PENYUSUTAN FISKAL &
AMORTISASI FISKAL
Pokok Bahasan :
Memahami, mampu
menjelaskan dan
menghitung penyusutan fiskal atau amortisasi fiskal serta mampu membuat rekonsiliasi dengan penyusutan komersial atau amortisasi fiskal.
A. Penyusutan Fiskal.
1. Harta berwujud yang dapat disusutkan dan yang tidak dapat disusutkan.
Pasal 9 ayat (2) UU. No.7/1983 tidak berubah sampai dengan UU.
No.36/2008, Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi, pengertian harta berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun lebih luas dibanding pengertian aktiva tetap menurut akuntansi, namun dalam prakteknya sama yaitu Aktiva Tetap dan selanjutnya digunakan istilah Aktiva Tetap.
Pasal 11, Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara pengalihan yang merupakan objek PPh tidak final.
Tanah (hak milik, HGU, HGB, hak pakai) tidak dapat disusutkan;
biaya perpanjangan hak dapat diamortisasi, NBF = Harga Perolehan.
Penyusutan Aktiva Tetap yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek PPh atau dikenai PPh Final tidak dapat dikurangi dari penghasilan brute, nilai buku fiskal adalah harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan yang seharusnya.
2. Ketentuan Penyusutan Fiskal.
a. Penyusutan fiskal dimulai pada bulan pengeluaran atau pada bulan selesai pengerjaannya, kecuali dengan persetujuan Dir.
Jend. Pajak dapat dimulai sejak harta tersebut digunakan atau menghasilkan.
b. Dasar penyusutan fiskal adalah harga perolehan tidak dikurangi nilai residu.
c. Mulai tahun 2001 dilakukan dalam bulan penuh, dilakukan per jenis aktiva tetap; dilampirkan dalam SPT PPh dengan lampiran khusus (e SPT PPh).
d. Penyusutan tahun 2009 dan seterusnya, tidak ada perbedaan yang prinsipiil dengan penyusutan tahun 2001-2008.
e. Penyusutan fiskal harta berwujud kelompok bangunan hanya boleh dengan metode garis lurus. Permanen sebesar 5%
pertahun; Tidak permanen sebesar 10% pertahun.
f. Penyusutan fiskal harta berwujud bukan kelompok bangunan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun, WP hanya boleh memilih satu metode; perubahan metode penyusutan fiskal harus mendapat persetujuan dari Dir. Jend.
Pajak.
g. Penyusutan fiskal dengan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai buku fiskalnya disusutkan sekaligus.
h. Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal.
Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal
i. Kelompok harta bangunan dan bukan bangunan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.96/PMK.03/2009.
j. Pengalihan Aktiva Tetap. Pengalihan Aktiva Tetap dihitung keuntungan (kerugian) pengalihan harta:
a. Komersial = Harga Jual (Harga Pasar) dikurangi Nilai Buku Akuntansi (NBA).
b. Fiskal = Harga Jual (Harga Pasar) dikurangi Nilai Buku Fiskal (NBF).
Pasal 4 ayat (1) huruf d UU No.36 Tahun 2008, keuntungan pengalihan harta merupakan objek PPh
k. Penggantian Asuransi.
Pasal 11 ayat (9) UU No.36 Tahun 2008.
Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat
diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Dir. Jend. Pajak jumlah kerugian (NBF harta yang bersangkutan) dibukukan sebagai beban (deductible expense) pada waktu yang sama dengan penerimaan penggantian asuransi.
Contoh:
Bangunan selesai dibangun pada akhir tahun 2000 seharga Rp.30.000.000.000 taksiran umur komersial 30 tahun metode penyusutan garis lurus, mulai penyusutan komersial dan penyusutan fiskal tahun 2001, diasuransikan dengan Polis sebesar Rp.100.000.000.000,-. Pada bulan Juli 2010 terbakar habis, dan penggantian asuransi baru diketahui dengan pasti pada bulan Maret 2011 sebesar Rp.60.000.000.000,-; belum pernah dilakukan Revaluasi.
Keterangan Akuntansi Fiskal
Harga Perolehan 30.000.000.000 30.000.000.000 Penyusutan 9.500.000.000 14.250.000.000 NB 30 Juni 2010 20.500.000.000 15.750.000.000 Penggantian Asuransi 60.000.000.000 60.000.000.000 Keuntungan 39.500.000.000 44.250.000.000
Objek PPh sebesar 44.250.000.000
Apabila sudah pernah dilakukan revaluasi seharga Rp.90.000.000.000,- pada akhir tahun 2009, akan mengurangi keuntungan penggantian asuransi yang merupakan objek PPh.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh, bukan objek PPh adalah pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi: kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi bea siswa.
l. Penyusutan alat-alat kecil (small tools).
Penjelasan Pasal 11 ayat (1, 2) UU PPh 1984 sesuai dengan pembukuan WP, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan seperti dalam penyusutan akuntansi, misalnya: sendok, piring, gelas dalam usaha hotel; pembebanan biaya dapat berdasarkan jumlah penggantian pada tahun yang bersangkutan.
m. Keputusan Dir. Jend. Pajak No. KEP-316/PJ/2002. Perlakuan PPh atas pengeluaran atau biaya perolehan perangkat lunak (software) komputer:
1) Perangkat lunak (software) adalah semua program yang dapat digunakan pada sistem operasi komputer, atas biaya pengeluaran dan upgrade berupa program aplikasi umum:
dapat dibebankan sebagai biaya pada tahun pengeluaran;
dikapitalisasi pada harga perolehan komputer, pembebanannya melalui penyusutan kelompok 1.
2) Program Aplikasi Khusus (Kelompok 1), adalah program yang dirancang khusus untuk keperluan otomatisasi sistem administrasi pekerjaan, kegiatan usaha tertentu, misalnya: perbankan, asuransi, rumah sakit, dsb;
pembebanannya melalui penyusutan fiskal kelompok 1.
n. Penurun produksi atau berhenti sementara.
SE-02/PJ.42/1992, 26 Januari 1999.
Tidak diperkenankan melakukan penangguhan penyusutan fiskal, walaupun dalam tahun pajak terjadi penurunan produksi atau penghentian produksi.
o. Kerugian Pengalihan Harta.
Pasal 6 ayat (1)d UU No.36 Tahun 2008.
Dapat dibiayakan (deductible expense), kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki WP dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh-Tidak Final, dengan syarat:
a. WP menyelenggarakan pembukuan.
b. WPOP tidak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
c. Penghasilan dari harta tersebut tidak dikenakan PPh-Final atau bukan objek PPh
p. Beda waktu.
Apabila harga perolehan aktiva tetap secara komersial sama dengan fiskal, perbedaan penyusutan fiskal merupakan beda waktu; dengan PSAK No.46 perbedaan tersebut dibukukan dalam akun Pajak Tangguhan.
Saldo Debit merupakan Aktiva Pajak Tangguhan (Deffered Tax Assets atau DTA);
Saldo Kredit merupakan Kewajiban Pajak Tangguhan (Deffered Tax Liabilities DTL), menguntungkan WP karena WP dapat menunda pembayaran PPh
q. Penyusutan dipercepat.
Penyusutan fiskal termasuk penyusutan dipercepat karena masa manfaat fiskal lebih pendek dibanding masa manfaat komersial.
r. Fasilitas PPh Ps.31A.
WP yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas PPh dalam bentuk penyusutan dipercepat.
Tarif Penyusutan
s.
Perencanaan PPh
1)
Aktiva tetap yang diperoleh atau selesai dibangun sebelum produksi komersial sebaiknya minta persetujuan ke KPP untuk memulai penyusutan sejak digunakan karena dapat menunda kompensasi Rugi Fiskal.
2)
Harta berwujud bukan kelompok bangunan
Penyusutan komersial dengan metode garis lurus
dan penyusutan fiskal dengan metode saldo
menurun, pada awal tahun investasi penyusutan
fiskal lebih besar dibanding penyusutan komersial
yang akan mengakibatkan laba fiskal lebih rendah
dibanding laba komersial atau terjadi koreksi fiskal
negatif yang menguntungkan WP.
3. Contoh:
Perbandingan penyusutan harta berwujud bukan kelompok bangunan secara akuntansi dengan metode garis lurus secara fiskal dengan metode saldo menurun merupakan latihan yang harus dikerjakan oleh semua mahasiswa. Perhitungan penyusutan komersial dengan metode garis lurus dan penyusutan fiskal untuk harta berwujud bukan kelompok bangunan dengan metode garis lurus berikut ini digunakan untuk studi kasus rekonsiliasi fiskal tahun 2010.
a. Bangunan pabrik.
Pada bulan Juli 2000 selesai dibangun Bangunan Pabrik seharga Rp.30.000.000.000,-, taksiran umur komersial 30 tahun, produksi komersial dimulai pada awal tahun 2001; telah mendapat persetujuan dari KPP tentang penyusutan fiskal dimulai tahun 2001.
Penyusutan komersial pertahun Rp.1.000.000.000,-, dan penyusutan fiskal pertahun Rp.1.500.000.000,-; akan mengakibatkan penyusutan fiskal pertahun lebih besar Rp.500.000.000,- selama 20 tahun, kemudian penyusutan fiskal lebih rendah Rp.1.000.000.000,- selama 10 tahun dibanding penyusutan komersial. PSAK No.46 menggunakan tarif tunggal sebesar 30% untuk menghitung PPh, mengakibatkan DTL sebesar Rp.150.000.000,- selama 20 tahun dan akan di debit pertahun sebesar Rp.300.000.000,- selama 10 tahun;
mulai tahun 2009 diterapkan tarif tunggal sebesar 28% (dua puluh persen); tahun 2010 tarif PPh Badan 25%.
b. Mesin pabrik (kelompok 3).
Pada akhir bulan Oktober 2000 selesai dipasang Mesin Pabrik yang diimpor dengan harga perolehan sampai pemasangan dan siap dipakai sebesar Rp.18.000.000.000,-, produksi komersial mulai awal tahun 2001. Penyusutan fiskal telah mendapat persetujuan dari KPP dimulai awal tahun 2001, masa manfaat komersial selama 18 tahun.
Penyusutan komersial pertahun Rp.1.000.000.000,-, Penyusutan fiskal pertahun Rp.1.125.000.000,-, selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal sebesar Rp.125.000.000,- selama 16 tahun, selanjutnya selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal sebesar Rp.1.000.000.000,- selama 2 tahun.
c. Kendaraan operasional pabrik (kelompok 2).
Pada awal tahun 2001 dibeli seharga Rp.
6.000.000.000,-. Akuntansi, taksiran umur 8 tahun, tidak ada nilai residu, metode garis lurus. Penyusutan komersial pertahun dari 2001 s/d 2008 sebesar Rp. 750.000.000,-, sama dengan penyusutan fiskal, tidak ada beda waktu.
Pada awal tahun 2009 Kendaraan operasional tersebut dijual tunai laku Rp.200.000.000,-
Pada akhir Februari 2009 dibeli Kendaraan Operasional Pabrik seharga Rp.9.000.000.000,- taksiran umur komersial 8 tahun tanpa nilai residu, mulai digunakan awal bulan Maret 2009 dan penyusutan fiskal dimulai sejak digunakan sudah mendapat persetujuan dari Dir. Jend. Pajak. Penyusutan komersial pertahun Rp.1.125.000.000,- sama dengan penyusutan fiskal; penyusutan tahun 2009 sebesar Rp.937.500.000,- tidak ada beda waktu.
d. Pada tanggal 1 April 2006 dimulai Program Aplikasi Khusus, jumlah pengeluaran termasuk perangkat keras komputer dan perangkat lunak komputer berupa program aplikasi khusus sebesar Rp. 600.000.000,-, secara komersial disusutkan 4 tahun dengan metode garis lurus tanpa nilai residu, penyusutan fiskal termasuk klp.1 (KEP-316/PJ/2002).
Penyusutan komersial pertahun Rp. 150.000.000,- sama dengan penyusutan fiskal, penyusutan tahun 2010 sebesar Rp.37.500.000,-.
e. Komputer lama yang nilai bukunya sudah nihil, harga pasarnya Rp.10.000.000,- disumbangkan ke Yayasan Pendidikan Utama yang tidak ada hubungan usaha, kepemilikan, penguasaan dan pekerjaan.
Ps. 4 (3) a dan Ps.9 (1) g UU No.17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU. No.36 Tahun 2008. Komputer yang NBF sudah nihil, harga pasarnya Rp.
10.000.000,- disumbangkan yang memenuhi syarat Ps.4 (3) a, bagi yang menerima bukan objek PPh dan bagi yang memberikan bukan kerugian dan tidak ada keuntungan pengalihan harta.
f. Pada tanggal 1 Mei 2006 dibeli 18 buah Handphone untuk pegawai seharga Rp.36.000.000,- Akuntansi, disusutkan selama 4 tahun dengan metode garis lurus.
Penyusutan komersial pertahun Rp. 9.000.000,-.
Penyusutan Fiskal – Metode garis lurus.
KEP-220/PJ/2002, m.b.18 April 2002:
Atas biaya perolehan Handphone yang digunakan pegawai karena jabatannya, 50% dari harga perolehan dapat disusutkan termasuk kelompok 1 atas biaya berlangganan, uang pulsa dan biaya perbaikan 50% dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
1 Mei 2006 Harga Perolehan Handphone Rp. 36.000.000,- Yang dapat disusutkan kelompok 1 = 50% = Rp. 18.000.000,-
Penyusutan fiskal yang dapat dibiayakan pertahun Rp.4.500.000,-, yang tidak dapat dibiayakan pertahun Rp.4.500.000,- merupakan beda tetap. Penyusutan 2010, komersial sebesar Rp.3.000.000,- dan fiskal Rp.1.500.000,-. Handphone untuk keperluan operasional pabrik yang pagi diambil, dan selesai bekerja dikembalikan atau disimpan dan tidak ada keperluan Pribadi pegawai, semua dapat disusutkan dan dibiayakan.
g. Pada awal tahun 2001 dibeli kendaraan operasional kantor yang pagi sore digunakan untuk antar jemput pegawai; harga perolehan 8 unit kendaraan sebesar Rp.1.200.000.000,- Akuntansi, disusutkan selama 6 tahun dengan metode garis lurus.
Penyusutan komersial pertahun Rp. 200.000.000,- dari tahun 2001 s.d. 2006. Penyusutan Fiskal - Saldo Menurun (klp. 2) masa manfaat 8 tahun dengan pertahun Rp.150.000.000,- dari tahun 2001 s.d. 2008. Kendaraan Operasional Kantor dan Pemasaran yang pagi - sore digunakan untuk antar jemput pegawai, termasuk kelompok II; penyusutan dan biaya pemeliharaan/rutin dapat dikurangkan dari penghasilan bruto:
Pada bulan Januari 2008 dijual 2 unit kendaraan operasional seharga Rp.120.000.000,-, merupakan keuntungan komersial karena NB komersial sudah Nihil.
NBF Januari 2008 = 2/8 x Rp.150.000.000 = Rp. 37.500.000 Harga Jual Rp.120.000.000 Keuntungan Fiskal Rp. 82.500.000
Penyusutan Fiskal 6 unit kendaraan operasional tahun 2008 sebesar Rp.112.500.000,-. Nilai Buku Komersial dan fiskal pada awal th.2009 NIHIL, diadakan perbaikan besar untuk 6 kendaraan dengan biaya Rp.300.000.000,- selesai bulan Maret 2009 diamortisasi selama 4 tahun, secara fiskal sudah mendapat persetujuan dari DJP, mulai digunakan sejak awal April 2009, mengajukan permohonan ke KPP. Penyusutan komersial pertahun Rp.75.000.000,- sama dengan penyusutan fiskal, penyusutan tahun 2009 Rp.56.250.000,- tidak ada beda waktu.
h.
Penyusutan Sedan atau kendaraan yang dipakai pegawai tertentu karena jabatannya.
Pada tanggal 1 Juli 2001 dibeli 4 buah sedan untuk Komisaris, Direktur dan Manager seharga Rp.
900.000.000,-. Akuntansi, disusutkan selama 6 tahun dengan metode garis lurus.
Penyusutan Komersial pertahun Rp. 150.000.000,-.
Penyusutan Fiskal – Garis Lurus:
KEP-220/PJ/2002 m.b. 18 April 2002, SE-09/PJ.42/2002.
Kendaraan termasuk sedan yang digunakan
pegawai tertentu (dibawa pulang) karena
jabatannya, 50% dari harga perolehan dapat
disusutkan termasuk harta Kelompok II dan 50% dari
biaya rutin/pemeliharaan dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto:
Yang dimiliki sebelum 18 April 2002, dihitung NSBF per 30 April 2002 dan 50%
dapat disusutkan (S-174/PJ.42/2003,27 Maret 2003)
1 Juli 2001 Harga perolehan 4 unit sedan ……… Rp.900.000.000,- Penyusutan fiskal-tidak dapat dibiayakan.
2001 = 6/12 x 12,5% x 900.000.000 = Rp. 56.250.000,-
2002 = 4/12 x 12,5% x 900.000.000 = Rp. 37.500.000,- Rp. 93.750.000,- NBF per 30 April 2002 ………...Rp.806.250.000,- NBF yang dapat disusutkan 50% = ………...Rp.403.125.000,- Sisa manfaat 86 bulan
Penyusutan fiskal perbulan = ………...Rp. 4.687.500,- Penyusutan fiskal pertahun 56.250.000,-
2002 = 8 x Rp. 4.687.500,- = ………...Rp. 37.500.000,- 2003 s.d. 2008 = 6 x Rp.56.250.000,- = ………...Rp.337.500.000,- 2009 = 6 x Rp. 4.687.500,- = ………...Rp. 28.125.000,- Penyusutan Komersial tahun 2008 sebesar NIHIL, pada awal tahun 2009.
NBF Sedan = 2xRp.28.125.000,- = Rp.56.250.000,-.
Perlakuan perpajakan atas kendaraan sedan yang dibawa pulang pegawai tertentu, penyusutan fiskal yang 50% dapat dibiayakan dan yang 50% tidak dapat dibiayakan; perbedaan dengan penyusutan komersial terdiri dari beda tetap dan beda waktu.
Perbandingan Penyusutan Komersial dan
Penyusutan Fiskal.
Pada awal tahun 2009 empat sedan tersebut diambil alih oleh Komisaris, Direktur, Manager yang memakainya tanpa pembayaran, harga pasar 4 sedan tersebut Rp.160.000.000,-. NBF 4 sedan = Rp.56.250.000,-.
Keterangan Akuntansi Fiskal Nilai Buku 0 56.250.000 Uang diterima 0 -
Harga pasar - 160.000.000 Keuntungan 0 103.750.000
Pasal 5 PP. NO.138 Tahun 2000, dalam hal terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya (bukan pemegang saham), maka keuntungan
berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan NSBF merupakan penghasilan bagi perusahaan.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf d UU. NO.7 Tahun 1983 tidak ada perubahan yang prinsipiil sampai dengan UU. NO.36 Tahun 2008, dalam hal pengalihan harta terjadi antara badan usaha dengan pemegang saham, maka harga jual pasar yang dipakai adalah harga pasar, selisih dengan NBF merupakan keuntungan badan usaha dan penghasilan dividen bagi pemegang saham.
Dalam contoh diatas, apabila Komisaris, Direktur dan Manager merupakan pemegang saham, memperoleh dividen Rp.103.750.000,-, Ps.17 (2c, 2d) UU No.36/2008 mulai tahun 2009 dikenakan PPh Final 10% untuk WPOPDN. Pada bulan Januari 2009 dibeli 4 buah sedan untuk Komisaris, Direktur dan Manager seharga Rp.1.800.000.000,-, taksiran umur komersial 6 tahun tanpa nilai residu; penyusutan komersial pertahun Rp.300.000.000,- Dasar penyusutan fiskal 50% = Rp.900.000.000,- termasuk Kelompok 2 dengan metode garis lurus, penyusutan fiskal pertahun Rp.112.500.000,-.
i.
Pada awal tahun 2005 dibeli Peralatan dari kayu (Inventaris - Kelompok 1) seharga Rp.120.000.000,-.
Akuntansi, disusutkan selama 4 tahun dengan metode garis lurus. Penyusutan Komersial pertahun Rp. 30.000.000,- sama dengan penyusutan fiskal.
j.
Pada awal tahun 2005 dibeli Peralatan dari logam (Inventaris Kelompok 2) seharga Rp.300.000.000,-.
Akuntansi, disusutkan selama 6 tahun dengan metode garis lurus. Penyusutan komersial pertahun Rp. 50.000.000,-, Penyusutan fiskal pertahun Rp.37.500.000,-.
k.
Pada awal tahun 2008 dibeli Komputer Kantor
seharga Rp.60.000.000,-, taksiran umur komersial 4
tahun, metode penyusutan garis lurus; Penyusutan
fiskal dengan metode garis lurus. Penyusutan
Komersial pertahun Rp.15.000.000,- sama dengan
penyusutan fiskal.
B. Amortisasi Fiskal.
Pasal 11A UU. RI. No.10 Tahun 1994 tidak berubah pada UU. RI. No.17 Tahun 2000 dirubah pada UU No.36 Tahun 2008; menyatakan bahwa atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU) dan hak pakai dan muhibah (good will) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, diamortisasi dengan metode garis lurus atau saldo menurun; apabila diamortisasi dengan saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa bukunya diamortisasi sekaligus.
Masa manfaat dan tarif amortisasi sama dengan harta berwujud kelompok bukan bangunan, yaitu:
Masa Manfaat dan Tarif Amortisasi Kelompok Harta Tak Berwujud
Pasal 9 ayat (2) UU. No. 17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU. No.36 Tahun 2008, Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau 11A.
Contoh:
Pada awal tahun 2007 PT.CBA memperpanjang HGU selama 25 tahun sejak awal 2007 dengan biaya perpanjangan melalui Konsultan sebesar Rp.1.000.000.000,-, masuk kelompok 4; secara akuntansi diamortisasi dengan metode garis lurus selama 25 tahun, secara fiskal diamortisasi selama 20 tahun dengan metode garis lurus.
Amortisasi komersial pertahun Rp.40.000.000,-, amortisasi fiskal pertahun Rp.50.000.000,- , merupakan beda waktu.
Selisih amortisasi komersial dibawah amortisasi fiskal sebesar Rp.10.000.000,- selama 20 tahun merupakan penyesuaian fiskal negatif; sebaiknya selisih amortisasi komersial diatas amortisasi fiskal sebesar Rp.40.000.000,- selama 5 tahun merupakan penyesuaian fiskal positif. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dapat dibebankan sekaligus pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai masa manfaat yang ditetapkan, apabila secara komersial diamortisasi selama 10 tahun, secara fiskal dapat dimasukkan kelompok 2.
Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf b UU. No.17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU. No.36 Tahun 2008, dikapitalisasi dibukukan dalam akun
“Biaya Sebelum Operasi”,
(Pre Operating Expenses) kemudian diamortisasi sesuai masa manfaat yang ditentukan.
Pengeluaran untuk memperoleh hak dan
pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun dibidang penambangan minyak
dan gas bumi (migas), diamortisasi dengan metode
satuan produksi; apabila ternyata jumlah produksi
yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan,
maka sisa pengeluaran diamortisasi sekaligus pada
akhir masa produksi. Pengeluaran untuk memperoleh
hak penambangan selain minyak dan gas bumi, Hak
Penguasaan Hutan (HPH), hak pengusahaan hasil
alam lainnya, hak pengusahaan hasil laut,
diamortisasi dengan metode satuan produksi dengan
jumlah paling tinggi 20% (dua puluh persen) setahun.
Contoh:
PT. Meranti Jaya pada akhir tahun 2000 mendapat HPH di Kalimantan Tengah dengan biaya sebesar Rp.10.000.000.000,- dengan taksiran produksi 100.000 ton kayu, mulai produksi komersial tahun 2001.
Data produksi dan amortisasi HPH
Realisasi penebangan lebih 10.000 ton dari perkiraan.
Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak penambangan migas dan bahan migas, nilai sisa bukunya dibebankan sebagai kerugian dan jumlah penggantian yang diterima merupakan objek PPh-tidak final.
Contoh:
PT. XYZ mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan migas di Kalimantan Timur sebesar Rp.10.000.000.000,-, taksiran jumlah kandungan minyak sebanyak 2.000.000.000 barel; setelah produksi 120.000.000 barel (60%), hak penambangan tersebut dijual laku Rp.
5.500.000.000,-
Harga Perolehan Hak Penambangan Rp.10.000.000.000,- Amortisasi yang telah dilakukan Rp. 6.000.000.000,- Nilai Sisa Buku Hak Penambangan Rp. 4.000.000.000,- Harga Jual Rp. 5.500.000.000,- Keuntungan Pengalihan Hak Rp. 1.500.000.000,- Pembayaran Sewa yang dilakukan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun, pembebanan biaya fiskal dapat dilakukan seperti pembebanan biaya komersial.
Contoh:
Pada tanggal 1 Juli 2007 dibayar sewa bangunan kantor untuk jangka waktu tiga tahun sampai dengan tanggal 30 Juni 2010 sebesar Rp.90.000.000,- Biaya sewa Bangunan (Komersial = Fiskal)
- Tahun 2007 Rp.15.000.000,- - Tahun 2008 Rp.30.000.000,- - Tahun 2009 Rp.30.000.000,- - Tahun 2010 Rp.15.000.000,-
Surat Direktur Jenderal Pajak No.S-248/PJ.62/1988, tanggal 25 Agustus 1988.
Goodwill adalah harta tidak berwujud dari suatu perusahaan yang nilainya didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan; baru dibukukan apabila ada realisasi dalam bentuk pemindah tanganan perusahaan yang bersangkutan kepada pihak lain, sepanjang tidak ada pemindah tanganan perusahaan tidak ada Goodwill.
Harga perolehan Goodwill dapat diamortisasi, masuk kelompok 3; pada Pasal 11A ayat (1) UU. No.36 Tahun 2008 goodwill atau muhibah dapat diamortisasi.
Contoh:
Nilai Buku Fiskal PT. Mustika Jaya setelah revaluasi per 31 Desember 2006 sebesar Rp.80.000.000.000,-, diambil alih (merger) oleh PT. Abadi Sukma tanggal 2 Januari 2007 seharga Rp.85.000.000.000,-.
Bagi PT. Abadi Sukma, timbul Goodwill sebesar Rp.5.000.000.000,- yang dapat dilakukan amortisasi dalam kelompok 3.
Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 5 UU. No.36 Tahun 2008 merupakan objek PPh adalah keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
Penjelasan:
Dalam hal WP pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada WP lain, keuntungan yang diperoleh merupakan objek pajak (PPh).
RANGKUMAN
Pengertian harta berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun lebih luas dibanding pengertian aktiva tetap menurut akuntansi, namun dalam prakteknya sama yaitu Aktiva tetap.
Terdapat perbedaan mengenai Aktiva Tetap yang dapat disusutkan dan yang tidak disusutkan, tanah (HGU, HGB, hak pakai) secara akuntansi dapat disusutkan berbeda dengan fiskal yang tidak dapat disusutkan. Aktiva tetap yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan objek PPh atau dikenai PPh Final; dilakukan penyusutan fiskal tapi tidak dapat dibiayakan berbeda dengan akuntansi diakui sebagai biaya.
Aktiva tetap yang dapat disusutkan, apabila harga perolehannya sama antara akuntansi dan fiskal, perbedaan penyusutan komersial dan penyusutan fiskal merupakan beda waktu karena beda metode atau beda masa manfaatnya.