Nama : ILHAM HELSA A Nim : 8111421232
Rombel : 5 ( 11.00 )
Mata kuliah : peradilan tata usaha negara Identitas Buku
Judul Buku : Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum Karya : Teguh Prasetyo & Abdul Halim Brkatullah Halam : 1-117
BAB I
ILMU HUKUM DAN FILSAFAT HUKUM DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU A. PENDAHULUAN
Tujuan dari filsafat yaitu mencari pemikiriran manusia sebanyak banyaknya, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan tersebut, menemukan hakikat dari pengetahuan itu, dan mengorganisasi semuanya dalam bentuk yang sistematis. Filsafat ilmu adalah bidang penelitian yang mengkaji karakteristik pengetahuan ilmiah dan metode untuk memperolehnya. Filsafat ilmu dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu filsafat ilmu dalam arti luas, yang mencakup isu-isu yang berkaitan dengan hubungan-hubungan di luar kegiatan ilmiah, dan filsafat ilmu dalam arti sempit, yang berfokus pada sifat pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Selain filsafat ilmu yang bersifat umum, ada juga filsafat ilmu khusus yang membahas kategori-kategori dan metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu tertentu, seperti ilmu hukum. Ilmu hukum adalah salah satu bidang di dalam ilmu hukum yang tidak identik dengan hukum itu sendiri, karena tidak semua hasil penelitian dan pengembangan ilmu hukum dapat menjadi bagian dari hukum. Menurut Soerjono Soekanto, hukum dapat dilihat dari tiga dimensi: sebagai perilaku atau aktivitas individu dan lembaga, sebagai norma-norma hukum (kaidah-kaidah hukum), dan sebagai nilai-nilai keadilan. Semua aspek ini membentuk dimensi hukum yang mencakup nilai-nilai, norma, dan perilaku.Kebenaran yang ingin dicapai oleh ilmu bila telah tercapai, merupakan keputusan-
putusan, dan kebenaran tentang suatu objek dalam keseluruhan yang telah dicapai dengan menggunakan metode serta dirumuskan secara baik dan jitu merupakan pengetahuan umum dan merupakan keseluruhan. Dengan demikian, bila pengetahuan hendaknya disebut ilmu, maka haruslah berobjektivitas, bermetodos, universal dan bersistem.1
Dalam ilmu, tugas ilmiah harus dilakukan untuk mencari kebenaran terdiri dari:
1. Pengumpulan fakta 2. Deskripsi fakta
3. Pemilihan atau klasifikasi 4. Analisis
5. Pengambilan kesimpulan dan perumusannya. Filsafat ilmu membahas tentang empat hal, yaitu:
a. Ontologi ilmu b. Epistemologi c. Aksiologi
d. Strategi pengembangan ilmu.
Dengan demikian, filsafat ilmu bidang garapannya adalah meliputi filsafat (logika) bahasa metodologi, matematika/statistik.
B. Hubungan antara Filsafat Ilmu dengan Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum 1. Perkembangan Filsafat Ilmu
Filsafat bermula dari karya seorang ilmuwan bernama Thales (624-548 SM) yang mengembangkan konsep filsafat tentang alam semesta. Kemudian, perkembangan filsafat mengarah kepada kosmologi, dan melanjutkan dengan filsafat spekulatif di bawah panduan Plato serta metafisika di bawah Aristoteles. Di zaman Renaisance dan era modern, terjadi perpecahan yang signifikan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Setiap ilmu mulai menjauh dari filsafat, dan terdapat perbedaan yang mencolok di mana filsafat tetap bersifat spekulatif, sementara ilmu pengetahuan modern mulai menerapkan metode empiris, eksperimental, dan induktif. Matematika dan logika, sebagai disiplin ilmu rasional, memainkan peran penting dalam perkembangan filsafat. Meskipun perkembangan jenis pengetahuan ini awalnya tampak terpisah, akhirnya mengarah kepada bidang pengetahuan yang dikenal sebagai filsafat hukum.2
2. Konsep Filsafat Ilmu dalam Filsafat Hukum
1 Teguh Prasetyo Brkatullah and Abdul Halim, Ilmu Hukum Dan Filsafat Hukum (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2007).
2 Ibid.
Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang khusus mempertimbangkan isu-isu hukum. Ini berarti bahwa objek kajian dalam filsafat hukum adalah hukum itu sendiri, dan dalam hal ini, filsafat hukum beroperasi dalam kerangka prinsip-prinsip dan metode yang digunakan dalam filsafat pada umumnya. Selain itu, pengaruh hukum sebagai objek studi dalam filsafat hukum juga memengaruhi pendekatan yang diambil oleh filsafat hukum. Dengan demikian, terdapat hubungan timbal balik antara filsafat hukum dan filsafat secara keseluruhan.Salah satu isu yang muncul adalah mengenai kualitas hubungan antara filsafat hukum dan filsafat dalam konsep filsafat. Filsafat hukum adalah subdisiplin khusus dalam kerangka filsafat ilmu pada umumnya. Ini berarti bahwa filsafat hukum hanya memfokuskan pada "hukum" secara khusus, dan masalah-masalah di luar domain hukum dianggap tidak relevan dalam konteks penelitiannya. Sementara filsafat ilmu mengadopsi pandangan yang lebih universal terhadap kehidupan, dan dapat menyelami isu-isu yang relevan dengan refleksi globalnya, bukan hanya mencari solusi dari permasalahan langsung dihadapinya. Filsafat ilmu memperhitungkan pertimbangan di luar objek studi, dan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan dan pemikiran. Ini adalah salah satu ciri khas dari filsafat ilmu, dan tidak bersifat netral terhadap nilai-nilai. Selain itu, sifat introspektif dan universal dalam filsafat sesuai dengan hakikat manusia.
Sebaliknya, filsafat hukum tidak hanya merenungkan hukum dari perspektif hukum semata, melainkan juga mencerminkan hukum dalam konteks kehidupan yang lebih luas, lebih dalam, dan lebih mendalam.3
3. Konsep Ilmu dalam Ilmu Hukum
Ilmu hukum adalah disiplin ilmu yang berfokus pada penelitian tentang hukum. Objek penelitiannya adalah hukum, sehingga konsep "ilmu" menyatu pada ilmu hukum. Jika kita memahami ilmu dalam ilmu hukum seperti kita memahami konsep ilmu dalam ilmu- ilmu alam lainnya, maka ilmu hukum dapat dianggap serupa dengan ilmu-ilmu lainnya.
CA Van Peursen mengklasifikasikan ilmu hukum sebagai bagian dari ilmu-ilmu terapan dan ilmu-ilmu praktis. Dalam klasifikasi ini, terdapat penilaian terkait dengan kemampuan praktis dan kebenaran atau kesalahan. Namun, penggolongan ini tidak secara otomatis mengesampingkan ilmu hukum dari kategori ilmu murni. Di sisi lain, pandangan dari Utrecht memandang ilmu hukum hanya sebagai ilmu hukum positif. Dalam konteks ini, ilmu hukum lebih berfokus pada studi dan analisis hukum yang berlaku dalam praktik nyata, tanpa mempertimbangkan aspek filosofis atau teoritisnya.
3 Soekanto Soejono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pergerakan Hukum (Jakarta: CV rajawali Jakarta, 1983).
4. Filsafat Hukum, Ilmu Hukum dan Hukum
Hubungan antara filsafat hukum, ilmu hukum, dan hukum terletak pada kenyataan bahwa baik filsafat hukum maupun ilmu hukum dapat menjadi sumber hukum, meskipun tidak semua hasil dari kedua bidang ini selalu menjadi sumber hukum. Sumber hukum dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu sumber hukum material dan formal. Sumber hukum material berkaitan dengan isi hukum, sementara sumber hukum formal berkaitan dengan kekuatan dan validitas hukum. Keterkaitan antara filsafat hukum dan ilmu hukum tercermin melalui pengaruh yang mereka miliki terhadap dimensi-dimensi hukum dan sifat-sifatnya. Dimensi nilai dalam pemikiran hukum menjadi fokus ilmu hukum, sementara dimensi kaidah berkaitan dengan aspek teknis dan metode hukum. Dengan demikian, filsafat hukum dan ilmu hukum memiliki peran yang saling melengkapi dalam pemahaman dan pengembangan hukum.
5. Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum
Ilmu hukum adalah disiplin ilmu yang menggunakan metode ilmu dalam analisisnya.
Dalam konteks ini, peran utama filsafat hukum terletak pada tahap hipotesis yang memerlukan pengujian dan bukti lebih lanjut. Filsafat hukum tidak hanya berfokus pada penelitian nilai-nilai yang relevan untuk ilmu hukum, tetapi juga berfungsi untuk mengorganisasi hasil-hasil dari ilmu hukum agar konsisten, komprehensif, koheren, dan dapat dipertimbangkan secara introspektif. Prinsip utama dalam ilmu hukum yang menerapkan metode ilmu alam juga dapat ditemukan dalam bidang-bidang seperti sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, dan lainnya. Oleh karena itu, ilmu hukum dapat berperan dalam refleksi filsafat hukum, dan hasil-hasil penelitian dalam ilmu hukum menjadi materi yang berguna dalam kajian filsafat hukum.
C. Kedudukan Ilmu Hukum dalam Filsafat Ilmu
Harold J. Berman menyatakan bahwa ilmu hukum merupakan ilmu moder pertama yang muncul di dunia Barat, didasarkan pada penelusuran sejarah yang mendalam dan luas. Ilmu hukum bertujuan untuk mencari kebenaran atau keadilan yang sesuai.
Kebenaran dalam konteks ini didefinisikan sebagai kesesuaian antara pengetahuan dan objek yang dikaji, sebagaimana yang diungkapkan oleh Poedjawajatna.
1. Kedudukan Ilmu Hukum
Ilmu hukum, meskipun termasuk dalam ilmu praktis, memiliki posisi yang unik dalam pengklasifikasian ilmu karena sifat normatifnya. Dalam perkembangannya, ilmu hukum
tidak terbatas pada pemahaman tradisional tentang objeknya, melainkan juga memiliki peran yang lebih kuat dalam menciptakan hukum baru yang diperlukan untuk mengakomodasi perkembangan hubungan sosial yang baru muncul.
2. Susunan Ilmu Hukum
Memahami ilmu hukum secara menyeluruh berarti memahami ketiga lapisan hukum dan menghubungkannya dengan hukum dan praktik hukum. Komponen yang paling krusial dalam pemahaman ini adalah "ilmu hukum dogmatik". Ilmu ini memiliki fungsi untuk menjelaskan, menganalisis, mengorganisir, menginterpretasikan, dan menilai hukum yang berlaku. Tujuan utamanya adalah memfasilitasi penerapan dan pelaksanaan hukum dengan tanggung jawab dalam praktik.
Dalam pandangan tradisional, ilmu hukum dogmatik disebut sebagai ilmu hukum "in octimavume," yang juga dapat disebut sebagai "dogmatik hukum," "rechts dogmatic,"
atau "juris fredenz." Istilah-istilah ini mencakup seluruh kegiatan ilmiah yang bertujuan untuk memahami isi dari tatanan hukum positif yang konkret. Tugas utama teori hukum adalah merefleksikan objek dan metode dalam ilmu hukum.
Ilmu hukum dogmatik memiliki peran penting dalam menjelaskan, menganalisis, mengorganisir, menginterpretasikan, dan menilai hukum yang berlaku. Tujuannya adalah memastikan penerapan dan pelaksanaan hukum yang bertanggung jawab dalam praktik.
Istilah "hukum positif" merujuk pada ilmu yang mempelajari hukum yang berlaku di suatu negara dan masyarakat pada waktu tertentu.
3. Metode Penemuan Hukum dan Ilmu Hukum Filsafat hukum
Teori hukum
Dogmastik hukum ( ilmu hukum posotif )
Hukum dan praktik hukum hukum
Proses penemuan hukum terdiri dari dua metode, yaitu penafsiran hukum dan konstruksi hukum. Penafsiran melibatkan aspek historis, sistematis, gramatikal, dan teleologis dalam pemahaman hukum. Sementara itu, konstruksi hukum mencakup penggunaan analogi, argumentum a contrario, dan penghalusan hukum. Metode penemuan hukum cenderung bersifat praktis karena digunakan dalam praktik hukum sehari-hari.
Perlu dicatat perbedaan antara metode penemuan hukum dan metode ilmu hukum.
Metode ilmu hukum digunakan oleh para ilmuwan hukum dalam rangka penelitian ilmiah. Mereka berusaha untuk mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sementara praktisi hukum bertujuan untuk mencapai keadilan dalam kasus hukum yang mereka tangani. Metode penemuan hukum dibatasi oleh aturan hukum positif, sedangkan metode ilmu hukum terikat pada prinsip-prinsip keilmuan.4
4. Perwujudan dan Manfaat Ilmu dalam Ilmu Hukum
Penafsiran hukum dalam kerangka epistemologi adalah usaha mendalam untuk memahami hukum sebagai ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempertanyakan dan menganalisis sifat pengetahuan. Terutama, epistemologi berfokus pada cara manusia memperoleh pengetahuan yang benar.Pengetahuan yang diperoleh dalam ilmu hukum adalah hasil dari proses berpikir yang menggunakan metode ilmiah.
Ilmu hukum adalah suatu cara berpikir yang menghasilkan pengetahuan yang dapat diandalkan. Proses ini terkait dengan berpikir ilmiah yang mengikuti langkah-langkah tertentu.Dalam konteks penafsiran undang-undang oleh hakim, epistemologi digunakan sebagai alat berpikir kritis, rasional, logis, dan objektif dalam mencari pemahaman yang mendalam tentang hukum. Hakim menggunakan epistemologi untuk menjalani proses penafsiran undang-undang dengan cermat dan memadai. Hasil dari penafsiran ini adalah suatu ilmu yang dikenal sebagai ilmu hukum.5
Pengembangan ilmu dan filsafat harus seimbang, karena keduanya saling mendukung dan mengontrol satu sama lain, terutama dalam membangun landasan berpikir yang kuat.
Dalam konteks praktik hukum, penafsiran undang-undang oleh hakim adalah bagian dari penyelidikan ilmiah, yang bertujuan untuk menentukan makna undang-undang.
Epistemologi adalah landasan yang membantu hakim dalam proses penafsiran ini. Ketika seorang hakim menafsirkan undang-undang, ia harus mempertimbangkan masalah-
4 Ibid.
5 M.M. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., Filsafat Hukum Refleksi Filsafat Pancasila, Hak Asasi Manusia, Dan Etika (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2019).
masalah yang berkaitan dengan epistemologi, termasuk metode-metode yang digunakan untuk memahami dan memverifikasi undang-undang. Penafsiran undang-undang adalah alat untuk memberikan arti dan makna dari ketentuan undang-undang. Hal ini merupakan bagian penting dalam menemukan hukum dan menjalankan tugas hakim.6
Bab II
HUKUM dan Berbagai Sisi A. Konsep Umum Tentang Hukum
Hukum bisa dijelaskan sebagai suatu bidang pengetahuan yang melibatkan disiplin, kaidah, peraturan, keputusan dari pejabat atau petugas, serta proses dalam menjalankan pemerintahan dan perilaku yang teratur. Hukum memiliki tiga peran utama dalam masyarakat, yaitu sebagai alat untuk menyelesaikan konflik sosial, untuk memfasilitasi interaksi sosial, dan untuk menciptakan kondisi tertentu dalam masyarakat.
Disiplin dalam konteks hukum adalah suatu sistem yang berkaitan dengan kenyataan dan biasanya mencakup analisis dan aturan. Disiplin hukum biasanya digolongkan sebagai disiplin preskriptif, karena fokusnya pada aspek normatif. Sistem hukum Indonesia merupakan sistem yang kompleks dan luas, yang terdiri dari berbagai elemen hukum yang saling terkait, memengaruhi, dan melengkapi satu sama lain.7
B. Pengelompokan Sistem Hukum dalam Berbagai Keluarga Hukum
Rene David menjelaskan bahwa setiap sistem hukum memiliki struktur tersendiri.
Dalam struktur tersebut, terdapat kumpulan istilah untuk menjelaskan konsep-konsep dan peraturan-peraturan yang disusun dalam berbagai kelompok. Pembagian ini dibatasi oleh pandangan tentang keteraturan sosial yang memengaruhi bagaimana hukum diterapkan dan menjelaskan peran sebenarnya dari hukum dalam masyarakat.
Pengelompokan sistem hukum nasional ke dalam keluarga hukum didasarkan pada kesamaan yang ada antara sistem-sistem tersebut.
1. kebutuhan yang bersifat universal dan khusus
2. perlautan sejarah, khususnya bagi negara-negara yang pernah dijajah oleh bangsa lain
3. persamaan ideologi C. pembedaan Hukum
6 Brkatullah and Halim, Ilmu Hukum Dan Filsafat Hukum.
7 Frans Magnis-suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta: kansius, 1992).
Hukum dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai aspek, seperti sumbernya, isi, kekuatan mengikatnya, dasar pemeliharaannya, keadaan, tempat berlakunya, bentuknya, dan penerapannya..
Berdasarkan sumbernya hukum dapat dibedakan atas : hukum undang-undang, hukum kebiasaan, hukum traktat, hukum yurisprudensi, hukum ilmu. Berdasarkan isinya, hukum dapat dibedakan atas : hukum publik dan hukum privat.16 Berdasarkan kekuatan mengikatnya, hukum dapat dibedakan atas dua macam yaitu : hukum pelengkap dan hukum memaksa. Berdasarkan wujudnya, hukum dpat dibedakan atas dua macam yaitu : hukum objektif da hukum subjektif. Berdasarkan tempat berlakunya, hukum dpat dibedakan atas : hukum nasional dan hukum internasional. Berdasarkan waktu berlakunya hukum dibedakan atas : ius contitutum (hukum positif) dan ius contituendum. menurut bentuknya, hukum dibedakan menjadi : hukum tertulis dan hukum tak tertulis.17 Berdasarkan penerapanya, hukum dapat dibedakan atas : hukum in abstracto dan hukum in concreto.8
D. Model Perkembangan Tatanan Hukum Nonet Selzick
Pada konteks tipe tatanan hukum Represif, hukum dilihat sebagai alat dari pihak yang berkuasa, dan hukum dianggap sebagai perintah dari pihak yang memiliki kekuasaan politik tanpa batasan. Tipe tatanan hukum Represif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Institusi hukum secara langsung dapat diakses oleh kekuasaan politik
2. Langgengnya sebuah otoritas merupakan urusan yang paling penting dalam administrasi hukum
3. Lembaga-lembaga kontrol yang terspesialisasi 4. Sebuah rezim “hukum berganda”
5. Hukum pidana merefleksikan nilai-nilai yang dominan.
BAB III
Aristoteles mengembangkan dua aspek penting dalam pemikiran hukumnya. Pertama, manusia memiliki sifat ganda dalam hubungannya dengan alam. Manusia, sebagai bagian dari alam semesta, tunduk pada hukum alam dan penciptanya. Namun, manusia juga memiliki akal yang memberinya kehendak bebas dan kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk. Kedua, kontribusi besar Aristoteles dalam pemikiran hukum adalah pembagian konsep keadilan menjadi dua jenis: keadilan distributif dan keadilan korektif.
8 Brkatullah and Halim, Ilmu Hukum Dan Filsafat Hukum.
1. Keadilan distributif mengatur bagaimana sumber daya dan penghargaan harus didistribusikan kepada individu sesuai dengan kedudukan mereka dalam masyarakat. Prinsipnya adalah memberikan perlakuan yang sama kepada individu yang memiliki kedudukan yang sama dalam hukum.
2. Keadilan korektiflebih berkaitan dengan aspek teknis dalam administrasi hukum.
Ini berkaitan dengan bagaimana hukuman dan kompensasi harus digunakan untuk memperbaiki pelanggaran hukum. Hukuman harus bertujuan memperbaiki akibat dari tindakan kriminal, sementara kompensasi perdata harus bertujuan memperbaiki kerugian yang disebabkan oleh tindakan yang salah.
Dua konsep keadilan ini yang digagas oleh Aristoteles tetap menjadi dasar dalam pembahasan masalah keadilan dalam berbagai diskusi hukum.
A. Lahirnya Ilmu Hukum
Ilmu Hukum, seperti yang kita kenal sekarang, mulai muncul pada abad ke-12 dan ke- 13 bersamaan dengan pendirian universitas di Eropa. Pada abad ke-11 dan ke-12, terjadi perubahan sosial signifikan di Eropa Barat. Periode ini ditandai dengan bermunculanya kekuatan politik yang kokoh, yang membawa keteraturan dalam masyarakat dan memberikan landasan untuk pengaturan kehidupan sosial dan politik. Pada saat yang sama, perdagangan lintas wilayah politik berkembang pesat, mengakibatkan pertumbuhan kota-kota di Eropa. Kota-kota ini sering dilindungi oleh benteng untuk keamanan mereka.
Perkembangan politik, sosial, dan ekonomi yang terjadi pada abad ke-11, ke-12, dan ke- 13 di Eropa Barat berperan penting dalam munculnya ilmu hukum.
1. Sistem hukum kanonik yang terdiri atas ius novum dan ius antiquum 2. Sistem hukum sekular yang diciptakan oleh Raja-Raja.
3. Sistem hukum kota (urban law) yang dicptakan kota-kota bebas 4. Sistem hukum feodal dan manorial
5. Sistem hukum dagang baru untuk memenuhi kebutuhan para pedagang dalam kegiatan perdagangan antar kota, antar regional dan internasional
Kemudian, muncul kelas baru dalam masyarakat, yaitu para yuris professional, termasuk hakim profesional dan pengacara yang ahli dalam hukum. Proses penciptaan sistem hukum modern pada abad ke-11, ke-12, dan ke-13 adalah respons terhadap perubahan sosial dan ekonomi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor keagamaan, terutama revolusi dalam Gereja dan hubungannya dengan otoritas sekuler.
Perubahan dalam pengajaran hukum dimulai pada abad ke-17 dengan memasukkan hukum positif yang berlaku ke dalam kurikulum. Perubahan ini dalam pemikiran ilmu hukum mencerminkan dampak pemikiran Aufklärung (Pencerahan) terhadap konsep hukum. Pengkodifikasi hukum dan filosofi hukum yang didasarkan pada rasionalitas mendorong reorganisasi dan reformasi pengajaran hukum di seluruh Eropa, dan ini segera memengaruhi ilmu hukum. Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan baru, dengan penekanan pada studi hukum positif yang berlaku, yang diatur dalam kode hukum.
Meskipun begitu, hukum Romawi dan hukum kodrat tetap diajarkan sebagai mata kuliah pendukung atau pelengkap.9
B. Pembentukan Konsep Hukum dan Teori Hukum
Dalam proses penyusunan dan strukturisasi hukum, sejumlah aturan umum dan konsep hukum atau pengertian hukum (legal concepts) dirumuskan atau dibentuk.
Pembentukan dan keberadaan aturan umum dan konsep dalam hukum diperlukan untuk mempermudah pengolahan bahan hukum dalam upaya sistematisasi dan strukturisasi hukum tersebut.
Radbruch mengidentifikasi dua jenis konsep hukum, yaitu "konsep hukum yang memiliki relevansi yuridis" dan "konsep hukum asli." Konsep hukum yang relevan secara yuridis adalah konsep yang merupakan elemen dalam aturan hukum, terutama konsep yang digunakan untuk menjelaskan situasi fakta dalam konteks ketentuan undang-undang dengan interpretasi. Contohnya adalah konsep seperti barang, pengambilan, tujuan, atau maksud. Konsep hukum adalah konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk memahami sebuah aturan hukum, seperti konsep hak, kewajiban, hubungan hukum, lembaga hukum, perikatan pernikahan, warisan, jual beli, dan sebagainya.10
C. Penelitian Hukum
Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, ada lima tipe kajian hukum yang dapat dibedakan berdasarkan perbedaan konsep hukum. Kelima tipe kajian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kajian Filsafat Hukum: Tipe kajian ini berangkat dari pandangan bahwa hukum merupakan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku secara universal.
9 C.S.T kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indoneisa (Jakarta: PN balai psutaka, 1986).
10 Jujun S, Filsafat Hukum, ed. sebuah pengantar Populer (Jakarta, 1996).
2. Kajian Ajaran Hukum Murni: Tipe kajian ini memeriksa "hukum sebagaimana tertulis dalam buku-buku" dan berlandaskan pandangan bahwa hukum adalah norma-norma positif dalam sistem undang-undang hukum nasional.
3. Kajian American Sociological Jurisprudence: Tipe kajian ini mengeksplorasi "hukum sebagaimana diputuskan oleh hakim melalui proses peradilan" dan didasarkan pada pandangan bahwa hukum adalah apa yang dihasilkan oleh hakim dalam keputusan- keputusan konkret yang membentuk hukum yang dibuat oleh hakim.
4. Kajian Sosiologi Hukum: Tipe kajian ini mengamati "hukum sebagaimana ada dalam masyarakat" dan berlandaskan pemikiran bahwa hukum merupakan pola perilaku sosial yang terinstitusikan dan eksis sebagai variabel sosial yang bisa diamati dalam realitas empiris.
5. Kajian Sosiologi dan/atau Antropologi Hukum: Tipe kajian ini menyelidiki "hukum sebagaimana ada dalam tindakan (manusia)" dan berasumsi bahwa hukum adalah manifestasi makna simbolik yang dilakukan oleh pelaku sosial dalam interaksi mereka satu sama lain.
Bab IV
“Aliran-Aliran Pemikiran dalam Ilmu Hukum”
A. Hukum alam
Tidak terdapat suatu teori tunggal yang merangkum hukum alam, karena setiap pakar atau filsuf yang mengikuti aliran ini cenderung memiliki pandangan yang unik. Hukum alam menitikberatkan adanya kaidah-kaidah yang bersifat universal. Hukum alam dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu hukum alam sebagai metode, yang berarti usaha untuk menciptakan aturan-aturan yang dapat diterapkan dalam situasi yang beragam, dan hukum alam sebagai substansi, yang mencakup kaidah-kaidah yang menjadi bagian dari hukum alam itu sendiri.
B. Positivisme
Ajaran positivisme memiliki akar yang dapat ditelusuri hingga pada pemikiran kuno, seperti ajaran Epicurus dalam filsafat Yunani. Dalam konteks ilmu hukum, aliran positivisme terinspirasi oleh positivisme sosiologis, yang dipengaruhi oleh pemikiran dari beberapa filsuf, termasuk Auguste Comte (1798-1857) dari Prancis dan Herbert Spencer (1820-1903). Oleh karena itu, sebelum menjelaskan positivisme dalam ilmu hukum, penting untuk memahami positivisme sosiologis.Auguste Comte, yang dianggap sebagai bapak sosiologi modern, melihat bahwa
terdapat kebutuhan akan ilmu baru yang akan mempelajari manusia dan masyarakat manusia.
Ilmu ini dikenal sebagai sosiologi atau filsafat positif.
C. Utilitarisme
Utilitarianisme adalah aliran pemikiran dalam ilmu hukum yang ditegakkan oleh tokoh-tokoh seperti Jeremy Bentham, John Stuart Mill, dan Rudolf von Jhering. Meskipun mereka memiliki prinsip-prinsip utilitarianisme yang umum, terdapat perbedaan pandangan di antara mereka.
Jeremy Bentham dikenal sebagai tokoh utilitarianisme individual, sementara Rudolf von Jhering adalah tokoh utilitarianisme sosiologis.
Utilitarianisme sebagai aliran pemikiran dalam ilmu hukum berdasarkan prinsip utama bahwa tindakan yang dianggap terbaik adalah tindakan yang mampu menghasilkan kebahagiaan atau keuntungan terbesar bagi sebagian besar orang. Dalam konteks hukum, pendekatan utilitarian akan menilai kebijakan hukum dan tindakan hukum dengan mempertimbangkan kemampuannya untuk menciptakan manfaat maksimum bagi masyarakat atau sebagian besar warganya.
Prinsip pokok dari utilitarianisme adalah bahwa "tindakan yang baik adalah tindakan yang memberikan manfaat terbesar bagi jumlah orang yang terbesar." Dengan demikian, dalam pengambilan keputusan hukum, pendekatan utilitarian akan mengevaluasi dampak sosial, ekonomi, dan moral dari suatu tindakan atau kebijakan hukum sebelum menentukan apakah tindakan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip utilitarianisme.
D. Hukum murni
Ada berbagai pandangan tentang pemikiran Hans Kelsen, beberapa penulis menggolongkannya ke dalam aliran positivisme, sementara penulis lebih cenderung untuk menganggapnya sebagai pendiri aliran hukum murni yang memiliki karakteristik tersendiri.
Namun, tidak ada keberatan jika Hans Kelsen dimasukkan dalam aliran positivisme, terutama jika kita memperhatikan pandangannya bahwa isi dari kaidah-kaidah hukum adalah "Wille des Staates" atau "kehendak negara."
Salah satu inti ajaran Hans Kelsen adalah bahwa tujuan dari teori hukum, sama seperti dalam setiap ilmu lainnya, adalah mengurangi kekacauan dan keragaman menjadi kesatuan. Dengan kata lain, teori hukum bertujuan untuk menciptakan kerangka kerja yang menyusun dan menyatukan prinsip-prinsip hukum untuk menghindari kebingungan dan kompleksitas yang mungkin terjadi dalam hukum.
E. Historisme
Pesan utama dari ajaran historisme adalah bahwa hukum adalah hasil dari karakteristik dan nilai-nilai masyarakat atau bangsa tertentu, yang dalam bahasa Jerman disebut "volkgeist" atau jiwa rakyat. Menurut pengikut Savigny, seperti G. Puchta, hukum tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dan kekuatan masyarakat. Dalam pandangan historisme, hukum tidak dapat dipisahkan dari keberadaan suatu bangsa dan menjadi cerminan dari identitas dan
budaya bangsa tersebut. Dengan kata lain, hukum memiliki akar dalam karakteristik khusus dari masyarakat tersebut.
Sejalan dengan pemikiran ini, jika suatu bangsa kehilangan ciri kebangsaannya atau identitasnya, maka hukum yang ada dalam masyarakat tersebut juga akan kehilangan relevansinya dan pada akhirnya punah. Ini menggambarkan pandangan bahwa hukum adalah produk dari perkembangan sejarah, budaya, dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, dan ia bersifat dinamis, selalu berkembang seiring dengan perubahan dalam kehidupan masyarakat.
F. Sosiologis
Pendekatan sosiologis dalam ilmu hukum menekankan pentingnya memahami dan menganalisis hukum dari sudut pandang sosial, budaya, dan konteks masyarakat. Ini berarti bahwa hukum tidak bisa dipahami secara terisolasi dari masyarakat yang menciptakannya dan menerapkannya. Dalam pendekatan ini, hukum dianggap sebagai hasil dari interaksi antara individu, kelompok, dan lembaga dalam masyarakat. Fokus utama adalah untuk memahami bagaimana hukum memengaruhi perilaku manusia, bagaimana masyarakat merespons hukum, dan bagaimana hukum berkembang seiring berjalannya waktu.
Pendekatan sosiologis dalam ilmu hukum melibatkan analisis dampak hukum pada ketidaksetaraan sosial, perubahan sosial, peran lembaga hukum dalam masyarakat, dan dinamika sosial yang mempengaruhi perkembangan hukum. Penelitian dalam aliran sosiologis sering menggunakan data empiris seperti wawancara, survei, dan observasi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang interaksi antara hukum dan masyarakat.
Pendekatan ini membantu mengidentifikasi isu-isu hukum yang mungkin tidak terlihat melalui analisis konvensional dan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana hukum beroperasi dalam konteks sosial dan budaya yang kompleks. Aliran sosiologis adalah alat penting untuk memahami hukum sebagai fenomena sosial yang sangat terkait dengan masyarakat di mana ia diterapkan.
G. Antropologis
Antropologi adalah ilmu yang berfokus pada kajian manusia. Secara harfiah, antropologi berarti "studi tentang manusia" dan berkembang sekitar abad ke-19. Dalam pandangan antropologi, peran hukum dalam suatu budaya masyarakat sangat signifikan. Hukum mencakup pandangan masyarakat tentang kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.
E. Realisme
Setiap aliran pemikiran yang disebutkan di atas memiliki variasi yang lebih rinci dan seringkali ada pemikiran yang sulit untuk dengan tepat ditempatkan ke dalam salah satu aliran tersebut. Contohnya, pemikiran tentang Hukum Islam merupakan contoh di mana pemahaman hukum berakar dalam kerangka keagamaan dan etika yang sangat spesifik. Hukum Islam, atau Sharia, adalah sistem hukum yang berdasarkan prinsip-prinsip agama Islam. Dalam pemikiran hukum Islam, hukum dan etika tidak dapat dipisahkan, dan peraturan hukum didasarkan pada prinsip-prinsip agama dan moral Islam. Oleh karena itu, seringkali sulit untuk memasukkan pemikiran tentang Hukum Islam ke dalam salah satu aliran pemikiran hukum yang lebih umum dikenal. Ini menunjukkan bahwa pemikiran hukum bisa sangat beragam dan tidak selalu mudah dikelompokkan ke dalam aliran-aliran pemikiran hukum yang ada. Aliran pemikiran hukum seringkali dapat mencerminkan kerumitan dan keragaman pemikiran di berbagai konteks budaya dan agama di seluruh dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Brkatullah, Teguh Prasetyo, and Abdul Halim. Ilmu Hukum Dan Filsafat Hukum. Yogyakarta:
Pustaka pelajar, 2007.
C.S.T kansil. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indoneisa. Jakarta: PN balai psutaka, 1986.
Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M. Filsafat Hukum Refleksi Filsafat Pancasila, Hak Asasi Manusia, Dan Etika. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2019.
Magnis-suseno, Frans. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: kansius, 1992.
S, Jujun. Filsafat Hukum. Edited by sebuah pengantar Populer. Jakarta, 1996.
Soejono, Soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pergerakan Hukum. Jakarta: CV rajawali Jakarta, 1983.