 1.3: Dukungan untuk pengakuan atas tanah
  • Sub - komponen 1.4: Memperkuat perencanaan tata ruang

Areal yang ditargetkan untuk perhutanan sosial didasarkan pada peta indikatif untuk program perhutanan sosial yang dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PIAPS). Dengan memberikan hak akses yang diatur dan peluang mata pencaharian, izin perhutanan sosial diharapkan dapat mengurangi konflik. Kegiatan ini akan dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DMPPD) Kabupaten, yang akan mendukung masyarakat dalam mengintegrasikan kegiatan REDD+ ke dalam rencana tata ruang dan pembangunan kota.

Fasilitasi akan mencakup pelatihan masyarakat untuk mengembangkan pedoman rencana pembangunan desa dan rencana tata ruang desa. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kalimantan Timur dan Pemerintah Desa akan memimpin penyusunan rencana tata ruang desa dan pembangunan desa. Pedoman dan peraturan yang jelas untuk mengintegrasikan kegiatan REDD+ ke dalam perencanaan tata ruang desa.

Desa memasukkan kegiatan ER dalam rencana tata ruang dan desa mereka (menargetkan 150 desa di 7 kabupaten).

KOMPONEN 2: MENINGKATKAN PENGAWASAN DAN

Sub - komponen 2.1: Memperkuat kapasitas manajemen di

Demarkasi akan memastikan bahwa wilayah konsesi di dalam UPH tidak tumpang tindih dengan izin atau tanah masyarakat lainnya. Konsultasi akan diadakan dengan KLHK, pemerintah provinsi dan kabupaten untuk memastikan tumpang tindih dan penyelesaian seminimal mungkin.

Sub - komponen 2.2: Memperkuat pemerintah provinsi dan

Instansi pemerintah daerah memiliki kapasitas untuk memantau dan melaksanakan komitmen yang mengarah pada perlindungan hutan HCV di kawasan perkebunan.

KOMPONEN 3: MENGURANGI DEFORESTASI DAN DEGRADASI

Sub - komponen 3.1. Implementasi kebijakan HCV untuk

Sub - komponen 3.2: Dukungan untuk petani kecil dan

Perusahaan akan mengembangkan prosedur operasi standar (SOP) untuk CBFMMS dengan panduan dari dinas perkebunan kabupaten. 100 perusahaan perkebunan diharapkan mengembangkan dan mengimplementasikan model inisiatif kemitraan ini dengan 180 kelompok konstituen lokal dalam pengelolaan kebakaran hutan dan lahan. Dinas Perkebunan Kalimantan Timur akan memberikan bantuan teknis dan pelatihan untuk pencegahan dan pengendalian kebakaran oleh petani kecil dan memberi mereka peralatan yang sesuai.

Sub - Komponen 3.3: Implementasi kebijakan HCV dan RIL

Pelatihan ini berfokus pada Community Fire Management and Monitoring Systems (CBFMMS) yang akan mencakup pengelolaan, tanggapan, pemantauan dan pencegahan kebakaran. Peningkatan yang signifikan dalam jumlah perusahaan perkebunan yang menerapkan kebijakan perkebunan berkelanjutan (termasuk ISPO, RSPO dan HCV) mengarah pada perlindungan yang lebih besar dari hutan yang tersisa di area yang didedikasikan untuk tanaman perkebunan; Mengurangi deforestasi melalui peningkatan pengelolaan dan perlindungan hutan yang tersisa di area perkebunan;

Praktik pengelolaan yang lebih baik oleh petani kelapa sawit menyebabkan berkurangnya deforestasi di dalam dan sekitar perkebunan rakyat; HPH menerapkan praktik pengelolaan hutan lestari; HPH menerapkan praktik pengelolaan hutan lestari; Perkebunan kayu menerapkan kebijakan untuk melindungi hutan Nilai Konservasi Tinggi (HCV) yang tersisa di dalam konsesi mereka.

KOMPONEN 4: ALTERNATIF LESTARI UNTUK MASYARAKAT

Sub - komponen 4.1 Mata pencaharian berkelanjutan

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi dan Kabupaten akan memberikan pelatihan, seminar dan lokakarya bagi masyarakat di wilayah pesisir (Kabupaten Kutai Kartanegara, Berau, Paser dan Penajam Paser Utara). KPH di Pantai Berau dan kawasan Delta Mahakam akan berperan penting dalam menyasar masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir di dalam Kawasan Hutan Nasional. Kegiatan akan mencakup peningkatan kesadaran akan dampak ekologis dan sosial dari modifikasi mangrove; dan peningkatan kapasitas untuk pilihan mata pencaharian berkelanjutan seperti ekowisata, pengelolaan tambak yang ramah lingkungan, dan produksi gula nipah.

Dinas Perkebunan Kalimantan Timur akan memberikan bantuan teknis kepada petani kelapa sawit untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam memenuhi prinsip-prinsip keberlanjutan. Program ini akan membantu petani mematuhi prinsip-prinsip Standar Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO). Modul peningkatan kapasitas untuk pengembangan tanaman perkebunan berkelanjutan (terutama untuk minyak sawit berkelanjutan) untuk petani perkebunan kecil akan dikembangkan oleh dinas kabupaten melalui diskusi kelompok terfokus dan konsultasi.

Pelatihan lapangan dan fasilitasi untuk petani kecil akan diberikan, dengan perwakilan dari akademisi dan LSM sebagai pendamping dan fasilitator.

Sub - komponen 4.2: Kemitraan konservasi

Sub - komponen 4.3: Perhutanan sosial

Ini termasuk program pembinaan dan pendampingan dan akan fokus pada implementasi rencana kerja dan rencana bisnis. Peningkatan kapasitas masyarakat untuk merespon kebakaran hutan dan mengurangi insiden kebakaran di kawasan hutan lindung; Desa melakukan investasi berbasis masyarakat yang mengarah pada pengurangan emisi dan penggunaan lahan yang berkelanjutan;

Meningkatkan pembentukan kelompok sosial hutan (FSC) yang mengarah pada pilihan mata pencaharian berkelanjutan dan mengurangi deforestasi akibat perambahan kawasan hutan; Meningkatkan izin perhutanan sosial mempromosikan kehutanan berkelanjutan dan menyediakan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat lokal.

KOMPONEN 5: MANAJEMEN PROYEK DAN PENGAWASAN

Sub - komponen 5.1: Koordinasi dan manajemen proyek

Sub - komponen 5.2: Pemantauan dan evaluasi

Sub - komponen 5.3: Komunikasi program

KONDISI DASAR

KUALITAS DATA GEOSPASIAL

Di dalam APL, ERP akan mencakup area perkebunan, serta APL dengan tutupan hutan yang relatif baik (20% dari total area APL). Alokasi untuk perkebunan dan tujuan lain dalam APL di Provinsi Kalimantan Timur dirangkum masing-masing pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5  Area yang dialokasikan untuk izin penanaman kelapa sawit (HGU).
Tabel 5 Area yang dialokasikan untuk izin penanaman kelapa sawit (HGU).

DASAR LINGKUNGAN

Perhutanan Sosial

Area di PIAPS yang sudah memiliki izin perhutanan sosial di provinsi Kalimantan Timur dirangkum dalam tabel. Kemajuan dan tantangan dalam program perhutanan sosial di provinsi Kalimantan Timur dijelaskan dalam paragraf berikut. Kalimantan Timur memiliki populasi sekitar 3,5 juta jiwa (2016), yang mencakup kelompok etnis seperti Dayak dan Kutai asli, serta keturunan Jawa, Tionghoa, Banjar, Bugis, dan Melayu (Tabel 17).

Komposisi lembaga keuangan di Kalimantan Timur sebagian besar adalah bank pemerintah (252), diikuti oleh bank swasta (213) dan bank provinsi (141). Konsesi pertambangan di Kalimantan Timur tumpang tindih dengan hutan, perkebunan, pemukiman dan kawasan lindung (termasuk habitat spesies langka). Data dasar kawasan hutan (produksi, perlindungan dan pemulihan ekosistem) pada Tabel 11 (Bagian 5.2) menunjukkan bahwa provinsi Kalimantan Timur memiliki lebih dari 30% kawasan hutan;

Namun selama ini keberadaan industri perkebunan kelapa sawit di Kaltim mengalami berbagai gangguan. Jadwal rencana konsultasi akan diselaraskan dengan jadwal DDPI dan pemangku kepentingan di Kaltim.

Tabel 14   Wilayah dengan izin perhutanan sosial di Provinsi Kalimantan Timur.
Tabel 14 Wilayah dengan izin perhutanan sosial di Provinsi Kalimantan Timur.

Sub-component 3.2 Support for smallholders and

Sub-component 3.3 Implementation of HCV and RIL policies

COMPONENT 4: SUSTAINABLE ALTERNATIVES FOR

Sub-component 4.1 Sustainable Livelihood

Sub-component 4.2 Conservation partnership

Sub-Component 4.3 Social forestry

PROJECT MANAGEMENT AND MONITORING ..................... ERROR!

Sub-component 5.2. Monitoring and Evaluation

Sub-component 5.3. Program Communication

POLICY IMPLICATIONS AND PROPOSED

KEY ENVIRONMENTAL AND SOCIAL CONSIDERATIONS

  • Environmental Considerations .............. Error! Bookmark not

Gambar

Gambar 1    Ringkasan tema dalam mengidentifikasi isu - isu utama.
Gambar 2    Pemetaan Stakeholder untuk proses SESA.
Tabel 3   Prediksi dampak sosial dari ERP di Kalimantan Timur.
Gambar 4    Komponen dan sub - komponen ERP yang merespons pemicu deforestasi dan degradasi hutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

The following are the Annexes: a Annex A_ Bill of Quantities b Annex B_ Scope of Works c Annex C_Drawing/Plan d Annex D_Omnibus Sworn Statement Revised e Annex E_ KSU Service