Vol. 3 No. 1, 2023
Peningkatan Kemampuan Berhitung Penjumlahan Melalui Media Corong Berhitung Pada Murid Tunarungu
Enhancement Of Summary Calculating Ability Through Counting Funnel Media For Deaf Students Class V At Wonomulyo State SLB Masridah*, Kasmawati, Mustafa
,Jurusan Pendidikan Khusus, Universitas Negeri Makassar, Makassar, Indonesia
*Penulis Koresponden: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang rendahnya kemampuan berhitung penjumlahan murid Tunarungu pada mata pelajaran matematika di SLB Negeri Wonomulyo. Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimanakah peningkatan kemampuan berhitung penjumlahan melalui implementasi media corong berhitung pada murid tunarungu kelas V SLB Negeri Wonomulyo”
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Kemampuan berhitung penjumlahan murid tunarungu pada kondisi sebelum diberikan perlakuan. 2) Penerapan media corong berhitung pada murid tunarungu pada saat diberi perlakuan.3) Kemampuan berhitung penjumlahan murid tunarungu setelah diberikan perlakuan.4) Peningkatan kemampuan berhitung penjumlahan melalui implementasi media corong berhitung pada murid tunarungu berdasarkan hasil analisis antar kondisi sebelum diberi perlakuan, saat diberi perlakuan, dan setelah diberi perlakuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes tertulis.
Subjek penelitian ini adalah seorang murid Tunarungu yang berinisial S. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu menggunakan Single Subject Research (SSR) dengan desain A-B-A. Kesimpulan penelitian ini : 1) Kemampuan berhitung penjumlahan pada subjek penelitian (RPS) sebelum diberikan perlakuan nilainya dalam kategori masih sangat rendah. 2) Penggunaan corong berhitung untuk meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan subjek penelitian (RPS) selama diberikan perlakuan nilainya dalam kategori tinggi. 3) Kemampuan berhitung penjumlahan subjek penelitian (RPS) setelah diberikan perlakuan nilainya dalam kategori sangat tinggi.4) Perbandingan kemampuan berhitung penjumlahan subjek penelitian (RPS) sebelum dan setelah diberikan perlakuan menunjukkan perubahan peningkatan dari kategori sangat rendah, meningkat menjadi kategori tinggi dan meningkat menjadi kategori sangat tinggi. Dengan demikian kemampuan setelah diberikan perlakuan murid meningkat.
Kata Kunci: Kemampuan berhitung penjumlahan, corong berhitung, Tunarungu
ABSTRACT
This study examines the low numeracy skills of deaf students in mathematics at Wonomulyo State SLB. The formulation of the research problem is “How to increase the ability to calculate addition through the implementation of counting funnel media in class V SLB Wonomulyo deaf students?” The purpose of this study was to find out: 1) the ability to calculate the sum of deaf students in conditions before being given treatment. 2) Application of counting funnel media to deaf students when they are given treatment. 3) Ability to count addition to deaf students after being given treatment. 4) Imptoving their arithmetic addition skills throug the implementation of counting funnel media to deaf students based on the results of analysis between conditions before being given treatment, when given treatment, and after being given treatment. The data collection technique used was a deaf written test. The subject of this study was a deaf students with the initials S. This study used an experimental method, using Single Subject Research (SSR) with an A-B-A design. The cunclusions of this study: 1) The ability to calculate the sum of the research subjects (RPS) before being given treatment was in the very low category. 2) Use of arithmetic funnel to increase the ability to calculate the sum of the research subjects (RPS) as long as the value is given in the high category. 3) The ability to calculate the sum of the research subjects (RPS) after being given the treatment of students increases.
keywords: Calculation skills addition, funel counting, Deaf
1. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha yang dilakukan untuk mengembangkan potensi pada diri yang berlangsung sepanjang hayat agar dapat berperan dalam berbagai lingkungan hidup baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.., Sistem pendidikan di Indonesia terdapat pendidikan Khusus layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah layanan pendidikan yang khusus diperuntukkan anak berkebutuhan khusus sehingga anak berkebutuhan khusus mampu mandiri. Pendidikan khusus yang diberikan tentunya berbeda-beda, harus sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan anak.
Permasalahan anak berkebutuhan khusus bermacam- macam. Salah satunya adalah kebutuhan anak tuna rungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagai maupun seluruhnya yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Alat komunikasi yang digunakan oleh murid tunarungu adalah menggunakan bahasa isyarat, hal mendasar pada murid tunarungu adalah kekurangan kosa kata dalam berkomunikasi. Oleh karena itu semua pelajaran yang diberikan kepada murid tunarungu harus dikaitkan dengan penambahan kosa kata atau perbendaharaan kata.
Pembelajaran matematika diberikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Termasuk pada murid tunarungu yang menempuh pendidikan pada Sekolah Luar Biasa. Pembelajaran matematika dilaksanakan untuk membekali murid tunarungu dalam kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif serta membentuk kemandirian dan kemampuan bekerja sama. Oleh Karena itu pengajaran matematika penting bagi murid tunarungu.
Berdasarkan Kurikulum Sekolah Luar Biasa (SLB) yang ditetapkan oleh Peraturan Dirjen Dikdasmen Nomor 10 tahun 2017 Kelas V Bidang Studi matematika poin 3.5 adalah murid memahami penjumlahan dan pengurangan. Namun faktanya berdasarkan hasil wawancara awal yang di lakukan pada tanggal 5-6 Februari 2022 dengan guru wali kelas V berinisial S melalui chat (WA) ditemukan salah satu murid tunarungu yang berinisial S, berumur 15 tahun, berjenis kelamin laki - laki dijumpai masalah belum mampu dalam melakukan operasi berhitung penjumlahan yang hasil penjumlahannya lebih dari 10.
Untuk meyakinkan masalah tersebut peneliti melakukan assesmen akademik yang dilakukan pada
tanggal 7-8 Februari 2022 di SLB Negeri Wonomulyo fakta tersebut juga peneliti tes dengan soal penjumlahan yang hasil penjumlahannya lebih dari 10 maka benar murid tersebut belum mampu mengerjakannya. Walaupun demikian murid sudah mampu menyelesaikan soal penjumlahan yang hasilnya penjumlahannya kurang dari 10. Adapun soal yang diberikan oleh peneliti berjumlah 5 butir soal, murid hanya mampu menjawab 2 butir soal sedangkan murid kesulitan dalam menjawab 3 butir soal tersebut.
Berdasarkan permasalahan ketidakmampuan operasi hitung penjumlahan yang hasil penjumlahannya lebih dari 10 perlu dicarikan pemecahannya. Jika tidak maka murid akan mengalami kesulitan pada kompetensi berikutnya yakni penjumlahan dan pengurangan pecahan penyebut sama. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan media corong berhitung.
Alasan digunakan media corong berhitung adalah untuk alat bantu atau untuk menjelaskan materi operasi hitung penjumlahan yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Dengan dibuat corong berhitung ini untuk membantu anak-anak untuk mengenal operasi hitung penjumlahan berulang dengan menggunakan corong dengan biji-bijian atau sejenisnya.. Disamping itu juga sesuai dengan prinsip Peragaan dan visual dalam pengajaran murid tunarungu. Jadi corong berhitung ini sangat sesuai untuk digunakan dalam pengajaran matematika operasi hitung penjumlahan bagi murid tunarungu.
Hasil penelitian yang relevan antara lain yang di lakukan oleh Ina Yatun Nisa (2019) meningkatkan kemampuan berhitung penambahan dan pengurangan 1 - 10 melalui permainan corong berhitung. Hasil penelitian tersebut dapat di simpulkan bahwa penerapan permainan corong berhitung dapat meningkatkan kemampuan berhitung penambahan dan pengurangan 1 - 10 di kelompok B4 RA Adduriyat kota Cerebong hal itu dapat dilihat dari tindakan prasiklus, siklus I, siklus II yang terjadi peningkatan kemampuan berhitung penambahan dan pengurangan. Selanjutnya melalui permainan corong berhitung anak lebih dapat aktif serta memberikan pengetahuan dan pengalaman baru dalam pembelajaran
.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji secara empiris tentang. “Peningkatan kemampuan berhitung
penjumlahan melalui media corong berhitung pada murid tunarungu kelas V di SLB Negeri Wonomulyo”.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
1) Kajian Media Corong Berhitung
Corong berhitung yaitu media tiga dimensi yang digunakan dalam pembelajaran matematika. Media tiga dimensi yaitu media yang penampilannya mempunyai ukuran panjang, lebar, tinggi dan tebal.
Corong berhitung dapat dipakai siswa untuk belajar penjumlahan-pengurangan. Corong berhitung di gunakan dengan cara memasukkan kelereng ke dalam corong.
Rabbani (2019) menyatakan bahwa:
Media corong berhitung adalah media pembelajaran matematika yang digunakan dalam menjelaskan materi operasi hitung dari penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang terbuat dari botol air meneral dan kayu.
Wulandari Yeni dan Rahmawati Ely (2020:56) mengatakan bahwa:
Media corong berhitung adalah alat peraga untuk mata pelajaran matematika yang di buat sebagai dasar penjumlahan berulang siswa sekolah dasar yang umumnya memiliki prestasi yang kurang.
Menurut Handarini dan Hasan (2019 - 259), alat peraga corong berhitung merupakan peralatan peragaan yang diperlukan belajar matematika fondasinya menghitung untuk anak SD yang pada dasarnya nilai pas-pasan, mungkin tidak lebih dari pada hal penjumlahan.
Beberapa pendapat disimpulkan bahwa corong berhitung adalah alat peraga/ media tiga dimensi dimana digunakan dalam pembelajaran matematika dan mempermuda siswa dalam proses penjumlahan . 2) Kajian Tentang Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani
“mathein” atau “manthenein” artinya “mempelajari”, namun diduga kata itu ada hubungannya dengan kata Sangsekerta “medha” atau “widya” yang artinya
“kepandaiyan”,”ketehuan”, atau ‘intelegensi” Andi Hakim Nasution (Karso dkk, 2014 : 1.39).
Dalam hal ini, Matematika merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat penting dalam berbagai bidang di seluruh dunia. Menurut Beni,dkk (2017 : 16):
Pembelajaran matematika di SLB untuk siswa Tunarungu tidak jauh berbeda dengan sekolah normal pada umumnya. Perbedaannya hanya pada subtansi materi dan cara guru membelajarkan materi di kelas dimana interaksinya dilakukan dengan menggunakan bahasa isyarat, gerak tangan, penekanan pada gerak bibir yang disebut dengan komunikasi total(komtal).
Menurut Johnso dan Myklebust
(Abdurrahman,2003:252). Matematika adalah bahasa simbolis yang berfungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan ke ruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mengkaji tentang benda abstrak dan disusun dengan penggunaan bahasa simbol untuk mengespresikan hubungan kuntitatif dan berguna dalam memecahkan masalah dikehidupan sehari-hari.
3) Kajian Tentang Tunarungu
Secara etimologi istilah tunarungu diambil dari kata
“tuna” yang artinya kurang, dan “rungu” yang artinya pendengaran, tunarungu artinya orang yang tidak mampu atau kurang mampu untuk mendengar suara.
Berbagai batasan telah dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian tunarungu, antara lain :
Menurut Somad dan Hernawatim (1995 : 29) mengartikan orang kurang dengar adalah Anak yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan mendengarnya, akan tetapi masih mempunyai sisa pendengaran dan bila menggunakan alat bantu dengar memungkinkan keberhasilan dan tercapainyai proses informasi bahasa melalui pendengaran dalam konsep tunarungu, tunarungu terbagi menjadi dua yaitu kurang dengar dan tuli.
Hal ini juga didukung oleh Hallahan dan Kauffaman (Wardani, dkk, 2013 : 5.3) mengemukakan bahwa :
Anak tunarungu (hearing impairment) merupakan satu istilah umum yang menunjukkan ketidak mampuan mendengar dari yang ringan sampai yang
berat sekali yang digolongkan kepada tuli (deaf) dan kurang degar (hard of hearing).
Menurut Mufti Salim (Somatri, 2006:93-94) menyatakan bahwa:
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bibingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.
Menurut Hasan Yarmis (2013:66-69), karakteristik tunarungu yang khas terbagi menjadi tiga karakteristik yaitu: “dari segi intelegensi, dari segi bahasa dan dari segi emosi dan sosial”secara lebih jelas sebagai berikut:
a. Segi intelegensi dimana anak tunarungu pada umumnya memiliki intelegensi yang normal atau rata-rata, akan tetapi karena perkembangan bahasa maka intelegensi murid tunarungu yang rendah disebabkan oleh kesulitan memahami bahasa.
b. Segi bahasa diperkembangan bahasa dan bicara anak tunrungu ini sampai masa meraban tidak mengalami hambatan karena meraban merupakan kegiatan alami pernapasan dan pita suara.
c. Segi emosi dan sosial. Bagi penyandang ketunarunguan dapat mengakibatkan terasing dari pergaulan sehari-hari, yang berarti mereka menghindari pergaulan atau aturan sosial yang berlaku dalam masyarakat tempat tinggal mereka. Akibat hal tersebut dapat menimbulkan efek-efek negatif seperti ; egosentrisme yang melebihi anak normal.
Berdasarkan pendapat parah ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tunarungu adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan ketidakmampuan anak dalam pendengarannya dan hilangnya pendengaran baik sebagian atau secara keseluruhan yang mengakibatkan tidak berfungsinya alat pendengarannya. Sehingga anak tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga anak tunarungu dalam berkomunikasi yaitu menggunakan bahasa isyarat.
2.2 Fungsi Tinjauan Pustaka
Fungsi tinjauan pustaka dalam penelitian ini untuk mengetahui teori-teori yang terkait dengan skema penelitian Pengaruh penggunaan kartu gambar disertai kata terhadap kemampuan menyusun kalimat.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif adalah salah satu metode penelitian yang spesifikasinya sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga rencana penelitian dikembangkan.
Metode penelitian eksperimental subjek tunggal, juga dikenal sebagai Penelitian Subjek Tunggal, digunakan (SSR). Karena variabel yang diselidiki dalam penelitian ini adalah tujuan atau perilaku pencarian (kemampuan menyusun kalimat SPO), tindakan pengulangan digunakan melalui tag foto. “Desain subjek tunggal”
didefinisikan sebagai “desain studi eksperimental yang dilakukan pada subjek yang relatif kecil atau bahkan pada satu orang” oleh Juang Sunarto (2012: 3).
3.2. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, desain ABA digunakan untuk menunjukkan hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas. Menurut desain ABA, Perilaku sasaran didefinisikan sebagai perilaku yang dapat diukur secara akurat
.
3.3. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa tes yang mana instrumennya dibuat sendiri oleh peneliti terkait dengan kemampuan menyusun kalimat.
3.4. Analisis Data
Teknik analis data dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk grafik (Arikonto, 2006)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini memakai desain eksperimen subjek tunggal, juga dikenal menjadi Penelitian Subjek Tunggal. Desain penelitian yang digunakan adalah A- B-A. Data dikumpulkan, dianalisis memakai statistik
deskriptif, & dibentuk grafik. Data yg dianalisis pada penelitian ini merupakan data peningkatan kemampuan murid tunarungu kelas V SLB Negeri Wonomulyo dalam belajar matematika melalui media corong berhitung dengan menggunakan istilah-istilah sebelum perlakuan (baseline 1 (A1)), selama perlakuan (B), & sesudah perlakuan. (basis 2 (A2)).
Sesuai dengan target behavior pada penelitian ini, yaitu peningkatan kemampuan berhitung penjumlahan melalui penggunaan media corong berhitung. Subjek penelitian ini adalah murid tunarungu inisal S. Analisis data yang digunakan adalah statistic, deskriptif karena menggunakan desain kasus tunggal yang memfokuskan pada individu . Data yang akan dianalisis pada penelitian ini yaitu analisis dalam kecenderungan arah, kecenderungan stabilitas, jejak data, dan tingkat perubahan yang meningkat secara positif.
Grafik 1. Kemampuan Berhitung Penjumlahan Murid Tunarungu Kelas V Pada Kondisi Baseline 1 (A1), Intervensi (B) dan Baseline 2 (A2)
Tabel 1. Rangkuman hasil analisis dalam kondisi kemampuan menyusun kalimat.
Kondisi A1 B A2
Panjang Kondisi 4 8 4
Estimasi Kecenderungan
Arah (=) (+)
(+)
Kecenderungan Stabilitas Stabil 100%
Tidak Stabil 25 %
Stabil 100%
Jejak Data
(=)
(+) (+)
L level Stabilitas dan Rentang
Stabil 35,71- 35,71
Tidak Stabil 42,85-
Stabil 71,42-8,57
64,28
Perubahan Level (level change)
35,71- 35,71 (0)
42,85- 64,28 (+21,43)
71,42- 78,57 (+7,15) Berikut penjelasan tabel ringkasan hasil analisis visual dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Durasi kondisi atau jumlah sesi yang dilakukan pada Baseline 1 (A1), Intervensi (B) dan Baseline 2 (A2) adalah empat.
2) Dari baris pada Tabel 4.26, kita mengetahui bahwa pada kondisi dasar 1 (A1), trennya datar atau tidak berubah (=), yang menyiratkan bahwa kemampuan subjek dalam berhitung penjumlahan memiliki nilai yang sama, 35,71, dari kondisi pertama hingga sesi keempat. Garis pada kondisi intervensi (B) cenderung naik atau naik (+), yang menunjukkan bahwa data komposisi kalimat subjek dari sesi kelima hingga kedua belas meningkat tetapi tidak stabil define (variabel). Sementara arahnya bullish pada kondisi dasar 2 (A2), data komposisi kalimat topik naik dari sesi 13 ke sesi 16 (+).
3) Perhitungan trend steady pada baseline 1 (A1) yaitu 100% menunjukkan bahwa data yang diperoleh stabil. Kondisi intervensi (B) cenderung tidak stabil sebesar 25%, menunjukkan bahwa data yang diperoleh tidak stabil (dapat berubah).
Kondisi ini muncul karena data yang diperoleh berbeda dan kemampuan subjek A dalam menyusun kalimat meningkat pada setiap sesi.
Oleh karena itu, pengumpulan data setiap sesi berbeda-beda. Tren stabil pada baseline 2 (A2) adalah 100%, menunjukkan data yang stabil.
4) Garis data digambarkan mirip dengan arah trend (titik b) di atas. Trace data pada baseline 1 (A1) cenderung dipertahankan, sedangkan trace data pada kondisi baseline (B) meningkat dan trace data meningkat pada baseline 2 (A2).
5) Pada kondisi baseline 1 (A1) rentang dan stabilitas data cenderung datar (=), dan data stabil dengan rentang data 35,71 sampai dengan 35,71. Meskipun data menjadi tidak stabil di bawah kondisi intervensi (B) tren naik dan naik (+) sekitar 42,85- 64,28. (Mengubah). Demikian pula data untuk kondisi base 2 (A2) memiliki bias bullish atau bullish (+) yang stabil, dengan kisaran 71,42-78,57.
Penjelasan perubahan level pada kondisi baseline 1 (A1) tidak mempengaruhi data tetap yaitu (=) 35,71.
Kondisi intervensi (B) mengalami perubahan level
35.7135.7135.7135.71 42.8542.8542.85 50
57.14
64.2864.2864.28
71.4241,37 78.57 78.57
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Sesi
Baseline 1 (A1) Intervensi (B) Baseline 2 (A2) Baseline 2
(A2) Baseline 1
(A1)
yaitu peningkatan (+) 21,43. Pada saat yang sama, level referensi 2 (A2) meningkat menjadi (+) 7.15.
Tabel 2. Rangkuman hasil analisis antar kondisi kemampuan menyusun kalimat
Perbandingan Kondisi A/B B/A2
Jumlah variable 1 1
Perubahan kecenderungan arah dan
efeknya
(=) (+)
(+) (+)
( Positif ) ( Positif )
Perubahan Kecenderungan
Stabilitas
Stabil ke Variabel
Variabel ke stabil
Perubahan level (35,71 – 42,85) (+7,14)
(64,28– 71,42) (+7,14)
Persentase Overlap
(Percentage of Overlap) 0% 0%
Interpretasi hasil analisis visual antar kondisi dirangkum sebagai berikut:
1) Ada variabel yang berubah dari baseline 1 (A1) ke level intervensi (B)
2) Arah tren antara Baseline 1 (A1) dan Intervensi (B) telah berubah dari horizontal ke atas. Ini berarti bahwa setelah intervensi, kondisi dapat membaik atau menjadi lebih aktif (B). Dibandingkan dengan baseline 2, tren intervensi (B) terus meningkat (A).
3) Dibandingkan dengan perubahan tren yang stabil antara baseline 1 (A1) dan kondisi intervensi (B), di mana variabel menjadi stabil, dan antara kondisi intervensi (B) dan baseline 2 (A2).
4) Derajat peningkatan atau perbaikan dari baseline 1 (A1) ke status intervensi (+) adalah 7,14%. Selain itu, dari kondisi intervensi (B) ke baseline 2 (A2) terjadi penurunan yang menunjukkan perubahan (+) sebesar 7,14% atau meningkat.
5) Tumpang tindih antara baseline 1 (A1) dan intervensi (B) adalah 0%, sedangkan antara intervensi (B) dan baseline 2 (A2) adalah 0%.
Pengaruh pembicara pada perilaku target,
khususnya konstruksi kalimat, tetap ada. Hal ini terlihat pada grafik bullish. Dengan kata lain, semakin rendah persentase tumpang tindih, semakin besar dampak intervensi pada perilaku target.
4.2. Pembahasan Penelitian
Setiap siswa kelas lima seharusnya sudah mampu dalam berhitung penjumlahan. Di sisi lain, data dari penilaian yang dilakukan pada hari Selasa, 5 Februari 2022 di SLB Negeri Wonomulyo, menunjukkan bahwa anak tunarungu kelas 5 belum mampu melakukan penjumlahan yang jumlahnya lebih dari 10. Hal ini terlihat ketika peneliti tes dengan soal penjumlahan yang hasil penjumlahannya lebih dari 10 maka benar murid tersebut belum mampu mengerjakannya.
Walaupun demikian murid sudah mampu menyelesaikan soal penjumlahan yang hasilnya penjumlahannya kurang dari 10. Adapun soal yang diberikan oleh peneliti berjumlah 5 butir soal, murid hanya mampu menjawab 2 butir soal sedangkan murid kesulitan dalam menjawab 3 butir soal tersebut.
Corong berhitung yaitu media tiga dimensi yang digunakan dalam pembelajaran matematika. Corong berhitung dapat dipakai siswa untuk belajar penjumlahan-pengurangan. Corong berhitung di gunakan dengan cara memasukkan kelereng ke dalam corong.
Rabbani (2019) menyatakan bahwa:
Media corong berhitung adalah media pembelajaran matematika yang digunakan dalam menjelaskan materi operasi hitung dari penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang terbuat dari botol air meneral dan kayu.
Rahmawati Ely Dan Wulandari Yeni (2020:56) mengatakan bahwa:
Media corong berhitung adalah alat peraga untuk mata pelajaran matematika yang di buat sebagai dasar penjumlahan berulang siswa sekolah dasar yang umumnya memiliki prestasi yang kurang.
Menurut Handarini dan Hasan (2019 - 259), alat peraga corong berhitung merupakan peralatan peragaan yang diperlukan belajar matematika fondasinya menghitung untuk anak SD yang pada dasarnya nilai pas-pasan, mungkin tidak lebih dari pada hal penjumlahan.
Peneliti memodifikasi media tersebut disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik siswa tunarungu yang dijadikan subjek penelitian.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, disimpulkan bahwa :
1) Kemampuan berhitung penjumlahan pada murid tunarungu kelas V di SLB Negeri Wonomulyo sebelum diberikan perlakuan (Baseline 1 (A1)) nilainya dalam kategori masih sangat rendah.
2) Penerapan media corong berhitung pada murid tunarungu kelas V SLB Negeri Wonomulyo saat diberikan perlakuan (Intervensi (B)) nilainya dalam kategori tinggi.
3) Kemampuan berhitung penjumlahan melalui media corong berhitung pada murid tunarungu kelas V di SLB Negeri Wonomulyo setelah diberikan perlakuan (Baseline 2 (A2)) nilainya dalam kategori sangat tinggi.
4) Peningkatan kemampuan berhitung penjumlahan melalui media corong berhitung pada murid tunarungu kelas V di SLB Negeri Wonomulyo berdasarkan hasil analisis antar kondisi sebelum diberi perlakuan (Baseline 1 (A1)) nilainya dalam kategori masih sangat rendah, saat diberi perlakuan (Intervensi (B)) nilainya dalam kategori tinggi, dan setelah diberi perlakuan (Baseline 2 (A2)) nilainya dalam kategori sangat tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003.Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan
Beni, dkk. 2017.Media Pembelajaran Matematika Interaktif Untuk Siswa Tunarungu Perancangan Dan Validasi. Bali: Universitas Ganesa
Rabbani Siti 2019. Pengunaan Media Corong Berhitung Dalam Meningkatkan hasil Belajar Matematika kelas II SD IT Generasi Rabbani . Thesis. Bengkulu: IAIN Bengkulu
Wulandari, Yeni & Ely, R. 2020. Pengembangan Media Corong Berhitung Dalam Menerapkan ABS Traksi Konsep Dasar Matematika di MIN 1 Seleman Yogyakarta. Jurnal. 1 (2) 2020.
Hardarini, Hasan. 2019. Efektifitas Media Pembelajaran Corong Berhitung Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Penjumlahan Sederhana Pada Anak Tunagrahita. Universitas Negeri Padang. Jurnal Penelitian Pendidikan Khusus 7 (1) 2019 Karso, dkk. 2014. Pendidikan Matematika l. Tanggerang
selatan: Universitas Terbuka.
Somantri, S. 2012. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung:
PT Refika Aditama
Wardani,dkk. 2012. Pengantar Pendidikan Luar Biasa.
Banten: Universitas Terbuka
Hasan Yarmis. 2017. Pelaksanaan Bina Bicara Melalui Pembelajaran Individual Bagi Anak Tunarungu Di SLB Karya Tabing Padang. Universitas Negeri Padang. Pedagogi Jurnal Ilmu Pendidikan 17 (1) 2017
Yatun Nisa, Ina. (2019). Meningkatkan Kemampuan Berhitung Penambahan Dan Pengurangan 1-10 Melalui Media Permainan Corong Hitung TPK Pada RA ADURIYAT Kelompok B4 Kota Cilegon. Thesis.
UIN SMH BANTEN