• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Shot untuk Memvisualkan Hubungan Ayu dan Wulan dalam Film Animasi "Tak Lelo Ledung"

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Perancangan Shot untuk Memvisualkan Hubungan Ayu dan Wulan dalam Film Animasi "Tak Lelo Ledung""

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

9 3. METODE PENCIPTAAN

Deskripsi Karya

Tak Lelo Ledung” adalah sebuah film fiksi pendek yang menggunakan media animasi 2D hand drawn sebagai media penceritaannya. Film ini terinspirasi kuat dari lagu daerah “Lelo Ledhung” karya Waldjinah , sehingga judul dari film ini pun serupa dengan judul dari lagu ini. “Tak Lelo Ledung” mengambil tema keluarga, kasih sayang, dan kesedihan sebagai tema utamanya. Genre dari film adalah family, drama, dan fantasy. Film ini sendiri memiliki durasi 9 menit.

Konsep Karya

Dari sisi konsep penciptaan, film “Tak Lelo Ledung” membawakan sebuah cerita fiksi yang berpusat pada seorang anak perempuan yang berkutat dengan kesedihannya setelah kematian ibunya. Kesulitannya untuk berdamai dengan kematian ibunya sendiri tampak paling jelas dengan bagaimana ia menutup dirinya dari bibinya sehingga hubungan mereka berdua menjadi sangat canggung, bahkan tidak baik. Cerita ini sendiri diangkat oleh Kathamtara Studio karena beberapa alasan. Pertama, Kathamtara Studio menilai konsep keluarga, kasih sayang, kehilangan, dan kesedihan adalah konsep yang sangat dekat dan mudah dipahami oleh siapapun dari berbagai kalangan usia. Kedua, konsep ini juga berkembang dari fakta bahwa “Lelo Ledhung” sendiri adalah sebuah lagu pengantar tidur yang biasanya dinyanyikan seorang ibu untuk anaknya, di mana aspek ini sendiri juga tergambar melalui liriknya.

Sementara itu, dalam konsep bentuk dan penyajiannya “Tak Lelo Ledung

Kathamtara Studio memilih untuk mengambil bentuk 2D animation dengan gaya gambar lineless. Akan tetapi, lineart digunakan sedikit untuk beberapa bagian detil dan bila dibutuhkan. Sementara itu, pembuatan background juga dibuat dengan tangan melalui digital painting. Dalam penyampaiannya, film ini akan berfokus pada Ayu dan hubungan canggungnya dengan bibinya, Wulan. Hubungan Ayu dan ibunya, Tari, juga sudah dari awal diceritakan sebagai salah satu aspek penting

(2)

10 dalam film. Namun, pada act 3 film barulah apa yang terjadi diceritakan secara jelas. Di akhir film, Ayu berakhir mulai menerima dan mau membuka diri kepada Wulan, walau kesedihan yang dirasakannya masih ada. Dari proses konsepsi, terdapat berbagai acuan atau referensi yang digunakan, mulai dari film animasi pendek, ilustrasi, anime, hingga foto dunia asli. “Fueled” dan “Last Summer

adalah contoh dari dua referensi yang digunakan dan memiliki peran besar hingga penentuan gaya visual film, seperti lineless, penggambaran bayangan, hingga gaya gambar untuk background. Secara treatment sendiri, terdapat banyak aspek yang diperhatikan, seperti visual storytellling, pembedaan ruang dan waktu dari 3 space yang ada di film, dan lainnya. Dalam perihal pembedaan ruang dan waktu sendiri, Kathamtara Studio menggunakan 3 jenis aspek rasio yang berbeda untuk memudahkan penonton memahami dan juga membedakan pewarnaan yang digunakan dalam tiap space.

Scene 2 shot 12 menggambarkan Ayu dan Wulan ketika Wulan menjemput Ayu pulang sekolah. Keduanya berjalan sendirian dan terlihat murung, menciptakan kontras antara langit cerah dan orang-orang lain yang ditunjukan bersama-sama dengan teman atau keluarganya. Keduanya juga berjalan berjauh- jauhan.

Scene 3 shot 3 menggambarkan Ayu dan Wulan yang sedang makan malam.

Shot ini tidak menunjukan wajah keduanya, namun menunjukan tangan dan posisi duduk mereka. Keduanya duduk bersebrangan, makanan Ayu tampak lebih sedikit namun lebih utuh.

Scene 18 shot 17 menggambarkan Ayu dan Wulan yang sedang berpelukan.

Shot ini berfungsi sekaligus sebagai shot terakhir dalam film pula selain sebagai shot konklusi dari konflik hubungan keduanya. Dalam shot ini, Ayu dan Wulan berada di posisi yang nyaris sama dan sedang berada di makam, tepatnya di makam Tari.

(3)

11 Tahapan Kerja

Gambar 3.1. Diagram Tahapan Kerja (Dokumen Pribadi)

Pada tahap awal pengerjaan, Kathamtara Studio memulai dari pembuatan konsep yang dilakukan bersamaan dengan studi literatur dan pencarian referensi untuk film, baik dari aspek teknis hingga aspek naratif. Setelah konsep dan cerita sudah dimatangkan, proses pre-produksi berlanjut ke tahap pembuatan concept art baik untuk tokoh dan lingkungan, beserta dengan proses perancangan shot melalui

(4)

12 pembuatan storyboard. Berkaitan dengan shot dari scene 2 shot 12, scene 3 shot 3, dan scene 18 shot 17, penulis melakukan studi literatur dengan fokus pada aspek yang berhubungan dalam pembuatan shot dan penyampaian visual storytelling di dalamnya. Alhasil, fokus penulis jatuh pada komposisi shot, jenis shot, dan sudut kamera sebagai 3 aspek teknis utama. Akan tetapi, penulis juga melakukan studi tentang hubungan dan interaksi manusia melihat bahwa tema utama dari film “Tak Lelo Ledung” sendiri adalah mengenai keluarga dan kesedihan (grief). Selain studi literatur, dilakukan juga observasi akan referensi atau acuan yang akan digunakan.

Dalam kasus 3 shot yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mengambil acuan dari Last Summer (2022), Mob Psycho 100 III (2022), dan What Remains of Edith Finch (2017). Judul pertama sendiri banyak digunakan sebagai acuan baik dalam pembuatan shot hingga berbagai aspek film lainnya. Berbekal pemahaman dan acuan, proses pembuatan storyboard dimulai dari sketsa awal, sebelum berlanjut ke tahap revisi, diskusi, dan eksperimentasi lebih jauh sebelum berakhir dengan desain shot dan storyboard yang telah disepakati. Setelah itu, proses produksi dimulai sembari proses layouting tiap shot dan shot final yang telah selesai menjadi bagian dari film animasi pendek 2D “Tak Lelo Ledung”. Shot dari “Tak Lelo Ledung”

inilah yang akan dibahas dan dianalisa dalam tulisan ini, terkhususnya shot dari scene 2 shot 12, scene 3 shot 3, dan scene 18 shot 17.

1. Pra produksi:

a. Ide atau gagasan

Ide awal film dimulai dari lagu “Lelo Ledhung” dan dari diskusi awal cerita yang dirancang sudah berpusat pada cerita seorang anak perempuan yang baru kehilangan ibunya dan pergumulannya untuk melanjutkan hidup bersama kehilangan yang ia alami. Lirik dari lagu juga memiliki peran besar dalam diskusi cerita, terkhususnya pada resolusi cerita perihal hubungan Ayu dengan Tari.

Kemudian, diskusi dilanjutkan menjadi lebih detil mengenai cerita dan gaya visual yang diinginkan. Seiring proses ini berlanjut, pencarian referensi dan studi dilakukan. Pembuatan moodboard menggunakan Miro juga dimulai di sini. Setelah outline & naskah cerita melewati asistensi dengan dosen pembimbing akademik

(5)

13 dan didiskusikan lebih jauh agar lebih matang, barulah proses desain visual dan storyboarding dimulai.

b. Observasi

Sejak tahap diskusi, pencarian acuan atau referensi sudah dimulai dan terus berlanjut setelahnya. Mayoritas acuan yang diambil adalah acuan berbentuk visual, baik dari film animasi, animasi Jepang, hingga ilustrasi. Dalam proses observasi, muncul beberapa judul yang memiliki pengaruh besar dalam pembuatan karya, seperti: “Last Summer” dari Gobelins, “Fueled” dari Killed the Cat Production, dan berbagai judul lainnya seperti “Mob Psycho 100”.

Scene 2 shot 12 yang menggambarkan Ayu dan Wulan berjalan pulang mengambil referensi wide shot dan kamera eye level dari “Last Summer” di mana digambarkan kedua tokohnya baru saja mengalami argumen. Salah satu dari kedua tokoh tersebut berjalan menjauh dari tokoh yang lain.

Gambar 3.2. Extreme wide shot menggambarkan 2 tokoh dari kejauhan (Last Summer, 2022)

Lalu, referensi untuk penempatan atau komposisi dari shot sendiri diambil dari konsep bahwa sebuah shot dapat menunjukan perbedaan space 2 tokoh melalui penempatannya. Hal ini diambil dari saran ketika asistensi dan juga pertimbangan setelah melakukan riset lebih. Peletakan 2 tokoh di 2 daerah yang terlihat berbeda dalam 1 background telah berkali-kali dipakai dalam animasi. Salah satu contoh shot yang menggunakan hal ini adalah shot dari “Mob Psycho 100” berikut, di mana terjadi perbedaan pendapat antara dua tokoh yang ditunjukan melalui cahaya pada

(6)

14 setting. Satu tokoh diletakan di dalam bayangan sementara tokoh lainnya diletakan di daerah terang.

Gambar 3.3. Sebuah shot yang menggambarkan 2 tokoh di zona latar yang berbeda

(Mob Psycho 100 III, 2022)

Lalu untuk, scene 3 shot 3, inspirasi diambil dari salah satu shot dari cutscene adegan makan di game karya Giant Sparrow berjudul “What Remains of Edith Finch”. Aksi tokoh di meja makan masih terlihat dalam shot overhead ini dan informasi tentang tokoh dapat pula disampaikan melalui apa yang ada di depan mereka walau pemain tidak bisa melihat wajah mereka. Dalam adegan ini juga terjadi argumen antara tokoh Nenek dan Ibu dalam cerita, di mana tokoh utama Edith terjebak di antaranya. Hal ini sendiri juga disampaikan melalui posisi tempat duduk mereka. Melihat fakator-faktor visual storytelling yang kuat ini, shot ini dianggap bisa dijadikan referensi.

Gambar 3.4 Overhead shot dari sebuah adegan makan bersama (What Remains of Edith Finch, 2017)

(7)

15 Shot ini sendiri dibuat memiliki sudut miring karena saran ketika asistensi.

Kemudian, ketika dilakukan riset terdapat banyak penggunaan kamera yang dimiringkan di adegan dengan kondisi emosional atau tensi tinggi di mana ketidakstabilan ditunjukan. Konsep ini dianggap dapat menudukung penceritaan dan disepakati untuk dipakai. Contoh ialah shot berikut dari “Mob Psycho 100”:

Gambar 3.5. Shot miring yang diambil dari kamera overhead (Mob Psycho 100 II, 2019)

Lalu, untuk scene 18 shot 17, pelukan antara Wulan dan Ayu mengambil referensi utama dari 2 adegan. Yang pertama ialah wide shot lain dari “Last Summer”, di mana posisi jarak dekat antar tokoh dapat terlihat jelas karena komposisi yang memusatkan perhatian audiens pada titik tersebut. Di sini, walau latar tempat dan waktu terlihat jelas, audiens tahu bahwa fokus utama dari shot ini adalah apa yang sedang terjadi di titik di mana terdapat para tokoh.

Gambar 3.6. Wide shot menggambarkan para tokoh dan sebuah mobil dari kejauhan

(Last Summer, 2022)

(8)

16 Referensi lain dari shot ini berasal dari adegan yang sama dari Last Summer pula. Dalam shot ini, digambarkan tokoh utama dan teman perempuannya sedang mengucapkan perpisahan kepada salah satu teman mereka. Tokoh utama dan teman perempuannya diletakan pada bagian yang sama dari shot. Secara komposisi, keduanya dapat dikatakan berada dalam garis komposisi golden rule. Sebaliknya, teman yang akan pergi dan mobilnya tampak jelas terpisah dari mereka, mulai dari posisi awal secara komposisi dan juga secara gerakan animasi. Sebab, dalam shot ini mobil teman mereka dan teman tersebut akan bergerak keluar dari shot. Dalam shot ini, komposisi digunakan untuk membangun mood dan menekankan perpisahan yang terjadi.

Gambar 3.7. Shot yang menggambarkan peletakan 2 tokoh yang sedang berpisah dengan temannya

(Last Summer, 2022)

Tentunya, setelah dilakukan observasi dan studi, dilakukan pengolahan agar shot yang dibuat untuk film animasi “Tak Lelo Ledung” bisa sesuai dengan naratif yang disampaikan dan telah diolah pula. Selain judul-judul yang telah disebutkan, banyak inspirasi lain dari berbagai ilustrasi, storyboard, dan judul-judul lain yang mempengaruhi film pula. Namun, para shot yang telah disebutkan adalah referensi utama yang dipakai untuk shot yang akan dianalisis. Selain acuan, studi literatur juga memiliki peran. Literatur mengenai bagaimana komposisi, jenis shot, sudut kamera, dan berbagai ilmu lainnya mengenai pembuatan shot memiliki peran besar dalam proses pembuatan.

(9)

17 c. Eksperimen Shot

Pada proses awal eksplorasi dan diskusi storyboard, scene 2 shot 12 sudah disepakati cukup dini untuk menggambarkan keduanya berjalan tidak berdampingan di antara orang-orang lain yang tampak akrab di jam pulang sekolah.

Pertimbangan yang paling banyak didiskusikan adalah jarak antara Ayu dan Wulan ditambah dengan seberapa jauh jarak kamera yang akan diambil. Di sini, muncul 3 opsi, yakni: full shot, extreme wide shot, dan wide shot. Pada proses pemilihan mana jenis shot yang akan dipakai, full shot dinilai kurang dramatis dan extreme wide shot membuat kesan terlalu jauh. Sehingga, dipilihlah wide shot. Lalu, jarak antara Ayu dan Wulan beberapa kali semakin dijauhkan untuk menudukung penyampaian mood dan cerita.

Gambar 3.8. Sketsa kasar awal shot yang direncakan akan full shot & extreme wide shot

(Dokumen Pribadi)

Scene 3 shot 3 sempat mengalami beberapa proses sketsa awal untuk menentukan sudut kamera dan jenis shot yang akan dipakai untuk menunjukan dan melakukan establishing shot suasana ruang makan ketika Ayu dan Wulan makan malam. Untuk menghindari pengulangan dengan shot lain yang menunjukan kedua tokoh dengan meja makan dan untuk menunjukan porsi makan Ayu yang tak dimakan, ditentukanlah shot overhead. Di tahap awal sendiri, kamera pada adegan cenderung lurus sebelum akhirnya dimiringkan untuk mendukung pembawaan mood adegan berdasarkan asistensi yang diberikan. Pada tahap ini pula, posisi Ayu dan Wulan masih tentaif karena layout dan environment masih sembari dibuat.

(10)

18 Akan tetapi, dari awal sudah dibuat kesepakatan dalam tim untuk tidak pernah menunjukan wajah Ayu secara sepenuhnya sepanjang adegan meja makan ini.

Gambar 3.9. Storyboard awal shot meja makan beserta posisi Wulan dan Ayu (Dokumen Pribadi)

Untuk scene 18 shot 17, sebagai shot terakhir dalam film, diskusi awal sudah dimulai dari tahap penentuan cerita dan konsep tentang bagaimana shot terakhir film akan berbentuk. Shot terakhir ini sempat memiliki beberapa bentuk lain sebelum ditentukan secara final akan menggambarkan pelukan Ayu dan Wulan.

Pada proses pembuatan shot ini, muncul pertimbangan penggunaan wide shot untuk memberikan kesan “selesai” dan memberi kontras dengan shot sebelumnya yang cenderung berupa medium shot atau close up shot. Awalnya, posisi Ayu dan Wulan pada kamera berada di kiri. Shot ini terbilang tidak mengalami banyak perubahan karena shot ini sudah direncanakan dan didiskusikan cukup awal, bahkan sebelum cerita beserta adegan sebelumnya sampai ke bentuk final dan cerita masih dalam bentuk yang lebih fantasi.

Gambar 3.10. Storyboard awal adegan terakhir (Dokumen Pribadi)

(11)

19 2. Produksi:

Pada proses produksi, animasi dibuat dengan ToonBoom Harmony sementara background dibuat menggunakan Clip Studio Paint. Sementara itu, terkhusus pada shot yang dibuat, diolah dari storyboard final. Dalam proses pemilihan versi shot yang akan dipakai sendiri dilakukan diskusi dengan seuluruh anggota tim Kathamtara Studio ditambah dengan asistensi untuk mencapai hasil yang maksimal.

Dalam hal ini, scene 2 shot 12 memilih alternatif di mana shot yang diambil berbentuk wide shot. Dinilai, melalui wide shot, walau sosok tokoh Ayu dan Wulan masih dapat diidentifikasi oleh penonton. Di shot ini, Ayu dan Wulan diletakan di dua posisi yang terlihat jelas berbeda pada background. Shot ini diambil dari sudut yang setara dengan eye level tokoh. Secara komposisi dan peletakan, tokoh Ayu dan Wulan ditempatkan di dua space yang terlihat jelas terbagi bila dibandingkan dengan alternatif lainnya, dengan jarak di antara keduanya juga lebih jauh.

Gambar 3.11. Storyboard versi wide shot dari shot 12 dari scene 2 (Dokumen pribadi)

Untuk scene 3 shot 3, diambil desain shot di mana kamera tidak lurus dan berada overhead di atas kedua tokoh Ayu dan Wulan. Akan tetapi, dalam shot ini, serupa dengan acuan, walau wajah tokoh tidak terlihat aksi dari tangan tokoh dapat dilihat dengan cukup jelas. Makanan dan piring yang ada di atas meja makan juga

(12)

20 dapat dilihat oleh audiens dengan jelas. Shot ini dapat dimasukan ke dalam kategori wide shot. Perbedaan versi shot ini dari alternatif lainnya ada pada posisi kamera yang agak miring dan posisi tokoh-tokoh yang sudah dipastikan sesuai dengan layout environment yang akan dipakai dalam film nanti.

Gambar 3.12. Versi storyboard final dari shot 3 dari scene 3 (Dokumen pribadi)

Pada scene 18 shot 17, shot yang diambil menggambarkan tokoh Ayu dan Wulan berpelukan di pemakaman. Shot ini diambil sebagai sebuah wide shot dari eye level. Pada shot ini, ditekankan komposisi berat sebelah di bagian kanan layar mengikuti garis komposisi 1/3 layar, di mana kedua tokoh diletakan di satu titik tersebut. Shot ini sendiri diikuti oleh sequence shot yang cenderung berfokus pada banyak shot close up kepada ekspresi tokoh Ayu dan Budhe setelah keduanya bertemu kembali. Versi yang diambil dari shot ini adalah versi yang telah dibalik untuk membantu orientasi penonton pada adegan dan dengan jarak kamera ditambah dengan peletakan tokoh yang sudah dibenarkan.

Gambar 3.13. Storyboard scene 18 shot 17 yang telah direvisi (Dokumen pribadi)

(13)

21 Versi-versi dari shot ini dipilih setelah melalui proses asistensi dengan dosen pembimbing akademik dan diskusi. Shot yang telah dipilih dianggap dapat membawa kesan, pesan, dan mendukung cerita yang dibawa secara visual. Selain itu, shot yang telah dipilih juga dianggap dapat memberi nilai estetika yang sesuai dengan visi Kathamtara Studio.

3. Pascaproduksi:

Sejauh ini, rencana untuk pascaproduksi berpusat pada 2 hal, yakni:

compositing dan final editing. Proses-proses ini direncanakan untuk dilakukan memalui Adobe Aftereffects dan Premiere, dengan bantuan software-software lainnya. Di proses ini, background dan animasi akan disatukan dan diolah untuk menjadi satu kesatuan, ditambah dengan efek suara, musik latar, dan suara dari pengisi suara.

Shot yang sudah jadi dapat dikatakan adalah bagian final dari film animasi

Tak Lelo Ledung” dan akan digunakan sedemikian rupa. Shot ini berguna pula sebagai bagian untuk menyampaikan cerita, mood, dan berbagai hal atau nilai lainnya yang ingin disampaikan oleh pembuat film.

Referensi

Dokumen terkait

Hal yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini adalah penulis mendapatkan shot yang dapat menggambarkan konflik karakter pada film animasi yang berjudul “Story of

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul ’Perancangan Lighting

dapat diimplementasikan pada scene dan shot film animasi 3D Robocube, dan lebih efektif dalam proses pengerjaannya diantaranya mempercepat proses pengerjaan, menjaga

Sebelum menyampaikan kata pembuka, Penulis ingin memanjatkan puji dan syukur pada Tuhan Yang Masa Esa karena dengan rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan

terlihat bahwa sumber pencahayaan utama atau key light berasal dari cahaya matahari yang masuk melalui jendela sebelah kanan pada shot tersebut, tipe cahaya ini biasa

Tujuan pembuatan tugas akhir ini adalah untuk meneliti mengenai proses perancangan shot dalam memvisualkan aksi tokoh menghadapi rintangan dalam film animasi “The Beard of

Pelajaran terpenting yang saya dapatkan ketika sedang menulis skripsi ini adalah saya bisa mendapatkan kesempatan untuk mendalami ilmu kamera dan berbagai tahap yang

Film, animasi, dan Music Video merupakan beberapa acuan yang digunakan dalam merancang permainan musik scherzando dan maestoso dalam shot.. Acuan digunakan